Sudah seminggu Sakura tiba dari Paris. Dia berencana untuk berjalan-jalan menikmati pemandangan kota Tokyo yang sudah cukup di kenalnya itu. Dari stasiun HR Harajuku dia berjalan menyusuri Jalan Takeshita. Seperti biasa jalan itu tetap saja ramaikarena banyak orang tak henti-hentinya ingin melihat Takenoko-zokudan Annon-zoku[1]yang berdandan aneh dan menari di jalanan terlebih lagi di hari libur seperti saat ini. Maklum setelah ditetapkan sebagai kawasan khusus pejalan kaki, Harajuku menjadi tempat berkumpul favorit anak-anak muda.
Alasan utama Sakura mengunjungi Harajuku bukan hanya ingin menikmati pemandangan tempat itu yang memang merupakan tempat yang paling banyak di kunjungi untuk berwisata terlebih lagi tempat favorit untuk anak-anak muda seperti dirinya. Melainkan, dia harus mengurus salah satu butiknya yang berada di tempat itu.
Harajuku terkenal menjadi pusat busana setelah diliput majalah fashion seperti Anan dan non-no[2]. Jadi tak heran jika gaya busana anak-anak muda disana meniru busana yang dikenakan model majalah Anan dan non-no. Dan itulah salah satu alasan yang membuat Sakura memutuskan kawasan tersebut sebagai salah satu tempat mendirikan butiknya yang kini cukup terkenal dan di sukai anak-anak muda.
Kawasan itu masih tetap sama seperti dua tahun yang lalu sejak sebelum ditinggalkannya untuk belajar fashion ke Paris. Dia berkeliling di daerah sekitarnya. Mengunjungi Kuil Meiji, Gymnasium Nasional Yoyogi dan tempat-tempat lainnya di sekitar situ sebelum mengunjungi salah satu butiknya yang ada di Departement Store Laforet itu. Tapi, ketika ia berjalan di depan Taman Yoyogi, ingatannya kembali ke masa tiga tahun yang lalu. Masa dimana dia harus berpisah dengan seseorang yang sangat penting dalam hidupnya.
“Sakura-chan... sebaiknya kita berpisah saja,”
Kata-kata yang diucapkan oleh Takagi Ishida itu masih melekat dalam benaknya. Seolah-olah peristiwa itu baru saja terjadi. Dia seolah melihat dirinya yang ditinggalkan oleh lelaki itu dengan tangis tersedu yang tak mampu lagi ditahannya. Dia tak mengerti alasan apa yang mendasari lelaki itu untuk memutuskan hubungan dengannya. Lelaki itu sama sekali tak memberi penjelasan apapun dan tiba-tiba saja tidak dapat dihubungi sejak hari itu. Ketika Sakura mendatangi rumahnya dia malah begitu terkejut ketika tak didapatinya seorangpun yang dikenalnya disana. Rumah itu sudah di tempati oleh orang-orang yang mengaku sebagai pemilik baru.
Dan sejak saat itu hingga sekarang dia tak pernah lagi mendengar kabar tentang lelaki itu. Bahkan dua tahun yang lalu sebelum dia berangkat ke Paris dia sempat menanyakan keberadaan laki-laki itu pada Yamato, tapi Yamato yang merupakan sahabat karib Takagi enggan untuk memberi tahunya. Semua itu tentu saja atas kehendak dari Takagi sendiri. Dan sebagai sahabat, Yamato tidak ingin menghianati temannya itu meskipun disisi lain dia tahu bahwa tidak hanya Sakura yang akan tersakiti oleh keputusannya itu, melainkan juga Takagi sendiri.
Takagi Ishida adalah laki-laki,asli keturunan Jepang yang berteman dekat dengan Sakura Yamanaka. Meski tidak berpacaran tapi hubungan di antara mereka bukanlah hubungan biasa. Dia merupakan sahabatSakura sekaligus kakak kelasnya di SMA, yang terpaut dua tahun diatasnya. Dia memiliki wajah yang tampan, kulit putih dan mata sipit seperti orang jepang pada umumya. Tubuhnya juga jangkung dengan rambut acak-acakan persis seperti kebanyakan remaja Jepang.
Wajahnya yang mirip dengan aktor tampan Takeshi Kaneshiro itu kerap mendapat perhatian dari para gadis-gadis muda Jepang termasuk teman-teman sekelas Sakura sendiri di SMA. Bahkan meskipun laki-laki tampan itu telah berpura-pura melabuhkan hatinya pada wanita berdarah campuran, Sakura Yamanaka,untuk menghindari serbuan para gadis yang menyukainya, yang tentu saja atas persetujuan dari Sakura sendiri, para gadis masih belum pernah menyerah untuk mengejar cintanya dan berharap bahwa hubungannya dengan Sakura tidak berlangsung lama.
Sementara Sakura Yamanaka adalah gadis berdarah campuran. Ayahnya adalah keturunan Jepang dari kakeknya dan keturunan Indonesiadari pihak neneknya. Sementara ibunya adalah keturunan Indonesia dari pihak neneknya dan keturunan Korea dari pihak kakeknya. Jadi tak khayal jika banyak orang bertanya dia keturunan dari mana dia selalu menjawab campuran daripada harus menjelaskan satu persatu, Jepang-Korea-Indonesia. Karenanya wajahnya juga memiliki ciri yang khas mata hitamnya yang lebar dan mirip orang Indonesia sementara wajahnya perpaduan antara orang Korea dan Jepang.
Hubungan persahabatan antara Takagi dan Sakura sudah berlangsung cukup lama sekitar delapan tahunan. Sejak mereka masih duduk di bangku SMA sampai mereka lulus kuliah dan bekerja. Meskipun mereka kuliah di universitas yang berbeda hubungan diantara mereka tetap saja berlangsung baik. Seperti yang diimpi-impikannya Sakura kuliah di bidang kedokteran di Universitas Tokyo dan setelah lulus kuliah dia bekerja di salah satu rumah sakit di kota Tokyo tersebut. Sementara Takagi yang mengambil kuliah dibidang hukum di Universitas Keio itu, bekerja sebagai pengacara di kota yang sama dengan Sakura.
Tak kalah dari Sakura yang menjadi salah satu dokter ahli bedah karena kecerdasannya yang diatas rata-rata itu hingga dia dapat menyelesaikan kuliahnya dalam waktu singkat, Takagi juga menjadi pengacara yang hebat yang membantu semua orang yang tidak bersalah. Baik kliennya itu kaya atau miskin dia tidak peduli. Yang penting baginya adalah dia hanya ingin menegakkan kebenaran yang ada. Bahkan terkadang dia juga rela tidak dibayar untuk membantu kliennya yang benar-benar membutuhkan bantuannya. Itulah salah satu hal yang membuat Sakura begitu menyayangi dan mengagumi sosok Takagi. Tapi hubungan persahabatan mereka berakhir tiga tahun yang lalu.
Sakura segera pergi dari taman itu, sebelum semua ingatannya tentang masa lalunya itu kembali menyeruak dan menyiksa batinnya. Dilihatnya jam tangan yang berwarna keperakan yang tengah menghiasi tangan kirinya itu. Pukul sepuluh tepat dan dia segera bergegas menuju butiknya di Departement Store Laforet. Setelah dia sampai disana, para pegawainya yang mayoritas perempuan itu menyambutnya dengan hormat. Termasuk Asisten kepercayaannya, Tamae Kagesuki, yang menghandel semua kepentingan butiknya termasuk juga sesekali menawarkan ide untuk rancangan-rancangan baru. Tamae Kagesuki lebih tua lima tahun dari Sakura, dia bertemu dengan Sakura saat festival haru[3], ketika Sakura mengunjungi Kuil Budha di Nara. Waktu itu mereka sama-sama sendiri dan bertemu tanpa sengaja. Hingga berteman menjadi akrab dan seperti saat ini.
Meskipun bertindak sebagai bosnya Sakura sama sekali tidak pernah menghilangkan rasa hormatnya pada Tamae. Dia sangat menghormati Tamae terlebih karena Tamae’lah butiknya bisa berkembang pesat seperti saat ini. Meskipun hanya berbekal bakat dalam desain tanpa mempedulikan status Tamae, entah dia kuliah atau tidak, tapi Sakura percaya bahwa di tangan Tamae bisnis pakaiannya akan berjalan dengan baik. Dan itulah kenyataannya, kepercayaannya pada Tamae membuat semua impiannya terwujud.
Sebelum bertemu dengan Tamae, Sakura tidak pernah berpikir bahwa dia akan berbisnis pakaian, apalagi tertarik, dia hanya suka mendesain pakaian-pakaian untuk dirinya sendiri. Tapi setelah memperlihatkan hobinya itu pada Tamae keduanya mempunyai pemikiran yang sama untuk menyalurkan bakat mereka pada sebuah bisnis pakaian hingga menjadi sebesar ini di Harajuku. Dan karena itulah sejak berpisah dengan Takagi, untuk melupakan laki-laki itu, Sakura menenggelamkan dirinya dalam hobinya itu dan bahkan mengikuti pelatihan desainer di negeri yang terkenal dengan Menara Eiffelnya itu. Dan kini dia kembali ke Jepang dan menjadi salah satu desainer terkenal, yang dikenal dengan nama Jenny.
“Ohayo gozaimasu [4]Oneesan[5]...” sapa Sakura dalam bahasa Jepang dengan suara ceria dan senyum yang cerah menghiasi wajah putihnya yang oval itu.
Wanita yang tengah sibuk dengan gambar desainnya itu tersentak kaget setelah mendengar seseorang memanggil namanya. Suara itu sudah tak asing lagi ditelinganya. Ketika dia mendongak untuk melihat seseorang yang dihadapannya itu, mata sipitnya terbelalak tak percaya melihat seseorang dihadapannya. Seketika itu ditinggalkannya desainnya yang masih kurang seperempat bagian dengan pensil-pensil warna yang masih berserakan di atas meja kerjanya. Dia langsung berhambur untuk memeluk Sakura, yang tengah berdiri disana.
“Akhirnya kamu pulang? Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya kalau kamu mau pulang. Aku kan bisa menjemputmu di hikojou[6]?” ucap Tamae sembari melepas pelukannya secara perlahan.
“Aku sengaja pingin buat kejutan untuk Oneesan...”
“Ya.. kamu berhasil mengejutkanku..”
“Oneesan sedang membuat desain baru?”
“Iya, ini untuk desain bulan depan,” ucapnya dengan senyum kecil dipipinya. Berhubung kamu mampir kesini, mari kutunjukkan desain-desainku yang lain biar dapet komentar dari desainer kita yang baru dari Paris ini,” goda Tamae pada Sakura.
“Tanpa ku periksa aku sudah percaya pada kemampuan Oneesan,” ucap Sakura. Oh, ya Oneesan aku juga ada beberapa desain nih,” ucap Sakura sembari menyodorkan buku desainnya ke Tamae.
Tamae menerima buku itu dan bergegas melihatnya untuk mengobati rasa penasarannya. Tamae memang selalu bersemangat jika Sakura memperlihatkan desain-desainnya kepadanya. Pasalnya selain up to date, desain-desain Sakura sangat fresh dikalangan anak-anak muda. Sementara desain-desainnya sendiri lebih kepada ke eleganan para pemakainya.
“Wow.. it’s perfect. Kamu memang hebat Sakura, pulang dari Paris desain-desainmu makin bagus,” puji Tamae.
“Oneesan bisa saja. Desain Oneesan juga tak kalah bagus dari ku,” ucap Sakura yang juga tegah menikmati desain-desain yang telah di buat oleh Tamae.
“Baiklah bulan depan kita seleksi yang mana dulu yang kita tampilkan di etalase,” ucap Tamae.
“Kalau masalah itu terserah Oneesan saja. Soalnya minggu depan aku sudah mau berangkat ke Korea,”
“Kamu beneran mau pergi ke Korea? Beneran mau buka cabang disana?”
“Ya, Oneesan aku sudah buat keputusan itu dan aku sendiri yang akan menanganinya.,”
“Tapi, butik yang disini bagaimana? Aku tidak bisa menghandle semuanya sendiri tanpa dirimu,”
“Ah, Oneesan ini. Aku percaya Oneesan sanggup menangani butik ini. Oneesan tahu sendiri kan aku sudah tidak bisa lagi tinggal disini. Semua hal yang ada disini mengingatkanku pada masa laluku,”
“Ya, aku tahu. Bahkan sampai sekarang pun meski aku tak tahu hubungan di antara kalian seperti apa, aku cukup tahu bahwa kau masih belum bisa melupakannya. Tapi, tidak bisakah kau berusaha bertahan lagi? Menghindar tidak akan bisa menyelesaikan masalahmu,”
“Aku tahu Oneesan, aku hanya ingin menghirup udara kehidupan yang baru dan dengan hal-hal yang baru,”
“Bukankah kau sudah memulai semuanya yang baru juga sejak saat itu. Kau melepaskan impianmu menjadi dokter dan beralih ke bisnis ini. Tapi, jika itu memang yang terbaik bagimu, aku hanya bisa merelakanmu,”
“Ya, arigato gozaimas[7] Oneesan,”
“Aku pasti akan merindukanmu,” ucap Tamae sembari memeluk gadis kecil yang sudah dianggapnya sebagai adiknya sendiri itu. Air matanya pun meleleh melihat betapa masih menderitanya gadis yang berada di depannya itu. Dia tidak tahu harus berbuat apa untukknya setelah gadis itu berbuat banyak untuk dirinya. Dia hanya bisa memberikan nasehat-nasehat kepada gadis malang itu, dan mendengarkan cerita-cerita gadis yang berwajah imut itu.
Mereka berdua larut dalam kesedihan dengan air mata yang masih berurai. Tapi, ketika pegawainya masuk ke tempat mereka berada, mereka segera menyeka air mata yang tengah menggenangi pipi mereka.
“ Sumimaseng[8],” ucap seseorang setelah beberapa kali mengetuk pintu ruang kerja Tamae.
“Ohairi nasai[9]!” ucap Tamae.
“Seorang pegawai wanita yang tadi mengetuk pintu itupun masuk dan berkata: “Ibu Tamae...”
“Ya, ada apa Minna?” tanya Tamae.
“Ada pelanggan VIP yang biasanya bu, dia ingin ibu merekomendasikan gaun-gaun untuknya lagi,” jelas pegawai itu.
“Ya, baiklah sebentar lagi aku akan kesana,” Ucap Tamae.
Tamae bergegas menemui pelanggan VIP nya itu. Tapi sebelumnya dia berpesan pada Sakura untuk menunggunya sampai dia selesai. Karena dia harus membuat pesta perpisahan dulu sebelum Sakura pergi ke Korea minggu depan. Sakura hanya mengangguk ketika Tamae mengajaknya keluar setelah pekerjaannya selesai.
Dalam penantiannya menunggu Tamae selesai melayani pelanggannya tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dia yang tengah asyik mengamati sketsa desain-desain yang dibuat Tamae, segera meletakkan desain-desain itu di tempat kerja Tamae. Dan segera di bukanya flip ponselnya, dan tertera nama Mirae di layar handponenya.
“Annyong[10]...” ucap Sakura dalam bahasa Korea karena yang menelponnya adalah orang korea yang dikenalnya selama ia belajar desain di Paris.
“Oh,, Annyong haseyo[11]Jenny unni[12], Na-neun Mirae imnida[13],” ucap Mirae.
“Ye[14],” ucap Sakura.
“Bagaimana kabar unni?”
“Jaljinaepida[15]. Bagaimana denganmu?”
“Ya, aku juga baik-baik saja. Unni, aku ingin memastikan apakah unni jadi datang ke korea minggu depan?” tanya Mirae.
“Ya, aku akan ke sana minggu depan. Dan seperti yang pernah aku bilang, aku akan memulai bisnisku disana,”
“Wah.. aku senang mendengarnya Unni,”
“Iya, ngomong-ngomong ada perlu apa kamu tiba-tiba menelpon?”
“Begini Unni, aku ada Job untuk membuat desain baju salah satu aktor terkenal di sini. Tapi, aku sudah punya job lainnya jadi aku tidak bisa mengambil job yang ini. Karena itu saya ingin menawarkan job ini sama Unni. Sebagai awal Unni berkarir di negara ini,” jelas Mirae akan maksudnya menelpon Sakura.
“Wah, bagus itu. Gamsahamnida[16], kamu telah memberiku pekerjaan,”
“Nggak papa kok Unni. Sebenarnya aktor itu sepupuku sendiri. Dia anaknya suka bawel kalau tentang kostumnya. Dan dia tidak mau orang lain mengurusi kostum-kostumnya kecuali aku. Tapi, karena aku sibuk makanya aku merekomendasikan Unni kepadanya. Tadinya dia menolak, tapi ketika aku ceritakan kehebatan Unni yang mendapat peringkat pertama selama kita belajar bersama di Paris akhirnya dia mau menerimanya,”
“Nggak perlu di ceritakan begitu, aku jadi nggak enak,”
“Nggak papa kok Unni, aku malah yang berterima kasih pada Unni karena mau membantuku mengambil alih job ini. Kalau tidak, aku nggak tahu apa yang akan dilakukan oleh sepupuku yang menyebalkan itu terhadapku,”
“Ya, baiklah,”
“Aku tunggu ya Unni. Nanti aku kirim alamatku di Korea. Unni bisa berkunjung ke butikku kalau sudah sampai di Korea. Atau Unni mau aku menjemput Unni di ghongghong[17]?”
“Ah, tidak-tidak usah. Nanti aku cari sendiri saja. Meskipun sudah jarang ke Korea lagi aku masih hafal kota-kota dan jalanan di korea,”
“Baiklah kalau begitu Unni, daahh,” ucap Mirae mengakhiri percakapannya dengan Sakura.
Mirae, gadis keturunan korea yang memiliki nama korea Jang Na-Na itu dikenal Sakura ketika dia belajar desain di Paris. Awalnya mereka tidak begitu akrab tapi setelah di tempatkan dalam suatu kelompok yang sama mereka jadi akrab. Terlebih lagi mereka mendapat predikat terbaik, Sakura yang mendapat posisi pertama dan Mirae mendapatkan posisi ketiga. Meskipun Na-Na lebih muda dari Sakura, tapi Sakura juga mengakui bahwa anak itu benar-benar berbakat dalam bidangnya. Dan mereka pun menjadi nyambung dan sering menghabiskan waktu bersama saat di Paris.
Berjalan-jalan di Menara Eifel dan melihat pemandangan-pemandangan serta berbagai tempat wisata yang ada di kota itu. Meskipun mereka jarang pergi berdua saja karena pacar Na-Na juga selalu turut serta. Tapi, setidaknya di negara mode itu dia tidak kesepian karena candaan Mirae yang segar selalu bisa membuatnya tertawa. Sebelum mereka berpisah dulu, Sakura sempat memberi tahu rencananya pada Mirae kalau dia mau membuka bisnis di Korea setelah kembali ke Jepang terlebih dahulu. Dan mendengar itu, Na-Na sangat senang karena mereka bisa bekerja sama di negeri gingseng itu.
Tamae menghampiri Sakura yang tengah duduk di sofa tempat kerjanya itu. Dia tersenyum simpul sembari mengisyaratkan bahwa pelanggan setianya itu sudah dapat diatasi dengan baik. Dengan mengambil tas tangannya yang tergeletak di kursi kerjanya, dia menarik tangan Sakura.
“Ayo, kita pergi,” ucapnya.
“Kemana Oneesan?”
“Pesta perpisahan, aku nggak mau kamu pergi tanpa membuat pesta terlebih dahulu denganku. Kita tutup butik hari ini nggak papa kan? Nggak mungkin rugi miliyaran kan?” celotehnya.
“Ya, baiklah. Kita mau pergi kemana?”
“Kita pergi ke tempat biasa, makan shabu-shabu sama karyawati-karyawati kita. Oke?” ucap Tamae sembari menunjukkan para karyawati-karyawatinya yang tengah siap berdiri di depan pintu ruang kerjanya.
Di musim dingin begini memang sangat tepat jika ingin makan-makanan yang hangat seperti shabu-shabu. Apalagi Sakura yang sudah dari pagi berkeliling menikmati pemandangan kawasan Harajuku sebelum ke tempat butiknya itu, belum mencicipi makanan ataupun minuman hangat sekalipun. Karena itu untuk mengembalikan suhu tubuhnya agar normal kembali dia butuh makan makanan dan minuman yang menghangatkan tubuhnya. Sehingga dia pun menyetujui ajakan Tamae dan karyawan-karyawannya.
“Ayoo pergi oneesan..” ucap para pegawainya pada Sakura. Mereka tersenyum bahagia karena hendak ditraktir oleh bosnya itu. Terlebih lagi mereka senang karena bosnya telah kembali dari Paris. Meskipun akan pergi lagi ke Korea untuk mengembangkan bisnisnya. Tapi, keramah-tamahan Sakura kepada para pegawainya itu membuat semua pegawainya senang bekerja dengannya dan sangat menghormatinya. Meskipun Tamae juga baik, tapi dia selalu tegas kepada para pegawainya kalau menyangkut pekerjaan, tapi kalau sedang di luar seperti ini dia menghambur bersama pegawai-pegawainya tanpa memperhatikan status diantara mereka.
Mereka makan di tempat mereka biasa menghabiskan waktu bersama-sama jika sedang mengadakan perayaan jika bisnis mereka lancar. Banyak karyawannya yang menyayangkan kepergiannya ke Korea. Tapi mereka semua tahu apa yang tengah menimpa Sakura beberapa tahun terakhir. Karena itu mereka menghargai keputusan Sakura yang ingin mengurus cabang di Korea.
“Oneesan, aku pasti sangat merindukanmu,” ucap Minna salah satu karyawati Sakura yang juga merupakan adik kelasnya ketika dia duduk di bangku SMA dulu. Yang juga cukup tahu tentang masalah hubungan Sakura dengan Takagi yang tidak biasa.
“Ya, aku juga pasti akan merindukanmu. Tapi aku nggak pergi ke dunia lain kok, cuman di Korea, jadi kalian bisa berkunjung ke sana sesekali,” ucap Sakura.
“Iya, kalau kami dapat izin dari bos Tamae,” ucap Minna sembari menatap wajah Tamae yang serius itu, seolah menyindirnya. Tamae yang tahu bahwa dia telah mendapat sindiran dari pegawainya mengangkat wajahnya dari shabu-shabu yang telah dinikmatinya. Dia pun tersenyum yang kemudian diikuti oleh tawa para pegawainya yang lain termasuk Tamae.
[1] Para anak muda yang berdandan aneh mengikuti model majalah Anan dan Non-no.
[2] Nama Majalah Fashion di Jepang
[3] Festival Musim Semi di Jepang.
[4] Artinya selamat pagi.
[5] Sebutan untuk kakak perempuan dalam bahasa Jepang.
[6] Artinya bandara.
[7] Artinya terima kasih.
[8] Artinya permisi.
[9] Artinya masuklah.
[10] Artinya Halo.
[11] Artinya Halo, apa kabar?
[12] Sebutan untuk kakak perempuan dalam bahasa Korea.
[13] Artinya Saya Mirae.
[14] Artinya Ya.
[15] Artinya baik-baik saja.
[16] Artinya terima kasih.
[17] Artinya bandara.