Sore, pukul tiga, Ferus mendorong meja dari depan pintu. Sudah siap dengan tas ransel besar di punggungnya. Rencananya dia akan membujuk Jack untuk menerima satu penumpang dadakan yang memiliki masalah keluarga. Seingatnya orang tua Jack sangat baik kepada Ferus maupun Nick. Tinggal mereka berbohong saja ingin mengadakan pesta piama di kediaman Snider.
Sekali lagi dia memastikan batu peridot berada dalam saku celana kombornya. Setelah yakin, dia baru menyelinap dari kamar seperti seorang mata-mata.
Ternyata usahanya tidak sesulit yang dikira. Dia sudah lolos dari rumah dan segera kabur ke arah jalan menuju sekolah. Langkahnya sangat cepat dan lebar-lebar, jika diukur dia memiliki kecepatan sedikit abnormal, walau saat ini dia tidak secepat kemarin di kantor KMM. Jangan sampai dia dituduh teroris oleh orang-orang karena membawa tas setebal bongkah batu sungai.
Gurunya saat SMA yang pertama kali memberitahukan keanehannya ketika hari pertama kelas olahraga dimulai, mereka melaksanakan materi lari cepat di gimnasium. Sebetulnya dia yakin bahwa ini adalah kemampuannya sebagai Sang Dikaruniai, hanya saja Nick tidak sependapat karena seharusnya Sang Dikaruniai hanya memiliki kemampuan berelemen suci. Meski begitu dia tidak bisa menjelaskan kenapa Ferus punya bakat berlari cepat. Makanya, bisa saja anak itu salah.
Peridot yang berlompatan di dalam saku kombornya dapat ia rasakan, semoga batu ini benar-benar melindunginya dari masalah-masalah membosankan.
Tiba di sekolah, dia bertemu dengan teman-temannya di ruang latihan yang luas dan kosong kecuali diisi oleh anak-anak yang sedang mempersiapkan diri. Orang yang paling pertama sadar dengan kehadirannya adalah Jack yang kemudian disusul gadis berambut hitam panjang di sampingnya. Anak laki-laki itu meletakkan ranselnya di atas lantai kayu mengilat, lalu mengangkat tangannya yang lain untuk menyapa Ferus cukup kencang sehingga menarik perhatian semua orang. "Hei, Fetus!" Suaranya bergema. Gadis itu pun menyunggingkan senyum manisnya terhadap Ferus yang tengah berjalan mendekat, sepenuhnya berbalik badan.
"Jack, Eva," Ferus menyapa, ia melihat ke sekeliling, sebagian orang telah kembali dengan urusannya masing-masing.
Kerut di wajah Jack membuat Ferus tidak tenang. "Kamu," kata Jack, menunjuk dengan dagu, "mukamu habis diceburkan ke jelaga? Sumpah, mengilat sekali seperti wajah besi."
Dalam sekejap mulut Ferus melengkung ke bawah dengan jelek. "Sori, ya. Aku memang belum mandi hari ini." Lalu dia melirik pada Eva yang dibalas gadis itu dengan alis yang menaik. Tiba-tiba saja sesuatu yang ingin Ferus sampaikan tersendat di dalam mulut. Hidungnya menarik napas sebanyak mungkin sebelum mencekal lengan Jack untuk menjauhkannya dari Eva.
"Eh, eh." Jack berusaha menyeimbangkan langkahnya. Mereka berhenti ketika Ferus merasa posisi mereka sudah cukup berjarak dari Eva yang mengintip kebingungan sekaligus penasaran. "Apa, sih?"
Dalam hati Ferus merasa bersalah karena harus menimbulkan perasaan diasingkan di dalam diri Eva. Kelihatan dari gelagat perempuan itu yang memutuskan untuk menyibukkan diri dengan tasnya yang ditaruh di bawah. Ferus tidak punya pilihan lain. Dia pun setengah berbisik pada Jack, "Ada masalah besar di rumah. Dan itulah alasan kenapa aku membawa tas sebesar ini." Dia berbalik badan untuk menunjukkan tasnya.
"Hah? Ada apa?" Jack mengerjap penuh tanya. "Kau kabur?"
"Kabur ke rumahmu, tepatnya." Lalu dia memautkan tangannya ke depan, menundukkan kepalanya dalam-dalam. "Kumohon."
"Tapi kenapa?" Jack berubah khawatir. "Kau bertengkar dengan pacarmu itu?"
"Tidak, dia masih di rumah sakit." Ferus menegakkan tubuhnya lagi, melihat sekeliling sebelum melanjutkan. "Abuela—maksudku, nenekku. Aku bertengkar dengannya. Tapi tolong jangan paksa aku untuk ceritakan kenapa. Ini ... ini masalah keluarga."
Bohong. Padahal jika situasinya tidak serumit menjelaskan dia dikejar-kejar hantu, dia pasti akan menumpahkan segala keluh kesahnya pada Jack.
Iba dengan temannya menyebabkan Jack tidak bisa menolak. Helaan napas panjang keluar dari mulutnya selagi dia mengusap tengkuknya. "Ya, aku tidak masalah. Nanti kutanyakan dulu ke orang tuaku. Tapi kau tidak perlu khawatir karena aku yakin mereka akan menerimamu, kok."
"Jangan pakai alasan aku bertengkar dengan nenekku jika tidak kepepet. Bilang saja kita akan pesta piama. Lucu-lucuan."
Jack sedikit menempeleng temannya yang tidak waras ini. "Main Xbox, dong."
"Oh, ide bagus!" Mata Ferus berbinar. "GTA V. Aku ingin menceburkan orang itu ke laut lagi."
Kali ini Jack menghunjamkan tangannya pada perut Ferus yang untungnya bisa dia hindari. Mereka berdua tertawa. "Oke. Pesta piama."
Latihan selesai. Anak-anak tidak sadar ini sudah pukul tujuh malam jika mereka tidak keluar dari gedung sekolah. Enam orang geng Ferus berjalan dan tertawa bersama ke lapangan parkir sekolah yang kosong melompong kecuali diisi oleh minivan warna putih. Dan tujuan mereka memang minivan itu.
Jack bilang dia sengaja bawa minivan bibinya hari ini karena dia tahu latihan pentas akan selesai sangat malam. Dia mempersilakan beberapa anak menumpang mobilnya terutama mengkhususkan untuk Eva. Tentu saja, "calon" pacar barunya. Jack memang punya modus khusus pada Eva, dan sengaja kelihatan seperti jentelmen dengan menawarkan diri mengantarkan pulang semua gengnya.
"Kecuali anak laki-laki, ya. Kuturunkan di wilayah terdekat yang searah. Karena kalian adalah laki-laki!" Jack mengumumkan kelewat polos atau kurang ajar.
"Ada yang tahu berapa biaya operasi ganti kelamin?" tanggap Ferus sama-sama kelewat polos, sialnya hanya Eva yang merespons dengan tawa kecil. Farabi dari belakang mendorong kepala Ferus cukup keras. Sedangkan anak-anak lain sudah menempati posisinya dalam mobil.
Tiga anak cewek di belakang dan lima orang termasuk Ferus dan Jack di depan. Minivan ini difasilitasi pengeras suara berkualitas tinggi sehingga ketika rap Vince Staples melantun mereka bisa merasakan sisi mobil berdetak, apalagi karena Jack, Ferus, dan Farabi tahu lagu ini, mereka menggoyang-goyangkan badan mengikuti ketukan sambil bernyanyi asal-asalan hingga mobil berguncang-guncang. Padahal Ferus sudah kehabisan tenaga tetapi karena orang-orang gila ini masih bertenaga kuli dia malah terbawa suasana.
"Siapa yang besok mau kubawakan Jack O sebelum latihan?" tanya Jack dengan suara tinggi berusaha menyaingi Ferus dan Farabi yang seenaknya merusak gendang telinga orang padahal rap-nya saja berlepotan.
"Berapa kotak yang bakal kaubawa?" tanya Teresa di belakang sana.
"Kalian mau berapa? Lima?" tanya Jack sambil mengetuk-ngetukkan telapak tangan di kemudi, kepalanya maju mundur mengikuti irama.
"Wow!" Elsa menanggapi, "Mentang-mentang pemilik Jack O, ya?"
Jack tertawa lebar. "Astaga. Masa kalian baru sadar, sih?"
"Enam!" Eva berseru dengan semangat. "Kita juga harus berikan ekstra untuk Mr. Reedword. Kalian tahu maksudku."
"Menyogok pelatih pelit nilai kesayangan kita? Aku baru tahu dia bisa puas hanya karena donat," komentar Ferus. "Daripada begitu lebih baik jatah ekstra untuk gorila imut supaya berdansanya lebih bertenaga." Tentu saja itu untuk Ferus sendiri. Dia adalah satu-satunya yang mendapatkan peran gorila di antara semua anak. Paling tidak tokoh utama.
"Memang meledek diri sendiri itu paling menyenangkan, benar, Ferus?" kata Jim yang baru mau berhenti bernyanyi di sebelah Ferus.
"Hei, hei!" Enrico tiba-tiba berteriak sambil memukul jok Jack berkali-kali. "Diam semuanya. Saatnya berjoget!"
Lagu Skrillex? Padahal Ferus benar-benar merasa letih tetapi karena lagu super robotik ini menggelitik saraf hiperaktif orang-orang, dia tidak bisa menahan diri lagi sampai menyikut tulang pipi Jim. Beruntungnya Jim sendiri sama sekali tidak peduli.
Padahal salah satu peraturan mengemudi adalah jangan sampai tidak fokus pada jalan. Untungnya mereka semua sedang tidak mabuk karena ketika Ferus menoleh ke depan, sorot lampu mobil Jack terpantul oleh sosok wanita yang sedang menyeberang jalan raya di perempatan. Tanpa pikir panjang Ferus sontak berhenti gila-gilaan, langsung menegakkan tubuh untuk memukul-mukul pundak Jack. "Jack Jack berhenti!"
Kekagetan Jack tepat waktu. Dia langsung menginjak pedal rem dan mobil seketika mati karena gigi tidak sesuai. Wajah Ferus seketika menghantam jok, dia harap hidungnya tidak lebih mengkhawatirkan dari cetakan lahir. Jim yang duduk di tengah berhasil menahan diri dengan mencengkeram kedua jok. Salah seorang cewek di belakang pasti begitu menderita karena punggung Ferus merasakan adanya getaran dari jok. Dia mengerang dan mengumpat kasar. Mungkin Elsa.
"Apa?!" Jack memelankan suara pemutar lagu sampai sekecil terdengar datang dari ratusan meter. "Ada apa?!"
Ferus nyaris menggertaknya karena jelas-jelas ada wanita sedang menyeberang jalan. Tapi barusan. Sekarang wanita itu sudah tidak ada. Dia terbengong melihat jalan di kiri dan kanan tetapi tidak menemukan wanita itu.
Kecuali sorot lampu truk dan klaksonnya yang merobek udara malam dari arah kanan.
BRAK!
Terbanting ke arah kiri. Mereka terpental oleh tekanan dahsyat. Seluruh badan Ferus—dia tidak tahu yang mana saja, semuanya terbentur dan ini sangat menyakitkan. Mereka berteriak antara kesakitan, memikirkan apa yang terjadi, akhir hidup mereka, dan terutama Ferus merasa berdosa atas teman-temannya. Semuanya berputar-putar begitu cepat, menyakitkan, memekakkan telinga antara bunyi tabrakan benda dengan benda serta jeritan orang-orang, berguling tak keruan dan Ferus mulai merasakan sakit berlebihan diiringi bau darah menyengat.
Perut Ferus mual mendapatkan kenyataan yang begitu pahit. Dalam sekejap matanya sudah dibanjiri air mata putus asa. Seluruh kaca mobil perlahan retak dan kini pecah. Dia tidak mau membuka mata karena suara beling pecah belah ada di mana-mana. Dia merasakan ada sesuatu yang menusuk lengannya yang sekuat tenaga melapisi kepala walau berkali-kali terbanting dan kebingungan.
Tidak. Jangan. Kumohon ini bukan akhir hidupku. Rasanya barusan aku masih bersenang-senang dan tiba-tiba sudah seperti ini. Ini—ini kenyataankah?
"Tidak!—"
Plak! Sebuah tamparan keras menyetrum pipi kiri Ferus. Seketika keadaan berubah, ia tidak merasakan sakit apa pun di tubuhnya biarpun rasa imajiner itu masih berdenyut ngilu. Dia mengerjap beberapa kali untuk memahami bahwa ... kondisi sama sekali tidak apa-apa, dan Jim yang menamparnya tidak bisa berkata apa-apa selain ketakutan melihatnya. Tatapan itu ... tatapan yang sama. Tatapan yang selalu Ferus dapatkan setelah dia sadar dari kerasukan di sekolah. Tatapan takut yang bisa berubah menjadi kebencian.
Pikiranku ... terlalu larut dalam kekacauan sampai membayangkan hal yang tidak-tidak? Tapi yang barusan itu terlalu nyata ....
"Hei, Kuda!" Jack yang paling pertama berseru di depan sana, pelan-pelan Ferus menyadari mobil masih melaju dengan aman di jalan raya. "Bagaimana? Dia sudah waras?"
"M-maaf," ujar Ferus merasa jengah, berpaling dari Jim yang masih mengamatinya dengan khawatir. Sial, serasa darah mendidih dalam kepalanya. Dia mulai merinding. Tiba-tiba saja peridot dalam sakunya serasa memadat setelah ia lupakan keberadaannya selama berjam-jam. Gangguan barusan jelas berasal dari hantu, 'kan? Maksudnya, wanita itu. Apakah kinerja batu itu sudah menurun?
"Kau tidak mengonsumsi narkotika, 'kan?" tanya Enrico asal-asalan. "Atau ada seseorang yang memasukkannya ke Diet Coke-nya?"
"Tidak," jawab Ferus cepat, dia tidak tahu apakah mereka masih bercanda atau serius. Jantungnya mulai berdebar tidak stabil, dia menyentuh dadanya seakan bisa mengendalikannya padahal sia-sia. Lalu dia memejamkan mata, menarik napas dan membuangnya pelan walau berat.
Ini. Ini gejala kerasukan.
Jim menarik pundak Ferus, menyuruhnya bersandar pada jok lalu menepuknya beberapa kali. "Relaks, Bung. Jack, kau bisa mengantarnya sampai rumah?"
"Tidak. Dia akan menginap di rumahku," kata Jack.
"Tidak perlu," sanggah Ferus dengan cepat. Dalam sekejap ia berubah pikiran. "Lebih baik ... lebih baik aku ke rumah saja."
"Eh, kenapa? Kalau kau lebih nyaman di tempatku tidak masalah, kok."
"Tidak." Ferus menggeleng kecil. Peridot ini masih belum cukup melindunginya dari gangguan hantu. Bagaimana kalau sampai dia kerasukan di rumah Jack? Mencelakai keluarganya? Lebih baik dia pulang. Kena marah Abuela karena pergi tidak bilang-bilang tidak masalah. Dia tidak mau kehilangan kepercayaan orang-orang. Lagi.
Akhirnya Jack menghela napas kecewa. "Baiklah. Khusus untukmu, Sayang, akan kuantar sampai depan rumah."
"Ah, tidak usah," kata Ferus. "Aku baik-baik saja."
"Hei, jangan begitu. Ini spesial untukmu, lho. Bahkan kalau perlu kumasukkan mobil ke kamarmu," katanya.
Sejujurnya Ferus pun ingin Jack melakukannya. Akhirnya Ferus tidak menjawab apa-apa selain menggumamkan terima kasih. Gara-gara ini suasana berubah canggung. Tidak ada lagi yang tertarik berjoget apalagi dengan suara kecil musik nyaris terlupakan keberadaannya.
Tak seorang pun di antara mereka, bahkan satu sekolah, tahu bahwa Ferus maupun Nick bisa melihat bahkan bicara dengan hantu. Ferus tidak mau seorang pun tahu. Jika mereka tahu mereka pasti langsung kenal siapa Ferus di masa lalu. Jadi lebih baik Ferus merahasiakannya saja.
Ceritanya bikin penasaran. Openingnya kereeeeennn.
Comment on chapter Act 000