Aku merindukanmu.
Dua kata yang selama seminggu ini selalu menghiasi pikiranku. Rasa sakit akan kehilangan dan rasa bersalahku padamu terus menghantui mimpiku. Tiap malam kuterbangun mendengar kau memanggil namaku. Kupikir mungkin aku terkena kutukan karena menyimpan sebagian tubuhmu hingga membuatmu tak tenang disana tapi, ketika hal itu terjadi dan kupandangi wajahmu, senyumanmu langsung membuatku kembali tenang.
Sakit hati...
Ya, penyakit yang kuderita sekarang adalah itu. Karena dirimu, aku masih suka berbohong di depan rakyat desaku. Karena dirimu, hidupku jadi tak menentu. Karena dirimu, aku merasa menyesal. Kenapa saat kau ada aku tidak pernah memperlakukanmu dengan baik? Kenapa saat kau menangis aku tidak pernah ada disampingmu? Kenapa saat kau menyatakan cintamu aku tak membalasnya? Kenapa saat kita bertengkar aku berbohong padamu? Melihatmu pergi meninggalkanku, kenapa aku tidak menahanmu? Kenapa...kenapa aku baru menyadari itu semua setelah kau mati?!
Praang!
Tak sengaja kulemparkan gelas sake yang sedari tadi kupegang ke halaman belakang kamarku hingga membuatnya pecah. Aku tertegun memandangi pecahan-pecahan gelas sake milikku di atas rerumputan hijau. Mungkin karena sudah larut malam tidak ada satupun orang yang menampakkan batang hidungnya dengan wajah khawatir. Kini, kembali kulanjutkan perenunganku yang sudah berjalan selama beberapa jam.
“Kenangan ini...kenangan yang sudah kita buat, sekarang sudah berubah menjadi air mata.” aku tak sadar jika mulutku mulai bersuara.
“Dan sekarang kau sudah tidak ada lagi.” rasa sakit itu kembali bermunculan di rongga dadaku.
“Aku harap waktu bisa diputar kembali agar aku bisa merubah semuanya.” ya...kuharap itu bisa terjadi.
“Kau tahu? Sakit rasanya mengingatmu tapi di waktu yang bersamaan rasanya sulit untuk melupakanmu.” kutertunduk lesu mengakui hal itu.
“Sekarang aku sedang berusaha untuk bangkit dari keterpurukan karena aku tidak ingin membayangkan wajahmu yang menangis melihatku lemah seperti ini.” aku berusaha menghibur jiwaku yang sepi.
“Ah, benar. Kau tahu, Krisan?” tanyaku yang tak dijawab olehnya. “Walau orang lain mengatakan aku harus mencari penggantimu tapi aku tidak akan mencarinya karena aku tidak bisa. Mengapa? Karena aku milikmu sekarang.” aku mulai membayangkan wajah tersipu malunya yang imut itu.
“Ck! Jangan salahkan aku jika aku tidak ada mengatakan padamu, aku mencintaimu. Karena untuk saat ini aku hanya ingin mengatakan...”
Bahwa aku...
“Kau punya tempat tinggal?”
“Ti-tidak.” jawaban yang keluar dari mulutnya mendapat balasan yang makin tajam dari mata pemimpin klan Date. ”Uh, Masamune-sama—”
“Bagaimana jika kau tinggal disini?”
“Apa?!” teriak Krisan dan Koujiro bersamaan.
“Kenapa kau ikut berteriak?” pertanyaan itu ditujukan kepada tangan kanannya.
“Bu-bukan begitu..hanya saja—”
“Anda serius?”
“Of course I’m serious! Kau bisa tinggal disi—”
“Untuk sementara?”
“Mmm...jika kau ingin tinggal untuk sementara tidak masalah.”
“Dan asal Anda tau, Krisan sangat mencintai Anda.”
“Masamune..sama..” panggil Krisan sedih.
“Masamune-sama, bangunlah!! Ayo buka matamu!!! Anda bisa mendengarku, kan?!”
“Selamat makan!”
“Maafkan aku! Sungguh maafkan aku!”
“Harum.”
“Uh?”
“Baumu harum seperti bunga krisan.”
“Maaf..membuat kalian-duh ribet sekali..menunggu lama, hehehe.”
“Padahal...padahal aku sudah mempercayaimu sejak pertama kita bertemu...”
“Aku mencintaimu, Masamune-sama.”
Kutatap wajahnya yang tersenyum dengan mata tertutupnya seolah-olah sedang memandangiku.
“Aku merindukanmu.”
END