“Kau dimana?”
“Hmm? Aku sedang perjalanan menuju Amour Organizer, ada apa?”
“Besok, ayo kita kencan.”
“Besok?”
“Kenapa? Sibuk ya?”
“Ha-ha, bukankah kau yang seharusnya sibuk?”
Hening
“Baiklah, memangnya kencan dimana? Gedung bioskop lagi?”
Diam—‘Hyung benar, dia pasti merasa kesulitan.’
“Ong~Ssi? Apa kau masih di sana? Apa kau harus syuting? Baiklah akan ku tu—“
“Ayo kita ke taman bermain, kita jalan-jalan seperti pasangan yang lain. Berbelanja, makan di pinggir jalan, main game, minum ice cream, apapun, ayo kita lakukan semua yang menyenangkan.”
“Apa terjadi sesuatu? Kenapa tiba-tiba seperti ini?”
Menghembuskan nafas frustasi—“Bogoshipo. Besok aku jemput jam tujuh, sampai jumpa.”
Tut tut tut
***
Gadis itu terus menatapi cermin, mengeluarkan semua pakaiannya sekaligus memadukan pada tubuhnya melalui bayangan diri. Ia terus mendesah, pakaiannya yang bergaya lama selalu membuat dirinya terlihat tua. Ini kencan pertamanya dengan Ong Seong Woo, bagaimana mungkin ia tampil biasa? Yura ingin terlihat cantik, bersinar, dan istimewa tentunya.
Usai menghabiskan dua jam lebih memilih kostum hari ini, kini ia beralih disubukkan oleh kumpulan make up yang sudah dipelajari. Dia membubuhkan bedak tipis, polesan lipgloss yang diwarnai gradasi, alis tiga dimensi, dan terakhir parfum aroma segar yang bisa tercium sampai sore hati. Yura tidak sabar, ia ingin bertemu Seong Woo secepat mungkin.
Ia berputar putar lagi, memastikan tidak ada yang kurang dari penampilannya kali ini. Dengan sweeter putih berbulu lengan panjang yang dipadukan celana denim, Yura merasa dirinya santai dan cantik alami.
Taman bermain ya? Bukankah penampilannya kali ini sangat sempurna? Ia membubuhkan sepatu comvers abu-abu sederhana serta tas miring kecil berwarna hitam. Sudah. Kepuasan diri itu ditutup dengan bunyi bel pintu yang membuatnya tersenyum renyah.
Yura tersenyum, menyambut Ong Seong Woo yang sudah berdiri di depan pintu. Lelaki itu menatapinya sendu, entah mengapa senyumnya yang lebar itu justru membuat Yura canggung.
“Kenapa? Aku aneh ya?”
Seong Woo menggeleng lembut, “Yeppo.”
Hari ini hajat Seong Woo terwujud, bukan, lebih tepatnya harus terwujud. Mereka berkendara dengan mobil menuju pantai paling jauh. Mengejar arah matahari terbenam, dengan Ong Seong Woo sebagai pengemudinya. Yura membuka jendela mobil leluasa, mengjinkan angin memasuki ruang hampa di dalam roda empat.
Gadis itu bahagia, tertawa lebar menikmati suasana. Seong Woo yang di sampingnya hanya sesekali melirik, sambil tersenyum hambar. Hatinya sedih, bagaimana mungkin ini yang terakhir? Lagi-lagi ia kembali pada kepedihannya kemarin. Kenyataan bahwa dia belum cukup kuat untuk bisa mencintai.
“Apa itu menyenangkan?” tanya Seong Woo dengan nada merdunya.
“Ya!! Aku sangat bahagia sekarang!!” seru Yura, “Kau?”
“Tentu saja,” sahutnya.
Yura pun mendarat di pundaknya. Menggamit lengannya sekuat tenaga. Gadis itu membenamkan diri di sana, menjamah hembus angin lebih sopan, bersama dia yang ikut serta. “Seong-woo~yaa, Saranghae.”
Tak ada jawaban, Seong Woo hanya bisa menelan slavina berat. Jiwanya berantakan, semestanya hancur tidak bersisa. Ia sudah terlanjur mencintai Yura amat dan sangat. Terlampau besar untuk bisa diakhiri begitu saja. Ong Seong Woo tidak mau, ia tidak rela mengakhiri kisah ini dengan cepat.
***
“Woah, aku baru tahu kalau di sini ada taman bermain,” gumam Yura sumringah. Mereka berhenti pada salah satu taman bermain sebelum sampai ke pantai. Seong Woo menggenggam tangan Yura, menariknya agar segera mengekor ke tempat kencan mereka.
“Ini bagus,” Seong Woo memasang bendana bentuk katak dengan wajah menilai.
“Hya!! Apa menurutmu aku mirip katak?!”
Tertawa, “Bukan, maksudku, cocok untukmu.”
“Ini, kau pakai yang ini,” Yura memasang bendana bentuk kucing pada Seong Woo.
“Oke, sekarang ayo kita makan ice cream!”
Jemari mereka kembali saling bertaut. Melintasi jalan padat penduduk yang tidak akan menyadari keberadaan Ong Seong Woo di situ. Lagipula ini bukan Seoul, tidak ada yang memperhatikannya seteliti itu. Mereka juga benar-benar mengunjungi pusat perbelanjaan, memilih baju pasangan yang langsung mereka abadikan.
Yura merasa sangat bahagia. Begitu pula Ong Seong Woo yang menanggung beban kepedihan. Hari ini mereka hanya ingin tertawa, melupakan penat yang pernah menyelubungi keduanya. Hidup layaknya pasangan kekasih lainnya, berdua, menghabiskan waktu bersama. Terasa menyenangkan, dua puluh empat jam layaknya dua puluh menit saja.
***
Mega berkuasa, menyombongkan langit orange yang siap membenamkan matahari senja. Mereka berdua duduk tanpa alas, menginjak langsung pasir pantai keputihan. Tubuh mereka saling menempel, kedua matanya hanyut dalam pesona alam. Langit memanglah raksasa yang angkuh, bisa menyembunyikan matahari sebesar itu.
“Kau tahu betapa aku sangat menyukaimu Yura~Ssi?” matahari hampir habis dan Seong Woo bersuara lirih, membuat Yura terpaksa harus menoleh sedikit. “Sedalam lautan ini, sebesar langit yang tidak akan menyentuh bumi, sebanyak pasir pantai, dan mendapat balasan cinta darimu adalah hadiah terindah dari Tuhan yang maha baik.”
Ong Seong Woo menatap Yura yang tak mengerti arah pembicaraan ini, “Aku sangat mencintaimu, lebih dari hidupku sendiri. Tapi sepertinya bukan sekarang, mungkin dikehidupan yang lain aku baru bisa mewujudkan cinta ini.” Nafasnya berhembus pedih, digiring malam menyingsing ke rembulan yang mengintip.
“Jatuh cinta padamu adalah mukjizat yang terpaksa harus aku akhiri. Maafkan aku, Yura~Ssi, aku memang lelaki brengsek yang tidak tahu diri.”
Mata Yura berkaca-kaca, menatap sendu Ong Seong Woo yang kesulitan mengatur kata. Jemarinya menyusuri rahang kokoh lelaki di hadapannya, kemudian menangkup wajah tampan itu di sela-sela telapak tangannya, “Kita hanya jatuh cinta, tidak ada yang salah, jadi jangan merasa bersalah,” bisiknya.
Seong Woo melakukan hal yang sama, membalas tangkupan wajah Yura agar lebih bebas menikmati manik mata di seberangnya. “Aku melukaimu terlalu banyak,” bisiknya nanar.
Yura menggeleng, “Aku sama sekali tidak terluka. Aku juga bahagia, bahkan jika harus mengulang kisah ini dari awal-pun, pilihanku tetap sama. Mencintaimu Ong~Ssi, aku suka fakta itu melibatkanku di bumi.”
Kecupan hangat-pun mendarat. Kali ini bukan lagi pipi kiri atau kanan, Seong Woo sukses mendaratkan bibirnya di sana. Menautkan dua kasih yang berakhir nahas, melepaskan cinta sesaat melalui lumatan lembut yang terasa memilukan. Mata mereka terpejam, tanpa sadar butir demi butir air mata menitih bersamaan.
Mereka berdua hanya jatuh cinta, pada keadaan yang salah. Kau hanya perlu mengingat satu hal, bahwa cinta bukanlah konotasi yang bisa disalahkan. Kalau dua hati ingin menyatu namun dunia menetang, maka takdir mungkin sedang merencanakan seseorang yang lebih istimewa. Yura tidak menyesal, karena bagaimanapun juga, pernah bersamanya adalah anugrah Tuhan.
Senja menuju malam itu adalah akhir dari kisah mereka. Seperti mimpi siang bolong yang indah. Kenangan yang menolak dilupakan oleh pemerannya. Yura tidak akan pernah melupakan Ong Seong Woo, begitupun sebaliknya. Betapa mereka pernah melalui hari bersama, juga sebuah kecupan mesra untuk pertama dan terakhir kalinya. Sebuah akhir yang sulit, namun akan berlalu saat kau kembali jatuh cinta.