Malam ini.. langit begitu gelap. Tidak ada satu bintang pun di sana. Namun angin terasa begitu kencang dan sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
Kinara sedang belajar di kamarnya, tetapi dia tidak bisa fokus. Sebab pikirannya selalu tertuju pada Kevan. Tepatnya pada apa yang telah Kevan alami. Pintu kamarnnya terbuka dan menampakkan wajah cantik bundanya yang sedang membawa nampan berisi segelas susu hangat di atasnya.
"Sayang.. ini bunda bawakan susu hangat untuk kamu. Udara di luar sangat dingin, bunda tutup ya jendelanya." Ucap Kirana sambil menaruh nampan tersebut di atas nakas, kemudian berjalan untuk menutup jendela kamar putrinya.
"Terima kasih, bunda." Kirana tersenyum kemudian melangkah mendekat kepada Kinara.
"Jangan tidur terlalu malam, ya." Katanya sambil mengecup kening Kinara.
"Selamat malam dan mimpi indah sayang.."
Kinara menatap kepergian Kirana dari kamarnya. Dalam hati dia bersyukur karena telah memiliki orang tua yang sangat menyayanginya. Apalagi setelah mendengar cerita tentang Kevan tadi sore, Kinara jadi merasa lebih bersyukur lagi. Kedua orang tuanya masih lengkap dan utuh, ditambah dengan mereka yang sangat menyayangi Kinara. Hal itu membuat Kinara merasa menjadi anak yang sangat beruntung di dunia.
Kinara tidak tahu bagaimana jadinya kalau dia tidak memiliki orang tua seperti Danu dan Kirana.
**
Kinara melihat ke arah jam dinding di kamarnya yang sudah menunjukkan pukul 9 malam. Lantas Kinara merapikan buku-bukunya dan menaruhnya di rak buku. Lalu meminum susu hangat yang tadi bundanya bawakan. Kinara pun siap untuk tidur.
Meskipun jendela kamarnya sudah ditutup, tetapi tetap saja terasa dingin bagi Kinara. Ditambah di luar sudah turun hujan. Padahal pendingin ruangan pun sudah Kinara matikan. Hingga akhirnya Kinara menyelimuti seluruh tubuhnya dengan selimut tebalnya.
Baru saja Kinara memejamkan matanya, tiba-tiba Kinara mendengar suara seseorang mengetuk jendelanya. Kinara pun menelan ludah. Dia menarik selimutnya sehingga hanya matanya saja yang terlihat, kemudian dia melihat ke arah jendela dan ternyata benar kalau di sana terdapat bayangan hitam. Ada seseorang di sana!!
Orang itu mengetuk kembali jendelanya, dan membuat Kinara mau tidak mau harus bangun, untuk melihat siapa yang ada di balik jendelanya itu. Apakah itu manusia ataukah hantu? Tidak mungkin itu hantu, karena hantu tidak mungkin mengetuk jendela. Kalau dia ingin masuk ya tinggal masuk,dan Kinara yakin itu pasti manusia. Tetapi siapa?
Siapa manusia yang berani manjat ke balkon kamar Kinara yang notabenenya berada di tingkat dua????
Kinara pun memberanikan diri untuk membuka tirainya. Kinara melangkah perlahan dengan tubuh yang sudah tertutup selimut.
SRAKK
Kinara membuka tirainya , namun matanya tetap terpejam. Takut jika seseorang itu ternyata maling.
"Kinara?"
Mendengar namanya dipanggil, Kinara pun refleks membuka matanya dan melihat siapa yang ada di balik jendela kamarnya tersebut.
"Kevan????" Buru-buru Kinara membuka jendela kamarnya dan menyuruh Kevan untuk segera masuk.
Kinara sangat terkejut saat tahu ternyata Kevan yang ada di balik jendela itu. Tapi kenapa harus lewat jendela?! Kenapa tidak lewat pintu depan?! Pikirnya.
Melihat Kevan yang basah kuyup, Kinara langsung membuka lemari dan mengambil handuk baru untuknya.
"Tunggu, biar aku cariin kamu baju ganti dulu."
Kevan hanya berdiri dalam diamnya. Sementara Kinara sibuk mencarikan baju untuk Kevan. Kinara menemukan celana training dan sebuah hoodie berwarna abu. Setidaknya Kinara bisa menemukan pakaian yang lebih pantas untuk Kevan.
"Pake ini aja ya? Di lemariku tidak ada baju untuk cowok." Katanya sedikit menyesal. Namun Kevan tetap menerima pakaian yang diberikan oleh Kinara, dan kemudian menggantinya.
**
Beberapa saat kemudian..
"Kamu kenapa datang ke sini malam-malam? Kenapa hujan-hujan-an, dan kenapa pula harus lewat jendela? Bagaimana caranya kamu naik ke balkonnya coba?" Kevan terkekeh. Kinara terlihat lucu ketika dia berbicara seperti tadi.
"Cerewet ya kamu sekarang?" Kata Kevan sambil mengacak rambut Kinara.
"Cepet jawab pertanyaan aku!" Kinara cemberut kesal. Tidak tahukah Kevan bahwa Kinara sangat mengkhawatirkannya?
"Kata kamu tadi sore, kalau aku ingin cerita dan tidak tahu harus bercerita pada siapa, aku harus datang padamu, kan?" Kinara mengangguk.
"Sekarang aku mau cerita. Dan kenapa aku hujan-hujanan, itu karena di luar memang hujan, dan aku tidak membawa payung. Lalu kenapa aku malah datang lewat jendela? Itu karena aku tidak berani kalau harus datang lewat pintu depan, bisa-bisa aku langsung diusir, karena bertamu malam-malam."
"Memangnya sekarang kamu tidak takut diusir?"
"Nggak, kan ga ketahuan."
"Kalau tiba-tiba ayah atau bunda tiba-tiba datang ke sini? Bagaimana?"
"Ngumpet lah."
"Kalau ketahuan?"
"Matilah aku karena sudah berani masuk ke kamar putri mereka tanpa izin." Kinara tertawa.
"Terus bagaimana caranya kamu naik?!"
"Buat apa orang ciptain tangga kalau nggak ada gunanya?"
**
"Sebenernya kedatangan aku ke sini karena aku mau cerita sama kamu."
"Kamu udah bilang tadi." Kevan tersenyum.
"Kamu juga pasti udah tahu sebagian dari nenek, kan?" Kinara mengangguk.
"Aku akan ceritakan lagi, tapi cerita versiku ya?"
"Kevan.. cepetan ceritanya, kalau tidak aku mau tidur aja."
"Oke.. seperti yang kamu tahu, papa dan mamaku bercerai ketika aku dilahirkan. Setelah itu aku tinggal bersama dengan mama. Selama tiga belas tahun mama membesarkan aku sendirian. Mama sangat menyayangiku. Aku juga diperkenalkan pada papa kandungku.
Setiap satu bulan sekali mama selalu membawaku mengunjunginya. Mama tidak ingin kalau sampai aku tidak mengenal papa. Tetapi, setiap kali kami datang berkunjung, kami hanya baru bertemu dua kali. Pertama, ketika papa baru akan pergi bekerja. Dan kedua, ketika papa baru pulang bekerja. Sehingga waktu kami untuk bertemu hanya sebentar.. Sebagai anak, aku merasa penasaran, alasan apa yang membuat kedua orangtuaku bercerai. Kemudian mama menceritakan semuanya padaku." Kevan menjeda sebentar.
"Mereka menikah karena dijodohkan. Mama mencintai papa, tetapi papa, setelah menikah pun papa masih saja mencintai mantan kekasihnya yang terpaksa papa putuskan. Kevan menghela napasnya, sementara Kinara masih fokus pada apa yang Kevan ceritakan.
“Sampai suatu hari, mama melihat papa sedang jalan bersama dengan mantan kekasihnya itu. Mama tetap mencoba mempertahankan pernikahannya dengan papa, meski mama tahu kalau dirinya sudah dikhianati. Tidak sampai di situ.. kemudian di saat mama sedang mengandungku di usia yang ke sembilan bulan, mama tidak sengaja mendengar percakapan papa dengan wanita itu. Saat itu mama mendengar kalau wanita itu hamil, dan itu anak papa. Dan lebih parahnya lagi, papa berkata bahwa dia akan menceraikan mama ketika sudah melahirkan, dan akan menikahi wanita itu. Dan ternyata, tepat setelah aku lahir, bukan papa yang akan menceraikan mama, tetapi mama yang langsung menceraikan papa saat itu juga. Mama merasa sangat sedih saat menceritakan semua itu padaku, dan aku bisa mengerti bagaimana perasaan mama."
"Kevan? Aku mau bertanya. Potong Kinara. Kevan pun mengangguk.
"Jika papa kamu masih mencintai mantan kekasihnya, lalu kenapa dia mau menikah dengan mama kamu?" tanya Kinara.
"Papa hanya ingin membuat nenek bahagia." Kinara mengangguk mengerti, lalu mengisyaratkan Kevan untuk segera melanjutkan ceritanya. Namun Kinara menguap, rupanya jam tidurnya sudah terlewat. Perlahan Kevan menidurkan kepala Kinara di pangkuannya.
"Aku tidak akan tidur sebelum kamu selesai." Kevan tersenyum lalu mengangguk, kemudian dia kembali melanjutkan ceritanya.
"Setiap satu bulan sekali aku rutin mengunjungi papa, namun apa yang aku dapatkan? Papa selalu tidak ada di rumah setiap kali aku berkunjung. Nenek selalu bilang kalau papa terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Tetapi saat aku beruntung bisa bertemu dengannya, aku bertanya padanya, apa yang papa kerjakan setiap harinya. Dan papa menjawab, 'aku sedang mencari anakku yang hilang'. Coba kamu bayangkan jika kamu berada di posisi aku saat itu?! Aku anaknya dan aku selalu mengunjunginya, tetapi apa yang aku dapat? Dia bahkan sibuk mencari keberadaan anaknya yang lain?! Dia bahkan tidak mempedulikan aku yang notabenenya adalah anak kandungnya sendiri!"
Sekarang Kinara tahu, kenapa Kevan seakan bersikap sangat setidakpeduli itu pada papanya. Kemudian Kinara meremas tangan Kevan yang tadi setia mengelus rambut Kinara. Seakan memberikan Kevan kekuatan melalui itu.
"Kemudian saat aku lulus smp, mama menikah lagi. Mama menikah dengan ayahnya Rega. Di awal pernikahan, mama terlihat lebih menyayangi Rega dibanding dengan aku, anak kandungnya sendiri. Tapi lama kelamaan, aku merasa kalau mama sudah tidak sayang lagi padaku. Sehingga aku memutuskan untuk tinggal sendiri ke rumah yang dibelikan papa tiriku. Tersirat rasa kecewa di mata milik Kevan. Rasa kecewa yang ditujukan untuk mamanya.
“Semua kebutuhanku selalu terpenuhi. Tetapi aku tetap merasa kesepian. Aku sendirian. Coba kamu bayangkan bagaimana rasanya jadi aku. Kamu pikir apa yang harus aku lakukan saat itu? Papa kandungku sendiri tidak pernah menganggap keberadaanku, dan mama, dia telah berubah.. Hingga terbentuklah aku yang sekarang. Aku yang selalu dianggap aneh oleh semua teman-teman sekelasku. Mereka menganggap aku sebagai si bisu pembuat masalah. Tanpa mereka tahu apa penyebab aku menjadi seperti itu. Sampai aku bertemu kamu.." Kevan tersenyum menatap Kinara.
"Hidupku berubah.. Aku kembali menemukan sumber kebahagiaanku, yaitu kamu." Ucap
Kevan sambil menekan hidung Kinara, hal itu membuat Kinara cemberut sekaligus tersipu.
"Aku beruntung bisa ketemu kamu, sekaligus bisa menjadi pacar kamu. Karena kamu sumber bahagiaku. Aku tidak bisa membayangkan kalau aku sampai harus hidup tanpa kamu. Betapa aku sangat mencintai kamu, Kinara." Kevan mencium kening Kinara dengan penuh cinta, membuat Kinara memejamkan matanya.
"Berjanjilah padaku, bahwa kamu akan terus bersamaku." Ucap Kevan dengan penuh harap.
"Aku berjanji. Jawab Kinara dengan sangat yakin.
"Jangan pernah meninggalkan aku, karena hanya kamu yang aku punya saat ini."