Read More >>"> When I Was Young (Perfect Stranger) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - When I Was Young
MENU
About Us  

Bisakah aku mempercayai diriku sendiri?

Aku bahkan kehabisan kata – kata

Jadi, biarkan aku sedikit berbagi kepadamu

Aku tahu kau pasti mau

*****

 

Perfect Stranger

 

April semakin ketakutan. Keringat dinginnya keluar semakin deras seiring langkah kaki yang kian mendekat. Ia menelan ludah. Bodoh memang. Harusnya ia melapor saja pada satpam kompleks.

Apa susahnya?

Sekarang riwayatnya akan tamat. Jika itu memang bayangan yang selama ini mengikutinya, ia akan benar – benar habis. Tapi ia tidak kehabisan akal. April ingat, ibunya selalu menaruh sapu di belakang pintu. Tidak apalah, walau hanya sapu. Tangannya kemudian mencoba mencari benda itu. Ketemu! Ia memegang sapu, siap memukul, ketika keadaan berubah.

Tap.

Lampu rumah menyala. Seorang pria tinggi berdiri persis dihadapannya. Sontak, April memukul sapu ke arah pria itu dengan sekuat tenaga. Tidak peduli apakah senjata itu bisa cukup melukai orang itu. April berteriak, sambil terus memukul ke arah si pria.

“Cukup! Sakit!” teriakan pria itu tidak membuatnya berhenti.

“Ibumu menyuruhku menjagamu, April!” lagi, pria itu berteriak. April terdiam. Ia berhenti memukuli pemuda itu. Gagang sapu diturunkannya ke bawah. Napasnya masih naik – turun.

“Ibuku, menyuruhmu?” tanya April heran.

“Ya. Apa kamu tidak mau minta maaf dulu? Semua badanku sakit. Kamu memukuliku seolah – olah aku adalah pencuri! Apa sinar ketampananku tidak cukup membuatmu percaya?”

Pemuda itu masih sempat saja membual di saat seperti ini.

April tidak bisa serta merta percaya.

“Telpon ibuku, maka aku akan percaya kepadamu.”

“Baiklah.”

Pemuda itu kemudian mengeluarkan handphone dari saku celananya, kemudian mencoba menekan beberapa nomor dengan cepat. Ada yang aneh.

“Kamu hafal nomor ibuku? Bagaimana bisa?”

Pemuda itu sedikit terkejut.

“Itu.. jadi..” ia terbata – bata.

Tuut..

Belum sempat ia menjelaskan, teleponnya sudah tersambung.

“Ya? Nata, ada apa? Apa April sudah pulang?” si pemuda mendekatkan telepon ke telinga April, walaupun ia sudah menyalakan mode loudspeaker. April membisu, itu benar – benar suara ibunya.

“Percaya?” ujar si pemuda dengan tatapan mengejek.

“Semuanya beres, Bi. April sudah pulang. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan” lanjutnya lalu menutup telepon.

Pemuda itu tersenyum ke arah April, yang mendengus sebal. Pemuda itu, Nata.

*****

Keduanya sudah duduk di sofa biru yang terletak di ruang keluarga. Lampu sudah dimatikan. Mereka memutuskan untuk membuka jendela, membiarkan cahaya matahari masuk.

Suasana masih canggung. April yang sama sekali tidak tahu – menahu mengenai pemuda ini merasa kesal. Bagaimana mungkin ibunya tidak memberitahu akan hal ini, sementara pemuda itu bisa tahu tentang kehidupannya. Ini tidak adil.

Samar – samar, sinar matahari sore menerpa wajah Nata, pemuda itu sekilas terlihat tampan.

 Ah, apa yang aku pikirkan? Apa aku mulai gila?

Tanpa sadar, April masih menatap pemuda itu. Penampilannya memang tidak mencurigakan. Ia terlihat seperti anak baik – baik. Dengan celana jeans dan kemeja kotak – kotak, rambut klimis, dan jangan lupakan bola mata biru itu.

“Kau begitu terpesona padaku?” pemuda itu tergelak.

April ketahuan.

“Tidak! Sama sekali!” jawabnya cepat.

Nata kemudian tersenyum aneh.

“Ha! Wajahmu bahkan memerah seperti kepiting rebus!”

“Tidak!” April masih bersikukuh.

“Kata orang, kalau perempuan bilang tidak itu artinya iya!” dan tawa Nata semakin keras memenuhi seluruh ruangan.

April beranjak dari sofa. Ia perlahan melangkah menuju kamar, tanpa memperdulikan Nata yang masih asik dengan leluconnya sendiri. Tapi belum berapa lama ia berjalan, Nata kembali memanggilnya. Ia berhenti.

“April, apa kamu benar – benar tidak mengingatku?”

April tidak peduli. Ia kembali melanjutkan langkahnya. Tanpa ia sadari, Nata menatapnya dalam, kali ini berbeda dari sebelumnya.

*****

April sudah selesai berganti pakaian. Sekarang ia kembali bergabung bersama Nata di ruang tengah, tidak lupa dengan semangkuk penuh kue kering di pangkuannya. Mereka terlihat serius sekali.

“Jadi kamu dulu tinggal di sini?” tanya April sambil menyuapkan beberapa potong kue ke dalam mulutnya.

“Iya, dulu kita berteman. Kamu bahkan selalu mengikuti kemanapun aku pergi,” Nata mulai menyebalkan lagi.

“Bukankah kau yang selalu ingin mengikutiku?”

Mendengar ucapan April barusan, Nata yang sedang minum tersedak.

“Kamu.. kamu sudah ingat?” tangan kanannya memegang dahi April.

Sontak, April melepaskan tangan Nata yang mengganggu dari dahinya.

“Tidak, aku hanya menebak saja. Tapi benar, kan?” jawabnya santai. April tertawa kecil.

Pukul 6 sore.

April mengantarkan Nata sampai ke gerbang di depan rumah.

“Hati – hati, dan terima kasih sudah menemaniku hari ini. Maaf soal yang tadi.” April merasa canggung, ia merasa bersalah pada Nata karena sudah memukulinya dengan kasar tadi. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Hei, rumahku hanya di ujung gang, jangan khawatir. Dan soal yang tadi, lupakan. Wajahku memang kriminal.” Nata nyengir.

Baru saja ketika April ingin masuk ke dalam rumah, Nata memanggilnya lagi.

“Satu lagi, sekolah kita sama, kujemput kamu besok!”

April termangu.

“Dan, jangan sembarangan berteman. Terutama teman laki – laki. Mereka yang terlihat baik belum tentu baik untukmu,”

“Ya, ya aku mengerti. Terima kasih. Sampai jumpa.” April bergegas masuk. Sementara Nata masih berdiri di luar.

“Hati – hati, terutama pada Dana..” Nata melanjutkan ucapannya, namun kali ini suaranya lebih pelan.

*****

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
You be Me
492      321     0     
Short Story
Bagaimana rasa nya bertukar raga dengan suami? Itulah yang kini di alami oleh Aktari dan Rio. Berawal dari pertengkaran hebat, kini kedua nya harus menghadapi kondisi yang sulit.
The Eternal Witch
20067      2723     6     
Fantasy
[Dunia Alternative] Perjalanan seorang pengembara dan petualang melawan dan memburu entitas Penyihir Abadi. Erno Orkney awalnya hanyalah pemuda biasa: tak berbakat sihir namun memiliki otak yang cerdas. Setelah menyaksikan sendiri bagaimana tragedi yang menimpa keluarganya, ia memiliki banyak pertanyaan-pertanyaan di benaknya. Dimulai dari mengapa ia menerima tragedi demi tragedi, identitasnya...
Hari di Mana Temanku Memupuk Dendam pada Teknologi
403      258     4     
Short Story
Belum juga setengah jam mendekam dalam kelas, temanku telah dijamin gagal ujian. Dan meskipun aku secara tak langsung turut andil dalam kemalangan nasibnya tersebut, kuberi tahu padamu, itu bukan salahku.
The Diary : You Are My Activist
12893      2225     4     
Romance
Kisah tentang kehidupan cintaku bersama seorang aktivis kampus..
PENTAS
969      591     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Get Your Dream !
151      115     0     
Short Story
It's my dream !! so, i should get it !!
The Skylarked Fate
4631      1634     0     
Fantasy
Gilbert tidak pernah menerima takdir yang diberikan Eros padanya. Bagaimanapun usaha Patricia, Gilbert tidak pernah bisa membalas perasaannya. Seperti itu terus pada reinkarnasi ketujuh. Namun, sebuah fakta meluluhlantakkan perasaan Gilbert. Pada akhirnya, ia diberi kesempatan baru untuk berusaha memperbaiki hubungannya dengan Patricia.
Chocolate Next Door
324      227     1     
Short Story
In which a bunch of chocolate is placed on the wrong doorstep
Welcome Aboard
585      344     2     
Inspirational
Inilah cerita kami, yang tak pernah kami ungkapan Dunia kami, yang tak pernah kalian ketahui Kebiasaan kami, yang tak pernah kalian bayangkan.
Langit Jingga
2498      841     4     
Romance
"Aku benci senja. Ia menyadarkanku akan kebohongan yang mengakar dalam yakin, rusak semua. Kini bagiku, cinta hanyalah bualan semata." - Nurlyra Annisa -