"Tante??" Kirana menoleh pada Kevan.
"Boleh saya tanya sesuatu tentang Kinara?"
Sepertinya Kirana tahu apa yang akan Kevan tanyakan padanya tentang putrinya itu. Lalu, haruskah Kirana memberitahukan semua tentang Kinara pada Kevan? Tetapi.. Bagaimana jika setelah Kevan tahu semuanya, dia tidak bisa menerimanya? Lalu Kevan pergi meninggalkan putrinya? Bagaimana jika itu terjadi?? Sungguh.. Kirana tidak tahu harus berbuat apa jika sampai itu terjadi.
Kinara baru saja bahagia. Dia baru saja bisa bersikap seperti orang normal seusianya. Baru saja Kinara merasa bahagia saat masuk sekolah dan bertemu dengan teman-teman yang baik kepadanya. Dan baru saja Kinara merasa dicintai oleh Kevan. Lalu, pantaskah jika semua kebahagiaan itu direnggut paksa darinya, hanya karena Kirana menceritakan kebenaran tentang dirinya pada Kevan, dan Kevan pun pergi meninggalkannya???
Tidak! Jelas itu tidak akan pernah terjadi! Kevan tidak boleh mengetahui kebenaran tentang Kinara. Kirana tidak mau jika Kevan pergi meninggalkan Kinara hanya karena tidak bisa menerima keadaannya. Tetapi biar bagaimanapun Kevan itu seseorang yang spesial bagi Kinara, Kinara mencintainya dan Kevan juga mencintai Kinara. Jadi Kevan berhak untuk tahu tentang Kinara.
"Tante?" Kirana tersadar.
Sedari tadi Kirana terus saja melamun. Sebab sudah terjadi antara pikiran dan batinnya. Di mana pikiran yang menginginkan Kirana untuk tidak memberitahukan kebenaran tentang Kinara pada Kevan, sementara batinnya mengatakan kalau Kirana harus memberitahukannya pada Kevan. Dan semua itu membuat Kirana pusing.
"Tante gapapa?" Tanya Kevan khawatir.
"Iya tante gapapa. Kamu mau tanya apa tadi?"
Kevan bingung. Haruskah dia menanyakannya sekarang? Kondisi Kirana sepertinya sedang tidak baik. Tetapi Kevan sangat penasaran.
"Kalau tante merasa tidak sehat, gapapa kok tante, tante istirahat aja. Lain kali lagi aja aku tanyanya."
Kesehatan Kirana lebih penting dari rasa penasarannya, bukan? Pikir Kevan.
"Kalau begitu, Kevan pamit pulang ya, tante?"
Setelah berpamitan, Kevan mulai melangkah menjauh dari hadapan Kirana. Lagi pula ini sudah sore, bahkan sebentar lagi juga malam. Kevan memang sudah harus pulang.
"Kevan, tunggu!!" Kevan berhenti dan berbalik.
"Iya tante, ada apa? Apa tante butuh sesuatu?"
Kirana menggeleng, "Kemarilah" katanya.
Kevan akhirnya tidak jadi pulang. Dia kembali duduk di tempat yang tak jauh dari Kirana.
"Tante mau tanya satu hal sama kamu." Kevan mengangguk dan dia siap mendengarkan apa yang Kirana ingin tanyakan padanya.
"Apa kamu sungguh-sungguh mencintai Kinara?"
Kevan terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa. Lagi pula, untuk apa juga Kirana menanyakan hal seperti itu pada Kevan?
"Kenapa kamu diam? Apa kamu tidak sunguh-sungguh mencintai Kinara?"
"Nggak tante, bukan gitu!!" Kata Kevan cepat.
"Kevan diam, karena Kevan bingung tante. Kenapa tante menanyakan soal itu? Maksudku, udah sangat jelas kalau aku sungguh-sungguh mencintai Kinara, tante.."
"Bahkan jika Kinara sakit parah, kamu akan tetap mencintainya?"
Kevan sejujurnya tidak mengerti, kenapa Kirana menanyakan hal-hal seperti itu padanya? Lantas Kevan tidak bisa menjawab pertanyaan dari Kirana. Kevan tetap diam membisu.
"Seharusnya tante tahu itu dari awal. Mana mungkin ada orang normal yang sanggup mencintai orang yang punya penyakit parah."
Kirana merasa bahwa keputusannya untuk tidak menceritakan semua hal tentang Kinara pada Kevan itu adalah hal yang benar. Buktinya Kevan terus saja diam. Seharusnya Kirana sadar sejak awal, kalau Kevan tidaklah mencintai Kinara dengan sungguh-sungguh. Karena jika Iya Kevan mencintainya, seharusnya Kevan menjawab pertanyaannya tadi dengan penuh keyakinan, bahwa Ya dia akan tetap mencintainya. Tetapi itu tidak terjadi.
"Jujur tante, Kevan nggak ngerti sama pertanyaan tante tadi. Apa itu artinya, Kinara sebenarnya memang sakit?" Tanya Kevan yang masih belum bisa mengerti semuanya.
"Jika iya, apa kamu akan tetap mencintainya?"
Kevan terdiam, dan itu semakin meyakinkan Kirana kalau Kevan memang tidak sungguh-sungguh mencintai putrinya.
"Jangankan sakit parah, sampai mati pun aku akan tetap mencintainya tante." Kirana menatap wajah sendu Kevan. Kirana tahu, Kevan tidak berbohong dengan perkataannya.
"Kinara adalah satu-satunya alasan saya bisa merasakan bahagia, tante.. Walau pun saya baru mengenal Kinara, entah kenapa.. hadirnya Kinara ke hidup saya itu ternyata bisa memberikan warna.. Seumur hidup saya, saya hanya tahu makna kehidupan dalam dua warna, hitam dan putih. Itu karena yang saya tahu hanyalah tentang duka dan kebenaran.. kehidupan saya selalu dipenuhi oleh duka, bahkan ketika saya baru saja lahir. Dan tentang kebenaran, saya mengetahui semua kebenarannya. Tapi lagi dan lagi, kebenaran pun bisa membuat saya terluka."
Mendengar perkataan Kevan, Kirana merasa sedih. Kirana dapat melihat penderitaan Kevan selama ini melalui matanya. Mata Kevan itu benar-benar menyiratkan dengan jelas tentang sesuatu bernama luka.
"Tapi setelah Kinara hadir.. Dengan diamnya pun dia mampu membuat saya berubah, bahkan sehari pun belum sampai. Entah sihir apa yang dia berikan pada saya." Kevan tertawa lemah.
"Tante tahu? Bahkan di saat hari pertama saya melihat Kinara, saya tahu kalau dia berbeda. Dan sejak saat itu, Kinara semakin membuat saya penasaran dengannya. Hari itu saya mulai berubah.. Saya menjadi banyak bicara, padahal sebelumnya, tidak pernah sekali pun saya berbicara pada orang lain, selain guru atau pun kepala sekolah yang memaksa saya untuk berbicara. Aneh, bukan?" Kevan menghela napasnya sebentar. Kemudian kembali melanjutkan perkataannya.
"Kinara itu berbeda, dan dia sangat spesial untuk saya.. Karena Kinara, saya bisa tersenyum dan bahkan tertawa. Kinara adalah alasan saya bisa melakukan dua hal tadi yang dulu bahkan mustahil terjadi pada saya.. Dan di saat semua orang mengabaikan saya, Kinara justru membuat saya merasa sangat dicintai.. karena itulah, jika tante bertanya apakah saya bersungguh-sungguh mencintai Kinara, maka dengan sangat yakin aku akan menjawab.. Ya aku bersungguh-sungguh mencintai Kinara." Kirana menatap wajah Kevan, meneliti, dan ternyata benar, tidak ada sedikit pun kebohongan yang terlihat di matanya.
"Dan jika tante bertanya padaku sekali lagi, apakah aku akan tetap mencintai Kinara jika dia sakit parah? Aku juga akan menjawab 'ya' dengan penuh keyakinan.. karena.. bagaimana mungkin aku sanggup untuk hidup tanpa Kinara? Dulu mungkin aku sanggup, tapi itu dulu. Sekarang? Bahkan membayangkannya saja pun aku tidak akan sanggup, tante.."
Kirana tersenyum, meski air mata terus mengalir di pipinya. Sekarang Kirana yakin, kalau Kevan memang sungguh-sungguh mencintai putrinya. Jadi sudah menjadi hak Kevan untuk tahu sesuatu tentang Kinara.
"Iya tante percaya.. Terima kasih karena sudah sungguh-sungguh mencintai anak tante.." Kevan mengangguk sambil tersenyum.
"Tante?? Kalau boleh tahu, apa yang sebenernya terjadi sama Kinara? Apa Kinara sakit?"
"Iya.. Kinara sakit.."
"Jadi bener Kinara sakit???? Emangnya Kinara sakit apa, tante????"
"Kinara memang sakit, tapi bukan fisiknya.. melainkan mentalnya." Kevan sangat terkejut saat mendengar fakta tersebut. Sampai-sampai Kevan tidak tahu harus berkata apa.
"Kinara mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) ketika Kinara berada di kelas dua smp. Tapi dokter Anggi, yang tadi datang ke sini, dia psikiater sekaligus dokter yang menangani Kinara. Beberapa waktu lalu dia sudah mengatakan pada kami, kalau Kinara sudah sembuh. Untuk itulah tante dan suami tante memperbolehkan Kinara bersekolah. Dan tante perhatikan sikap Kinara perlahan memang mulai membaik. Tante sangat senang, karena akhirnya putri kesayangan tante bisa merasakan hidup normal seperti remaja seusianya. Tapi hari ini..??"
"Kevan nggak tahu banyak tentang PTSD, tapi yang Kevan tahu, bukankah itu semacam trauma pada masa lalu yang benar-benar membuatnya merasa tertekan?" Kirana mengangguk. "Memangnya masa lalu seperti apa yang pernah dilewati Kinara, sampai-sampai membuatnya seperti ini?"
"Kamu tahu Adara, kan?" Tanya Kirana.
"Temannya Kinara?" Kirana mengangguk.
"Dialah penyebab Kinara menjadi seperti sekarang."
Sekarang Kevan tahu, kenapa Kinara sampai histeris seperti tadi di toilet. Dan seperti yang dikatakan dokter Anggi waktu di kamar Kinara tadi. Kinara pasti bertemu dengan Adara, dan dengan melihat Adara, bayangan masa lalu yang buruk bagi Kinara itu pun muncul. Jadilah Kinara merasa panik lalu dia histeris. Pikir Kevan.
"Dulu.. Kinara dan Adara itu berteman baik. Mereka berdua selalu menghabiskan waktu bersama, karena dulu rumah tante dan rumah orang tua Adara itu berdampingan. Tapi.. suatu hari.. Adara mungkin merasa iri pada Kinara. Dia tidak terima jika hidup Kinara lebih beruntung darinya. Lalu dia mulai menjauhi Kinara. Dia mempunyai teman-teman baru dan mulai membully Kinara.. Awalnya tante hanya diam, sebab Kinara bilang kalau dia tidak apa-apa. Tetapi.. semakin lama perbuatan mereka malah semakin menjadi!" Kevan mengelus pundak Kirana.
Kevan tahu kalau Kirana merasa sangat kesal. Kirana menyaksikan sendiri bagaimana penderitaan Kinara, jadi wajar kalau sampai saat ini dia masih merasa kesal. Tetapi, walaupun hanya mendengar ceritanya saja, itu sudah membuat Kevan ikut merasa kesal. Betapa kejamnya orang bernama Adara itu!! Batinnya.
"Hari itu adalah hari ulang tahunnya teman barunya Adara, Kinara pun diundang ke pesta itu. Tante sebenarnya sudah melarangnya, tetapi Kinara memaksa dengan alasan kalau dia akan baik-baik saja. Hingga akhirnya tante mengijinkan Kinara untuk pergi. Sebab kelihatannya Kinara sangat bahagia mendapatkan undangan pesta itu. Tetapi.. waktu itu sudah pukul 9 malam, Kinara masih belum pulang juga. Tante sangat mengenal Kinara, dia adalah anak yang selalu tepat waktu. Dia tidak pernah pulang lebih dari jam 9 malam jika sedang ada keperluan di luar. Saat itu tante khawatir, hingga akhirnya tante dan suami tante datang menyusul ke pesta itu. Beruntung tante tahu alamatnya dari salah seorang gurunya Kinara. Kami tiba di sana.. Dan betapa terkejutnya kami saat melihat kondisi Kinara saat itu.."
"Kinara sangat kacau.. penampilannya sangat berantakan.. gaun yang dipakainya pun sudah robek-robek.. Kinara menangis.. Dia malu.. Dan Dia ketakutan.. Sementara semua teman-temannya malah mentertawakannya.. Tante langsung memeluk erat Kinara saat itu juga, sementara suami tante, ayah Kinara, Dia murka, sebab melihat putri kesayangannya diperlakukan seperti itu. Entah apa saja yang sudah mereka perbuat sampai Kinara seperti itu. Yang jelas Kinara sangat ketakutan.. Bahkan saat itu Kinara juga takut ketika melihat tante dan ayahnya. Dia ketakutan.. Dia menangis.. Dan tante merasa sangat sakit setiap kali mendengar jeritannya.. kamu tahu? Jeritan itu terdengar sangat pilu.. tante tidak kuat mendengarnya."
"Ayah Kinara tidak terima dengan semua itu. Dia melaporkan kejadian itu pada pihak yang berwajib, tetapi mereka tidak bisa diproses karena masih di bawah umur. Dan kemudian Ayah Kinara melaporkan kejadian itu pada pihak sekolah, sehingga semua murid yang terlibat pun langsung mendapatkan sanksi, yaitu dikeluarkan dari sekolah.. Tapi Ayah Kinara masih tetap tidak terima. Jadi Dia memberikan pelajaran kepada para orang tua mereka, -yang kebetulan adalah rekan bisnisnya- yaitu dengan cara menarik semua saham yang pernah Dia tanam di perusahaan mereka. Semua yang dilakukan oleh Ayahnya Kinara itu memang terlalu berlebihan, tetapi tidak. Karena biar bagaimana pun anak kami telah dipermalukan sampai mengalami trauma seperti itu. Menurut kamu, orang tua mana yang tidak akan marah ketika anak satu-satunya mereka diperlakukan seperti itu?"
Kevan mengerti.. sangat mengerti sekarang. Dan pantas saja Adara merasa iri sampai dia tega membully Kinara sampai segitunya, karena memang, nasib Kinara memang seberuntung itu. Kinara memiliki orang tua yang sangat menyayanginya, dan jika dia menginginkan sesuatu, orang tuanya pasti akan memberikannya.
Berbeda dengan Kevan.. Kevan mungkin memiliki segalanya, motor gede, mobil mewah, tinggal di rumah yang tidak kalah besarnya dengan rumah orang tua Kinara. Tetapi satu hal yang membedakannya dengan Kinara.. Kinara mempunyai orang tua yang sangat menyayanginya, sementara Kevan? Seorang pun tidak ada yang sayang padanya. Tak seorang pun.