Pyar!!!
“Nhaya!! Sadar, Nhay!!!” teriak Zhia yang dari tiga jam yang lalu sibuk menenangkan Nhay, terus menarik tangannya dan berusaha memeluknya. Namun Nhay yang sudah kacau, terus menepisnya dan kembali liar seperti malam-malam sebelumnya, terus membanting setiap benda di depannya dan mengamuk dengan gila.
Ini bukan pemandangan asing! Nhay adalah Nhay yang sekacau ini dan Nhay adalah Nhay yang semenderita ini. Sebagai sahabat, Zhia tahu betul itu. Namun bagaimana mungkin dia seperti itu setiap malam?! Menghabiskan beberapa botol beer, lalu mulai gila dengan perasaannya. Bahkan tak jarang dia menjambak rambut panjangnya sendiri sembari menyanyi dengan intonasi yang berubah-ubah. Melempar benda-benda di sekelilingnya, bahkan menjatuhkan almari kacanya. Meskipun Nhay beberapa kali terluka karena ulahnya sendiri, Zhia tetap melihatnya dengan dirinya yang seperti itu di malam selanjutnya. Sungguh, itu sangat melelahkan untuk dilihat. Cukup menyedihkan untuk dikasihani.
“Apa hebatnya masa lalu? Hah? Apa hebatnya masa lalu?!” teriak Nhay dengan tawa di bibirnya. Dia bahkan masih menggenggam botol beer yang ketiga. Hanya tinggal dua tiga teguk untuk beralih ke botol beer yang keempat.
“Tidak ada yang hebat di masa lalu! Jadi aku mohon, tenanglah!! Ini sudah hampir pagi, Nhay!” Zhia kembali menggenggam tangannya dengan mimik yang terlalu letih. Namun lagi-lagi Nhay menepis bukti perhatian sahabatnya itu dan justru berjalan sempoyongan ke arah dapur. Mengambil satu buah gelas kaca dan kembali ke hadapan Zhia dengan senyum parau di bibirnya.
“Apa kau tahu apa yang terjadi di diriku?” tanyanya kemudian dengan senyum yang masih mengembang sempurna. Namun karena Zhia hanya diam menatapnya, dia pun langsung menunjukkan gelas kaca yang dipegangnya itu tepat di depan wajah Zhia. “Seperti gelas kaca ini, pada awalnya aku percaya aku akan tetap kuat dan terlihat kokoh tanpa ada yang bisa mengusiknya. Aku percaya, jika Nhaya yang sepolos bayi ini, bisa menjadi wanita dewasa di matanya. Aku percaya itu dan aku hidup dengan mempercayai itu selama ini. Tapi yang terjadi di diriku sekarang ini adalah,” Tiba-tiba senyuman parau di bibirnya itu terusir begitu saja dan perlahan, beberapa tetes air mata berhasil terjatuh dari cela matanya. Lalu kembali terkikik pelan dan, pyar!! Nhay berhasil membanting gelas kaca itu hingga tak berbentuk lagi. “Seperti itu. Hanya dengan satu sentakan, diriku menjadi seperti itu. Dan apa kau tahu bagaimana rasanya itu?” Nhay kembali membiarkan sahabatnya itu menangkap jelas air matanya yang terjatuh dengan begitu susahnya. Mendesis tak sebegitu ketara yang kemudian langsung meneguk isi botol yang dipegangnya hingga tak tersisa satu tetes pun. Dia pun terkikik puas! Kembali berjalan sempoyongan dan mengambil satu botol lagi dari almari kecil yang digunakannya untuk menyimpan minuman favoritnya itu.
“Sudah cukup, Nhay!!!” Zhia langsung merampas botol itu dan menjauhkannya dari Nhaya. Dia bahkan langsung berdiri membelakangi almari kecil itu agar Nhay tak mengambil minuman lagi. “Jika kau terus seperti ini, aku tak akan diam lagi. Tidak! Saat ini juga, aku akan mengatakannnya tentang keadaanmu sejujurnya! Bahkan jika itu membuatmu membenciku, aku akan tetap membiarkan Ezha tahu dirimu yang ini!”
“Zhia,”
“Apa kau takut?!!” bentak Zhia yang seolah benar-benar lelah menghadapi sisi melankolis dari diri Nhaya. “Apa yang sebenarnya kau takuti? Huh?! Ezha? Vivi? Atau dirimu sendiri?!”
“Zhia,” Kali ini mimik Nhaya lebih terlihat jujur.
“Aku tidak akan membiarkanmu seperti ini terus. Aku tidak sejahat itu!”
“Tapi apa hasilnya akan berbeda?” Nhaya semakin menunjukkan seberapa besar rasa putus asanya. Kembali tersenyum parau dengan air mata yang masih mengalir bergantian. “Meskipun kau mengatakannya, meskipun kau membawanya ke hadapanku sekarang juga, apa kau yakin hasilnya akan berbeda? Atau, justru dia akan benar-benar meninggalkanku? Tidak sulit baginya untuk melakukan itu saat ini Zhi. Karena tidak seperti dulu, sekarang dia tidak lagi membutuhkan uang dariku. Dan itu yang aku takutkan, Zhi! Jika bukan karena uang, dia tidak akan memilihku!!”
“Apa Kau memang serendah itu?!”
“Bukan keinginanku untuk menjadi serendah itu. Namun pada kenyataannya, memang hanya uang yang aku punya. DAN PADA KENYATAANNYA JUGA,” Nhaya berusaha menahan emosinya yang juga terpengaruh oleh alkohol. Kembali membiarkan air matanya terjatuh lagi dengan hati yang seolah akan meledak di detik selanjutnya. Namun dia terus menahannya. Entah akan semakin terasa sakit atau bahkan terasa hampir mati, dia terus berusaha menekannya dan kembali meneruskan, “itu karena uang. Kenyataannya.”
Zhia nampak kecewa. Dia melemahkan tatapannya begitu saja dengan air mata yang seolah membuktikan jika dia sama kacaunya dengan Nhaya.
“Kau memang sangat rendah. Terlebih lagi,” Zhia memaksakan untuk menarik dua ujung bibirnya perlahan. Membentuk seulas senyum yang terlihat parau dan melanjutkan, “kau membiarkan dirimu serendah itu. Kau yang menakdirkan dirimu untuk serendah itu! Jadi nikmatilah.” Zhia benar-benar memberikan skakmat yang cukup mematikan saat ini. Bahkan tanpa menunggu lama lagi, dia pun pergi. Meninggalkan Nhaya begitu saja dan langsung menuju mobilnya yang terparkir rapi di tempat parkir. Sedangkan Nhaya, dia hanya diam dengan air mata yang semakin deras turun bergantian. Bahkan kali ini dia membiarkan isakannya mulai terdengar berirama. Karena seperti yang dikatakan Zhia, dia memang harus menikmatinya. Pilihan yang dia pilih, dia memang harus menikmatinya.
--------------------------------
Zhia menghentikan mobilnya tepat di parkiran salah satu rumah sakit di Surabaya. Nampaknya dia masih bergelut dengan emosinya, terlihat dari seberapa tajam tatapan mata dan mimik kesalnya itu.
Zhia mengenal Nhaya dari kecil. Namun untuk Nhaya yang sekarang, dia kesusahan untuk mengenalnya. Nhaya memang perempuan baik. Dia menolong setiap orang yang membutuhkan. Namun Zhia tak habis pikir jika Nhaya dengan sadarnya mengorbankan masa depannya sendiri untuk menolong masa depan lelaki yang belum tentu mencintainya. Itu terlalu naif! Terlalu memuakkan untuk dilihat.
Dengan pakaian kasual, perempuan berdarah China itu melangkah anggun. Dia tersenyum ke beberapa orang tanpa memperlihatkan emosinya dan terus berjalan masuk ke dalam lift.
“Permisi Mbak, apa Mbak tahu dimana Dokter Ezha saat ini?” tanya Zhia pada seorang perawat yang berdiri di sampingnya. Perawat itu pun langsung menjawabnya. Karena Dokter Ezha termasuk dokter baru, perawat itu bilang jika ia tengah berada di aula di lantai 6 untuk mengikuti acara penyambutan. Zhia yang mendengarnya pun langsung menuju lantai 6 dan mencari keberadaan aula di lantai itu.
Ternyata tidak sulit mencari keberadaan Ezha. Ia sudah berdiri tepat di depan aula bersama dokter lain. Tanpa berlama-lama, Zhia pun langsung berjalan mendekat dengan tatapan lurus ke lelaki berhidung mancung itu.
“Ezha!” teriak Zhia dari jauh yang langsung direspon dengan baik. Lelaki yang memiliki nama Ezha itu sempat terlihat kaget namun segera tersenyum ke arah Zhia.
“Ada apa kau di sini?” teriak Ezha yang seolah menyambut teman lama. Namun keramahan itu tidak bertahan lama. Karena tepat ketika Zhia berada kurang dari satu meter di depannya, tiba-tiba, plak!! Perempuan cantik yang menarik itu berhasil menampar Ezha dengan cukup keras. Cincin yang melekat di jari manisnya itu pun berhasil menggores kecil kulit pipi Ezha. Sontak, rekan kerja dan beberapa pasien yang berada di sekitar Ezha pun memusatkan perhatian dengan begitu seksama. Sanggup menciptakan suasana tegang dan memalukan bagi Ezha.
“Apa keadaan Vivi begitu buruk hingga kau tak mau meninggalkan rumah sakit hanya untuk melihat keadaan pacarmu?!” Tiba-tiba Zhia berubah dingin. Tajam. Dia menatap Ezha dengan sangat tajam. “Enyah dari kehidupan Nhaya atau aku yang mengenyahkan Vivi dari hidupmu! Kau tahu sendiri jika itu bukan perkara sulit untukku. Mengenyahkan orang-orang macam kalian, yang tidak tahu tempat dan bahkan tidak tahu diri. Kau bukan laki-laki baik untuk Nhaya. Kau hanya benalu tak tahu malu yang mengemis dengan cinta munafik yang kau sombong-sombongkan itu!” tegasnya yang secara langsung memberikan skakmat untuk Ezha.
--------------------------------
Ada beberapa hal yang tidak diketahui orang-orang. Tersembunyi dengan sangat aman di setiap hati orang-orang yang mencintai. Seolah tak ingin satu pun orang melihatnya karena memang bukan cinta yang mudah untuk mengungkapnya.
Cerita ini memang terlalu cepat untuk dijabarkan. Seolah tak mengharapkan orang-orang tahu apa yang sebelumnya terjadi. Namun apapun itu, yang jelas ini tentang cinta. Tentang kepercayaan dan ketulusan yang dari awal tak pernah bisa dibuktikan, juga tentang kebenaran yang terlalu malu untuk dibenarkan.
Sebuah kebenaran, atau kebohongan!