Loading...
Logo TinLit
Read Story - Let Me Go
MENU
About Us  

Sudah beberapa minggu berlalu, Brian merasa sangat beruntung belum dipertemukan dengan Soraya sampai hari ini. Hari-hari di kampusnya bisa ia lewati dengan tenang tanpa harus merasa gelisah karena entah mengapa Tuhan memang tidak mempertemukan mereka. Padahal, terkahir yang Brian tahu mereka satu jurusan dan harusnya Soraya berkuliah di gedung yang mayoritas Brian sering pakai.

 

Detik selanjutnya, Brian langsung merasa menyesal telah sempat membiarkan Soraya lewat dalam pikirannya meski hanya sepintas itu. Baru saja ia menginjakan kakinya di dalam perpustakaan, matanya langsung menangkap sosok Soraya sedang tertidur di meja pojok ruangan.

 

“Kebiasaan.” Brian bergumam secara tidak sadar.

 

Ia menyusur rak tiap rak, mencari buku referensi untuk tugas artikel di kelas nanti sore. Untung aja Soraya tidur, jadi Brian bisa menyusuri rak-rak perpustakaan tanpa harus dihantui rasa was-was karena takut bakal terlihat oleh Soraya.

 

Setelah mendapatkan buku yang ia mau, Brian berjalan mencari meja kosong. Satu ide terlintas di kepalanya, diluar kuasa sistem tubuhnya bekerja, hatinya tergerak untuk duduk di kursi kosong sebrang Soraya. Kakinya berjalan mengajaknya mendekati si gadis yang hari ini rambutnya ia biarkan tergerai panjang.

Brian benar-benar memutuskan untuk duduk di depan Soraya. Mumpung dia tidur, pikirnya begitu. Dia masih tidak percaya bahwa seseorang yang kini duduk diserbrangnya adalah sahabatnya yang kini telah kembali. Brian nggak bisa membohongi dirinya sendiri, kalau dia merindukan gadis yang ada disebrangnya ini. Semua kenangan mereka yang kini tinggal dalam kotak pikirannya masih sering menghantui kepalanya.

Satu menit aja. Iya, cuma satu menit.

Cuma satu menit waktu lo untuk lepas rasa kangen lo, Bri. Please remind that to yourself.

Brian janji kepada dirinya sendiri, hanya satu menit untuk menatap Soraya. Dia terus merapalkan doanya dalam hati agar Soraya tidak segera bangun dan mengacaukan seluruh rencananya ini.

Tapi apa daya, satu menit hanyalah satu menit baginya. Seakan satu menit tidak cukup baginya, menit-menit selanjutnya masih ia teruskan menatap si gadis. Sampai dia mengeluarkan lembar tugasnya dan membaca buku refrensinya sambil sesekali menatap si gadis.

Ketika tangannya sibuk mengerjakan tugasnya, pikirannya sibuk bernostalgia akan waktu bersama Soraya dulu. Dimana Soraya selalu ketiduran saat menemani Brian mengerjakan tugas. Setelah Brian menyelesaikan tugasnya, Soraya hanya tinggal menyalin tugasnya sambil sesekali mendengar Brian mendumal kesal karena merasa diconteki atau hanya sekedar menjelaskan materi-materi yang dia kerjakan biar otak Soraya tidak kosong-kosong amat.

Soraya belum berubah sama sekali, batin Brian. Maksud dia adalah secara penampilan. Soraya masih suka mengenakan jaket denim yang merupakan hibahan dari dia sejak kelas 11 dan dia padukan dengan kaos oblong berwarna hitam, putih atau abu-abu. Menyakitkan untuk Brian melihat Soraya kembali dilingkungan yang sama dengannya. Bagi Brian, Soraya berhak untuk dikelilingi orang yang menyayanginya dan menjadi manusia yang paling bahagia di dunia ini. Setidaknya, Soraya berhak untuk berada didekat orang yang tidak menyakitinya.

Brian sedang bersikap egois saat ini. Egonya memakan sistem tubuhnya, memaksa seluruh anggota tubuhnya untuk menyembuhkam penyakit bernama rindu yang baginya tidak layak untuk disembuhkan. Baginya, rindu yang tak kunjung sembuh ini adalah satu balasan atas apa yang telah dia perbuat kepada Soraya. Bahkan baginya, rasa rindu yang terdapat dalam sistem tubuhnya ini belum setimpal atas apa yang dia perbuat kepada Soraya. Melihat Soraya disini, yang seharusnya dia bukan berada disini saat ini kalau bukan karena Brian.

Pikirannya langsung teralihkan saat melihat ponsel putih yang tergeletak di samping Soraya bergetar beberapa kali. Tak sengaja melihat, Brian melihat pop-up screen menunjukan ada pesan dari aplikasi LINE masuk.

RAY ANJIR UDAH ADA DOSEN

Jari Brian menggeser pesan selanjutnya.

RAY LO DIMANA??? TOLERANSI CM 10 MENIT SM BU WIDI BURU NYETTT!!!

Brian langsung bergegas membereskan barang-barangnya. Setelah semua telah tersimpan dalam tas, tangannya yang tiba-tiba terasa kaku itu mencoba menggoyangkan tubuh Soraya. Beberapa kali Brian coba, tapi Soraya tak kunjung bangun.

Lo mau sampe mampus goyangin bahu dia kalo lo udah tau dia cuma bisa bangun kalo denger suara lo, juga bakal bangun, Bri.

Brian membenarkan suaranya sebentar, berusaha untuk tidak terdengar seperti Brian yang Soraya kenal sekali suaranya, sebelum dia benar-benar bersuara.

"Ray, bangun. Lo ada kelasnya Bu Widi, buruan dia udah ada di kelas." ujar Brian cukup keras untuk Raya mendengarnya.

"Kalo gak mau alpha, bangun, Ray. Jatah absen cuma tiga, gue yakin udah lo pake dua," ujar Brian lagi, kini menggoyangkan bahunya sedikit lebih keras dari sebelumnya.

Buru-buru kakinya melangkah jauh saat Soraya mulai bergerak bangun. Ia lalu bersembunyi dibalik rak sambil memperhatikan apakah Soraya benar-benar bangun atau tidak. Dugaannya benar, Soraya langsung bereaksi dan mengecek ponselnya sambil mengerjap-ngerjapkan matanya. Sebelum dia bangkit dan berlari keluar dari perpustakaan, wajahnya menoleh kanan kiri mencari keberadaan seseorang.

Brian nggak habis pikir bagaimana Soraya masih bisa langsung bangun mendengar suaranya. Padahal sudah dua tahun mereka berpisah, jadi bagaimana Soraya bisa bangun disaat-saat genting seperti saat tidak ada kehadiran Brian disampingnya?

Brian nggak habis pikir sama sekali.

.

.

.

"Untung tadi gue nggak telat," Soraya berujar sambil tersenyum penuh kebanggaan saat dirinya keluar dari kelas pengantar ekonomi mikro bersama dengan Namira yang kini malah menjadi teman dekatnya di kampus.

“Lo tuh ya! Kebiasaan banget deh telat. Lo kemana sih tadi? Gue sampe lupa mau nanyain saking killer-nya tuh dosen,” Namira mendumal kesal karena temannya ini keberadaannya kadang susah dilacak. Dengan tipikal orang yang sangat slow respond pada seluruh media sosial yang dia punya, ditambah mencari-cari dia dilingkungan kampus adalah sebuah kesia-siaan yang abadi, jadi lebih baik hanya sekedar berharap dia akan datang.

“Di perpus.” Soraya menoleh kesamping, menyengir seperti kuda.

“Ngapain lo? Nugas?”

Soraya mantap menggelengkan kepalanya. “Enggak.”

“Terus?”

“Tidur.” Jawabnya singkat.

“Terus kok bisa nggak telat?”

Lalu, Soraya menyadari sesuatu. “Eh, tunggu.” Dia berhenti melangkah membuat temannya ikut berhenti. “Tadi kayak ada yang bangunin gue gitu, Nam. Tapi pas gue liat, nggak ada siapa-siapa.” Jawab Soraya atas pertanyaan Namira sebelumnya.

“Setan, kali.”

“Ngaco. Siang bolong gini?”

Namira hanya menggedikan bahunya lalu lanjut berjalan meninggalkan Soraya yang masih kebingungan dengan pikirannya sendiri. Sambil berjalan mengikuti Namira menuju kantin, Soraya kembali mengingat-ingat kejadian yang terjadi di perpustakaan tadi. Dia baru menyadari satu hal, bahwa suara yang berhasil membuatnya bangun itu adalah milik Brian. Jika keadaan pikiran dan hatinya masih sinkron alias waras, Soraya yakin betul tadi dia sedang berhalusinasi atau mimpi. Dia yakin betul saat dia mendengar suara Brian, keadaannya sudah sadar dan bisa membedakan mana yang nyata atau tidak.

“Tapi tadi kayaknya sih gue tahu siapa yang ngebangunin gue,” Soraya menyeruput minumannya saat dia dan Namira sudah duduk di salah satu meja kantin.

“Siapa? Kak Sadewa?”

“Ngaco. Bukan,”

“Terus siapa dong? Komdis yang waktu itu gendong lo?”

Soraya mengangguk.

“Anjirlah? Lo punya hubungan apa sih sama dia? Apa-apa kayaknya ditolongin mulu. Jangan-jangan dia abang lo ya? Muka lo berdua rada mirip sih, menurut gue.”

Soraya berhenti sejenak. Mirip katanya, batin Soraya. Kata yang sering dia terima selama bertahun-tahun berteman dengan Brian. Dia juga nggak tahu sisi kemiripan dia dengan Brian darimana. Banyak yang bilang kalau ada beberapa garis wajah mereka yang sama jadi kalau dilihat sekilas mereka memang sedikit mirip. Tapi, ada yang bilang sih kalau sudah sering terlihat bersama terus menerus, kemiripan itu akan muncul dengan sendirinya.

Eh, tapi kan dia dengan Brian sudah lama nggak bersama?

“Bukan.”

“Terus?”

“Dia sahabat gue, Nam.”

Namira langsung tersedak makanan yang sedang dia makan. Matanya melotot menatap Soraya sekaan pernyataan temannya barusan hanyalah sebuah halusinasi semata.

“Hey, hey. Gue tahu ini masih siang, tapi ngayalnya jangan berlebihan gitu dong?” Namira melambaikan tangannya tepat di depan wajah Soraya, berharap temannya ini tidak terlalu banyak berkhayal karena tugas mereka yang semakin menumpuk.

“Jangan ngarang deh lo, Ray. Mana ada sahabat nggak saling jaga jarak? Harusnya, kalo dia sahabat lo, dia harusnya seneng lo ada disini. Harusnya lo kemana-mana sama dia, bukan sama gue,”

Sorot mata Soraya kini berganti menjadi sendu, “Emang ada ya yang namanya mantan sahabat?”

Well…if you said so…there is an ex-best friend.”

He used to be my best friend, Nam, well he’s still now. He’s the greatest best friend that I’ve ever had that I couldn’t even ask more to God. He’s enough. He’s more than enough for me. But, something happened, we both get hurt and choose to separate. Well, he choose not to stay when I choose to walk away.

Namira menghela napasnya seperti asumsi yang selama ini dibuat akhirnya terjawab sudah kebenarannya. “Jadi feeling gue bener kalau selama ini kalian kenal,”

Soraya menunduk. “Well…as you can see,

“Nggak heran sih, Ray. Dia keliatan panik banget pas lo pingsan malah sampe ikutan pucet juga. Apalagi dia keliatan marah banget pas lo dihukum fisik kayak gitu. Orang juga heran, dia siapa sih? Kok bisa semarah itu?”

Soraya tertawa getir. “Padahal itu juga gue cuma pura-pura pingsan.”

Namira melotot tidak percaya atas ucapan temannya barusan. “DEMI APA SIH? RAYA LO GILA?” Namira menggeleng-geleng tidak percaya.

Soraya hanya menghela napas. “Enggak, Nam. Tapi saat itu gue udah nggak tahu harus melakukan apa buat dapet perhatian dia. Jadilah gue pingsan karena udah tahu dia pasti bakal bereaksi.”

Namira masih menggeleng tidak percaya, benar-benar gila pikirnya. “Sinting,”

“Tapi dia begitu juga nggak akan bisa buat gue sama dia balik kayak dulu lagi. Kadang kangen, gimana dulu gue sering jahilin dia sampe dia marah atau sekedar ngerepotin dia buat beliin McFlurry Oreo kalo gue lagi sakit perut karena datang bulan, atau cuma dengerin dia nyetem gitar yang bisa bikin gue tidur seketika. Tapi sekarang, dia tahu gue ada di kantin juga pasti dia bakal langsung pergi,”

 “Separah itukah?”

“Hmmm,” Soraya menangguk. “Tapi Tuhan baik banget. Gue yang nggak tahu dia kuliah disini, nggak tahunya bisa sekolah bareng lagi sama dia.” Tapi, setidaknya Soraya masih bisa bersyukur bahwa dia kembali ditempatkan dalam sekolah yang sama dengan Brian. Dengan itu, Soraya masih dalam satu radar yang sama sehingga membuatnya merasa aman karena dia tahu seberapa kuatnya Brian menghindar darinya, pasti Brian selalu punya cara untuk menjaganya meski dari jauh.

“Lo nggak mau nyoba buat baikan lagi sama dia?”

“Udah, Nam. Beberapa kali waktu kita ospek kemarin, tapi nggak ada hasilnya samsek,”

“Nggak boleh nyerah gitu dong, Ray! Berjuangnya harus sampai titik darah penghabisan. Gue bantuin deh,”

Soraya tersenyum kecil. Rasanya hatinya menghangat mengetahui dia saat ini memiliki teman lagi. “Gimana coba caranya? Berkali-kali gue ketemu Brian juga adanya dia malah menghindar terus,”

Namira tiba-tiba tersenyum lebar. “Gue punya ide!” dia menjetikan kedua jarinya.

“Apa tuh?”

“Kita nonton Enam Hari aja minggu ini di pensinya FK. Gimana? Siapa tahu lo bisa melakukan usaha rekonsiliasi lo sama Kak Brian disana?”

Soraya kira Namira memiliki ide yang lebih cemerlang darinya sehingga dia punya cara baru agar Brian dengannya bisa kembali seperti dulu lagi. “Gue udah beberapa kali dateng ke gigs-nya dia, tapi nihil juga hasilnya.”

Wajah Namira langsung tertekuk, cemberut. “Ya udaaah, temenin gue aja deh. Mau cuci mata. Ya, mau ya?”

Dengan malas Soraya mengiyakan.

“Btw, lo kok manggil Brian nggak pake ‘Kak’ sih? Emangnya seumuran?”

“Iya, emang kenapa?”

“Lah? Berarti lo udah tua banget dong sekarang?”

Satu detik…

Dua detik…

Tiga detik….

Soraya baru menyadari bahwa identitas umur yang selama ini berusaha ia sembunyikan ternyata bocor dari mulut dia sendiri. Sial!

“Sialan lo!”

===





 

 

 

Tags: twm18 romance

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My Reason
720      475     0     
Romance
pertemuan singkat, tapi memiliki efek yang panjang. Hanya secuil moment yang nggak akan pernah bisa dilupakan oleh sesosok pria tampan bernama Zean Nugraha atau kerap disapa eyan. "Maaf kak ara kira ini sepatu rega abisnya mirip."
G E V A N C I A
1168      639     0     
Romance
G E V A N C I A - You're the Trouble-maker , i'll get it done - Gevancia Rosiebell - Hidupnya kacau setelah ibunya pergi dari rumah dan ayahnya membencinya. Sejak itu berusaha untuk mengandalkan dirinya sendiri. Sangat tertutup dan memberi garis keras siapapun yang berniat masuk ke wilayah pribadinya. Sampai seorang cowok badboy selengean dengan pesona segudang tapi tukang paksa m...
Pertama(tentative)
972      523     1     
Romance
pertama kali adalah momen yang akan selalu diingat oleh siapapun. momen pertama kali jatuh cinta misalnya, atau momen pertama kali patah hati pun akan sangat berkesan bagi setiap orang. mari kita menyelami kisah Hana dan Halfa, mengikuti cerita pertama mereka.
HADIAH PALING BERHARGA
586      396     4     
Short Story
Seorang wanita yang tidak bisa menerima kenyataan, keharmonisannya berubah menjadi kebencian, sebuah hadiah yang mengubah semua hal tentangnya .
The Secret Of Donuts
1335      840     9     
Fantasy
Masa lalu tidak dapat dibuang begitu saja. Walau, beberapa di antara kita berkata waktu akan menghapusnya, tapi yakinkah semuanya benar-benar terhapus? Begitu juga dengan cinta Lan-lan akan kue donat kesukaannya. Ketika Peter membawakan satu kue donat, Lan-lan tidak mampu lagi menahan larangan gila untuk tidak pernah mencicipi donat selamanya. Dengan penuh kerinduan, Lan-lan melahap lembut kue t...
Premium
Sepasang Mata di Balik Sakura (Complete)
14971      2074     0     
Romance
Dosakah Aku... Jika aku menyukai seorang lelaki yang tak seiman denganku? Dosakah Aku... Jika aku mencintai seorang lelaki yang bahkan tak pernah mengenal-Mu? Jika benar ini dosa... Mengapa? Engkau izinkan mata ini bertemu dengannya Mengapa? Engkau izinkan jantung ini menderu dengan kerasnya Mengapa? Engkau izinkan darah ini mengalir dengan kencangnya Mengapa? Kau biarkan cinta ini da...
Kamu
301      247     0     
Short Story
Untuk kalian semua yang mempunyai seorang kamu.
Dunia Gemerlap
21112      3145     3     
Action
Hanif, baru saja keluar dari kehidupan lamanya sebagai mahasiswa biasa dan terpaksa menjalani kehidupannya yang baru sebagai seorang pengedar narkoba. Hal-hal seperti perjudian, narkoba, minuman keras, dan pergaulan bebas merupakan makanan sehari-harinya. Ia melakukan semua ini demi mengendus jejak keberadaan kakaknya. Akankah Hanif berhasil bertahan dengan kehidupan barunya?
AUNTUMN GARDENIA
159      138     1     
Romance
Tahun ini, dia tidak datang lagi. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sedang dia pikirkan? Apakah dia sedang kesulitan? Sweater hangat berwarna coklat muda bermotif rusa putih yang Eliza Vjeshte kenakan tidak mampu menahan dinginnya sore hari ini. Dengan tampang putus asa ia mengeluarkan kamera polaroid yang ada di dalam tasnya, kemudian menaiki jembatan Triste di atas kolam ikan berukura...
Words Unsaid
629      364     2     
Short Story
For four years, I haven’t once told you my feelings. There are words still unsaid that I have always wanted to tell you.