Gadis itu berjalan menyusuri lorong stasiun di kota Jakarta, tepatnya di kota Bekasi.
Satria : gue segera ke stasiun ya, Nir. Lo tunggu disana.
Satria Leonard Prasetyawan, teman kecil dari gadis itu, Nirmala Andhinarita. Nirnala berasal dari kota Semarang datang ke Jakarta untuk menghadiri acara ulang tahun sahabat SMP-nya, Tesarina Tamara Sekaranda. Satria adalah teman Nirmala yang pindah dari kota Semarang ke kota Bekasi saat ia masuk SMP.
Nirmala duduk di bangku luar stasiun. Suasana kota Jakarta mengingatkannya saat ia bertemu seseorang yang pernah menjadi salah satu bagian penting dari hidupnya dua tahun lalu.
***
Hari itu Nirmala menghadiri acara pernikahan keluarga ibunya di Jakarta. Kemudian dia bertemu dengan orang itu. Adriano Reynando. Nirmala hanya ingin mengambil minuman yang sama dengan yang ia minum tadi.
“Elu mau minum? Ini, ambil aja.” Reynan yang sok akrab itu menyodorkan minuman itu ke arah Nirmala. Nirmala sempat malu untuk menerimanya. Setelah ia melihat senyuman Reynan, ia tersipu dan mengambil minuman itu dari tangan Reynan.
“Adriano Reynando. Panggil aja Reynan.” Reynan mengulurkan tangannya dalam arti meminta berkenalan dengan Nirmala.
“Nirmala. Nirmala Andhinarita.” Gelas yang ia terima tadi ia taruh di tangan kirinya dan menerima uluran tangan Raynand. Dan di situlah kisah Reynan dan Nirmala di mulai.
Nirmala kembali ke tempat duduknya. Kemudian seorang pemuda yang terlihat seumuran dengannya menyapanya.
“Em hai. Lu Nirmala, kan?” tanya pemuda itu pada Nirmala. Nirmala hanya mengangguk dengan wajah bingung.
“Elu kenal Reynan kan? Yang tadi ngomong sama lu. Gue Aras, Karelino Arasetya. Gue temennya Reynan.”
“Terus?”
“Reynan mau minta nomor lu, boleh nggak?” tanya Aras dengan malu-malu.
Awalnya Nirmala ragu, tapi menurutnya nggak salah juga dapat nomor pemuda tampan yang baru kenalan dengannya tadi.
“Em, yaudah gak papa.” Kemudian Aras menyodorkan ponselnya. Dengan cekatan Nirmala menulisakan nomornya di ponsel Aras.
“Makasih ya. Entar gue sampein ke anaknya.” Kemudian Aras pergi menemui Reynan. Dari kejauhan Nirmala bisa melihat cengiran Reynan pada seseorang yang bernama Aras tadi.
Saat acara sudah selesai, Nirmala dan keluarganya kembali ke hotel tempat mereka menginap. Sebuah pesan masuk dari nomor tak di kenal. Nirmala pun membuka pesannya.
XXX : hey Nir. Lagi apa? Ini gue, Reynan.
Nirmala langsung saja menyimpan nomor itu dan dengan cepat membalas pesan singkat Reynan.
Nirmala : iya, Rey. Gue lagi berbaring di hotel.
Reynan : oh lu nginep di hotel? Terus, besok lu masih di Jakarta nggak?
Nirmala : rencana gue besok mau balik ke Semarang.
Reynan : yah nggak bisa ketemu lu lagi dong
Nirmala : yaudahlah kan bisa lain kali. Udah ya gue mau tidur dulu besok harus bangun pagi nih.
Reynan : oke. Mimpi indah, cantik
Nirmala berusaha mengendalikan perasaannya itu.
Nirmala : mimpi indah juga, ganteng.
Kali ini Nirmala percaya, dia bakal mimpi indah karena dapat balasan seperti itu dari Reynan, pemuda tampan yang baru dikenalnya.
Keesokan harinya Nirmala benar-benar balik ke Semarang. Ia bosan selama di kereta hingga muncul pesan masuk dari Reynan.
Reynan : udah berangkat?
Nirmala : udah.
Reynan : eh gue mau tanya nih, tapi lu jangan marah ye.
Nirmala : tanya apa?
Reynan : lu udah punya pacar belum?
Nirmala : belum. Kenapa emang?
Reynan : lu mau nggak jadi pacar gue?
Nirmala benar-benar terkejut. Ia mengerti Reynan adalah tipe pemuda yang ramah mudah bergaul. Tapi ia tidak mengira Reynan sampai bertindak seperti ini.
Nirmala : gue mau.
Reynan : yang bener? Yaampun, makasih ya sayang Aku sayang kamu.
Nirmala : udah jadi aku-kamu nih sekarang?
Reynan : iya. Kan biar ‘so sweet’
Nirmala : Terserah deh. Aku tidur dulu ya.
Reynan : iya. Mimpi yang indah ya.
Nirmala benar-benar senang sampai pesan itu ia baca berulang-ulang dan bahkan berhari-hari.
***
Kalau Nirmala tahu akhirnya akan seperti ini, harusnya ia tak pernah menerima pernyataan cinta itu.
“Udah lama nggak?” pertanyaan tadi membuyarkan lamunan Nirmala.
“Enggak Sat. Yaudah yuk.” Nirmala bangkit dari tempat duduknya. Sebagai teman masa kecilnya, Satriya tahu apa yang terjadi pada temannya yang ia sayangi itu.
‘Kota Jakarta pasti mengingatkannya pada masa lalunya’ batin Satria. Kemudian Satria menyusul Nirmala yang berjalan mendahuluinya.
Saat di jalan, Nirmala terlihat menikmati pemandangan kota pada waktu menjelang fajar. Ia berusaha untuk tidak mengingat Reynan walau ia tahu ia takkan bisa melakukannya.
Mereka sampai di depan apartemen Satria. Selama di Jakarta Nirmala akan menginap di apartemen Satria. Selain apartemennya mempunyai dua kamar, Satriya juga pernah tidur di rumah Nirmala waktu kecil jadi tidak terlalu dipermasalahkan. Sebenarnya ia sedikit tak enak pada Satria, tapi rumah Tesa juga pasti sibuk untuk mempersiapkan acara Sweet Seventeen Tesa sendiri.
“Maaf ngerepotin ya, Sat.”
“Santai aja. Kalo gitu, lu istirahat dulu aja, acaranya juga entar sore kan?”
“Iya. Makasih, Sat.” Satria mengangguk dan meninggalkan Nirmala yang berjalan menuju kamarnya. Ia membuka dan membaca pesan-pesan yang ada diponselnya untuk menyibukkan diri. Namun apa yang dilakukan kali ini justru membuat ia teringat lagi pada sososk pemuda itu, teringat akan candaan dan kata-kata manisnya, walaupun pesan-pesan itu sudah ia hapus.
***
Reynan : sayang, lagi apa?
Nirmala : lagi makan. Kamu udah makan?
Reynan : belum.
Nirmala : loh kok belum. Nanti sakit loh. Kamu makan ya.
Reynan : kan kalo aku sakit kamu yang rawat aku.
Nirmala : ye dasar tukang gombal. Udah sana makan.
Reynan : yaudah deh. Tapi kamu yang suapin ya
Nirmala : dasar raja gombal
Reynan : kalo aku rajanya berarti kamu ratunya dong
Nirmala : udah ah aku mau tidur. Bye!
Nirmala benar-benar bingung akan membalas pesan dengan gombalan bertubi-tubi itu. Kemudian ia justru mematikan ponselnya. Tapi ia sungguh menyukai candaan dan gombalan itu.
Seperti pada hari itu, saat Reynan lama tidak memberi kabar padanya.
Reynan : kamu masih marah ya?
Nirmala : kamu sih lama nggak ngasih kabar. Selalu sibuk kalau di telfon juga.
Reynan : kan aku udah minta maaf sayang. Jangan ngambek ya, nanti cantikya luntur loh.
Nirmala : aku kangen sama candaan dan gombalanmu kau tahu. Kau tahu, aku ingin tahu kenapa kamu suka sama aku?
Reynan : karena kamu cantik. Aku merasa kamu calon ibu dari anak-anakku nanti.
Nirmala : gombal aja terus.
Reynan : kalau kamu, apa yang bikin kamu cinta sama aku?
Nirmala : emang cinta butuh alasan?
Reynan : udah berani gombalin aku nih ceritanya?
Nirmala : kan ketularan kamu. Sayang, aku boleh tanya nggak?
Reynan : tanya apa, sayang?
Nirmala : kamu di sana nggak nakal kan?
Reynan : nggak, sayang. Kan aku cuma sayang sama kamu.
Nirmala : janji ya kita bakal gini terus?
Reynan : iya, aku janji.
***
Nirmala tertidur hingga fajar tiba.
Selama di Jakarta, Nirmala di ajak berkeliling Satria hingga menjelang acara itu tiba. Namun, Satria harus meninggalkan Nirmala karena ada janji penting di siang harinya, padahal acara dimulai pada sore hari. Dan Satria tidak bisa mengantar Nirmala ke acara Tesa.
Nirmala : gimana nih, Sa? Satria gak bisa nganterin gue ke acara lo. Dia hanya bisa jemput gue waktu acara selesai.
Tesa : gimana sih Satria? Yaudah pokoknya lo siap-siap aja. Gue bakal pikirin caranya oke dear?
Nirmala : oke.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Tesa baru saja mengirimkannya pesan kalau bakal ada yang menjemputnya. Namun Nirmala merasa ada yang aneh dengan pesan dari Tesa itu.
Dentuman suara sepatu terdengar sedang mendekati Nirmala selagi ia berkutat dengan ponselnya.
“Nir?” suara itu membuat Nirmala mematung. Ia sangat membenci pemilik suara itu. Ingin rasanya ia melarikan diri dari tempat duduknya namun pemilik suara itu telah berdiri di depannya. Nirmala mendongakkan kepalanya.
Reynan menatap Nirmala. “Gue di suruh Tesa buat jemput lu ke acaranya. Tapi, lu sedikit berubah ya. Berangkat yuk.” Reynan membimbing Nirmala menuju motornya.
‘Sekarang udah berubah ya, jadi gue-elu lagi’ batin Nirmala.
Nirmala memang sudah berubah. Ia mulai dandan setelah putus dari Reynan, dia rela diet ketat. Dia ingin Reynan melihat perubahannya yang menjadi lebih baik dan bahagia setelah kepergian Reynan.
Namun kini, ia justru merutuki hatinya karena suatu keinginan untuk kembali pada mantan pacarnya itu. Ia jatuh cinta lagi pada pemuda itu.
***
“Sayang, aku minta maaf.” Suara Reynan di ponsel Nirmala waktu itu terdengar parau.
”Minta maaf buat apa? Karena kamu ketahuan selingkuh sama temenku sendiri? Kamu bilang kamu bakal setia sama aku!”
“Aku sudah minta maaf berkali-kali. Aku udah bilang kalau aku hanya bercanda.”
“Aku jelas-jelas lihat pesan kamu di ponsel Shellia. Kamu jelas-jelas kelihatan deketin Shellia, temen aku sendiri, Rey!” Nirmala mengeluarkan air matanya. Nirmala terguncang. Ia sakit melihat fakta bahwa Reynan berusaha mendekati temannya sendiri, Louise Jonath Shellia.
“Plis dengerin aku kali ini, maafin aku. Iya aku salah. Aku gak akan dekati Shellia lagi oke? Aku mohon kamu jangan nangis.” Reynan tahu bahwa saat itu Nirmala menangis jauh di sana melalui suara Nirmala di telfon.
Nirmala tahu Reynan bersalah. Tapi ia juga tak mau kehilangan Reynan yang pernah sangat mencintainya. Setidaknya itulah yang dipikirkan Nirmala saat mereka masih baik-baik saja.
“Kamu janji nggak bakal ngulangin lagi?”
“Iya, aku janji.”
“Baiklah. Aku maafin. Tapi aku mohon Rey, jangan begini lagi.”
”Iya aku janji sayang.” Nirmala benar-benar melakukannya. Tapi tidak sepenuhnya karena luka itu masih terus membekas di hatinya. Berhari-hari, berbulan-bulan. Ia khawatir kalau Reynan akan melakukannya lagi.
Hingga sebelum anniversary status mereka yang ke-8, Nirmala mengirimkan pesan pada Reynan, ia ingin mengakhiri luka yang masih membekas ini.
Nirmala : Rey, aku mau minta maaf.
Reynan : minta maaf kenapa sayang?
Nirmala : aku mau putus
Reynan : baiklah kalau itu maumu. Tapi, boleh aku tahu alasannya?
Nirmala : aku suka sama laki-laki lain.
Reynan : begitu ya? Yaudah. Makasih buat selama ini, Nir.
Nirmala memang sedang menyukai seseorang waktu itu, tapi itu hanyalah sebagian alasan untuk berpisah dengan Reynan. Tak mungkin jika ia bilang ia masih sakit atas apa yang Reynan perbuat dulu pada perasaannya. Walau sakit, tapi perminta maafan Reynan selalu membuat hatinya luluh hingga ia tak bisa membuat keputusan dengan benar. Setidaknya, apa yang ia lakukan lebih baik daripada Reynan. Karena berpisah karena kejujuran lebih baik daripada bertahan dengan diliputi kebohongan.
***
Suasana acara begitu meriah, namun keadaan ini berbanding terbalik dengan keadaan hati Nirmala. Ia terus menatap mantan pacarnya itu tengah asik mengobrol, atau lebih tepatnya bermesraan dengan seorang gadis. Kemudian Reynan menghampirinya.
“Sendirian ya? Mau gue temenin?” ucap Reynan halus. Nirmala masih menunduk diam sementara Reynan duduk di sampingnya. Nirmala kembali mengangkat kepalanya dan mengarahkan tatapannya pada seorang gadis yang sempat bicara dengan Reynan tadi.
“Dia, pacar lu ya?” Reynan mengangguk. “Arina Theodora Salma, teman SMA Tesa” ujarnya.
“Sejak kapan?”
“Nggak lama setelah putus dengan lu.”
‘Kenapa? Gue udah nggak suka sama dia? Ada apa dengan gue?’ Nirmala terus saja merutuki hatinya. Reynan yang menoleh ke wajah Nirmala sangat terkejut mendapati mantan pacarnya menangis begitu saja.
“Nir, gue minta maaf. Gue-“
“Kenapa lu minta maaf ke gue? Memang lu salah apa ke gue? Memang gue siapa lu?” Nirmala terus saja bertanya sejak ia menyela kalimat Reynan. Ia tak bisa menghentikan air matanya sendiri. Dan Reynan sangat tak bisa melihat seorang Nirmala menangis.
“Nir lu kenapa?” Tesa menghampiri sahabatnya itu. Dengan Satria yang mengikuti Tesa di belakangnya. Nirmala menatap Tesa.
“Em, tadi Satria nyariin lu-“
“Sa maaf. Tapi, gue boleh ijin balik nggak?” tanya Nirmala dengan suara parau.
“Em acara utamanya udah selesai sih. Yaudahlah gak papa.”
“Makasih, Sa.” Nirmala berdiri dan berjalan keluar di ikuti Satria di belakangnya. Sedangkan Reynan masih menatap sendu kepergian Nirmala. Ia berjalan menuju taman belakang rumah Tesa.
Reynan duduk di bangku taman. Arin langsung saja duduk di samping pacarnya yang terlihat frustasi itu.
“Rey, kamu bisa balik ke Nirmala kalau kamu mau.”
Jujur, masih tersimpan rasa cintanya pada Nirmala. Namun, ia tak ingin menyianyiakan pacarnya saat ini, seperti dulu. Reynan memeluk Arin.
“Nggak. Aku cuma butuh kamu, Arin sayang.”
***
“Lu nggak papa kan Nir?” tanya Satria yang sedang mengantar Nirmala ke stasiun hari ini. Nirmala hanya mengangguk tersenyum. Kemudian ia memasuki stasiun meninggalkan Satria yang masih menatapnya khawatir.
Nirmala akan baik-baik, setidaknya selama ia tak berada di sini, jika tak ada nama Reynan lagi.