Mobil Kevan berhenti di depan sebuah pagar rumah yang tinggi menjulang. Rumah bertingkat berwarna putih milik seseorang yang sangat jarang Kevan temui, Devan, papa kandungnya.
Pagar dibuka setelah Kevan membunyikan klakson berkali-kali.
"Selamat sore, tuan muda." Sapa security yang bertugas di sana. Namun Kevan mengabaikannya. Dia langsung melajukan mobilnya ke depan rumah tersebut. Kevan segera membopong Kinara dan melangkah ke depan pintu. Kevan kesulitan untuk menekan bel, namun dia beruntung pintu langsung terbuka. Seorang wanita tua yang seluruh rambutnya sudah memutih. Dia adalah neneknya, ibu dari papa kandungnya, Martha.
"Kevan cucuku.." sapanya.
Namun Kevan mengabaikannya. Kevan melangkah melewati Martha begitu saja. Karena tujuannya sekarang adalah membawa Kinara ke kamarnya. Martha tidak percaya kalau Kevan akan mengabaikannya. Dia bahkan tidak tersenyum sedikitpun padanya. Namun, meskipun begitu, Martha tetap mengikuti langkah Kevan dari belakang.
**
Setelah Kevan membaringkan Kinara ke tempat tidur di kamarnya -yang sudah lama tidak ditempati- Kevan sibuk mencari kotak p3k. Dan setelah dia menemukannya, dia mengoleskan minyak angin ke hidung Kinara, berharap agar Kinara cepat sadar setelahnya.
"Kevan cucuku.. apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa gadis ini bisa pingsan?"
Kevan tetap diam, tak menjawab pertanyaan dari Martha. Hingga Kinara membuka matanya, dan itu membuat Kevan bisa bernapas dengan lega.
"Syukurlah kamu sudah sadar. Aku khawatir banget tadi."
Terdapat kelegaan pada perkataan yang Kevan ucapkan tadi. Martha yang melihat kelegaan di wajah Kevan pun langsung mengerti, bahwa gadis yang kini terbaring di tempat tidur itu sangatlah berarti untuk Kevan. Martha merasa sangat senang, karena pada akhirnya Martha tahu kalau Kevan sudah menemukan sumber bahagianya.
"Apa ada yang sakit? Bilang sama aku, biar aku obati."
Kinara hanya tersenyum lemah. Kinara mencoba untuk bangun, kemudian Kevan membantunya dan menyandarkan punggung Kinara ke kepala tempat tidurnya.
"Kamu mau minum? Biar aku ambil ya?"
Baru saja Kevan akan berdiri untuk mengambilkan minum untuk Kinara, namun Kinara menahan lengannya. Dengan isyarat meminta Kevan agar tetap berada di dekatnya.
"Aku baik-baik aja. Justru kamu yang kenapa-kenapa. Coba lihat," Kinara menyentuh wajah Kevan perlahan. Tepatnya pada luka-luka yang terdapat di pipi dan juga pada sudut bibirnya yang terdapat darah yang sudah mengering. Kevan meringis, sehingga membuat Kinara juga ikut meringis dibuatnya.
"Sini, biar aku obati."
Kinara mengambil kotak p3k dari tangan Kevan, dan dengan telaten dia mengobati luka-luka tersebut. Kinara hanya perlu beberapa waktu untuk itu.
"Makasih udah mau ngobatin lukaku." Kevan tersenyum tulus pada Kinara, begitu juga Kinara yang tersenyum tulus padanya.
"Seharusnya aku yang berterima kasih. Terima kasih, Kevan.. kamu sudah datang untuk menyelamatkan aku. Aku tidak tahu apa jadinya aku kalau kamu tidak datang." Air mata kembali lolos dari pelupuk mata Kinara. Kevan yang melihat itu pun segera mengusapnya dengan lembut.
"Jangan nangis" katanya.
Kinara langsung memeluk Kevan dengan sangat erat. Seakan Kinara sedang menyalurkan rasa takut itu pada Kevan. Sehingga Kevan dapat menyadari bahwa saat ini Kinara masih merasa takut. Kevan mengepalkan tangannya. Dia marah. Kevan marah pada Rega, tentu saja. Sebab Rega sudah berani menyakiti gadisnya. Tetapi Kevan lebih marah kepada dirinya sendiri, karena sudah gagal untuk menjaga Kinara.
"Maafin aku, ya? Karena aku, kamu jadi kayak gini." Ucap Kevan yang masih setia memeluk Kinara.
"Ini bukan salah kamu kok." Ucap Kinara.
Ekhem
Deheman itu membuat Kinara melepaskan pelukannya. Kinara melihat ke arah Martha yang sedang berdiri di dekat pintu. Apakah wanita tua itu sudah sejak tadi ada di sana? Tanya Kinara dalam hatinya.
"Jadi, dia pacar kamu?" Tanya Martha pada Kevan.
Kevan hanya menjawabnya dengan gumaman, tanpa mau menatap ke arahnya. Sementara Kinara merasa malu tapi juga tidak mengerti. Kinara tidak mengenal siapa wanita tua itu. Apa dia neneknya Kevan? Pikirnya.
Martha mendekat kepada Kevan dan Kinara. Kemudian tersenyum kepada Kinara.
"Saya Martha, neneknya Kevan. Siapa namamu gadis cantik?"
"Kinara"
"Nah Kevan, sebaiknya kamu ajak Kinara untuk makan. Kalian pasti lapar, nenek sudah menyuruh bi Marni untuk memasak banyak. Karena nenek tahu, cucu kesayangan nenek pasti akan pulang." Ucap Martha kemudian keluar dari kamar Kevan.
Kinara hanya tersenyum ketika mendengar ucapan Martha, sedangkan Kevan tetap dengan wajah datarnya.
"Aku baru sadar kalau ini bukan kamarku."
Mendengar ucapan Kinara, Kevan pun tersenyum. Ternyata memang benar, hanya Kinara, satu-satunya orang yang mampu membuat Kevan tersenyum dan bisa merasa bahagia. Spontan Kevan menarik gemas hidung Kinara, membuat si empu-nya mengerucutkan bibirnya.
"Ini kamarku" ucapan Kevan membuat Kinara terkejut. Jadi Kevan membawa Kinara pulang ke rumahnya??
"Kenapa tidak langsung membawa aku pulang?"
"Karena rumah ini yang lebih dekat dari tempat tadi. Lagipula, aku tidak mau digantung mati sama papa kamu. Kalau dia tahu aku membawa pulang kamu dalam keadaan pingsan."
Kinara tertawa, dan itu membuat Kevan tersenyum.
"Mau pulang sekarang?" Kinara menatapnya heran.
"Tadi kan nenek Martha mengajak kita untuk makan?" Kevan hanya mengangkat sebelah alisnya.
Terus kenapa? katanya.
"Tidak baik menolak ajakan orang tua." Bisik Kinara.
Kevan tersenyum sambil mengacak rambut Kinara. Membuat Kinara juga ikut tersenyum.
"Bilang aja kamu laper, ya kan?"
**
Pada akhirnya Kevan mengajak Kinara ke meja makan. Ternyata neneknya benar, makanan sudah tersedia di meja makan dengan porsi makan orang se-RT. Astaga.. memangnya siapa yang akan menghabiskan makanan sebanyak ini?! Batin Kevan.
"Silahkan dimakan, nak. Semua makanan ini khusus untuk kalian." Ujar Martha.
"Kevan, bisa-bisa aku gemuk kalau harus makan sebanyak ini." Kinara kembali berbisik pada Kevan. Ucapannya membuat Kevan terkekeh.
"Gapapa gemuk, aku tetap cinta kok." Balas Kevan berbisik pada Kinara.
Melihat tingkah laku cucu kesayangannya bersama dengan kekasihnya itu membuat Martha tersenyum. Sudah sangat lama Martha tidak melihat senyuman Kevan, dan baru sekarang lagi dia bisa melihatnya.
**
Setelah selesai makan, Martha mengajak Kevan dan juga Kinara agar ikut bersamanya ke halaman belakang. Awalnya Kevan menolak, dia ingin langsung membawa Kinara pulang. Tetapi pada akhirnya Kevan mau mengikuti Martha, karena Kinara yang memintanya. Alasannya agar Kinara bisa lebih mengenal neneknya. Begitu katanya.
"Beginilah suasana rumah ini.. sepi." Ucap Martha memulai percakapan di antara mereka.
"Di rumah sebesar ini, saya hanya tinggal sendiri. Karena cucuku ini tidak mau tinggal di sini." Lanjutnya.
Kinara terkejut setelah mendengar perkataan Martha. Lalu selama ini Kevan tinggal di mana?! Pikirnya. Namun kemudian Kinara ingat tentang Kevan yang mempunyai kakak tiri. Dia yang tadi hampir mencelakakanku, Rega. Mungkin Kevan tinggal bersama dengan keluarga mamanya?
Tetapi bukan hanya Kinara yang terkejut, Kevan juga sama terkejutnya.
"Sendiri?" Tanyanya refleks.
"Dulu, papanya Kevan juga tinggal di sini, tapi sekarang.. Dia masih ada di sini, tetapi tidak dengan jiwanya. Dia terlalu sibuk dengan dunianya."
Kevan merasa sangat terkejut atas apa yang baru diketahuinya. Memangnya seberapa lama Kevan tidak datang menemuinya, sampai-sampai Kevan sekarang tidak mengetahui bagaimana kabarnya.
"Apa kamu tidak mau melihat bagaimana keadaannya sekarang?"
"Aku permisi."
Kevan pergi meninggalkan Martha bersama dengan Kinara. Entah Kevan akan pergi ke mana, Kinara pun tidak tahu.
Martha hanya diam ketika melihat Kevan pergi, kemudian dia tersenyum kepada Kinara, sementara Kinara menatap Martha dengan bingung. Sebab terdapat banyak pertanyaan di dalam otak Kinara yang tidak dia mengerti. Tetapi satu fakta yang baru Kinara sadari, bahwa Kinara belum mengenal Kevan sepenuhnya.
**
Mobil Kevan kini sudah tiba di depan rumah Kinara. Namun baik Kevan atau pun Kinara, keduanya sama-sama tidak ada yang bergerak dari tempatnya. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Kevan yang tidak tahu harus apa setelah mengetahui fakta tentang papanya. Kevan masih tidak ingin menemuinya. Karena setiap kali Kevan bertemu dengan papanya, Kevan selalu ingat wajah mamanya yang menangis ketika menceritakan pengkhianatan yang dilakukan papanya.
Neneknya bilang kalau papanya sekarang sedang sibuk dengan dunianya. Raganya ada tapi tidak dengan jiwanya. Kevan tahu apa alasan papanya menjadi seperti itu. Dan alasan itu malah membuatnya semakin terluka dan semakin merasa kalau dirinya tidak pernah dianggap.
Sedangkan Kinara? Dia sibuk memikirkan tentang semua yang Martha ceritakan padanya, setelah Kevan pergi meninggalkannya saat itu.
Tentang perceraian orang tua Kevan yang terjadi karena papa Kevan lebih memilih wanita lain dibanding istrinya sendiri. Semua itu terjadi setelah Kevan lahir. Mamanya menceraikan papanya, tepat setelah Kevan lahir. Karena saat itu mama Kevan mengetahui semuanya.
Tentang perselingkuhan papa Kevan yang bahkan selingkuhannya itu juga sedang mengandung anaknya.
Tentang mama Kevan yang menikah lagi, dan Kevan harus ikut bersamanya. Sebab hak asuh anak jatuh pada mamanya. Lalu tentang papa Kevan, yang kata Martha, setelah bercerai dengan mama Kevan, wanita itu menghilang entah ke mana. Dan sejak saat itu papa Kevan sudah mulai mencari keberadaan wanita selingkuhannya itu, dan juga anaknya yang ada di dalam kandungannya. Sampai pada akhirnya papa Kevan kehilangan kewarasannya karena itu.
Sungguh Kinara tidak tahu kalau ternyata jalan hidup Kevan seberat itu. Dan sekarang Kinara tahu, kalau sikapnya Kevan selama ini adalah akibat dari semua yang telah terjadi pada kehidupannya.
Kinara menoleh pada Kevan yang kini sedang melamun, sama sepertinya tadi.
"Kevan?" Kevan pun menoleh.
"Jika kamu ingin bercerita, dan tidak tahu harus bercerita pada siapa, datanglah padaku. Aku akan selalu siap untuk menjadi pendengar yang baik." Kevan memeluk Kinara. Air matanya lolos begitu saja. Meski pun pantang baginya untuk menangis. Dengan cepat Kevan mengusap air matanya, agar Kinara tidak mengetahui kalau dia menangis.
"Jangan tanggung
beban kamu sendirian."