Read More >>"> ALUSI (Kemarin) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - ALUSI
MENU
About Us  

            Sudah dari sejam yang lalu Nhaya berada di rumah sakit jiwa. Dia sedang mencari tahu apa yang terjadi pada Nao. Ternyata sesuai dengan apa yang sebelumnya dia pikirkan, meninggalnya kedua orang tua Nao karena kebakaran rumah adalah penyebab dari depresi berat yang dialami Nap. Tidak ada yang tidak mungkin memang! Karena yang Nhaya tahu adalah Nao yang begitu dekat dengan orang tuanya. Meskipun mereka dari keluarga kaya, namun mereka selalu mengutamakan kebersamaan dan keakraban. Pernah suatu saat Nhaya diundang makan malam oleh ibunya Nao seminggu setelah kematian ibu kandungnya. Meskipun saat itu Nhaya masih berduka, namun keluarga Nao berhasil membuatnya tersenyum dan merasakan sebuah kehangatan yang benar-benar hidup. Kedua orang tua Nao adalah orang-orang baik yang tidak pernah memedulikan derajat seseorang, terkecuali jika itu menyangkut tentang kerja sama perusahaan.

            Kata salah satu perawat yang bertugas menjaga Nao, saat ini Nao dihidupi oleh yayasan yatim piatu yang dibangun oleh orang tuanya ketika masih hidup dulu. Dia bersama dengan adik perempuannya yang masih duduk di bangku SMP. Sedangkan kakaknya, dia mengalami kecelakaan motor dan meninggal seketika sekitar enam tahun yang lalu. Mungkin semua itu yang berhasil merubah seorang Nao yang sebelumnya periang menjadi semenyedihkan itu. Semuanya terjadi begitu cepat dan tanpa aba-aba. Membuatnya terbebani berkali-kali lipat dengan hitungan cepat. Apalagi dengan kenyataan bahwa pamannya sudah merampas semua aset yang orang tuanya tinggalkan dan hanya memberinya penghidupan dari yayasan yatim piatu yang itupun sudah dibaliknamakan oleh pamannya. Nao pun tak punya apa-apa selain adiknya. Semuanya menghilang dan hancur tanpa meninggalkan bekas sedikit pun..

            Nhaya yang mendengar semua penjelasan itu bahkan ikut sakit. Ikut merasakan pedih yang begitu terasa menjalar di dadanya. Karena dia sama sekali tak mengira jika Nao akan mengalami hal semenakutkan itu! Juga karena dia tak tega jika harus bertemu lagi dengan Nao yang seperti itu! Karena sejujurnya, meskipun dia tak pernah menjalin hubungan yang serius dengan Nao, namun Nao adalah salah seorang yang berarti untuk Nhaya. Meskipun itu hanya terjadi ketika mereka masih SMA dan masih labil, namun bagi Nhaya, Nao adalah ia yang selalu membuatnya tersenyum. Merasa istimewa karena selalu diistimewakan. Merasa bangga karena selalu diwanitakan. Dan itu yang membuatnya semakin tak kuat diri jika harus melihat Nao yang sekarang.

            “Tapi, itu bukan skizofrenia kan, Mbak?” tanyanya pada seorang perawat di depannya. Yang pasti dengan mimik serius dan berharap jika tingkat depresi Nao tak sampai membuatnya mengalami gejala lain yang bisa menyebabkan skizofrenia. Karena jika itu terjadi, Nao tak akan pernah bisa sembuh dan selamanya akan menderita dengan meminum obat setiap waktu.

            “Masih belum ada gejala delusi. Tapi tingkat depresinya semakin meningkat seiring waktu. Dia mulai menutup diri dari lingkungannya. Pada adiknya pun, dia sering tidak mengenalnya dan cenderung melukai diri sendiri ketika marah ataupun sedih. Jadi meskipun dokter belum menetapkan jika dia mengalami skizofrenia, tapi saat ini dia sangat rentan mengalami itu.”

            Nhaya yang mendengarnya hanya menunduk diam. Yah, dia memang tidak boleh meremehkan itu meskipun dokter belum menyatakan jika itu skizofrenia. Karena memang keadaan Nao sudah sangat memprihatinkan. Sangat mungkin jika keadaannya akan terus seperti itu.

            Nhaya pun akhirnya permisi untuk menjenguk Nao. Dia buka perlahan pintu ruangan itu dengan perasaan ragu. Berharap jika Nao yang dilihatnya saat ini setidaknya akan lebih baik dari kemarin. Namun tepat ketika pintu benar-benar terbuka, sosok yang kemarin berhasil membuatnya menangis, kembali membuatnya menangis saat ini. Karena apa yang dilihatnya saat ini sama percis dengan kemarin. Nao masih duduk di pojok ruangan dengan penampilan kacaunya dan pandangan kosong ke arah jendela. Dan itu sanggup membuat Nhaya semakin kesulitan menghadapinya. Dia bahkan langsung menutup kembali pintu itu dan menyandarkan punggungnya sejenak di dinding sebelah. Seolah tak berniat untuk masuk ke dalam karena memang dirinya tak kuat untuk melakukan itu. Dia sama sekali tak bisa melangkah dengan perasaannya yang ikutan kacau itu!

            Dia pun hanya bisa menangis terisak di depan ruangan Nao. Terus menangis seperti itu meskipun beberapa orang memandanginya aneh. Namun dia tak peduli karena memang dia tak bisa menahan air matanya begitu saja.

            Aku tak pernah mengenal Nao yang seperti itu, jujur! Aku tak pernah melihatnya semenyedihkan itu!

-----------------------------

Sembilan tahun yang lalu.

Sebuah malam yang indah di akhir bulan November. Sanggup menghangatkan dua sosok manusia yang kali ini tengah menikmati pemandangan kota dari atas bubungan salah satu rumah sakit di Surabaya. Saling menemani satu sama lain dengan kepedulian yang begitu terlihat dekat. Meski sebuah cinta yang hadir hanya melekat di satu pihak saja.

“Apa yang kau pikirkan?” tanya Nao dengan nada lembutnya. Ia bahkan terus menatap ke arah Nhaya dan tak memalingkan wajah sedikit pun. Karena tak biasanya Nhaya mengajaknya ke tempat seperti ini hanya untuk melamun tanpa bicara yang pada ujungnya akan tetap membekas menjadi luka. “Sebenarnya dari minggu yang lalu Zhia bilang jika dia merasa ada yang salah denganmu. Apa kau ada masalah? Apa sesuatu yang buruk terjadi padamu?”

Nhay yang hanya melamun kosong tetap saja melamun seperti itu. Terus memperlihatkan sesuatu yang ganjal dalam dirinya. Yang hanya akan membuat Nao terus bertanya tanpa henti dan mengganggunya seperti waktu-waktu sebelumnya. Namun anehnya meskipun Nhay cukup tahu jika Nao tidak akan menemaninya dengan tenang, dia tetap memanggil Nao untuk menemaninya di sini. Menikmati malam yang panjang dengan hati yang sama kacaunya.

Namun setelah beberapa menit berlalu, tiba-tiba Nhay mengalihkan pandangannya ke bawah. Tepat ke parkiran mobil yang terhampar luas dari atas. Yang kemudian tersenyum simpul dengan mimik yang semakin terlihat jujur. Dengan satu tarikan napas yang terdengar berat dia berkata, “Aku hanya tengah berpikir bagaimana rasanya jika aku bisa terjun bebas ke bawah sana.”

Sepertinya sesuatu yang buruk benar-benar terjadi padanya. Membuat Nao semakin bingung dan penasaran tentang apa itu. Namun melihat Nhaya yang hanya mengulur waktu dengan melodramanya yang semakin menyesakkan dada, Nao pun berusaha mengikuti arus. Tak lagi bertanya seperti sebelumnya, namun beralih untuk menanggapi setiap apa yang keluar dari mulut Nhaya.

            “Kau tak mungkin merasakannya.” katanya kemudian dengan senyuman simpul. “Kau tak mungkin melakukan itu. Dua pasang matamu tak mengisyaratkan jika kau akan terjun bebas setelah ini. Kau hanya akan menangis tersedak-sedak dan menceritakan masalahmu. Bukan begitu?”

            Nhay pun terdiam dengan terus menatap sepasang mata yang juga turut menatapnya itu. Ada perasaan aneh yang tengah mengusik pikirannya. Entah apa. Namun yang jelas, dia merasa jika memanggil Nao ke sini adalah sesuatu yang benar. Karena bagaimana pun keadaannya, hanya Nao yang bisa membuatnya nyaman dan menjadi diri sendiri tanpa kurang.

            “Kau benar.” kata Nhay pelan yang kemudian mulai mendesis keras-keras. Memalingkan wajahnya tiba-tiba dengan air mata yang mulai mengintip di cela-cela matanya. “Kemarin aku membaca sebuah buku motivasi yang dibelikan kakakku.” Nhay kembali mengeluarkan suaranya dengan lebih nyaman. Sesekali melirik ke arah Nao dan kembali lagi memandangi indahnya kota yang menyapanya dari bawah. “Ada sebuah opini yang aku suka dari buku itu. Yaitu bahwa sejatinya kehancuran sebuah rumah adalah sama halnya dengan kehancuran tiap pribadi yang ada di rumah itu. Tak peduli siapa yang baik dan siapa yang buruk, jika satu rumah itu hancur, maka tidak akan tersisa lagi yang lainnya. Yang ada hanya kenangan. Hanya beberapa harapan yang juga ikut hancur.”

            Nao memandangnya semakin dalam. Sepertinya ia mulai paham akan apa yang tengah terjadi yang berhasil membuat Nhaya terlihat sangat tertekan seperti ini.

            “Apa tak ada satupun cara untuk mencegahnya?” tanyanya pelan yang langsung membuat Nhay kembali menatapnya lembut. Nhay pun menggeleng. Segera tersenyum kaku dengan raut wajah yang mulai terasa beku. “Papa sudah mengurus semuanya. Dan aku dengar, hari ini adalah persidangannya.”

            Nhaya kembali menarik pandangannya dan beralih untuk menunduk diam. Seolah ingin menangis, dia gigit bibir bawahnya kuat-kuat dengan pundak yang mulai terlihat naik turun. Namun tetap saja dia tak mau menyuarakan air matanya itu dan membuat Nao sedikit tidak nyaman. Karena yang dia ingin adalah Nhaya yang menangis tanpa beban dan meluapkan kesedihannya tanpa kurang.

            Tiba-tiba, Nao terlihat sibuk mengambil sesuatu dari tasnya. Ternyata ia membawa beberapa susu kaleng yang terlihat berembun karena masih dingin. Yang kemudian, segera ia sodorkan ke arah Nhaya dengan senyumannya yang setia setiap saat untuk menghiburnya. Nhaya pun hanya memandangnya bingung tanpa berkata apa-apa.

            “Dulu, ketika mamaku mengalami kecelakaan dan harus dirawat di ICU selama beberapa hari, aku menghabiskan minimal tiga puluh susu kaleng setiap hari. Itu aku lakukan agar aku tidak menangis dan terlihat cengeng. Tapi karena itu juga, aku harus rela bolak-balik toilet dan meminum banyak obat diare.” terang Nao yang seketika itu juga, Nhaya menatapnya dengan tatapan kesal. Mendecak beberapa kali dengan pandangan yang tiba-tiba dialihkan. Sepertinya Nao berhasil membuatnya melupakan sejenak rasa sedihnya itu.

            “Terus, kau ingin aku bolak-balik toilet dan meminum banyak obat diare, gitu?” tanya Nhay ketus dengan tatapannya yang kembali mengarah ke Nao. Namun kali ini dengan ketajaman yang melebihi belati sekali pun. Yang sanggup membuat Nao tersenyum simpul dengan dua lesungnya yang mengintip sempurna.

            “Apa aku salah?” tanyanya polos yang semakin membuat Nhaya naik pitam. Dia pun kembali memalingkan pandangannya dan tak berniat lagi menatap Nao yang akan membuatnya semakin marah. Sepertinya Nao memang bukan orang yang tepat yang akan mendengar ceritanya dengan melankolis seperti di drama-drama yang biasa dia lihat.

            “Kalau emang nggak mau dengerin aku nangis, ya udah. Bilang aja dari awal! Jangan malah nyuruh minum susu dan pengen aku bolak-balik ke toilet karena diare! Emang kau pikir aku lagi bercandaan? Emang kau pikir aku lagi main-main di sini? Gitu? Jangan kau,” belum sampai Nhaya menyelesaikan umpatannya, tiba-tiba Nao sudah memeluknya dari samping dan berhasil membuatnya tercengang dengan kecepatan jantung yang melebihi normal. Dia bahkan tak bisa menggerakkan tubuhnya sedikit pun karena meski sebelumnya Nao sudah pernah memeluknya, namun kali ini rasanya beda. Seperti sesuatu akan meledak di dalam dadanya jika dia tak buru-buru lepas dari pelukan tanpa aba-aba itu.

            Namun Nao justru terus memeluknya seperti itu dan bahkan semakin mengeratkannya. Dan dengan seuntas senyuman manis, ia pun berkata, “Sebenarnya, setelah bolak-balik ke toilet dan meminum banyak obat diare, aku tetap menangis. Tak hanya karena mamaku dirawat di ICU, tapi juga karena sakit perutku yang tak juga sembuh. Ternyata tiga puluh susu kaleng tak mempan menghentikan air mata seseorang. Jadi karena itu, papaku memelukku seperti ini dan menepuk pelan punggungku seperti ini.” Tiba-tiba ia menepuk pelan punggung Nhay dengan hitungan. Terus seperti itu dan mulai memberikan kenyamanan yang lebih berarti. “Saat itu juga aku mulai merasa tenang. Sakit perutku tiba-tiba sembuh dan aku lebih percaya diri lagi jika mamaku akan segera sembuh.”

            Nhay pun mulai membiarkan pelukan dan tepukan pelan di punggungnya itu menenangkannya. Karena memang dia tenang dengan semua itu. Dan perlahan, dia pun membebaskan air matanya. Tak lagi menahannya namun langsung mengeluarkannya tanpa kurang. Isakannya bahkan mulai terdengar sedikit keras. Terus menangis seperti itu dan terisak seperti itu juga. Karena Nao pun menerimanya. Tak akan menghentikannya karena memang dia menyukai saat-saat seperti ini. Saat dimana si gadis cantik menangis di pelukannya seperti sekarang ini.

----------------------------

            Seminggu setelah kejadian di bubungan atap rumah sakit itu, tiba-tiba Nao mendapat kabar jika ibunya Nhay meninggal karena kecelakaan. Teman-teman di sekolahnya pun heboh dan berniat ke rumah Nhaya setelah jam sekolah selesai. Namun Nao tak bisa tahan untuk menunggu sampai sore. Ia pun nekat membolos dan segera naik taksi ke rumah Nhaya. Lalu berlari menerobos orang-orang yang tengah melayat untuk bisa masuk ke dalam rumah. Setelah ia bertemu dengan kakaknya Nhay, ia pun segera bertanya dimana keberadaan Nhay. Dan ternyata, kakaknya itu bilang jika Nhay di kamarnya. Dia sedang mengamuk dan tidak mengijinkan satu pun orang mendekatinya.

            Nao pun sontak berlari ke lantai atas setelah menerima penjelasan itu. Segera ke kamar Nhay dan dengan tidak sabaran dia menyuruh orang-orang untuk minggir agar dia bisa melihat keadaan Nhay. Karena di depan kamar Nhay dipenuhi kerabatnya yang tengah kualahan menenangkan Nhaya.

            Namun akhirnya Nao berhasil. Orang-orang mengalah dan membiarkan Nao masuk ke dalam. Lalu dengan kedua matanya sendiri, dia lihat jika Nhaya tengah tak baik. Dia menangis histeris dan terus melemparkan barang-barang ke arah pintu. Bahkan sempat melukai kening Nao karena dia tak menghindar. Dan meskipun kerabat Nhay sudah mengingatkan, namun Nao tak memedulikan itu semua. Ia justru dengan tidak sopan segera menyuruh kerabat Nhay untuk menjauh dari pintu dan segera dia tutup pintu itu yang sontak, Nhay melirik ke arahnya. Dia pun mendapati Nao sudah berdiri tak jauh darinya dengan kening yang sedikit terluka karena ulahnya. Namun sepertinya itu berhasil menyadarkan Nhay. Karena beberapa detik setelah itu, tiba-tiba Nhay berlari ke arah Nao dan dipeluknya Nao tiba-tiba. Dia pun menangis. Menumpahkan semua kesedihannya di pelukan yang ternyata sedari tadi dia tunggu-tunggu. Seperti dua orang kekasih, Nhaya hanya ingin menangis di pelukan seorang Nao.

----------------------------

            Beberapa jam setelah sibuk menenangkan Nhaya, Nao duduk di lantai di kamar itu. Nhay pun segera mengambil satu buah plester luka dan ditempelkannya di kening yang terluka karena ulahnya itu. “Maafkan aku.” katanya pelan sembari meniup pelan luka itu. Namun Nao hanya menggeleng pelan dan hanya menunggu Nhaya menyelesaikannya. Dan setelah selesai, ia pun mulai menatap Nhaya dengan pandangan menyelidik. Berhasil membuat Nhay sedikit salah tingkah namun tak sampai memalingkan wajahnya.

            “Tahun depan kita sudah lulus SMA. Setelah lulus, kita pasti kuliah. Tapi tidak bisa dipastikan jika kita kuliah di kampus yang sama. Kalau seperti itu jadinya, apa kau tak apa? Bagaimana jika kau merindukan lelaki di depanmu ini? Apa kau tak akan segila tadi?” tanyanya kemudian yang sontak membuat Nhay memukul pelan pundaknya dengan tatapan kesal. Nao pun terkikik dengan senangnya karena berhasil menggoda Nhaya. “Tenang saja! Meskipun kita akan berpisah, tapi beberapa tahun lagi aku akan menjadi presiden dan mencarimu dimana pun kau berada!”

            “Presiden kau bilang?!” Nhay mengangkat kedua alisnya. “Kau memang yang paling buruk dalam berkhayal!” ketusnya kemudian dengan senyuman yang tiba di akhiran. Mereka pun terus bercanda seperti itu dan seolah akan terus seperti itu. Saling menguatkan satu sama lain dan tak berharap sesuatu yang buruk terjadi lagi.

-------------------------

            Nhaya pun memberanikan diri untuk kembali membuka pintu itu. Setidaknya dia harus mengalahkan rasa sakitnya untuk bisa berada di samping Nao dan menenangkannya. Yah! Dia harus melakukan itu.

            Dia pun membukanya perlahan. Lalu dalam hitungan detik, pintu itu pun terbuka lebar-lebar. Segera dia dapati sosok Nao yang masih duduk di pojokan ruang dengan penampilannya yang kacau. Kotor. Juga luka di beberapa titik di tubuhnya yang hampir mengering.

            “Apa yang kau lakukan di sini?! Kukira kau benar-benar akan menjadi presiden dan mencariku. Tapi apa yang aku lihat sekarang?!” bentak Nhay seketika. Air matanya pun tumpah dengan aura wajah yang berubah gelap. Langsung saja berlari kecil ke arah Nao dan dipeluknya tubuh itu dengan erat. Dengan air mata dan isakan yang mulai menggila.

            “Apa perlu aku membawa tiga puluh, tidak! Apa perlu aku membawa seratus susu kaleng ke sini agar kau tidak semenyedihkan ini?! Huh?! Katakan! Aku akan lebih bersyukur melihatmu diare ketimbang melihatmu seperti ini!” bentaknya lagi dengan terus memeluknya erat. Dia bahkan mengelus pelan rambut Nao tanpa merasa jijik sedikit pun. Terus dibelainya dengan air mata yang menderas tanpa bisa dihentikan.

            Perasaannya benar-benar hancur! Seperti sebuah balok, tak ada lagi sisi yang tersisa untuk bisa diartikan lebih baik. Karena semuanya sudah kacau! Sudah remuk dengan lukanya yang sampai ke ulu hati. Nhay bahkan tak kuat meneruskan perkataannya lagi. Dia hanya mampu menangis dan menangis lalu terisak dengan begitu sulitnya.

            Yah.. cinta bukan hanya tentang mereka yang saling bilang aku cinta. Bukan hanya tentang mereka yang saling bilang aku rindu. Tetapi cinta juga tentang mereka yang saling memeluk satu sama lain, menguatkan satu sama lain. Seperti sebuah payung, mereka hanya ingin melindungi satu sama lain. Meski tak ada kesempatan untuk saling mengungkapkan, jujur tentang perasaan, namun mereka tetap hadir sebagai sosok yang selalu ingin memerhati. Menangis bersama-sama dengan kebahagiaan dan luka yang sama adanya. Karena terkadang, kita terlalu sibuk mengartikan cinta yang lain ketika sejujurnya kita tengah jatuh cinta pada orang yang berdiri di depan mata. Terlalu mengandalkan ego dan tak ingin melihat yang lebih pasti. Terlalu munafik! Cinta yang kita iyakan adalah cinta yang orang lain banggakan. Bukan yang benar-benar ada, yang terpendam tanpa bisa diungkapkan.

            Seperti itupun Nhaya. Dari dulu dia memang tak pernah menyatakan jika dia menyukai Nao yang sudah menyukainya dari awal. Seolah dia terganggu dengan kehadirannya! Ilfeel setiap kali Nao mengganggunya! Namun dibalik itu semua, sebenarnya ada beberapa waktu dimana dia menunggunya. Tanpa sadar merindukannya dan menginginkannya lebih. Karena itu begitu hangat. Apa yang diberikan Nao kepadanya adalah sesuatu yang indah untuknya. Bukan sekedar cinta-cintaan siswa SMA. Namun bagi Nhaya, tak ada sosok lain yang bisa memeluknya sehangat ketika Nao memeluknya. Tak ada sosok lain yang bisa mengertinya dan mengistimewakannya melebihi sikap Nao padanya. Dan karena itu semua, saat ini dia tak akan menghindar lagi. Dia akan lebih berani lagi untuk melindunginya! Untuk menyembuhkannya, apapun yang diperlukan! Dia harus melakukannya.

            “Apa yang kau inginkan?! Huh?! Katakan! Aku akan melakukannya untukmu! Jadi katakan!! Katakan kemauanmu tapi kumohon jangan seperti ini!!” Nhaya terus memeluknya semakin erat dan beberapa kali mengelus rambutnya dengan begitu hangat. “Karena aku sudah di sini, maka kau harus sembuh, harus! Kau harus sembuh!! Aku mohon!!!”

            Namun Nao tetap melamun kosong dan membiarkan begitu saja Nhaya memeluknya tanpa ikut membalas pelukannya. Ia bahkan masih menatap ke arah jendela dengan pandangannya yang sulit diartikan. Terus menunjukkan wajah pucatnya dengan tubuhnya yang kaku. Yang kemudian, tiba-tiba dia tersenyum. Meskipun tak sebegitu lebar, namun dia benar-benar tersenyum. Lalu perlahan namun jelas, ia berkata dengan suaranya yang serak, “Pacarku sudah datang rupanya..”

            Sontak, dengan air mata yang sudah ada dari sebelumnya, Nhaya mengeraskan isakannya dengan pundaknya yang naik turun tanpa bisa ditenangkan. Semakin memeluknya erat dengan kedua lengan yang melekat rapat. Dalam hitungan detik, dia sudah menidurkan kepalanya di pundak Nao dan mengelus pelan punggungnya. Memejamkan kedua matanya, lalu mulai menguatkan diri dan berkata, “Maafkan aku.. Aku akan lebih menghargaimu lagi. Aku janji.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rihlah, Para Penakluk Khatulistiwa
13165      2317     8     
Inspirational
Petualangan delapan orang pemuda mengarungi Nusantara dalam 80 hari (sinopsis lengkap bisa dibaca di Prolog).
Mahar Seribu Nadhom
4231      1428     7     
Fantasy
Sinopsis: Jea Ayuningtyas berusaha menemukan ayahnya yang dikabarkan hilang di hutan banawasa. Ketikdak percayaannya akan berita tersebut, membuat gadis itu memilih meninggalkan pesantren. Dia melakukan perjalanan antar dimensi demi menemukan jejak sang ayah. Namun, rasa tidak keyakin Jea justru membawanya membuka kisah kelam. Tentang masalalunya, dan tentang rahasia orang-orang yang selama in...
Sejauh Matahari
480      286     2     
Fan Fiction
Kesedihannya seperti tak pernah berujung. Setelah ayahnya meninggal dunia, teman dekatnya yang tiba-tiba menjauh, dan keinginan untuk masuk universitas impiannya tak kunjung terwujud. Akankah Rima menemukan kebahagiaannya setelah melalui proses hidup yang tak mudah ini? Happy Reading! :)
Today, I Come Back!
3220      1041     3     
Romance
Alice gadis lembut yang sebelumnya menutup hatinya karena disakiti oleh mantan kekasihnya Alex. Ia menganggap semua lelaki demikian sama tiada bedanya. Ia menganggap semua lelaki tak pernah peka dan merutuki kisah cintanya yang selalu tragis, ketika Alice berjuang sendiri untuk membalut lukanya, Robin datang dan membawa sejuta harapan baru kepada Alice. Namun, keduanya tidak berjalan mulus. Enam ...
As You Wish
348      239     1     
Romance
Bukan kisah yang bagus untuk dikisahkan, tapi mungkin akan ada sedikit pelajaran yang bisa diambil. Kisah indah tentang cacatnya perasaan yang biasa kita sebut dengan istilah Cinta. Berawal dari pertemuan setelah 5 tahun berpisah, 4 insan yang mengasihi satu sama lain terlibat dalam cinta kotak. Mereka dipertemukan di SMK Havens dalam lomba drama teater bertajuk Romeo dan Juliet Reborn. Karena...
Begitulah Cinta?
14890      2167     5     
Romance
Majid Syahputra adalah seorang pelajar SMA yang baru berkenalan dengan sebuah kata, yakni CINTA. Dia baru akan menjabat betapa hangatnya, betapa merdu suaranya dan betapa panasnya api cemburu. Namun, waktu yang singkat itu mengenalkan pula betapa rapuhnya CINTA ketika PATAH HATI menderu. Seakan-akan dunia hanya tanah gersang tanpa ada pohon yang meneduhkan. Bagaimana dia menempuh hari-harinya dar...
Unknown
183      149     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
Dunia Tiga Musim
2652      1110     1     
Inspirational
Sebuah acara talkshow mempertemukan tiga manusia yang dulunya pernah bertetangga dan menjalin pertemanan tanpa rencana. Nda, seorang perempun seabstrak namanya, gadis ambivert yang berusaha mencari arti pencapaian hidup setelah mimpinya menjadi diplomat kandas. Bram, lelaki ekstrovert yang bersikeras bahwa pencapaian hidup bisa ia dapatkan dengan cara-cara mainstream: mengejar titel dan pre...
ATHALEA
1152      490     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Hunch
31172      4148     121     
Romance
🍑Sedang Revisi Total....🍑 Sierra Li Xing Fu Gadis muda berusia 18 tahun yang sedang melanjutkan studinya di Peking University. Ia sudah lama bercita-cita menjadi penulis, dan mimpinya itu barulah terwujud pada masa ini. Kesuksesannya dalam penulisan novel Colorful Day itu mengantarkannya pada banyak hal-hal baru. Dylan Zhang Xiao Seorang aktor muda berusia 20 tahun yang sudah hampi...