Dalam posisi tidur, satu tangan Shinta membolak-balik buku tebal bersampul gapura, sedangkan tangan yang lain menyanggahnya agar tetap berada di depan mukanya. Beberapa kali dia menguap sambil menutup mulutnya menggunakan buku itu.
"Hoaaaahm!"
Kelopak matanya semakin turun... dan turun hingga hampir terpejam. Tapi dia tetap terbangun lagi dan mencoba membaca ulang paragraf pembuka sejarah kerajaan majapahit yang terletak persis di bawah judul. Tapi sebelum menamatkan satu paragraf itu, dia akhirnya menyerah.
Buku tebal bersampul gapura itu terjatuh menutupi mukanya, dan dia tertidur pulas.
***
"La, gue pikun kebangetan ya. Semalem baca satu paragraf sejarah. Tapi nggak inget satu kata pun, cobaaa... gimana caranya biar gue bisa dapet nilai 100?" Shinta membanting buku sejarah ke atas mejanya saat Ella datang, dan duduk di bangku sebelahnya.
Ella hanya mendengus sebal melihat tingkah Shinta. Dia sudah terbiasa, tapi dia tetap sebal.
"Lo bisa nggak, sekali aja mikirin yang lain? Main kek? Makanan kek? Jajanan? Apa gitu? Nilai mulu! Ish. Sebel gue temenan sama lo!" balas Ella sambil menunjuk buku sejarah itu.
"La, hidup gue terasa sempurna kalau-"
"Kalau gue dapet nilai seratus! Gue tau Shin. Gue ampe apal kata-kata lo," dengus Ella. Dia mengambil tangan Shinta lalu menariknya ke kantin. Pikiran Ella tak pernah jauh dari makan dan jajan. "Kali aja semangkok mie ayam ditambah micin bisa ningkatin daya ingat kita," lanjutnya.
"Ha! Gue punya ide! Lo bacain buku sejarah gue keras-keras, ntar gue rekam suara lo, gue dengerin rekaman itu setiap hari sebelum gue tidur. Passti gue bisa inget! Iya!" ucap Shinta sambil mengangguk-angguk menyetujui idenya sendiri tanpa memedulikan raut wajah Ella yang menggelap.
Entah mengapa, Ella selalu kesal setiap berada di dekat Shinta. Tapi dia tak bisa menjauh darinya.
Mereka benar-benar melakukan ide itu meski Ella melakukannya dengan setengah hati hingga suaranya terdengar sumbang di rekaman, tapi Shinta terlihat bahagia, jadi Ella mengalah sedikit.
Shinta memakai headset dan memutar rekaman itu sepanjang siang hingga malam sebelum tidur. Tapi... dia tetap tidak bisa mengingat inti materi sejarah itu.
Di dalam kamar, Shinta membuang headsetnya sembarangan. Dia menghampiri meja belajarnya, mengeluarkan laptop, lalu mengetik di kolom search "Cara belajar sejarah tanpa ngantuk", sebelum mengeklik search, Shinta mengganti bagian belakangnya menjadi "Cara belajar sejarah yang asik", menurutnya sudah pas. Dia klik tombol search.
Dia menemukan banyak website yang hanya berisi tulisan biasa tentang sejarah, lalu sebuah video tutorial dokumenter Youtube, dan salah satu website bertuliskan "Kunjungan Ke Majapahit". Website itu menarik perhatiannya. Shinta membuka website itu, membacanya perlahan, lalu tersenyum.
Jalan-jalan ke situs peninggalan kerajaan Majapahit, mungkin bisa mempermudah proses belajarnya.
Dia mengisi biodata diri, dan langsung mentransfer sejumlah uang pendaftaran yang disyaratkan. Dia tidak khawatir penipuan, karena uang bukan masalah besar baginya. Dia terbiasa membuang-buang uang ayahnya yang terasa tak pernah habis itu.
Jadwal kunjungan: Malam ini
"Hm? Apa maksud kalimat ini?" Shinta bermonolog. Tapi akhirnya dia menyimpulkan bahwa jadwal kunjungan akan diberitahukan malam ini.
Tirai malam telah jatuh. Dia bersiap tidur.
Dia mengambil kembali headsetnya, kali ini ia memutar lagu Faded. Lagu kesukaannya. Ia percaya akan bermimpi indah jika ia tidur dalam keadaan bahagia.
***
Semilir angin berdesir, membawa aroma pekat tumbuh-tumbuhan.
Segar...
Shinta menggigil, mengetatkan selimut tipis yang melekat di atas tubuhnya. Terlalu tipis, dan tidak terasa lembut. Dia juga merasa kaku di bagian punggungnya, seolah ia telah tertidur di tempat yang tidak rata dan empuk, kasur di bawahnya lebih terasa seperti tulang punggung orang lain.
"AAAAAAAAAAAAAKKKK!!! GUE ADA DI MANAAAAAAAAAAAA!!!!"
Kwak... Kwaaaak... Kwaaaak....
Kkkeok!!!
Ngaaaaaak....
Mbeeeee....
Teriakan Shinta menggema ke sepenjuru desa hingga membangunkan semua binatang ternak beserta pemiliknya.
"Ada apa???"
"Siapa yang teriak?"
"Eyaaaaa..."
"Ada maling?"
"Siapa itu?"
Semua penduduk desa keluar dari tempat tinggal gubuk mereka masing-masing, memastikan apa yang terjadi.
"Ada apa Shin?" Sapa sebuah suara dan muka familiar. Dia adalah Rangga, pacar Vita yang kemarin dilempar kue oleh Vita karena melupakan hari ulang tahunnya. Shinta yakin seratus persen! Tapi pakaiannya? Kenapa dia berpakaian seperti petani jaman kuno? Dan apa yang menyampir di bahunya? Sarung?
"Shinta?" Rangga melambai-lambaikan tangannya ke depan muka adiknya yang tampak linglung.
"Gue ada di mana?" tanya Shinta serius.
"Gua? Gua paling deket ada di deket air terjun. Mau ke gua? Ada perlu apa di sana? Mau bertapa?" tanya Rangga tak nyambung. "Kamu kenapa pake baju itu? Ganti sana!" Rangga menunjuk ke sebuah celah, mungkin pintu, tapi bukan pintu, hanya celah dengan sekat kain yang memisahkan dua ruangan.
"Rangga, Rangga.. Kamu Rangga kan? Aku ada di mana?" tanya Shinta setengah memohon dengan mata berkaca-kaca.
"Siapa Rangga? Kamu ada di rumah lah... di mana lagi? Kakak udah ambilin air buat kamu mandi. Mandi sana," ucap Rangga sebelum kembali meninggalkan Shinta. Tapi Shinta tak meu sendirian di tempat asing ini.
"Rangga... Rangga... jangan tinggalin aku..." rengeknya.
"Shin, jangan seperti anak kecil. Kakak cuma pergi sebentar. Raden Wijaya akan membuka Hutan Carik, kakak dan beberapa pemuda sini diajak menemaninya. Nanti sore, kakak bawakan buah lagi. Jadi jangan bandel ya!" Rangga mencubit hidung Shinta. Lalu melangkahi batas pintu depan dan menghilang dari pandangan.
Shinta kembali panik. Dia melihat sekeliling ruangan. Asing.
Dia melihat ponsel yang masih terhubung dengan headset yang dipakainya semalam.
"Fiuuuh..." Ia mendesah lega. Dia memencet ponsel itu.
Tapi... tut... tut... tuuuut... pst!
Lowbat!
Ingin rasanya Shinta membanting ponsel tak bergunanya itu! Tapi salahnya sendiri, ia memutar lagu semalaman hingga tertidur seperti orang mati hingga tak sadar telah dibawa ke tempat... apa ini????
"Shinta!!! Ayo mandi di sungai bareng!!! Rama dan kakakmu Arya kemarin buatin kita getek baru!!!" Seru beberapa remaja putri.
Shinta terkesiap. Ia bangkit dari kasur menuju ke arah pintu, berharap menemukan orang lain yang dikenalnya. Tapi ia terbelalak kaget melihat... pemandangan apa ini???
Gadis-gadis remaja memakai kemben???
Bocah-bocah kecil berlarian dikejar-kejar angsa yang menjulurkan leher panjangnya...
Remaja laki-laki memanjat pohon besar sambil memetik buah dan memakannya bergelantungan di tempat, mengingatkannya pada sekawanan monyet di ragunan...
Ibu-ibu duduk memanjang sambil memegang kepala orang di depannya, mencari kutu...
Kwaak... Kwaaak... Kwaaak...
"Aku ada di mana?" Shinta benar-benar menangis melihat pemandangan asing ini. Dengan tubuh lemas, dia kembali ke tempatnya terbangun tadi, duduk sambil memeluk lututnya, lalu membenamkan kepalanya di sana.
"Huuuu.... huu... aku ada di mana? Aku pengen pulang... Ella... Mama... Papa... pulaaang... Shinta pengen pulang..."
____________________________________________________________________________________________________________
Kasihaan kamu Shin... Puk. Puk. Puk...
Kocak
Comment on chapter 2. Sejarah yang membosankan