(Suatu saat di negara lain)
*tap*
*tap*
*tap*
Suara langkah kaki terdengar di sebuah ruangan yang sangat besar, seperti ruang konferensi. Terlihat seorang lelaki paruh baya yang memakai jas sangat rapi sedang duduk diujung meja menunggu seorang yang sedang berjalan menghampirinya.
"All done? (Semua sudah selesai?)" Lelaki itu bertanya. "Yes, sir. Our preperation is done (ya, tuan. Persiapan kita sudah selesai)" ucap seseorang yang menghampirinya tadi. Lelaki tua itu terkekeh lalu menyilangkan kedua kakinya "hahaha, let the plan begin (hahaha, biarkan rencana dimulai)
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
*di suatu tempat lain, Indonesia*
Jonah
"MAMAAA! HP KU DITARO DIMANAAA?!" teriakku sambil membuka seluruh laci, dan lemari di dalam kamarku. Huh! Padahal kan udah mau berangkat tuh HP sekarang malah ilang, ngeselin deh! "Ada di meja ruang TV sayang" mama menjawab, aku terdiam. Benar juga, semalam sehabis nonton bola sama Papa aku langsung tidur, duh! Berarti HPku belum di charge dong!
Aku buru-buru mencari kabel data dan power bank yang biasa ku bawa ke sekolah. "Ah ini dia!" Saat aku mengeceknya ternyata baterainya, kosong! "Ah hari ini jadi hari tersial sepanjang hidupku!!" Aku melihat jam yang dipajang di samping tempat tidurku, "HAH?! JAM 06:20!?" Sial aku benar benar terlambat, buru-buru aku mengambil tasku dan melesat turun kebawah, mengambil sarapan yang disiapkan mama, tidak lupa pamit, mengambil HP ku diruang TV, memakai sepatuku dan langsung masuk ke dalam mobil antar jemputku.
"Pak Cepetan! Saya udah mau telat ini!" Saat ini kondisi sedang macet, dan mobil yang mengantarku benar-benar tidak bisa jalan, sedangkan ini sudah 06:27, tiga menit lagi aku telat. Bisa-bisa nanti aku dicap jelek lagi, Huh!
"Waduh, maaf den Jonah. Ini kita gak bisa jalan. Macet banget den"
Aku mendengus kesal "ya usahain dong! Kalo bapak gak cepet-cepet, aku laporin papa nanti. Biar kamu dipecat!" Pak Suripto, sopir pribadiku bergidik seram "ampun den Jonah, nanti kalo saya gak kerja anak dan istri saya mau makan apa?" Frustasi pak Suripto "makanya cepet! Ayo jalan! Itu udah pada jalan semua!" Gak lama setelah itu, mobilnya bisa berjalan lagi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
#skip
"WADUH! UDAH JAM 06:38 YA AMPUN! TELAT BANGET!" aku buru-buru keluar mobil, melesat melewati penjaga gerbang yang memandangku bingung, "Huh, untung aja belum masuk!" Aku duduk di tempat dudukku, lalu ada yang menepuk pundakku
"oi, Jonah tumben telat, haha" itu adalah Megan, cewek sombong se-antero sekolah, mana sok cantik pula, ih. Padahal dia termasuk anak yang selalu melanggar peraturan tapi mungkin karena orang tuanya selalu mendonasikan uang untuk pembangunan sekolah. Jadi tidak ada satu guru pun yang berani. "Oh Megan, tumben waras, haha" kataku. Wajah Megan memerah memendam amarah, "sial kau Jonathan Alexander!" Habis mengatakan itu dia langsung pergi bersama gengnya.
"Ya! Selamat pagi anak-anak semuanya duduk! Hari ini kita ulangan!" Ucapan ibu Fani, guru bahasa Inggris-yang terkenal killer- ya soalnya banyak yang bermasalah dengan bu Fani, mungkin mereka merasa tertekan, akhirnya mereka tidak kuat dan keluar dari sekolah ini.
Tragis
What the.... ulangan? Mendadak? Pelajaran bahasa Ingriss pula? Seisi kelas menjadi ribut, termasuk aku. Ada yang buka-buka buku, ada yang sibuk nanya arti atau maksud, dan ada yang santai aja, menganggap kalau ulangan bahasa Inggris adalah soal termudah dimuka bumi ini.
"Sudah semuanya! Masukkan buku kalian tidak ada satu buku atau kertaspun diatas meja! Kalau ibu lihat ada sesuatu di kolong meja kalian, ibu robek langsung kertas ulangan kalian. Dan ibu kasih nilai nol, dan merah di rapot!"
Wuuuh, mantap.
Aku memasukkan buku yang sudah kubaca sedikit, walaupun sepertinya tidak ada yang masuk ke otak sama sekali. Bu Fani mulai membagikan kertas jawaban dan soalnya. Soal itu perlahan-lahan aku buka. Ya, walaupun nomor yang tertera adalah 1 sampai 5 tetapi di dalam soal-soal itu, ada 3 soal lagi. Jadi seperti bercabang
Hadeh
Walaupun tidak yakin dengan bagaimana hasilnya nanti, untuk sekarang aku akan mengerjakan dulu soal ini.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
#skip
"Ya! Semuanya waktu sudah habis, selesai atau tidak segera dikumpulkan!" Semua teman-temanku dikelas mulai ribut, ada yang dengan percaya diri mengumpulkan, 'aku yakin mereka tidak mengerjakan' batinku. Setelah beberapa kali mengecek pekerjaanku, akhirnya aku mengumpulkannya. 'Susah sekali soalnya. Benar-benar tidak berperikemanusiaan'
Saat ibu Fani sudah membereskan barang-barangnya, tiba-tiba dia mengumumkan sesuatu yang sangat disukai oleh seluruh murid di Indonesia. "Ya, anak-anak dengarkan karena hari ini semua guru di undang untuk menghadiri acara di walikota. Karena itu hari ini sampai disini saja, silahkan kembali ke rumah masing-masing"
Tidak ada yang tidak senang, semua termasuk aku sangat senang. Tapi entah kenapa hari ini aku tidak mau pulang naik mobil.
.
.
.
.
.
''Loh, Jonah tumben jalan kaki. Biasanya kamu minta jemput supirmu kan? Atau sekarang kau sudah bisa hidup mandiri?" Ucap Tobias salah satu teman sekelasku, "diam kau kedelai hitam, biarkan aku pulang jalan kaki! Kenapa? Ada masalah kalau aku pulang jalan kaki?" Tobias mendengus kesal "aku itu bukan malika. Ini adalah kulit tan yang di idamkan oleh banyak orang! Lagipula aku kan hanya bertanya Jon. Jangan marah gitu dong!" Setelah Tobias mengatakan itu, ia langsung pergi meninggalkanku. Aku pun melanjutkan perjalanan ku
Setelah beberapa menit aku berjalan, aku sudah mulai terasa lelah. Ya ampun apakah rumahku sejauh itu dari sekolah? Tadinya aku mau duduk dulu ditaman, dan istirahat sebentar. Tetapi sebelum aku duduk, ada orang yang menepuk bahuku.
"Hai Jonah, tumben kau disini"
Oh My God
Seseorang tolong cubit aku
Saat aku menoleh ke belakang ternyata itu adalah Stella. Dia adalah kebalikan dari Megan, jika Megan sering membuat onar, kalau Stella dijuluki sebagai cewek tercantik dan terbaik sepanjang masa tiada duanya -aku dan anak laki-laki yang lain sudah menyepakati nama itu btw-
Karena sikapnya yang baik, ramah, wajahnya juga cantik. Rata-rata anak cowok di sekolahku itu menyukai Stella.
Ya termasuk aku
"Oh hai Stella, k-kenapa kamu belum pulang? B-bukannya rumahmu d-dekat ya?" Duh! Kenapa jadi gugup begini sih!?
Stella hanya terkekeh, lalu ia mengangguk "iya rumahku dekat taman ini. Aku sering mampir ke taman ini hanya sekedar untuk melihat bunga atau bersantai" Stella duduk menarik tanganku untuk duduk di salah satu kursi yang ada disana.
'AAAHHHH MAMAAA, TANGAN JONAH DIPEGANG SAMA MALAIKAT YANG CANTIK!!!!!'
Aku mengambil nafas dalam-dalam lalu membuangnya untuk menenangkan diriku 'ayo jangan panik oke? Aku harus bersikap tenang' aku mengalihkan wajahku dari Stella. Bukan karena ia jelek. Tetapi aku sangat malu dan gugup bila aku di dekat Stella. "Oh iya, aku mau tanya Jonah. Kau kan teman baik Tobias. Apakah Tobias punya... um kekasih?" Tanya Stella sambil menyelipkan rambut dibelakang telinganya
What?
Tobias?
Maksud ia adalah Tobias si kacang kedelai hitam yang petani besarkan seperti anak sendiri?
Hah?
"Eung... setahu aku, dia k-kayaknya g-gak punya pacar, dan gak pernah deh. Emangnya ada yang-" Stella langsung mengguncang lenganku, memotong ucapan ku. "Benarkah? Dia tidak memiliki kekasih? Senangnya! Sebenarnya aku sudah menyukai dia sejak dulu"
Oh
Oke
"Jadi a-apakah kau mau menyatakan perasaanmu kepadanya besok?" Tanyaku "iya, sepertinya" ia mengangguk sambil memainkan ujung rambutnya. "O-oh begitu, yasudah ya a-aku pergu dulu. S-soalnya mamahku pasti sudah menunggu" aku bangkit lalu langsung berlari keluar taman.
.
.
.
.
.
.
.
.
#skip
Jonah melihat mobil Papanya terparkir di garasi rumahnya yang megah. Melihat hal itu mood Jonah kembali naik, ia rindu Papanya. Tapi, ia juga bingung. Kenapa Papanya pulang jam segini?
'Aneh, biasanya Papa pulang selalu saat jam makan malam'
Tentunya hal ini membuat Jonah curiga. Tetapi ia akan menanyakannya nanti. Sekarang ia ingin bertemu papanya dan mengadu kalau dia mendapat hari yang sial-menurutnya-. Biasanya kalau Jonah mengadu pada papanya. Maka ia akan dibelikan sesuatu olehnya agar Jonah kembali ceria dan senang.
"MAH, PAH. AKU PULANG!!" teriak Jonah sambil melepas sepatu dan kaus kakinya secara asal. Tidak peduli sama sekali kalau sepatunya terlihat berantakan.
'Toh ada pembantu ini, kalau tidak ada yang berantakan. Apa yang akan mereka kerjakan?'
Itu adalah jawaban Jonah jika ia ditegur oleh siapapun.
"Loh Jonah? Kenapa sudah pulang? Baru jam 11 loh" kata Mama Jonah sambil menghampiri Jonah. "Iya mah, tadi gurunya bilang kalo semua guru bakal ada rapat. Jadi Jonah pulang cepet deh" mama mengangguk "oke, mama kira kamu bolos, haha"
''Hellow mah Jonah is a good boy. Jonah gak akan pernah ditched sekolah" kalo kesel keluar deh, sok inggrisnya-maklum anak JakSel- Mama Jonah hanya menggelengkan kepala "Mah, papah mana?" Tanya Jonah dengan penuh antusias. "Tuh di Kolam renang, lagi ngadem" Jonah langsung lari setelah ia mengetahui keberadaan Papanya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"PAPA! JONAH PULANG!!" Jonah tiba-tiba datang sambil teriak-teriak, yang membuat papa yang tadinya sedang santai mengambang menggunakan ban karet, terjatuh karena kaget akan teriakan Jonah yang sangat nyaring. "Oh, maaf pah. Papah kaget ya?" Kata Jonah sambil terkekeh. "Gak kok, Papah gak kaget, cuma jantungan" kata Papa Jonah sambil berenang ke tepi untuk naik dan menghampiri Jonah. "Ada apa anak kesayangan papa? Ada masalah?" Jonah mengangguk "baiklah kalau begitu cerita saja pada papa. Ada apa yang terjadi hari ini?" Pada awalnya Jonah diam saja. Ia malu ingin cerita, tapi setelah Papa Jonah membujuknya. Akhirnya ia luluh juga, dan mulai menceritakan semua kejadian yang ia alami dari tadi pagi ia bangun tidur sampai sekarang.
.
.
.
.
.
.
*20 menit kemudian*
.
.
.
.
"Jadi begitu pah, sekarang kesimpulannya adalah Jonah gak tau harus apa, dan bagaimana" Jelas Jonah, Papa Jonah termangut-mangut, sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya. "Hmph, menurut papah, kamu itu sedang labil nak. Kamu sedang mencari jati dirimu, kadang kala kau merasa sedih, gembira, marah, atau bingung secara tiba-tiba. Menurut papah ini normal-normal saja kok, papah dulu juga seperti ini!" Tutur papah panjang x lebar. Jonah mengerut tidak suka "ih papah, aku kan bukan cewek yang moodnya selalu berubah!" Papa Jonah menghela nafas "ini tidak tergantung gender loh nak, hal seperti itu bisa terjadi pada siapa saja, anak yang masih remaja, baru masuk SMA atau Universitas"
'Papah tau begini dadi google pasti'
Jonah hanya menganggukan kepalanya kepada apa yang dibicarakan oleh Papanya. Sebenarnya dia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan Papanya. Tapi tidak ingin menyakiti hati orang tuanya. Maka ia diam saja. Obrolan mereka berlangsung lama sampai Mama Jonah memanggil mereka berdua untuk makan siang.
.
.
.
.
.
.
.
.
#malamnya
.
.
.
"Pah" panggil Jonah kepada Papanya yang sedang sibuk melihat-lihat dokumen di ruang kerjanya. ''Hm? Ada apa Jonah?" Sahut Papa Jonah. Jonah menghampiri dan duduk di sofa yang memang sudah di sediakan disana. "Em.... Pah, Mac book Jonah rusak pah" papa Jonah mengerutkan dahi "lho sudah rusak lagi? Kan kemarin baru aja papa belikan. Hari minggu kemarin. Kok rusak lagi?" Jonah menggelengkan kepalanya "bukan yang itu Papa, itu yang buat nerima email, yang rusak sekarang itu yang sering Jonah pake buat download film'' Ucap Jonah sambil memasang muka sedihnya. "Yasudah besok kita beli. Tapi jangan di rusakkin lagi ya" Papa Jonah menghela nafas "yeee! Makasih Papa!" Sehabis itu Jonah langsung melesat keluar kamar.
.
.
.
.
.
.
#Makan malam
.
.
.
Keluarga Jonah semua sedang duduk di meja makan, mereka sedang makan malam yang sudah disiapkan oleh juru masak mereka. Kenapa juru masak? Karena mama Jonah hampir tidak pernah ke dapur untuk memasak.
"Saya bisa kok memasak cuman saya malas saja. Kan sudah ada juru masak, buat apa saya masak lagi? Toh mereka juga akan dibayar"
Itu katanya, jika ditanya kenapa ibu rumah tangga tidak bisa memasak.
Dusta.
Sebenarnya ia tidak bisa memasak sama sekali.
Masak telur saja gosong, masak air, airnya juga gosong.
Ia hanya bisa memasak popcorn, karena kau hanya perlu mengeluarkan bungkus popcorn yang sudah dibeli di supermarket dan tinggal masukkan ke microwave. Tunggu lima menit dan sudah jadi.
Saat mereka sedang makan malam dengan suasana tenang dan tentram. Tiba-tiba seorang pelayan rumah mereka mengabarkan sesuatu
"Tuan, ada pihak kepolisian yang ingin menemui anda"
Papa Jonah mengerutkan dahi. "Loh, kenapa polisi datang kemari?" Tanyanya. Si pelayan menggelengkan kepalanya "saya tidak tahu tuan, tetapi mereka ingin menemui anda" Papa Jonah hanya mengangguk "baiklah, suruh mereka masuk, dan tunggu di ruang tamu ya" kata Papa Jonah sambil mengelap sudut mulutnya. Pelayan itu hanya mengangguk dan pergi untuk menghampiri pihak kepolisian.
Papa Jonah menuruni anak tangga dari rumahnya yang megah bak istana. "Ah, apa kabar bapak-bapak kepolisian. Apa yang bisa saya bantu?" Papa Jonah lalu menyalami para polisi yang sudah menunggu di ruang tamu. "Apakah bapak yang bernama Thesar Alexander?" Tanya polisi itu sambil bangun dari duduknya. "Iya benar ada apa ya pak?" Kata Papa Jonah sambil ikut berdiri.
Tiba-tiba tangan Papa Jonah di tarik ke belakang dan di borgol. "Loh pak, kenapa saya di Borgol?" Panik Papa Jonah. "Anda kami tangkap karena anda melakukan aksi korupsi!" Lalu polisi itu mendorong Papa Jonah keluar rumah. "Papah!" Ucap Jonah sambil meraih-raih tangan papa Jonah. "Nak kau harus mundur'' ucap salah satu polisi yang berjaga diluar.
Ternyata bukan hanya satu polisi, tetapi ada lima mobil polisi yang menunggu di depan rumah Jonah. Bukan hanya polisi, tetapi awak media juga disana beramai-ramai mengerubungi papa Jonah, menanyakan beberapa pertanyaan.
"Pak, kenapa anda korupsi pak?"
"Pak, bagaimana dengan keadaan keluarga bapak, mengetahui perihal bapak melakukan korupsi?"
"Pak..."
"Pak kenapa...."
Diluar rumah Jonah seperti medan perang, semua orang ribut mengeluarkan pertanyaan yang sama sekali tidak dijawab oleh papa Jonah. Tiba-tiba ada sorang polisi yang menghampiri Jonah dan Mamanya di dalam rumah, "bu, kami membutuhkan ibu untuk dimintai keterangan terkait suami ibu" mama Jonah hanya mengangguk lemas dan ikut dengan polisi itu. Sebelum mama jauh, mama kembali lagi ke samping Jonah "Jonah, sayangku. Mama mau pergi dulu ya, kamu nginap di rumah Tobias ya sayang" lalu Mama Jonah mengecup kening Jonah, dan beranjak untuk pergi mengikuti polisi yang tadi.
Seberapa bencinya Jonah terhadap Tobias, tetapi mereka adalah teman sejak kecil. Mereka sejak dulu selalu akur, tetapi saat Jonah mulai mengetahui kalau Tobias menyukai Stella ia marah dan lama-lama hubungan mereka renggang. Tetapi Tobias hanya mengaggap kalau Jonah itu hanya main-main seperti biasa, jadi Tobias hanya diam.
Jonah lalu bangkit, menuju kamarnya untuk memasukkan baju-baju dan peralatan-peralatan yang menurutnya penting ke dalam tas besar. Ia juga membawa uang saku yang selalu ia tabung dari sisa uang jajannya. Setelah merasa cukup, ia mengambil tasnya dan pergi dari rumahnya, ia terpaksa lewat pintu belakang karena di pintu depan penuh sesak dengan wartawan dan polisi yang berjaga.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
#skip
*tok*
*tok*
*tok*
Tidak lama setelah itu, Tobias membuka pintu rumahnya. "Hey man. Aku sudah dengar apa yang terjadi dengan Papamu" Tobias minggir untuk mempersilahkan Jonah masuk. "Tobias, bolehkah aku menginap disini sampai dirumahku tenang?"
Tobias hanya mengangguk "silahkan saja take your time" lalu tobias mengantarkan jonah ke kamar tamu.
Tobias memang tinggal sendiri orang tua nya berada di Swiss karena urusan pekerjaan. Orangtua nya hanya memberikan satu unit apartemen, walaupun tidak terlalu besar tetapi cukup nyaman. Setiap bulan orangtuanya hanya mengirimkan pesan singkat dan uang secukupnya. Bisa dibilang, Tobias adalah anak yang mandiri. Berbeda dengan Jonah.
Jonah masuk ke kamar tamu, lalu duduk termenung dikasur. Ia mengingat kembali kejadian yang tadi ia lihat. Betapa sedihnya jika ia mengingat kembali wajah sedih Mamanya, ekspresi wajah Papahnya yang tidak bisa ditebak.
Jonah beranjak bangun untuk berganti baju, dan memutuskan untuk tidur.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
#skip
"Hoahmmm.... Jonah, apa kau sudah bangun?" Tobias mengetuk pintu kamar tamu yang ditempati Jonah sambil menggaruk-garuk perutnya. "Tobias..." Jonah membuka pintunya lalu memandang Tobias dengan tatapan kosong.
1
.
2
.
3
Mata Jonah membulat kaget. "WHAT THE.... KAU TIDUR TELANJANG?!?!" Tobias menutup telinganya kaget "aduh, sial. Berisik banget sih, masih pagi juga. Nanti kalo gendang telingaku pecah dan aku tuli gimana?!" Jonah mendengus "Jawab pertanyaan ku!" Tobias hanya menggaruk-garuk kepalanya yang gatal, ia bingung. Memangnya kenapa kalau dia tidur telanjang? Lagipula dia tidak telanjang. Ia masih memakai celana pendek untuk tidur.
"Iya, emangnya kenapa kalo aku tidur telanjang? Aku kan masih pakai celana. Cuma telanjang dada kok, kayak kamu gak pernah lihat cowok tidur gak pake baju aja" cibir Tobias. Muka Jonah merah padam memendam amarah "Ya pernah lah! Sepupuku kalo nginep, tidurnya gak pernah pake baju!"
Oke
Sekarang Tobias benar-benar bingung.
Dia bilang kalau sepupunya tidur tidak pake baju juga.
Dan dia hiasa aja.
Tetapi.
Kenapa ia melihat Tobias, ia marah?
Memangnya dia anak perempuan?
Tobias menyadari kalau dari tadi Jonah melirik-lirik ke arah perutnya. Tobias lalu melihat perutnya sendiri, apa ada yang salah dengan perutnya?
Oh
Begitu
Tobias mengerti sekarang.
Jonah malu melihat perut six-pack milik Tobias, tapi kenapa?
"Oh jadi kamu malu liat Absku? Kenapa kamu malu sih? Kan kita cowok biasa kali. Atau.... jangan-jangan kau homo? Dan kau nafsu melihat abs ku?! HUWAAA!!" Tobias lari ke kamarnya lagi. Dan keluar setelah beberapa menit, ia keluar sudah mengenakan kaus merah yang bergambar Piglet temannya Winnie The Pooh. Dan dengan bangga sekaligus bodohnya, ia bilang begini.
''Sudah! Aku sudah pakai baju! Jadi kan kau tidak nafsu lagi!" Menepuk pundak Jonah lali pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Sedangkan Jonah? Masih terpaku akibat perbuatan bodoh Tobias. Jonah hanya menggelengkan kepala lalu masuk kembali ke kamarnya untuk mandi.
Iya, walaupun apartemennya terlihat sederhana, tetapu dalamnya seperti hotel bintang 5. Fasilitasnya lengkap, semua ruangan full AC, kamar mandi berada di kamar tidur, di kamar mandinya ada sebuah tv, jadi ketika orang ingin berendam ia bisa sambil menonton tv. Selain kamar mandi, juga ada walk-in closet.
Bahkan ada satu ruang yang di desain khusus untuk ruang bermain game, mulai dari Xbox, ps series, nintendo, dan lain-lain ada disitu semua. Dan juga koleksi CD untuk gamenya sudah tidak bisa dihitung menggunakan jari lagi. Terakhir Jonah berkunjung kesini hanya ada 4 kabinet. Tapi kalau sekarang ia tidak tahu.
.
.
.
.
.
.
"JONAAAHH! CEPAT TURUN KAU MAU MAKAN ATAU TIDAK HAH?!" Teriakkan Tobias menyadarkan Jonah dari lamunannya. Ia tersentak kaget sampai-sampai hp yang ia pegang jatuh. ''Ah, sial iPhone X ku, lecet deh. Terkutuk kau Tobias" monolog Jonah lalu menaruh hpnya di kantong celananya, dan bergegas turun ke bawah.
"Lama sekali kau, sudah lapar nih aku" misuh Tobias. "Iya-iya maaf udah ah cepet'' menu mereka untuk sarapan adalah:
1. Roti panggang
2. Telur mata sapi
3. Dua buah sosis yang dipotong menjadi bentuk ubur-ubur
4. Dan sepiring kentang goreng.
Di dampingi dengan teh hangat untuk Tobias, dan segelas susu untuk Jonah. Jonah tidak pernah tahu kalau Tobias bisa memasak. "Apa kau menaruh sesuatu di dalam makanannya?" Jonah ragu, ia tidak yakin kalau temannya itu bisa masak. "Kau mencurigaiku hah? Mau ku beri racun sungguhan? Makan saja enak kok" Tobias merasa tersinggung lah. Masa makanan yang sudah ia masak sepenuh hati dibilang beracun. Tidak lucu bung!
Awalnya Jonah tidak mau makan. Tetapi karena cacing di perutnya sudah teriak minta makan. Mau tidak mau ia memakan sarapan yang sudah disiapkan diatas meja makan.
-paragraf diatas tadi seirama loh-
Jonah memotong sosisnya dan membawanya masuk kedalam mulutnya. Saat ia kunyah dan rasakan dengan baik, betapa terkejutnya ia. Maslahnya bukan makanannya beracun. Tetapi ia baru pertama kali merasakan masakan rumah yang benar-benar dibuat oleh orang biasa, bukan juru masak. Dan menurutnya rasa, teksture, dan aromanya itu sangat pas. Setelah suapan pertama tadi, ia langsung memakan semuanya dengan lahap, tidak ada 5 menit, semua yang di sajikan di piringnya habis tidak tersisa.
Tobias menyeringai "bagaimana? Apakah enak? Aku tidak menaruh macam-macam kan disitu?" Jonah mengangguk antusias "iya benar, masakanmu sangat enak. Padahal hanya menu biasa, tetapi semuanya terasa seimbang dimulutku, bagaimana kau bisa memasak? Siapa yang mengajarimu?" Tobias hanya terkekeh. "Pertama, terima kasih loh sudab memujiku, yang kedua aku terkadang mencobanya sendiri lewat buku resep atau lihat di YouTube. Atau jika ibuku pulang, aku akan minta ia untuk mengajarkanku" mendengar perkataan Tobias, mata Jonah berbinar "uwaahh! Benarkah? Kalau begitu ajari aku ya" lalu ia bangkit meninggalkan Tobias, dan piring kotor bekas makanannya tadi.
.
.
.
"Ah sekarang aku mau nonton Tayo! Aduh kenyang sekali!" Jonah mengambil remote tv, sudah bersiap untuk duduk disofa sampai ada seseorang yang menarik lengannya ''Hei, enak saja kau. Belum cuci piring, belum beres-beres sudah pergi" Jonah terkejut. "Hah? M-maksudmu aku harus membereskan piring-piring yang tadi?" Tobias mengangguk mantap "ya, kau HARUS, WAJIB, KUDU, MUSTI!" Jonah terlihat bingung "hah? What? apa? Kau ngomong pakai which bahasa sih?"
'Kok kesel ya? Kalo bukan temen gue mutilasi nih anak' batin Tobias.
"Udah ah, pokoknya kamu ikut bantuin aku sekarang!" Lalu Jonah ditarik paksa oleh Tobias. Jonah sudah meronta ingin melepaskan diri, tetapi tenaga Jonah tidak sebanding dengan tenaga Tobias, maklum tenaga Tobias seperti tenaga kuli bangunan. Dan disini Jonah hanya bisa pasrah dan berserah diri. Di dalan hati berdoa kepada Tuhan agar diberi bantuan, dan pertolongan.
.
.
.
.
"Nah sekarang kamu cuci gelas dulu ya, baru sendok, garpu, dan terakhir piringnya. Habis itu cuci sponsnya tuangkan sabun lagi usapkan ke penggorengannya. Pastikan kalo penggorengannya sudah dibasuh, kalau belum nanti malah berminyak semua. Dan juga di cek ya apakah masih berminyak atau tidak. Apakah masih bau atau tidak apakah-" sebelum Tobias selesai bicara Jonah menginterupsinya "apakah sudah selesai? Dari tadi aku capek mendengar ocehanmu itu tau." Misuhnya. Tobias hanya memutarkan bola matanya "ya secara aku harus memberi tahu orang semacam kau agar kerjamu benar!"
"Yak! Memangnya aku orang bodoh!?"
"Kau kedapur saja tidak pernah apalagi mencuci piring seperti ini! Kau itu hanya anak manja yang apa-apa selalu disiapkan dan selalu mendapatkannya secara instan. Anak semacam kamu tahu apa sih tentang kehidupan luar yang sangat kejam?"
Tertohok.
Jawaban yang sangat menusuk hati Jonah. Apa yang dikatakan oleh Tobias semuanya benar, sejak kapan temannya jadi Savage begini?
"Iya-iya maaf" tidak ingin sakit hati lagi Jonah memutuskan untuk melakukan pekerjaannya. Ia mulai melakukan apa yang sudah di instruksikan oleh Tobias. Mulai dari mencuci gelas, sendok, garpu, piring. Menciumnya apakah masih berbau atau tidak, dan seterusnya. Sebenarnya ia sedikit jijik. Untung saja ia memakai sarung tangan karet. Jadi yah, ia bersyukur, ia tidak harus memegang semua sisa-sisa makanan dengan langsung, tanpa perlindungan dari sarung tangan.
.
.
.
.
.
#15 menit kemudian
.
.
.
.
.
"Tobias" Jonah memanggil Tobias yang sedang menonton tv sambil memakan snack kesukaannya. "Apa?" Jawab Tobias, tanpa mengalihkan pandangannya dari tv. Sekarang tv sedang menayangkan acara kartun 'Alvin and The Chipmunks' dan sekarang disinilah Tobias. Sedang menontonnya. "Kita bolos hari ini?" Tobias menggelengkan kepala "tidak, aku sudah minta izin. Kalau seminggu kedepan nanti kita tidak masuk sekolah dulu" Jonah kaget. "What? Satu week? Gak kelamaan?" Tobias hanya menggeleng tetap tidak melihat ke arah yang lain selain tv "tidak kok. Lagipula kau butuh teman" setelah mengatakan itu Jonah sekarang, merasa bersalah. Ia sudah pernah memusuhi Tobias, berkata buruk tentangnya, dan masih banyak lagi apa yang ia sudah lakukan dulu kepadanya.
Ternyata Tobias tidaklah seburuk yang Jonah pikirkan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
#di negara lain
Seorang pria bersurai kecoklatan terlihat begitu puas. Di depannya ada sebuah tv besar yang menayangkan berita tentang penagkapan Papa Jonah. "AHAHAHAHAHA... musnah kau Thesar! Sudah lama aku menantikan hal ini. Dan akhirnya... AKHIRNYA SEMUANYA TERJADI!! HAHAHAHAHAHA...." Suara tawa pria itu menggema sampai koridor tempat ia bekerja.
''Sayangku, ada apa?" Seorang perempuan berumur sekitar 35-an memasuki ruangan. Pria itu hanya menggelengkan kepalanya "tidak ada apa-apa sayangku. Aku hanya senang kalau sekarang aku satu langkah lebih maju daripada dia" perempuan itu terkekeh "ah, jadi karena itu... ngomong-ngomong kapan kita mau berkunjung ke rumah anak kita?"
"Hmm... bagaimana kalau hari Minggu?" Perempuan itu memukul kepala Pria tersebut "apa-apaan kau. Gimana dengan pekerjaan kita?" "Aduuuhh... santai dong Bun. Ya tidak apalah. Sekali-sekali. Sudah lima bulan kan kita gak bertemu? Emangnya Bunda gak kangen sama anak kita? Dia anak satu-datunya loh Bun" kata pria itu sambil mengelus kepalanya yang dipukul tadi "iya sih. Bunda kangen sama anak kita. Anak sematawayang yang paling kita sayangi, putraku. Tobias Hemmington"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jonah
Sudah seminggu aku tinggal bersama Tobias, sebenarnya aku sudah dikabari ibuku kalau hari senin aku akan dijemput. Yah sepertinya hari ini akan jadi hari terakhir aku disini.
Selama seminggu ia sudah membantuku, mengajariku, dan kadang memarahiku, tentang apapun yang belum kutahu. Seperti waktu itu aku diajari cara memasak telur goreng.
-flashback-
"Oi Tobias, ajari aku cara memasak dong!" Tobias hanya memandangku sejenak, lalu...
"Hah? Kau? Mau masak? Orang sepertimu?" Tobias kembali memusatkan atensinya kepada tv kembali yang sedang menayangkan game yang dimainkannya.
Aku berdecak kesal dan menaruh tanganku di pinggang "iyalah. Apa salahnya kalau aku belajar, dan kau mengajarkanku?" "Tidak mungkin kau bisa atau mau" jawabnya tanpa memalingkan pandangannya. Aku mulai kesal, lalu kucopot sandal rumah yang kupakai dan melemparnya ke arah kepala Tobias.
Dan ternyata aku tepat sasaran.
"Apa-apaan sih!? Nimpuk-nimpuk segala!? Emangnya aku anjing!?" Aku mendengus. "Ya kalau gak mau dianggap anjing, ya seharusnya kamu lebih bertindak seperti manusia pada umumnya. Bukan seperti anjing"
Uhuk...
Tobias tersedak jus jeruk yang baru saja ia ingin telan.
"Tuh kan itu adalah azab dari Tuhan. Lagian gak mau memberi ilmu, dosa kamu. Ilmu kok gak bagi-bagi" setelah tenang dari batuknya Tobias akhirnya berdiri dan menatapku. "Oke, kau mau aku mengajarkanmu memasak kan? Yasudah, aku berbaik hati akan mengajarkanmu. Tetapi. Kau. Harus. S. E. R. I. U. S! Kalau tidak kau yang akan kumasak! Mengerti?!" Aku berdiri pada posisi siap "baik pak!" Tobias mengangguk. Lalu mematikan game dan tvnya dan beranjak keluar "ayo, latihanmu mulai dari sekarang!" Aku hanya mengikutinya kedapur.
.
.
.
.
.
.
.
"Salah, kau harus memecahkan telurnya sebelum apinya memanas. Nanti kau kecipratan kalau apinya sudah panas" omel Tobias. Aku berusaha mengikuti semua instruksi dari Tobias. Yah walaupun belum terlalu paham. Tetapi aku tetap berusaha untuk mengikutinya.
"Bukan begitu! Potong dagingnya kecil-kecil dulu! Baru masukkan ke dalam presto!"
"Kau salah! Tunggu sampai kering dulu baru kau balik!"
"Ish! Gimana sih!? Gunakan talenan!
"Kau itu harusnya...."
"Salah masukkan dulu..."
Banyak sekali sepertinya kesalahanku. Ternyata meminta masak dengannya adalah ide buruk. Apa-apaan dia lebih seram daripada kepala koki dirumahku... hell, bahkan mungkin lebih seram daripada Gordon Ramsay. Yah, walaupun dia seram. Yang penting akhirnya aku tahu cara memproduksi makanan sendiri. Daripada aku mati kelaparan?
.
.
.
.
.
.
.
"Coba bawa kesini. Aku cicipi" kata-kata Tobias membuatku berhenti. Oh my God. "T-tapi bagaimana kalau tidak enak?" Kataku. "Ya... akan ku muntahkan lagi dan kubuang" katanya enteng.
Gulp
Tolong hambamu ini Tuhan
"Makanan apa ini? Kenapa rasanya seperti sampah? BUAT LAGI! dengar! Kau tidak akan berhenti memasak sampai kau memasak makanan yang layak untuk dimakan!" Seluruh tubuhku lemas seketika saat mendengar kalau aku tidak akan berhenti membuat makanan sampai masakanku enak.
.
.
.
.
.
.
Jantungku berdebar saat melihat makanan yang sudah kubuat dengan darah, keringat, dan air mata. Makanan yang sudah kubuat dengan jerih payahku sendiri. Dengan tanganku sendiri. Makanan yang berasal dari hasil olahanku sendiri. Sekarang sedang ditentukan apakah makanan itu layak makan atau tidak. Setelah melihat makananku masuk kedalam mulut Tobias, jantungku malah berdetak lebih tidak karuan.
'Semoga makananku enak'
Aku terus mengulangi tiga kata itu berulang kali dalam hatiku. Selalu berharap dan berdoa kalau aku pasti bisa melakukan ini, Tobias benar-benar pelan dalam mengunyah makananku. Seolah-olah ia juga mau merasakan bagaimana tekstur, rasa, dan volume dari makanan itu. Saat dia sudah selesai mengunyah dan menelannya, ia pun masih mencoba sisa-sisa rasa makanan yang ada di mulutnya. Akhirnya, setelah beberapa menit. Tobias pun buka suara.
"Yah, walaupun tidak seenak masakanku. Tapi cukup enak." Akhirnya makananku diakui oleh Tobias. Kalau itu adalah makanan yang enak. "Yak, dengan ini berarti kau sudah tau cara-cara memasak, plating, dan table manners. Jadi untuk penutup. Bereskan semua alat masaknya oke?" Lalu Tobias meninggalkanku sendiri. Kulihat di belakang tubuhku, tepatnya di wastafel. Banyak sekali ternyata barang-barang yang kupakai. Mulai dari mangkuk besar sampai kecil, penggorengan, piring besar sampai kecil, pengukus, presto, wadah pemanggang, dan masih banyak lagi. Tapi kali ini aku tidak mau komplain. Aku sudah senang sekali, jadi kulakukan itu semuanya sendiri.
-flashback ends-
.
.
.
.
.
.
.
.
.
''Man, hari ini orangtuaku datang" lamunanku buyar ketika Tobias datang menghampiriku di ruang gamingnya. "Oh? Benarkah? Aku sudah lama sekali tidak melihat mereka. Kapan mereka akan sampai?" Tanyaku "emm.. mereka bilang akan sampai sini sekitar jam tujuh malam" aku mengangguk "apakah mereka juga mau makan malam disini?" Tobias berpikir sejenak "sepertinya iya. Bagaimana kita memasak saja" aku menyetujuinya "ide bagus! Baiklah kau beli bahan-bahannya ya? Aku akan menyiapkan resep, bumbu-bumbu, dan alat-alat yang akan dipakai oke?'' Tobias mengangguk, lalu mengambil jaketnya yang ada di atas meja. "Oke. Mau masak apa?" Tiba-tiba aku punya ide. "Bagaimana kalau Honey Ginger Salmon, Tomato Badil Shrimp didampingi oleh Aga White Wine? Dan juga makanan penutup Sachertorte?" Tobias berpikir sejenak lagi "oke, kita akan buat itu, tunggu ya. Aku akan segera kembali" lalu ia berjalan keluar rumah, untuk pergi ke supermarket terdekat.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Saat ini aku sedang di dapur, aku sudah menyiapkan resep-resep dan alat alat yang akan dibutuhkan.
(Berikut adalah resep untuk Honey Ginger Salmon)
Bahan-bahan:
-1 pons dada ayam tanpa kulit tanpa kulit, keringkan, dan potong-potong seukuran gigitan.
-Bumbu fajita secukupnya
-4 tutup botol minyak zaitun
-1 bawang merah sedang (kuning atau merah) dipotong dadu
-2 paprika (warna apapun) diunggulkan dan dipotong dadu
-5 siung bawang putih segar, cincang
-2½ gelas kaldu ayam natrium rendah
-1 kaleng (10 oz) tomat panggang dengan jus
-8 oz pasta penne kering
-lada hitam yang baru digiling, secukupnya
Cara memasak:
1. Panaskan 2 minyak di atas api besar sampai terasa panas.
2. Tambahkan ayam dan setengah bumbunya, gulung-gulung seperti mantel. Goreng sampai kecoklatan. Angkat ayam ke mangkuk besar dan sisihkan.
3. Tambahkan sisa minyak ke panci di atas api yang tinggi. Begitu minyak panas, tambahkan bawang bombay, paprika, dan bawang putih, beserta sisa setengah bumbu. Aduk rata dan masak sampai sayuran empuk, 2 menit. Tambahkan sayuran ke mangkuk ayam yang dimasak.
4. Tambahkan kaldu, tomat, dan pasta kering ke panci yang sama. Tuangkan air sampai mendidih. Tutup dan biarkan masak selama 15 menit.
5. Saat pasta dimasak, tambahkan ayam dan sayuran kembali ke panci yang sama. Tambahkan lada hitam yang baru digiling secukupnya. Aduk untuk menggabungkan dan memanaskannya
(Resep untuk Tomato Basil Shrimp)
Bahan-bahan yang diperlukan:
-1 sendok teh minyak zaitun
-1/2 bawang kuning besar, potong dadu
-garam dan merica secukupnya
-1 kilogram udang, dikupas dan dikhususkan
-2 siung bawang putih, cincang
-2 cangkir saus tomat polos
-2 cangkir bayam segar, cincang kasar
-1/4 cangkir keju parmesan parut
-1/4 cangkir basil segar, cincang
Cara mengolahnya:
1. Panaskan minyak zaitun dengan wajan besar dengan api sedang.
2. Tambahkan bawang merah potong dadu ke dalam minyak dan bumbui dengan garam dan merica secukupnya. Aduk dan masak 2-3 menit sampai bawang melunak.
3. Tambahkan udang dan bawang putih ke wajan dan aduk untuk dikombinasi. Masak, aduk terus selama satu menit sampai udang baru saja mulai menjadi merah muda.
4. Tambahkan saus tomat ke wajan dan aduk hingga rata. Masak 2-3 menit, aduk rata, sampai saus mendidih rendah.
5. Tambahkan bayam ke wajan dan aduk untuk dikombinasi. Masak tambahan 2-3 menit sampai bayam layu dan udang matang. Cicipi dan tambahkan garam dan merica sesuai kebutuhan.
6. Keluarkan wajan dari api. Top dengan keju parmesan dan kemangi lalu sajikan segera.
(Dan juga resep untuk Sachetorte)
Bahan:
100 g mentega tawar
50 g gula pasir halus
7 kuning telur ayam
1 putih telur utuh
125 g dark cooking chocolate, lelehkan
3 putih telur ayam
25 g gula pasir halus
40 g tepung terigu protein sedang
95 g almond bubuk
5 g cokelat bubuk
Dark Chocolate Glaze:
15 g glucose
50 g gula pasir
80 ml Fresh Cream
40 ml air
170 g dark cooking chocolate, cincang kasar
Cara membuat:
Kocok mentega dan gula hingga lembut.
Tambahkan telur satu per satu sambil kocok hingga rata.
Tuangi cokelat leleh, aduk rata.
Tambahkan campuran terigu, aduk hingga rata.
Kocok putih telur hingga berbusa dan naik, tambahkan gula sedikit demi sedikit hingga kental.
Tambahkan putih telur kocok ke dalam adonan.
Aduk perlahan hingga rata.
Tuang ke dalam loyang bundar 20 cm yang sudah disemir mentega.
Panggang dalam oven panas 180 C selama 30 menit hingga matang.
Angkat dan dinginkan.
Dark Chocolate Glaze:
Masak glucose, gula air dan cream hingga mendidih.
Angkat.
Tuang rebusan cream yang masih panas ke dalam wadah berisi cokelat cincang.
Aduk perlahan dengan sendok kayu hingga lumer dan kental.
Penyelesaian:
Potong cake membujur menjadi dua bagian
Olesi bekas belahan dengan selai aprikot atau raspberry.
Tumpuk kembali, olesi permukaan dan sisinya dengan selai.
Siram dengan chocolate glaze hingga licin dan rata.
Diamkan hingga cokelat mengeras.
Hias sesuai selera.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Yo! Aku pulang! Ayo masak!" Tobias pulang dan langsung berjalan menuju dapur, yang diikuti oleh Jonah.
Tidak ada yang terjadi saat proses memasak, ataupun plating. Semuanya mereka kerjakan sampai jam lima sore. Masih ada waktu untuk mereka mandi, dan berganti pakaian.
Tepat jam tujuh malam, suara bel menandakan seseorang berada di depan rumah. Tobias berlari kedepan untuk membuka pintu, sedangkan Jonah menyiapkan gelas dan wine yang sudag di dinginkan terlebih dahulu.
Terlihat dari pintu, ada seorang lelaki dan perempuan paruh baya yang memasuki ruang makan itu. Penampilan mereka sangat rapi, seperti orang ingin menghadiri pertemuan. "Bunda, Ayah. This is my friend, his name is Jonah" Tobias memperkenalkan Jonah kepada orang tuanya. "Hello Jonah how do you do, my name is Brandon Hemmington and my wife, Hannah Hemmington" kata Ayah Tobias sambil mengulurkan tangannya "hello sir, ma'am. My name is Jonathan Alexander how do you do"
'Yaelah pake bahasa inggris segala, alay' batin Jonah.
Ketika mendengar nama Jonathan Alexander mata ayah Tobias membulat, ia tidak tahu kalau anaknya berteman dengan musuhnya, 'ini tidak bisa dibiarkan, anak ini harus jauh-jauh dari Tobias!' Batin ayah Tobias. "Ah, mari kita makan. Pasti kalian sudah menyiapkan ini semua kan? Ayo kita nikmati bersama"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Tobias bisa kita bicara?" Ayah Tobias bangun dari duduknya menuju ruang tamu. "Oke ayah" Tobias mengikuti. ''Kau berteman dengan anak dari Thesar?" Interogasi Ayah Tobias. "Iya memangnya kenapa? Aku tidak boleh berteman dengan musuh ayah? Kan anaknya baik" Jawab Tobias. "Ayah tidak mau kau berteman dengan anak itu lagi. Hari senin besok adalah hari terakhir pertemanan kau berdua" Tobias mengelak "tidak! Dia berteman denganku selamanya!"
*plak*
Tobias memegang pipinya yang terasa panas. Ia tidak percaya kalau ayahnya sendiri sudah menamparnya. "Ayah tidak mau tahu. Pokoknya kau dan dia harus berhenti berteman" lalu ayah Tobias meninggalkan Tobias termenung seorang diri.
.
.
.
.
.
.
"Sebenarnya aku dan istriku akan menghadiri suatu acara lagi. Jadi kami akan pergi sekarang" Ucap ayah Tobias. Di lain sisi Tobiad hanya mengagguk tetapi tidak mengatakan apa-apa. "Baiklah, nak. Kami pergi dulu ya. Dan Tobias," Tobias menoleh saat namanya dipanggil "jangan lupa lakukan itu" lalu Ayah dan Ibu Tobias pergi, meningalkan Tobias dan Jonah yang masih ada di depan pintu. "Melakukan apa Tobias?" Tanya Jonah penasaran. "Bukan apa-apa, ganti bajumu dan tidurlah, hari ini biar aku yang mencuci piring" Tobias lalu pergi meninggalkan Jonah yang kebingungan akan sikap sahabatnya itu
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
#skip
Sekarang sudah hari senin, hari ini Jonah akan pergi dari apartement Tobias. Yah walaupun apartement ini seperti kandang ayam, tetapi cukup nyaman, walaupun tidak senyaman rumah sendiri. "Jonah, hari ini kau pergi kan?" Tobias masuk ke kamar tamu, tempat dimana Jonah tidur. "Ah, iya. Mamaku akan menjemput" Tobias lalu melemparkan sebuah benda ke arah Jonah. Untung Jonah bisa menangkapnya, benda itu sedikit berat, tapi kan lumayan kalau kena kepalanya.
"Apa ini?" Tanya Jonah, "itu adalah hadiah dariku, ucapan selamat tinggal. Yah, siapa tau berguna" baru saja Jonah ingin berterima kasih, tiba-tiba belnya berbunyi. "Itu pasti ibumu, ayo kuantar. Sudah selesai kan?" Jonah mengangguk lalu memasukkan kado dari Tobias ke dalam tasnya.
Tobias membuka pintu apartementnya, dan benar saja. Disana ada sosok yang sangat Jonah rindukan. Mamanya. Jonah langsung keluar dari apartement Tobias, menuju lorong apartement dan berdiri disisi Mamanya. "Nak Tobias, terimakasih ya sudah mau menjaga, dan merawat Jonah. Pasti bayi besar ini sangat merepotkanmu" Tobias hanya menggeleng tidak mengucapkan sepatah kata sama sekali. "Baiklah, kalau begitu kami permisi ya, Sampai Jumpa Tobias." Mama Jonah melambaikan tangan, tanda perpisahan.
Tetapi Tobias tidak membalasnya sama sekali.
Setelah dirasa sudah jauh, Tobias menutup pintunya, lalu bersender dibalik pintu itu, sambil menutup wajahnya yang sudah basah dialiri oleh air matanya sendiri. Isakan-isakan kecil dapat terdengar dari setiap sudut apartement itu.
Untung saja temannya sudah pergi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
#skip
Jonah dan Mamanya sekarang berada di kontrakan yang disewa oleh Mamanya seminggu yang lalu. Karena harta kekayaannya di cabut oleh pemerintah, maka mereka harus pergi dari rumah mewah mereka.
"Jonah..." Mama Jonah memanggilnya dengan lembut. "Ada apa mah?" Mama Jonah tanpak ingin berbicara sesuatu, tetapi ia ragu. "Nak, kau tahu kan kalau Papa sedang berada di penjara?" Jonah mengangguk "nak, kekayaan kita sudah dicabut oleh pemerintah. Kita tidak bisa lagi tinggal di rumah kita. Terpaksa, kita harus pindah, Jonah keberatan tidak?" Jonah syok. Kalau ia harus pindah maka ia tidak akan bertemu dengan Tobias, Stella dan teman-temannya yang lain. Ia tentu tidak mau jika ia harus pindah dan meninggalkan semuanya.
Tetapi ia tidak ingin menyakiti hati Mamanya dengan berkata tidak mau.
"Memangnya kita mau pindah kemana mah? Jauh gak dari Jakarta?" Tanya Jonah dengan hati-hati. Mama Jonah hanya tersenyum lalu menepuk kepala anak semata wayangnya itu dengan lembut. "Gak jauh kok nak. Cuma di daerah Jawa Barat aja" Jonah menghela nafas, ia merasa tenang sekarang, hanta di Jawa Barat, ia pikir Mamanya akan menyewa rumah di daerah Bandung, Dago, dan kota-kota besar yang lain.
Tetapi, ekspetasi itu jauh sekali dengan realita.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jonah
"Ma, sekarang kita ada dimana?" Aku memerhatikan daerah sekitarku. Disini sangat sepi. Mama hanya diam, tidak merespon pertanyaanku sambil membuka pintu rumah kecil yang terlihat lusuh dan kotor, "yak, nak. Selamat datang dirumah barumu ya, walaupun tidak seperti rumah kita yang dulu, tetapi kalau kita bersama semua akan nyaman kan?" Aku menatap mama nanar, aku kasihan dengan mama pasti banyak pikiran yang sedang ia tanggung, tapi tetap berusaha tersenyum agar aku tidak khawatir. "Iya ma, betul itu!" Kataku sambil berusaha tersenyum.
Dirumah kecil itu terdapat 2 kamar tidur, dan 1 kamar mandi yang ukurannya kecil, dapurnya terhubung dengan halaman belakang yang amat sangat luas, atau yang bisa kubilang hutan. Ya, dibelakang rumahku ada hutan yang ditumbuhi oleh pohon-pohon tinggi yang sangat menyeramkan. Bahkan aku tidak tahu apakah disana ada hewan buas, yang memakan manusia.
Sekarang aku sedang berdiri di kamarku, aku tidak ada niatan membuka sepatuku atau sekedar duduk di kasur yang tipis yang terlihat kumuh. Aku mual, ingin sekali aku muntah, mana bau tikus mati pula. Mama masuk dan mendorongku untuk duduk di kasur tipis itu. Rasanya seperti kau menduduki selembar kertas, sangat tipis sampai kau bisa merasakan kayu yang ada di bawah kasur.
"Nak, duduk dulu ya. Mama mau bersihin dulu" mama menyapu lantau yang terbuat daru tanah, tidak memakai ubin, walaupun disapu sampai botak pun tidak bisa bersih. Mama menyapu dan membersihkan sarang laba-laba yang ada di setiap sudut ruangan. Lalu mengelap kaca yang sangat berdebu.
"Nak mulai lusa kamu masuk sekolah ya? Mama udah ngurusin semua keperluan sekolah kamu, kamu tinggal dateng, dan belajar. Oke?" Aku mengangguk sambil membereskan semua pakaian yang kubawa. Setelah selesai, aku memutuskan ingin tidur siang, suasana disini sangat sepi dan sejuk. Well, sebenarnya mendung sih, tapi kalo panas kan gak enak.
Aku berbaring diatas kasur itu, sedikit tidak nyaman, tetapi daripada tidur dilantai? Aku tidak mau menggunakan bantal yang sudah dikeluarkan dan dibersihkan oleh mama dilemari. Lebih baik aku memakai tas saja. Setelah beberapa lama akhirnya aku terlelap.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
#malamnya
"Ma, kita makan apa?" Saat aku bangun matahari sudah tertidur, perutku berbunyi tanda minta diisi, aku beranjak dari tempat tidurku, niat mencari mama dan meminta makan. Ternyata mama sudah berada di dapur sedang menyiapkan makan malam -sepertinya-. Lalu mama menengok dan memberiku sepiring ubi bakar. Sebelah alisku terangkat. ''Loh mah cuma ubi? Gak ada telur, atau daging gitu?" Mama hanya menggeleng "mama belum beli nak, tadi niatnya mau beli. Cuma kamu sendirian di rumah, mama khawatir" lalu kembali lagi dengan kesibukannya.
Aku, tidak ingin menjadi beban bagi orang tuaku. Sekali lagi hanya bisa mengangguk pasrah dan memakan ubiku dalam diam. Berharap disekolah besok aku tidak mendapat kesialan.
.
.
.
"Ma, aku tidur sama mama ya?" Pintaku sambil memegang tangan mama "loh, kenapa Jonah? Jonah kan sudah besar. Katanya tidak mau tidur sama mama lagi" mama yang tadinya sedang melipat baju-bajunya berhenti dan memusatkan atensinya kepadaku "ih, maa. Itukan dulu. Sekarang kita dirumah baru, lingkungan baru. Mana diluar sana hutan belantara. Pasti ada penghuninya, baik nyata ataupun maya" mama berpikir sejenak lalu mengangguk, "oke. Boleh kok, Jonah tidur sama mama" aku memeluk mama dan langsung lari kekamarku untuk membawa semua barang-barang yang ada disana. Lalu kembali lagi ke kamar Mama. "Mama gak kemana-mana kok, tenang aja Jonah. Udah malem, ayo tidur." Aku langsung mengambil posisi dipojok tempat tidur, dekat dengan tembok. Awalnya aku takut, tetapi mama langsung memelukku, dan menyelimutiku. Benar kata orang-orang tidak ada pelukan yang paling nyaman daripada pelukan ibu. Rasanya sangat nyaman dan hangat, seakan angin makam yang dingin tidak mengenaiku. Tidak lama setelah itu, aku tertidur. Memasukki bunga mimpi yang membuatku takut, tetapi karena aku ingat ada mama, bunga mimpi yang tadinya menyeramkan. Berubah menjadi menyenangkan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"sejujurnya, ku tak bisa~~"
'Sura musik dari mana itu' aku masih setengah tidur, tetapi sudah ada lagu-lagu aneh yang memasukki indra pendengaranku. Sehingga aku terganggu.
"Hidup tanpa ada kamu aku gila"
Aku mulai geram, lagu itu benar-benar mengganggu waktu tidurku.
"Seandainya kamu bisa"
Aku bangun dan mendapati mama yang sedang terduduk dipinggir tempat tidur. Mama sepertinya juga baru bangun.
"Mengulang kembali lagi cinta kita
Takkan ku sia-siakan kamu lagi"
Lagu terhenti saat aku baru saja ingin menanyakan darimana suara itu berasal. Mama mematikkan sebuah handphone yang mengeluarkan lagu tadi, ternyata itu alarm.
Mama meregangkan tubuhnya. Lalu menengok kebelakangdan mendapati aku yang sudah bangun, terduduk diatas kasur. "Oh, Jonah. Apakah mama membangunkanmu?" Aku mengucek mataku yang kabur, dan menggeleng. "Gak kok mah. Tadi ada alarm bunyi, jadi ya Jonah bangun aja. Lagian Jonah kan mau berangkat sekolah." Mama terkekeh. 'Apakah ucapanku ada yang aneh?' Tanyaku dalam hati "nak, sekarang baru jam empat loh." Aku bengong "hah? Jam 4? Mama ngapain bangun jam segini?" Mama bangun dari tempat tidur dan berjalan ke lemari. "Mama mau menyetrika baju kamu dulu, lalu habis itu mama masak, buat bekal kamu, siap-siap. Terus baru nganter kamu" lalu mama mengeluarkan alas untuk menyetrika dan setrika listrik yang sudah dinyalakan.
Walaupun rumah kecil seperti ini, tetapi masih ada sumber listrik dan air bersih. Itupun sudah membuatku cukup bersyukur.
"Emangnya Jonah masuk jam berapa, terus pulang jam berapa mah?" Tanyaku "seingat mama, kamu masuk jam tuhuh pulangnya jam satu" aku terkejut, cepat sekali. Enak ya seperti SMP dulu "serius mah?" Mama mengangguk "seingat mama loh ya, nanti kita tanya kepala sekolah lagi. Nah, sekarang kamu tidur lagi aja sana, nanti jam setengah enam mama bangunin" aku mengangguk semangat dan kembali tidur.
.
.
.
.
.
.
.
#skip
"Silahkan masuk nak. Perkenalan diri dulu ya" kata wali kelasku bu Rahma. "Hello, everybody my name is Jonathan Alexander biasa di panggil Jonah sama teman-temanku." Seluruh kelasku hanya diam, hening tanpa ada satupun yang bersuara. Hanya burung-burung yang berkicau di pagi hari. Sampai ada satu orang anak yang berbicara
"ngapunten, kowe ngomong opo? (Maaf, kamu ngomong apa?)"
Semua penghuni kelas tertawa terbahak-bahak termasuk bu Rahma, walaupun beliau hanya terkekeh. Semuanya baru berhenti sampai ada salah satu siswa berbicara "dia itu memperkenalkan diri Aden, namanya Jonathan Alexander, atau yang biasa dipanggil Jonah, oleh temannya" aku mengangguk kepada siswa yang barusan berbicara itu, "aku ora ngerti (aku gak ngerti)" bicara lagi yang bernama Aden. Lalu ada orang yang memukul kepalanya "wak kau nyinyia, anok wak kau (kamu cerewet, diam kamu)" lalu ia kembali tidur, posisinya berada di samping Aden.
"John, jangan kasar" kata bu Rahma "iyo bundo (iya bu)" jawab anak yang bernama John. "Sudah Jonah silahkan duduk disamping Reza" ibu Rahma menunjuk kepada siswa yang memperjelas ucapanku tadi. Aku berjalan ke tempat dudukku, sesekali orang-orang pada melihat kearahku. Saat aku sampai, mengangguk seperti mempersilahkanku untuk duduk 'Sepertinya ia ramah.'
Realita itu tidak seindah ekspetasi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Jonah, ya?" Kata seseorang sambil menepuk pundakku. "Ah iya kenapa?" Ternyata adalah seorang siswi di kelasku. ''rahajeng semeng Jonah, kenken kabare? (Selamat pagi Jonah, apa kabar?)"
Ucap siswi itu. Aku hanya tersenyum karena jujur, aku tidak tahu apa-apa. "rahajeng semeng Sita (selamat pagi sita)" tiba-tiba Reza datang menyelamatkanku "Sita, dia tidak paham bahasa bali, gunakan saja bahasa Indonesia oke? Jangan bahasa daerah, karenz ia orang Jakarta, hanya paham bahasa Inggris." Sita hanya mengangguk dan kembali ketempat duduknya.
"Makasih ya Reza. Aku bingung loh tadinya mau jawab apa. Untung kamu dateng" kataku berterima kasih. "Jonah, di Indonesia itu banyak bahasa daerah, jadi kau juga harus setidaknya tahu bahasa di suatu daerah, agar kita juga bisa melestarikannya. Jangan bahasa Inggris melulu yang dibanggakan" Lalu ia pergi ke luar kelas. Aku terpaku, 'benar juga ya' selama ini aku selalu memakai bahasa asing, tetapi aku tidak tahu bahasa asli negeriku sendiri.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tobias menelponku kemarin, ia berkata kalau mulai saat ini aku sudah tidak menjadi temannya lagi singkatnya aku di -unfriend- aku menangis sejadi-jadinya. Tentu saja aku sedih sekali. Dia tidak bilang apa-apa tetapi ia langsung berkata seperti itu. -mama tidak tahu soal ini-.
Saat disekolahpun aku murung. "Ada apa?" Tanya Reza. Aku menggelengkan kepalaku dan kembali menaruhnya di lipatan tanganku.
.
.
.
.
.
"Anak-anak rapikan barang-barangmu kita akan pergi ke museum" perkataan Bu Rahma tadi membuat anak-anak bersorak gembira. Aku merapikan buku-buku yang ada di kolong dan atas mejaku. "Kamu kenapa sih?" Tanya Reza. "Gak kok, aku baik-baik aja" lalu menyangkutkan tasku ke bahu dan berjalan keluar untuk menyusul yang lain.
Jonah tidak tahu kalau Reza menatapnya curiga sekaligus cemas
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Ibu akan bagi kalian beberapa kelompok. Kelompok satu ada..."
Aku sudah tidak fokus lagi untuk mendengarkan ibu Rahma berbicara. Sampai akhirnya Reza menepuk pundakku "hei, kita satu kelompok" aku melihat dia bersama Sita, Aden, dan John. Ternyata kita satu kelompok. "Kita akan mengamati tentang kebudayaan Indonesia"
.
.
.
.
.
.
.
.
"Disebelah sana ada batik. Batik adalah kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan" jelas Reza, aku hanya mengangguk. Tidak peduli.
"Jonah, kalau kau ada masalah bilang saja pada kami oke?" Kata Aden. Aku terperangah "tak apa, kita akan membantumu jika kau ada masalah" timpal John. "Benar itu, kita pasti akan mencari solusinya!" Ucap Sinta dengan antusias. "Itu gunanya teman kan?" Ucapan Reza membuatku membulatkam mataku. Aku tidak percaya mereka ingin berteman dengan orang Jakarta bodoh sepertiku. "Baiklah, terma kasih semuanya. Kalian memang teman terbaik"
.
.
.
.
.
.
Semalam Tobias kembali menelponku. Ia minta maaf, dan ingin menjemputku dan ibuku agar kembali ke Jakarta. Tapu aku menolaknya.
"Kembalilah ke Jakarta Jonah! Aku akan menanggung semua biaya hidupmu"
"Maaf tapi kehidupanku sekarang lebih baik daripada yang dulu"
.
.
.
.
"Nak, mama kerja dulu ya" pamit mama. Sekarang mama bekerja di kantor kecamatan. Walaupun gajinya tak seberapa, tapi cukup ubtuk membiayai hidup kami sehari-hari. Papaku ternyata tidak melakukan korupsi, tetapi ini semua terjadi karena ulah Ayah Tobias yang jahat. Ia ingin papaku menderita. Ya, jadinya papa hanya dipenjara satu setengah tahun. Karena ia mengenal ayah Tobias. "Aku juga nanti ada kerja kelopok bareng Reza, Aden, John, sama Sita juga ma" mama mengecup keningku singkat "oke deh. Hati-hati ya, mama sayang Jonah. Belajar yang pintar ya" lalu mama pergi.
Singkat cerita karena aku tinggal di desa ini, aku jadi tahu mana yang teman, musuh, baik, dan jahat. Dan juga bahwa budaya dan bahasa Indonesia itu banyak, dan menarik!
Aku menutup pintu rumahku dan berjalan kesekolah untuk memulai hari, aku berjanji akan belajar mencintai bahasa dan budaya Indonesia! Bangga dengan Indonesia!
-fin-