Read More >>"> Heartache (7. Heartache) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Heartache
MENU
About Us  

“Uh, gelap.” kulihat warna gelap mengelilingi sekelilingku.

“Jadi....aku sudah mati, ya?”

Daisukiyo~

Anata to hitotsu ninareru no nara~

Koona shiawa sewanaiwa~

Owajiwa i kaga?”~

Tiba-tiba indra pendengaranku mendengar suara merdu yang sangat kukenal.

“Mungkinkah...?”

Kupaksa sedikit membuka kedua mataku dan mendapati sekelilingku kini berubah menjadi berwarna putih dan juga kosong. Awalnya kurasakan kehampaan di dalam sana namun tak lama kehampaan itu berubah saat kembali kudengar suara khas merdu itu. Penasaran, segera kulangkahkan kakiku mendekati asal suara dan kulihat ada segerombol anak kecil, para orang tua, dan muda-mudi tengah mengelilingi wanita berpakaian kimono bercorak bunga krisan. Tidak seperti biasanya wanita berjari lentik itu memakai kimononya utuh mirip saat dirinya memakai kimono waktu festival kembang api tempo hari. Mereka tampak menikmati permainan dan suara wanita berjari lentik itu. Aku terpaku memandangi wanita yang membelakangiku itu. Kuamati dia lekat-lekat, takut jika orang-orang yang ada dihadapanku hanyalah fatamorgana.

“Ah, Masamune-sama!” aku panik ketika salah seorang anak perempuan menunjuk dan berteriak memanggil namaku. Sontak semua orang termasuk dia menolehkan kepala mereka dan menatapku dengan gembira.

Saat itu aku tidak yakin apakah benar mereka begitu gembira menatapku karena mataku sedari tadi hanya memandangi dirinya yang balas menatapku dihiasi senyum manis yang selalu membuat jantungku ketar-ketir.

“Masamune-sama!” sapa wanita berjari lentik itu padaku.

Kubuka paksa mulutku yang terkatup rapat namun tak kunjung terbuka juga.

“Masamune-sama!” panggil wanita berjari lentik itu lagi sembari melambaikan sebelah tangannya, seakan-akan memberi tanda bahwa aku harus mendekati mereka.

Kali ini mulutku berhasil terbuka tapi suaraku tak kunjung keluar.

Ow, shit!, umpatku kesal. Aku ingin sekali memanggil namanya tapi tidak bisa! Aku frustasi dibuatnya.

“Masamune-sa—”

Syuut! Splash!

Seperti adegan slow motion, aku melihat kepala wanita itu terlepas dari tubuhnya.

Truk tuk tuk!

Kepala wanita itu jatuh ke lantai tanpa mengalirkan darah segar. Aku tak memperdulikan reaksi orang-orang disekitar wanita itu yang menatapnya datar karena mataku masih terpaku menatap kepalanya yang masih memasang ekspresi tersenyum kepadaku. Yang bisa kulakukan saat itu hanyalah diam mematung, menyadarkan diri sendiri bahwa ini hanyalah mimpi buruk belaka dan berteriak memanggil namanya.

                                                                                                                     **********

“Krisaan!!!” teriak Masamune bangkit dari tidurnya.

“Masamune-sama!”

“Ukh!” tak lama dirinya merasakan rasa sakit disekujur tubuhnya. Dilihatnya bajunya begitu basah oleh keringat, suhu tubuhnya yang panas, beberapa lilitan perban disekujur tubuhnya, dirinya juga merasakan napasnya yang memburu.

“Syukurlah Anda selamat.” kata Koujiro memulai pembicaraan. Tuannya langsung menatapnya tajam.

“Apa maksudmu aku selamat?”

“Anda tidak ingat?” tanya Koujiro mengkerutkan kening khawatir. “Selama dua hari kondisi Anda kritis karena racun di dalam peluru milik Krisan.” mendengar nama wanita berjari lentik itu disebutkan membuat otak Masamune kembali bekerja mengingat kejadian dua hari yang lalu.

“Krisan...ada dimana dia?” untuk beberapa detik lamanya Koujiro tak berani menjawab. Mulutnya yang terkunci rapat membuat kening Masamune mengkerut. Seketika firasat buruk menimpanya.

“Kenapa kau tidak menjawab?”

“I-itu...” malas menunggu respon dari tangan kanannya, Masamune bangkit berdiri, mengganti pakaiannya dan berlari keluar walau tertatih-tatih.

“Masamune-sama! Anda mau kemana?” teriak Koujiro berusaha menghentikan langkah tuannya.

“Jangan halangi aku!” jawab tuannya pendek. “Aku mau mencari Krisan.” tukasnya segera pergi menuju Kastil Zenboku.

                                                                                                    **********

Aku berlari menuju kastil terkutuk nan megah itu dengan tergopoh-gopoh. Disertai hujan badai yang menerjang, kulangkahkan keempat kaki kuda kesayanganku ke tempat tujuan. Sesampainya di depan pintu gerbang, aku dan tangan kananku bertemu dengan dua orang penjaga pintu gerbang bermantelkan kimono dan katana di pinggang sebelah kirinya. Aku tak menyadari jika ada dua orang lain lagi yang berada tepat di belakang mereka.

“Tangkap ini!” teriak Samurai A melemparkan sesuatuyang panjang, berukuran sedang dan memiliki empat rumbai-rumbai panjang-pendek. Entahlah apa itu, aku hanya menyuruh tangan kananku menangkapnya karena lemparannya melesat jauh melewatiku.

“Koujiro!” teriakku yang langsung mengerti akan instruksiku.

Buk! Sreek!

Kudengar suara bantingan keras dan suara sepasang sendal yang bergesekan dengan tanah kering. Kubayangkan Koujiro berhasil menangkap sesuatu itu. Dalam waktu satu detik kutunggu informasi darinya namun yang kudapatkan teriakkan seorang Samurai A bersuara kembali.

“Kalian tidak ingin ketinggalan yang ini juga, kan?”

Sontak kepalaku langsung menoleh ke langit biru mencari-cari sesuatu yang dilemparkan orang itu lagi pada kami. Dalam silaunya terik cahaya matahari, samar-samar kulihat sesuatu yang lain ini berbentuk bulat sedikit lonjong dan memiliki semacam rambut atau bulu yang panjang.

Hup! Buk!

Dapat!, seruku heboh dalam ketegangan karena tak butuh waktu lama bagiku untuk menyadari apa yang sedang kupegang.

Ketika kubalikkan, kulihat dengan sangat jelas kening; alis panjang; mata teduh yang seolah-olah sedang menatapku dengan mata tertutup; hidung mancung dan bibirnya tersenyum manis yang selalu membuatku tergoda untuk menikmatinya itu; kini berada di genggaman tanganku. Kepala wanita berjari lentik itu, kepala milik Krisan. Kutekankan pada diriku sendiri yang masih tidak percaya dengan mengatakan ini hanyalah mimpi buruk keduaku, jika kepala Krisan-ku ada di tanganku.

Daripada menghabiskan waktu kuputuskan untuk segera kembali ke desa. Selama perjalanan kembali pulang tidak ada satupun diantara kami yang berbicara. Koujiro membawa tubuh Krisan yang sudah tak bernyawa sedangkan aku membawa kepalanya. Aku menyuruhnya untuk tidak memberitahukan kepada penduduk desa jika Krisan sudah mati, ini hanya sementara karena aku yakin penduduk desa pasti sangat terpukul akan kepergian wanita berjari lentik ini. Aku tak ingin melihat ratap tangis mereka, aku tak ingin suasana berkabung terus menghantui desaku, aku tak ingin mereka merasa bersalah karena tidak bisa melindungi Krisan dari klan Kira, biarlah aku yang menanggung semua ini. Jadi yang mengetahui jika Krisan sudah mati hanyalah aku, Koujiro dan anak buahku di kediaman klan Date.

Setibanya di tempat kediaman, kukabarkan berita mengenai Krisan kepada anak buahku yang lain dan dugaanku benar mengenai yang tadi. Ada yang menangis, menjerit histeris, melukai diri sendiri dan masih banyak yang lainnya.

Cih! Aku benci ini!

Karena aku tak ingin mengeluarkan keenam pedang kesayanganku dan membanjiri tempatku tinggal dengan darah penuh dosa, kuputuskan untuk pergi ke kamar sembari menyuruh Koujiro untuk membawa mayat Krisan ke sana.

 

Setibanya di kamarku...

“Ceritakan padaku apa yang terjadi selama aku kritis.” pintaku pada tangan kananku.

Aku sampai lupa akan lukaku di sana-sini. Aku tak memperdulikannya, aku merasa baik-baik saja sekarang—secara fisik dan psikologi—padahal hatiku berkata lain. Aku terus membohongi diriku sendiri.

“Selama dua hari Anda kritis karena terkena racun mematikan dari peluru Krisan. Kami sangat bersyukur Anda bisa selamat dari jurang kematian, padahal tabib memprediksi Anda tidak akan selamat karena kondisi Anda yang makin hari makin menurun.” tangan kananku mulai bercerita.

Aku malah tidak memperhatikannya. Yang kuperhatikan adalah tubuh Krisan yang terbaring di atas futon milikku dan kepalanya yang ditaruh disamping tubuhnya.

“Macan dari Kai, Sanada Yukimura, kondisinya juga sempat memburuk lantaran bertarung dengan Si Raja Iblis, Kira Saka—”

“Apa yang terjadi dengan Pak Tua Gorila itu?” tanyaku memotong ketika tangan kananku menyebut nama Pak Tua Gorila itu. “Apa orang itu yang memenggal kepala Krisan?”

“Dia...” jawabnya dihiasi jeda sejenak. Pandanganku langsung teralihkan padanya. Kutatap Koujiro tak sabar. “Dialah yang memenggal kepala Krisan dan juga...dia sudah mati.”

“Apa?!”

“Takeda Shingen dari klan Takeda bekerja sama dengan Bishamon (Dewa Perang), Shimura Kenshin dari klan Shimura untuk membunuh Kira Sakamoto.”

Aku syok luar biasa mendengarnya. Sebegitu kuatkah Kira Sakamoto sampai harus dua orang yang melawannya?

“Apa kau ikut membantu mereka melawan Pak Tua Gorila itu?”

Masa bodoh dengan yang namanya kerja sama. Dari dulu sampai sekarang aku benci dengan yang namanya kerja sama. Kerja sama itu sangat merepotkan, tidak bisa leluasa melakukan suatu hal karena harus disepakati bersama, belum lagi kita tidak tahu jika rekan kita bisa diandalkan dan dapat dipercaya. Bagaimana kalau hal itu berkebalikan? Otakku sekarang sudah dipenuhi balas dendam setelah apa yang telah mereka perbuat pada Krisan!

Bukan jawaban yang kuterima darinya melainkan luka bekas jahitan di lengan kirinya yang pertama ditunjukkannya padaku sebelum dia menjelaskan.

“Selama dua hari perang berlangsung tanpa henti. Setelah saya, Sarutobi Sasuke dan Kasuga—tangan kanan Shimura Kenshin—berhasil membunuh Oboro, kami bertiga langsung membantu pemimpin kedua klan tersebut melawan Kira Sakamoto.”

“Berlima..?” ucapku menganga tak percaya mereka semua sampai mengorbankan nyawa hanya untuk balas dendam.

“Lengan kiri saya hampir terputus ketika melawan Kira Sakamoto.”

“Jadi...mereka semua tahu jika Krisan sudah—”

“Krisan sudah meninggal.” Koujiro menyambung pernyataanku. “Hanya saja mereka tidak bisa mengambil mayat Krisan karena ini.”

Ditengah-tengah reaksi mataku yang melotot tak percaya, Koujiro memberikan sepucuk surat yang dihiasi beberapa tetes darah di atasnya.

Kuambil surat itu dengan tangan bergetar, sengaja tak kubuka surat itu agar mendengar penjelasan tangan kananku terlebih dahulu.

“Maaf jika saya lancang, tapi—”

“Apa isi surat ini?” akhirnya kesadaranku pulih! Kepalaku tertunduk makin ke dalam, tanganku makin erat menggenggam surat itu selama proses penjelasan dari Koujiro.

“Krisan meminta agar mayatnya diambil oleh Date Masamune dan meminta izin pada pemimpin klan Date agar mayatnya dikubur di tanah Desa Oushuu.”

Sejenak kuterdiam merenungkan sesuatu sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.

“Koujiro.”

“Ya?”

“Satu jam lagi kumpulkan semua orang di balai desa. Persiapkan segala yang perlu, aku ingin mengumumkan hal ini pada mereka.”

“Baik!” perintahku segera dilaksanakan olehnya.

Sejujurnya aku tak yakin dengan rencana mendadak yang kubuat. Aku sendiri sampai kaget bisa mengeluarkan perintah itu dengan seenak jidatnya pada tangan kananku. Sekarang ini aku hanya bisa mematuhi mulutku yang akan mengeluarkan kata-kata yang akan dikehendakinya.

                                                                                                   **********

Satu jam sudah berlalu. Penduduk Desa Oushuu sudah berkumpul di balai desa di bawah perlindungan tenda-tenda besar yang melindungi mereka dari rintik-rintik hujan. Bagi para lansia dan ibu-ibu hamil diberikan kursi untuk mereka duduk sedangkan yang lain duduk di lantai beraspal. Saat pemimpin klan Date menapakkan kaki memasuki balai desa menuju atas panggung, penduduk Desa Oushuu menatapnya heran mendapati tubuh kokoh Masamune bergetar tak karuan. Mereka menduga jika kondisi Masamune belum pulih total. Padahal kenyataannya bukan seperti itu. Hati dan tubuhnya berusaha memberontak ingin meratapi kesedihan, tapi Masamune melawan.

Aku baik-baik saja. Aku baik-baik saja!, batinnya berbohong.

“Masamune-sama, Anda baik-baik saja?” tanya tangan kanannya khawatir.

“Ya, aku baik-baik saja.” katanya lagi berbohong.

Sesampainya di atas panggung dengan tubuh bergetarnya Masamune membuka suara. Dia mulai menjelaskan dari awal mengenai Krisan, kehidupan, masa lalu, luka bakar di tubuh, tentang Krisan bisa menjadi buronan—bagian ini dijelaskan oleh Koujiro yang mendapat informasi dari klan Takeda— pertengkaran dirinya dengan wanita berjari lentik itu sampai dengan kematian Krisan. Tidak perlu dijelaskan lagi bagaimana sedih dan ratap tangis menghantui balai desa.

“Sebelum mati, Krisan meninggalkan surat untuk kita semua.” imbuh Masamune lagi. Sekejap para penduduk berusaha untuk tetap tenang mendengar kelanjutan pengumuman dari pemimpin mereka. “Dia meminta izin apakah mayatnya boleh di kubur disini atau tidak. Aku sebagai pemimpin kalian harus meminta persetujuan—”

“Kami mengizinkan mayat Krisan-san dimakamkan disini!” potong seorang kakek tua berdiri ditengah-tengah lautan manusia.
Masamune, Koujiro dan anak buah yang lain terkejut mendengar persetujuan penduduk  Desa Oushuu. Entah sejak kapan mereka berdiskusi tapi terlihat dengan sangat jelas raut wajah mereka yang sependapat dengan pernyataan kakek tadi.

“Kapan Krisan-san akan dimakamkan?”

“Biar kami yang menyiapkan keperluan pemakamannya.”

“Kami, para wanita akan memandikan jenazahnya.”

Satu per satu seruan bantuan sukarela berdatangan baik itu dari penduduk desa maupun dari anak buah pemimpin klan Date. Masamune tersenyum kecil mendapat bantuan dari ratusan ribu jiwa di Desa Oushuu.

“Kalau begitu sudah diputuskan!” ucapnya lantang. “Besok pagi akan diadakan pemakaman yang layak untuk Krisan. Kalian semua, persiapkan segala sesuatunya dengan baik!”

“Siap, laksanakan!” ucap penduduk Desa Oushuu kompak ditengah-tengah suasana berkabung yang menyesakkan.

Karena sudah selesai, Masamune pamit undur diri dari khayalak ramai untuk segera kembali ke kediamannya. Tapi belum saja selangkah dirinya berjalan tubuhnya sudah roboh di tempat.

Bruukk!

“Masamune-sama!”

“Ketua!” teriak semua orang panik mulai mengelilinginya. Rupanya pemimpin mereka tidak benar-benar ambruk, kedua tangan dan kakinya berusaha kuat menopang tubuhnya yang lemah.

“Masamune-sama, apa Anda—”

“Sakit...!” katanya lirih. Dipegangnya dadanya dengan sebelah tangannya. “Rasanya...sakit...disini...” sambung Masamune lagi.

“Tunggu sebentar, Masamune-sama. Akan kupanggilkan tabib untuk—”

“Aku tidak tahan...!” Masamune meremas bajunya sendiri.

Makin lama hati dan tubuhnya tidak bisa diajak kompromi lagi. Ingin keluar tapi dirinya terlalu gengsi karena dilihat oleh orang banyak. Masamune ingin mengungkapkan perasaannya, rasa kesal dan marah akan dirinya sendiri, sedih atas kematian wanita berjari lentik itu tapi satupun kata tidak ada yang keluar. Terlalu sulit baginyauntuk berbicara. Dirinya sudah lelah untuk berbohong. Bohong jika dirinya baik-baik saja, bohong jika dia tidak ingin menangis, bohong jika dia tidak tersentuh akan kerja sama dari penduduknya, bohong jika dia tidak berterima kasih kepada klan Takeda dan klan Shimura yang sudah berhasil membunuh Kira Sakamoto, bohong jika dia terima kenyataan jika Krisan sudah tidak ada lagi, bohong jika dirinya tidak merasa bersalah atas kematian Krisan, bohong jika dirinya tidak sakit hati dan bohong jika dirinya tidak mencintai Krisan.

“Aku tidak tahan...aku tidak tahan lagi—”Koujiro memegang sebelah pundak tuannya, memberinya keyakinan bahwa semua orang merasakan hal yang sama seperti dirinya.

“Kami semua mengerti perasaan Anda. Kami juga merasa kehilangan dan itu membuat kami menangis.”

“Ugh...!” Masamune masih keras kepala, ditutupnya mulutnya rapat-rapat.

“Tidak akan ada yang menertawai atau menghina Anda. Wajar jika Anda menangis.”Koujiro berusaha sekuat tenaga mengeluarkan semua perasaan terpendam tuannya. Penduduk desa hanya menatapnya prihatin, para wanita masih menangis bersama dengan anak-anak kecil

”Jika Anda tidak kuat lagi, keluarkan saja. Kita akan menanggungnya bersama-sama.”

Bagai tsunami yang menenggelamkan satu pulau, bagai halilintar yang menggemparkan langit, seperti itulah semua orang di Desa Oushuu melihat untuk pertama kalinya seorang Date Masamune menangis disertai teriakan kesakitannya.

“Aaarrrgggghhh!!!!!”

                                                                                                      **********

Tak kusangka malam berlalu begitu cepat. Atau mungkin diriku sendiri yang tidak menyadarinya karena terlarut dalam kesedihan. Setelah acara tangis-menangis yang begitu konyol dan memalukan itu, Koujiro segera membawaku kembali ke kamar, beristirahat dan melegakan diri sejenak ditemani wanita berjari lentik disampingku. Sejak saat itu aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak akan pernah meneteskan air mata apapun yang terjadi! Sekalipun itu harus menangisi kepergiannya di pemakaman besok.

Ah, iya. Berbicara soal pemakaman...

“Oi, Krisan.” panggilku padanya sembari menyenderkan tubuhku di pintu balkon kamar. “Besok pagi kami akan mengadakan acara pemakaman untukmu.” aku menatap kepalanya datar. Ekspresi wajahnya tidak berubah begitu juga dengan baunya walau sudah diberikan semprotan dan suntikan formalin.

“Aku dan semua orang di klan Date mengizinkanmu untuk dikuburkan di tanah Desa Oushuu.” aku mulai menjelaskan perihal acara pemakamannya. “Besok jam 6 pagi para wanita akan memandikan dan mendandanimu. Kau tidak perlu khawatir akan sebagian tubuhmu itu. Aku sudah menceritakan hal itu pada semua orang.” mendadak kurasakan ekspresi tersenyumnya berubah seakan-akan sedang marah padaku. Tapi aku tetap melanjutkan pembicaraan.

“Aku juga meminta mereka saat kau dikubur, kau tetap menggunakan kimono jahitan ibumu itu dengan utuh dan rapi. Sama seperti saat kita pergi ke festival kembang api tempo hari.” sambungku tersenyum jahil. “Gitarmu...maunya aku simpan tapi karena itu benda berharga milikmu jadi kuputuskan untuk tetap kau bawa di dalam kuburanmu besok.” aku memberi jeda sebelum kembali kulanjutkan.

“Mungkin acaranya akan dimulai jam 8 pagi, jadi kau santai saja dan serahkan sisanya pada kami.”

Aku juga menceritakan padanya jika Pak Tua Gorila beserta tangan kanannya, Si Mata Kucing sudah mati terbunuh. Kukatakan padanya agar tidak menyimpan dendam supaya dia bisa tenang di alam sana. Aku juga tidak ada menanyakan baik itu padanya dan Koujiro mengapa Krisan mati dengan kepala dipenggal. Aku tidak ingin rasa haus akan balas dendam yang sudah tidak berguna lagi menghantui pikiranku. Aku hanya memprediksi ini dilakukannya untuk melindungi kami semua.

“Hei, Krisan.” panggilku kembali.

Kali ini kudekati tubuh dan kepalanya. Mungkin ini hanya imajinasiku saja karena kurasakan kedua pipinya memerah. Sempat kusalah tingkah dibuatnya tapi buru-buru kuhilangkan dalam kesunyian malam.

“Mungkin ini terdengar gila dan mungkin kau tidak akan menyukainya.” kubayangkan wajahnya menatapku bingung penuh tanda tanya. “Apa boleh kusimpan kepalamu? Jadi yang dikubur besok hanya tubuhmu saja.” aku yakin dia pasti bertanya-tanya kenapa aku melakukan hal ini.

“Aku tidak bisa memberitahumu alasannya.” ucapku membalas—kemungkinan—pertanyaannya.

“Jika kau setuju,” aku menolehkan kepalaku sejenak ke arah kiriku dan menatap keenam pedangku yang bertengger pada tembok kayu. “jatuhkan keenam pedangku yang ada disana. Jika tidak, jatuhkan salah satu dari mereka. Cukup satu jika kau tidak—”

Trek tek tek!

Padahal hari sudah berganti malam. Angin malam pun tidak akan mampu menjatuhkan benda-benda berat seperti pedangku. Karena pedangku...keenam pedangku jatuh semua! Aku begitu terpaku sekaligus takjub akan jawabannya.

Begitu rupanya..., senyumku tiba-tiba tersungging dengan sendirinya.

“Baiklah, kalau begitu sudah diputuskan! Aku akan menyimpan kepalamu dan menguburkan tubuh beserta gitar kesanyanganmu.” kataku menegaskan permintaanku kembali.

Sebelum akhirnya kuterlelap bersama dengan tubuh dan wajahnya, kukeluarkan benda kecil berbentuk lingkaran berwarna emas putih lalu kupasangkan benda itu ke jari manis tangan kanannya.

“Pakailah ini. Anggap saja sebagai lucky itemmu.” kutunjukkan juga milikku padanya. “Aku juga memakainya. Jadi kita sama.” sambungku sebelum benar-benar tertidur lelap. “Ah, jangan pikir aku membelinya dengan uang haram itu, ya! Aku membelinya menggunakan uang tabunganku sendiri, lho!” kubayangkan kembali gelak tawa menghiasi wajah cantiknya.

“Sudah dulu ya, aku lelah. Good night.

                                                                                                **********

Keesokan harinya acara pemakaman untuk Krisan akhirnya dimulai. Semua rencana yang dibuat oleh Masamune berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan. Acara pemakaman di hari itu berjalan dengan suasana duka, tangis dan sedikit kehebohan.

Penduduk desa sempat heboh kenapa hanya tubuh Krisan saja yang dikubur. Koujiro—yang mewakili penduduk desa—bertanya meminta alasan tapi Masamune malah menjawab, “Tidak ada alasan khusus. Aku juga sudah meminta izin pada orangnya jadi, cepat lanjutkan acara pemakamannya.” begitu yang dijawab. Karena penduduk desa tak ingin ambil pusing dan mempercayakan apapun itu alasan tuannya, mereka melanjutkan acara pemakaman sampai selesai.

Tanpa diduga Klan Date kedatangan tamu dari klan Takeda yaitu Takeda Shingen, Sanada Yukimura—kondisinya mulai membaik setelah pertarungannya dengan Sakamoto—dan Sarutobi Sasuke.

Usai acara pemakaman yang berlangsung sampai siang hari, pemimpin klan Date yang diwakili oleh tangan kanannya menyambut kedatangan mereka. Koujiro membawa para tamu ke ruang tamu, dimana disana juga ada Masamune yang duduk bersandar di pintu balkon, menatap langit biru di siang hari ditemani sebotol sake dan kepala Krisan disampingnya. Kepala Krisan disimpan oleh Masamune dengan memasukkannya ke dalam tabung kaca berisi air dan formalin agar tidak cepat busuk dan hancur. Para tamu tentu sangat terkejut mendapati pemandangan yang aneh seperti ini—walau mereka juga tahu hanya tubuh Krisan saja yang dikubur.

“Terima kasih sudah jauh-jauh datang kemari untuk melayat.” ucap Koujiro sedikit membungkuk setelah mempersilahkan para tamunya duduk dan disuguhi beberapa camilan serta teh hangat.

“Suatu kehormatan bagi kami diizinkan untuk melihat Krisan untuk yang terakhir kalinya disini.” Shingen balas membungkuk diikuti kedua anak buahnya. “Dan juga tolong terima permintaan maaf dari kami.” sambungnya lagi membuat kepala Masamune menoleh ke arahnya sejenak.

“Permintaan maaf?” tanya Koujiro tak paham.

“Sebelumnya kami, terlebih aku pribadi berjanji untuk melindungi nyawanya dari musuh. Tapi yang terjadi malah—”

“Aku yakin Krisan pasti akan sedih melihat Anda dan yang lainnya membungkuk dan merasa bersalah seperti ini.” potong Koujiro cepat.

“Tidak hanya klan Takeda saja tapi kami, klan Date juga telah gagal melindunginya. Tapi kuyakin Krisan lebih memilih mati untuk melindungi kita daripada satu diantara kita yang mati untuknya.”

Shingen menghela napasnya panjang. Ditatapnya wajah Krisan yang tersenyum dengan mata tertutup rapat seperti itu.

“Aku harap semua perkataanmu benar. Aku bahkan masih merasa tidak ada gunanya membunuh Kira Sakamoto dengan alasan balas dendam. “

“Oyakata-sama...” panggil Yukimura dan Sasuke berbarengan. Mereka bisa merasakan kehampaan dan sia-sia belaka yang dialami oleh tuannya.

Don’t be sad. Krisan sekarang pasti sedang menangis melihat wajah tuamu terpuruk seperti itu.”

Semua orang terkejut mendengar Masamune membuka suara.

“Kau membunuh Pak Tua Gorila itu tidak hanya dengan alasan balas dendam. Melindungi penduduk desa termasuk negara kita dari Si Raja Iblis itu juga termasuk salah satunya.” omel Masamune bangkit berdiri sambil membawa tabung berisi kepala Krisan.

“Cih, kalian itu...jika ingin membicarakan orang yang sudah mati setidaknya bicaralah mengenai hal-hal yang baik tentangnya. Bukan hal-hal yang menyedihkan seperti ini, sialan!” keluh Masamune kesal lalu pergi meninggalkan mereka berempat dengan wajah melongo.

“Tolong maafkan perilaku tidak sopannya.” pinta Koujiro meminta maaf.

“U-uh...santai saja.” balas Sasuke tersenyum ragu.

“Tidak apa...” sambung Shingen mengangguk paham. “Kami mengerti.”

Mereka berempat kembali tertunduk lesu, sibuk dengan pikirannya masing-masing.

 

Satu minggu telah berlalu. Penduduk Desa Oushuu terlihat kembali beraktivitas seperti biasanya, seakan-akan kejadian minggu lalu tidak pernah terjadi apalagi jika menyangkut tentang kematian Krisan. Bukannya mereka tidak ingat kembali akan Krisan, tetapi mereka hanya tidak ingin terlarut dalam kesedihan. Mereka juga mengikuti semangat hidup pemimpin klan Date yang tetap bersemangat seperti biasanya menghadapi para musuh. Kali ini klan Date, khususnya bagi Masamune sendiri akan bertarung melawan Macan dari Kai, Sanada Yukimura untuk merebut tanah Chosokabe yang berlimpah kekayaan alam dan letaknya yang srategis.

Are you ready guys?” teriak Masamune mengobarkan semangat bertarungnya kepada puluhan ribu anak buahnya.

Yeah!” balas anak buahnya tak kalah semangat.

“Persiapkan diri kalian melawan anak buah Macan dari Kai. Apapun yang terjadi kita akan mengambil tanah Chosokabe sebelum mereka tiba.” perintahnya dengan suara lantang.

“Siap laksanakan!”

Masamune menampakkan seringai iblis sebelum melangkahkan keempat kaki kudanya melewati gerbang Desa Oushuu diikuti derap langkah ribuan kaki kuda anak buahnya dan sorakan semangat mereka.

Here we go! Let’s party!!

Yeah!

 

#NB

Lyric song's by

Ai Otsuka - Kuroge Wagyu Joshi Tanyaki 680 Yen

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ben & Cori
6224      2665     1     
Romance
Meski ketumbar di gunung garam di laut tapi mereka bertemu di belanga juga kan Cori dan Ben memulai kisah remajanya dengan bertualang bersamasama mencari cincin bermata safir lalu beringsut janjian kulineran sehabis pulang sekolah dan mulai membuat rencanarencana selanjutnya Namun perpisahan membuat rencana itu pupus ditelan jarak dan waktu Ben menghilang dan Cori ditinggal tanpa pesan Ah ...
Aldi: Suara Hati untuk Aldi
341      244     1     
Short Story
Suara hati Raina untuk pembaca yang lebih ditujukan untuk Aldi, cowok yang telah lama pergi dari kehidupannya
Story of coffe latte
190      164     0     
Romance
Bagaimana jadinya jika diantara persahabatan tumbuh cinta ?? Siapakah yang akan terpilih akankah menerima cinta atau memilih untuk menepiskan perasaan. Akan kisah persahabatan berlanjut dengan perasaan cinta ? Akankah ada kesakitan diri
Sapi Bertelur
1218      736     0     
Short Story
IP 3.98 Minus
1390      849     8     
Short Story
IP bukanlah segalanya. Kuberitahu kau, Nyonya!
F.E.A.R
8335      1463     5     
Romance
Kisah gadis Jepang yang terobsesi pada suatu pria. Perjalanannya tidak mulus karena ketakutan di masa lalu, juga tingginya dinding es yang ia ciptakan. Ketakutan pada suara membuatnya minim rasa percaya pada sahabat dan semua orang. Bisakah ia menaklukan kerasnya dinding es atau datang pada pria yang selalu menunggunya.
Fallen Blossom
522      332     4     
Short Story
Terkadang, rasa sakit hanyalah rasa sakit. Tidak membuatmu lebih kuat, juga tidak memperbaiki karaktermu. Hanya, terasa sakit.
Astaga Dipupuk
320      209     0     
Short Story
Karna cicak dan aku punya cerita. Yuk langsung kepoin :)
Aku Lupa Cara Mendeskripsikan Petang
520      353     2     
Short Story
Entah apa yang lebih indah dari petang, mungkin kau. Ah aku keliru. Yang lebih indah dari petang adalah kita berdua di bawah jingganya senja dan jingganya lilin!
Goresan Luka
610      456     10     
Short Story
Cerpen ini menceritakan tentang kisah nyata hidupku. Aku memiliki kakak yang mempunyai kecacatan mental yang bernama Ina. Meskipun mempunyai kekurangan, aku sangat menyayanginya. Aku sangat takut kehilangannya. Hingga pada suatu hari ia meninggalkanku ketika pulang les menari. Aku dan keluargaku benar-benar khawatir padanya. Akankah kak Ina dapat ditemukan? Akankah kak Ina benar-benar pergi menin...