Read More >>"> When I Was Young (Would U?) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - When I Was Young
MENU
About Us  

Kami dan mereka sangat berbeda,

karena itulah meski hati kita serasi namun kita tak bisa merasakannya

Tapi setelah aku bertemu dengan mereka,

belajar menjadi bagian dari mereka,

hal – hal yang tidak biasa terjadi.

*****

 

Would U?

 

April tengah berjalan seorang diri ketika mendengar ada bunyi pesan masuk dari handphonenya. Mendung masih bergelayut di langit, menyebarkan hawa dingin menusuk kulit, sementara gerimis mulai mereda. Jalanan masih saja sepi.

Septi sudah sampai di rumahnya lebih awal. Ia tinggal tidak jauh dari kompleks perumahan April. Kadang, untuk alasan yang tidak masuk akal keduanya bahkan sering saling mengunjungi. Walaupun sebenarnya mereka sudah menghabiskan waktu bersama sepanjang hari di sekolah, rasanya itu masih belum cukup. Terkadang mereka bahkan pergi bersama, kedua sahabat ini mengalahkan kedekatan sepasang kekasih.

Kembali pada April yang merogoh ke dalam tasnya, mencoba mengambil handphone yang berdering sejak tadi. Benar, ada pesan masuk, dari Nata. Ah, cowok itu lagi. Dia bilang kemarin kalau ia akan sangat sibuk hari ini, tapi kenapa saat ini ia malah menghubunginya?

Ayo pergi keluar hari ini. Aku bosan.

Begitu bunyi pesannya. Apa anak ini gila? Perkatannya kemarin benar – benar tidak sesuai.

“Jangan menggangguku besok, aku mungkin akan sedikit sibuk. Jangan merindukanku.” itu yang dikatakan Nata kemarin. Ketika mereka mengobrol di sore yang cerah. April ingat, setelah mengatakan itu Nata kemudian bangkit, melambaikan tangan lalu meninggalkannya sendirian.

April memasukkan ponselnya ke dalam saku. Ia memilih untuk tidak membalas pesan dari Nata. Yang ia inginkan sekarang hanya tiba di rumah dengan cepat, lalu merebahkan diri di kasur kesayangannya. Kalau nanti Nata mengamuk, toh ia bisa mencari alasan yang lain.

Pulsaku habis jadi aku tidak bisa membalas pesanmu.

April tersenyum kecil.

Tapi tidak berapa lama teleponnya kembali berdering. Kali ini bukan notifikasi pesan. Ada panggilan masuk dari Nata. Cowok itu benar – benar menyebalkan.

“Hai. Kenapa kamu menelfon?” sapa April dingin.

“Hei, kamu berubah jadi Ratu Es lagi. Uhm, ayo pergi ke suatu tempat.”

April yang malas hanya berdecak.

“Aku tidak ingin kemana – mana, sungguh. Pergilah sendiri.” lalu ‘klik’. April menutup sambungan teleponnya.

Ia terus berjalan sambil menunduk. Ketika ingin membuka pagar rumahnya, ia terkejut melihat sepasang kaki berdiri di hadapannya. April mendongak, mencoba mencari tahu kaki siapa ini. Dan seorang pemuda tampan bermata biru sudah siap menyambutnya.

“Kalau aku bilang ‘ayo pergi’, kau tidak punya hak untuk menolak.” Nata merubah posisinya menjadi bersandar di pagar, tepat di hadapan April. Ia melangkah ke depan. Kali ini jarak keduanya sangat dekat. Nata memajukan wajahnya.

Bagaimana ini? Apa yang akan dilakukan Nata?

April hanya diam. Mendadak tubuhnya kaku. Nata semakin dekat dengannya. Cowok itu kemudian berhenti, tepat sebelum hidung mereka bersentuhan. Mereka bahkan bisa saling merasakan hembusan napas satu sama lain. Hening sesaat. Nata kemudian menunduk.

“Cepat masuk, mandi dan bersiap – siaplah. Badanmu bau!” Nata tertawa keras.

Aku pikir, aku mulai menyukaimu.

*****

April terlihat nyaman dengan pakaian yang dikenakannya. Mini dress tanpa lengan  berwarna merah muda dengan sling bag kecil yang diselempangkan di pundak tangan kanannya. Nata berjalan di sampingnya, dengan kemeja putih polos dan bawahan celana jeans. Keduanya terlihat berusaha menikmati sore yang teduh ini. Masih hari yang sama, tetapi mendung sudah mulai menyingkir. Angin sejuk berhembus.

Pada hari – hari biasa, mereka banyak menghabiskan waktu di taman dekat kompleks. Taman yang sama yang biasa dilalui April ketika pulang sekolah. Taman yang sama, dimana April sering melihat bayangan itu mengikutinya saat ia berjalan sendirian.

Mereka sudah sampai di pinggir jalan raya. Mereka sudah melewati taman itu tadi, mulai ada tanda kehidupan di sana ketika mendung perlahan menghilang. Mulai ada para gadis yang mengajak hewan peliharaannya jalan – jalan, juga anak – anak yang bermain riang.

Tidak seperti biasanya. Nata yang selalu menyebalkan, sejak peristiwa tadi, terlihat sedikit pendiam – benar, hanya sedikit. Dan jalanan mulai sepi. Ketika hendak menyebrang, Nata meraih tangan April, menggenggamnya. Sontak April menoleh dengan tatapan kaget.

Kenapa?

Nata sendiri membalas tatapannya dan masih bersikap santai. Cowok itu, auranya kali ini seperti membius April. Gadis itu diam.

“Ayo!” Nata menyeret tangan April dan dalam sekejap mereka sudah sampai di sisi jalan yang lain. April melepaskan genggaman tangan Nata. Gadis itu seperti tersadar dari sihir, langsung mendelik ke arah Nata.

“Aku bukan anak kecil.” ujarnya ketus.

“Tapi kenyataannya kamu seperti itu.” Nata tersenyum kecil.

Cowok itu lebih menyebalkan seperti biasanya ternyata.

April melengos, meninggalkan Nata yang masih berdiri di tempat tadi. Sambil mengecek handphonenya–atau lebih tepatnya berpura – pura mengecek handphonenya, April berusaha tidak menggubris Nata yang berteriak dari belakang, berusaha menyusulnya.

Tunggu, terakhir kali dilihatnya minggu lalu, tembok di jalanan ini masih bersih. Tapi, sekarang lihatlah, coretan di mana – mana. Lalu sesuatu yang tidak diinginkan April mendadak muncul. Ia menyebutnya tanda – tanda. Coretan di tembok itu, sebenarnya abstrak, tapi kenapa sekarang menjadi terlihat seperti pemandangan yang menyeramkan?

Sejujurnya, April tidak perlu terkejut akan hal ini. Ia bisa melihatnya dari kecil. Dulu, ia pikir ini semua hanyalah imajinasinya belaka. Semua gambar bergerak tidak nyata yang dilihatnya. Tapi, akhir – akhir ini, tepatnya beberapa bulan ini, ketika ia mulai mengetahui fungsi dari tanda – tanda itu, April merasa ketakutan dengan kemampuannya. Biasanya, setelah melihat tanda – tanda itu, ia langsung kabur, berusaha mencari tempat yang ramai dan terang. Karena biasanya, tanda – tanda itu terlihat diikuti dengan kedatangan bayangan sosok berjubah hitam yang mengikutinya, yang ditakutinya.

Deg.

Bayangan itu muncul tepat di hadapan April. Gadis itu bahkan terlonjak kaget. Teleponnya terlempar ke sisi samping, April terjatuh. Napasnya memburu. Seluruh badannya gemetar. Bagimana tidak, sebelumnya bayangan itu hanya memperhatikannya dari jauh. Tapi kali ini, bayangan itu berada di hadapannya. Sosok tinggi itu, namun April tetap tidak bisa melihat wajahnya yang tersembunyi di balik jubah hitam.

“Hei!” Nata memutar tubuh April. Mereka kembali berhadapan. Gadis itu masih gemetar. Raut wajahnya memancarkan ketakutan dan beberapa perasaan yang sulit diungkapkan. Nata memeluknya.

“Apa kamu melihatnya?” April kemudian melepaskan pelukan Nata. Cowok itu masih sibuk menatap sekeliling. Memastikan. Tidak ada siapa – siapa.

Pasti aku gila. Bayangan itu hanya mengincarku. Nata pasti tidak melihatnya.

Nata meraih April, menyentuh pundaknya lembut.

“Sudah tidak ada siapapun di sini. Tapi, April, kamu tahu, aku melihatnya.” ucapan Nata menohok April.

Bagaimana bisa?

*****

Mereka sudah sampai di sebuah kedai kecil yang berada di sudut jalan tadi. seluruh pelayan di kedai ini memakai baju putih, tapi itu bukanlah hal yang penting. Suasananya cukup nyaman. Nata memesankan cokelat hangat untuk mereka berdua.

“Kamu bisa tenang, tempat ini aman.” ujar Nata santai. Mungkin cowok itu benar. April bisa merasa sedikit rileks di tempat ini. Ia bahkan merasa tidak lagi melihat tanda – tanda itu di sini. Walaupun begitu, April masih belum bisa sepenuhnya melepaskan diri dari kejadian yang baru menimpanya. Gadis itu termenung memandang ke luar jendela.

“Kamu bilang tadi juga melihatnya.” April menatap serius ke arah Nata yang asyik dengan mainan tradisional yang disediakan kedai ini. Cowok itu tertegun sebentar.

“Ya, aku melihatnya. Tapi, kamu tahu, mungkin itu hanya halusinasi kita saja. Tadi baru saja turun hujan jadi suasana mungkin berubah menjadi sedikit menyeramkan.”. April menghela napas.

“Tidak, aku terlalu sering melihatnya,” kata – kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya. April mengalihkan pandangan ke samping. Mendengar itu, Nata membelalakkan matanya.

“Kamu mungkin tidak tahu, tapi aku melihatnya setiap saat. Ini membuatku stres.” gumam April, kemudian tanpa sadar ia mulai menangis. Nata langsung bangkit dari tempat duduknya lalu merengkuh April dalam pelukannya, sekali lagi.

Tempat ini aman April.

Tunggu sebentar lagi.

Untuk saat ini, tidak apa – apa. Menangislah.

Nata menatapnya sedih.

*****

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
You be Me
492      321     0     
Short Story
Bagaimana rasa nya bertukar raga dengan suami? Itulah yang kini di alami oleh Aktari dan Rio. Berawal dari pertengkaran hebat, kini kedua nya harus menghadapi kondisi yang sulit.
The Eternal Witch
20067      2723     6     
Fantasy
[Dunia Alternative] Perjalanan seorang pengembara dan petualang melawan dan memburu entitas Penyihir Abadi. Erno Orkney awalnya hanyalah pemuda biasa: tak berbakat sihir namun memiliki otak yang cerdas. Setelah menyaksikan sendiri bagaimana tragedi yang menimpa keluarganya, ia memiliki banyak pertanyaan-pertanyaan di benaknya. Dimulai dari mengapa ia menerima tragedi demi tragedi, identitasnya...
Hari di Mana Temanku Memupuk Dendam pada Teknologi
403      258     4     
Short Story
Belum juga setengah jam mendekam dalam kelas, temanku telah dijamin gagal ujian. Dan meskipun aku secara tak langsung turut andil dalam kemalangan nasibnya tersebut, kuberi tahu padamu, itu bukan salahku.
The Diary : You Are My Activist
12893      2225     4     
Romance
Kisah tentang kehidupan cintaku bersama seorang aktivis kampus..
PENTAS
971      593     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Get Your Dream !
151      115     0     
Short Story
It's my dream !! so, i should get it !!
The Skylarked Fate
4631      1634     0     
Fantasy
Gilbert tidak pernah menerima takdir yang diberikan Eros padanya. Bagaimanapun usaha Patricia, Gilbert tidak pernah bisa membalas perasaannya. Seperti itu terus pada reinkarnasi ketujuh. Namun, sebuah fakta meluluhlantakkan perasaan Gilbert. Pada akhirnya, ia diberi kesempatan baru untuk berusaha memperbaiki hubungannya dengan Patricia.
Chocolate Next Door
324      227     1     
Short Story
In which a bunch of chocolate is placed on the wrong doorstep
Welcome Aboard
585      344     2     
Inspirational
Inilah cerita kami, yang tak pernah kami ungkapan Dunia kami, yang tak pernah kalian ketahui Kebiasaan kami, yang tak pernah kalian bayangkan.
Langit Jingga
2498      841     4     
Romance
"Aku benci senja. Ia menyadarkanku akan kebohongan yang mengakar dalam yakin, rusak semua. Kini bagiku, cinta hanyalah bualan semata." - Nurlyra Annisa -