Perempuan itu melihatnya aneh. Itu bukan sikap manusia normal. Semestinya ada reaksi jika seseorang ditabrak orang lain. Bisa saja marah atau memaki, bisa juga menanyakan keadaan dan menunggu ia bangun. Tapi sikapnya terlalu dingin. Tak terpahamkan.
Perempuan itu bergegas bangun dan merapat ke barisan. Ia sudah telat. Para senior dengan congkaknya membentak keras. Bahkan orang tua perempuan itu tak pernah bersikap demikian.
“Pincang kaki kau, neung?”
“Tak bang”
Lalu semua senior berkumpul berdiri di hadapannya. Seperti kerumunan Heina yang mendapatkan anak rusa.
“Siapa nama kau, neung?”
“Cut Alya Syah Alam.”
“Prodimu!!??”
“Mahasiswa Fakultas Dakwah program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.”
“Kau calon, neung!!!, siapa yang cakap kau mahasiswa!!!???”
“Calon Mahasiswa Fakultas Dakwah program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.”
“Kenapa kau terlambat, apa pasal!!?”
“Tadi, bila , saya ditabrak orang dan terjatuh kat sana.”
“Kenapa jatuh, pincang kau, !??” bahasanya mulai tak enak.
“Saya ditabrak seseorang kat sana, bang.” Alya meyakinkan mereka.
Penjelasan Alya mulai tak di dengar, dianggap alibi. Ketua ospek itu menyuruhnya untuk mencari laki-laki itu sebagai pembuktian bahwa Alya benar-benar jatuh karena ditabrak olehnya. Lalu, Alya bergegas untuk mencarinya. Belum sampai beberapa meter. Langkah cepatnya berhenti. Mahasiswa otoriter itu kembali meradang dan meneriaki dengan keras kenapa ia berhenti. Lantas, Alya pun menunjuk Ajar yang sedang duduk mengelus seekor kucing.
Ajar di panggil oleh mereka, panitia ospek itu. Mereka seniornya. Ia berjalan dan mendekat. Berdiri di hadapan calon mahasiswa baru. Itu seharusnya memalukan. Sang ketua mulai menanyakan perkara itu, dimulai dengan intonasi lembut.
“Gam, apa benar kau menabraknya?”
Ajar hanya diam dan melihat Alya untuk kedua kalinya.
“Gam!!, benar kau menabrak adek ini!?” suaranya kembali mengasar.
Ajar tetap diam dan mulai memandang mata sang ketua. Merasa malu diacuhkan di depan para senior mudanya, Sang ketua pun mulai memperbaiki martabatnya.
“Sebut nama kau dan Turun, 25 kali!!”
Seketika itu pula, Ajar langsung tengkurap dan push-up. 25 kali dengan menyebut namanya sebanyak itu pula. Diselesaikan tidak lebih dari satu menit. Lalu ia bangun kembali dan membersihkan telapak tangannya.
“Turun kau, neung, 15 kali. 10 kali untuk terlambat, 5 kali karena berbohong.”
Alya terkejut. Ia bahkan tidak pernah tengkurap naik turun seperti itu. Alya melihat ke arah Ajar dan matanya berkaca.
“Turun,!!! Pakak kau, neung??!!”
Alya mulai jongkok dengan pelan dan menapak tangannya di lantai.
“Aku menabraknya kat sana, dia sedang bergegas untuk berkumpul kat sini.!” Ajar cepat mengomentari.
“Kenapa kau menabraknya?” pertanyaan itu halus namun bernuansa ancaman.
“Karena dia cantik.” Sahutnya sambil melihat ke arah Alya.
Seketika, tawa para calon mahasiswa membahana ke seluruh penjuru kampus. Sang ketua meringis marah dengan wajah merah. Ajar, dia tidak banyak berbicara dan mulai turun menggantikan push up Alya. 15 kali sesi pertama. 15 kali sebagai denda dan 15 kali lagi sebagai bunga. Seperti bunga tabungan di bank. Konsep riba dalam hukuman.
Alya. Ia hanya tertegun. Wajahnya memerah. Di 5 kali push-up terakhir. Ajar melihat wajahnya untuk ketiga kali. Dia memang cantik.