Kevan kalap saat melihat bagaimana kondisi Kinara.
"SIAPA YANG UDAH NGEBUAT PACAR GUE JADI KAYAK GINI?! SIAPA?!?!"
Kevan langsung mendekati Kinara yang saat ini sedang menangis di sudut toilet. Kinara berjongkok ketakutan. Wajahnya sudah dibanjiri oleh air mata. Kedua tangannya terus menutupi kedua telinganya, matanya terpejam dan tubuhnya gemetar. Kinara sungguh sangat ketakutan.
"Kinara? Sayang.. ini aku.." ucap Kevan ketika dia sudah berjongkok di hadapan Kinara. Namun hal itu tidak berhasil membuat Kinara tenang. Sementara Kinara terus berteriak.
"TIDAK!!! PERGI!!! AKU MOHON PERGI!!!"
Kevan tidak tega kalau harus melihat Kinara seperti ini, tapi Kevan juga tidak dapat berbuat apa-apa. Kinara terus menjerit histeris.
"Ada apa ini?!?!" Teriak security yang baru saja masuk.
"Ada yang nangis sambil jerit-jeritan." Jawab salah satu wanita di sana.
"Kenapa?!"
"Lah nggak tau. Stress kali pak?"
"Sudah! Kalian bubar dari sini! Biar saya saja yang urus!"
Sekumpulan wanita itu pun keluar dari toilet satu per satu, hingga hanya tersisa tiga orang. Kinara, Kevan dan juga seorang gadis cantik yang tinggi semampai.
"Kinara??" Kevan menoleh pada gadis itu.
"Lo kenal sama pacar gue?" Gadis itu mengangguk.
"Gue Adara, temannya Kinara."
Kevan mengabaikan Adara, karena Kevan sangat mencemaskan keadaan Kinara. Namun lagi-lagi Kevan tidak bisa berbuat apa-apa. Kinara bahkan tidak ingin didekati oleh siapapun.
"Mas, tolong bawa pacarnya pergi dari sini. Karena kalau tidak, teriakan dia akan membuat pengunjung di sini merasa terganggu." Mendengar perkataan security tersebut, Kevan merasa kesal. Bagaimana bisa security itu berbicara seperti itu tentang Kinara padanya?!
"Saya juga pasti akan bawa dia pergi dari sini! Dan bisakah anda tidak perlu ikut campur?!"
"Maaf, saya hanya menjalankan tugas, mas.."
"Ya udah! Kalau gitu lebih baik lo pergi! Dia pacar gue, jadi biar gue yang urus!!"
Security itu pun keluar dari toilet, begitu juga dengan Adara. Sepertinya Adara juga sudah menangis, matanya sembab. Dan Adara juga sepertinya merasa sangat bersalah?
Kevan tidak memikirkan hal lain lagi selain Kinara. Kevan bingung, kenapa bisa semuanya seperti ini? Kevan tidak tahu apa yang terjadi, yang Kevan tahu hanyalah, Kinara ketakutan. Sangat ketakutan, dan itu sudah sangat jelas.
"PERGI!!! TIDAK!! JANGAN!!!"
Kevan merasa hatinya teriris ketika mendengar jeritan Kinara. Sepertinya Kinara memang benar-benar sangat ketakutan. Tetapi takut karena apa?
"Kinara? Ini aku, Kevan.." Kevan mencoba untuk meraih pundak Kinara, tetapi Kinara malah mendorong Kevan hingga terjatuh.
"TIDAK!!! PERGI!!"
Kevan tidak tahu lagi harus melakukan apa. Sebab Kinara benar-benar tidak bisa didekati. Lalu apa yang harus Kevan lakukan sekarang? Haruskah Kevan menelpon orang tua Kinara? Mereka pasti tahu, kenapa Kinara bisa seperti ini. Tetapi, jika Kevan menelpon orang tuanya, nanti mereka pasti akan berpikir kalau Kevan tidak bisa menjaga Kinara dengan baik.
"Aaaarghhh terus apa yang harus gue lakukan sekarang?!" Teriak Kevan frustrasi.
"Tolong jangan sakiti aku.."
Mendengar suara Kinara sudah melemah, Kevan kembali mendekati Kinara.
"Kinara?"
Kinara akhirnya mau menatap Kevan, dan itu membuat Kevan tersenyum. Tetapi, Kinara menatap Kevan dengan tatapan takutnya.
"Tidak, Kinara.. Ini aku, Kevan.. pacar kamu.."
"Ke..van??" Tanya Kinara yang masih dalam ketakutannya.
Kevan mengangguk dengan yakin. Dia pun mencoba untuk meraih tangan Kinara, agar Kinara mau ikut bersamanya untuk pulang. Tetapi..
"Tidak!! Jangan sentuh aku!! Pergi!!" Kevan menghela napasnya. Dalam hatinya dia sibuk bertanya, Ada apa dengan Kinara??
Handphone Kevan berbunyi, dan ternyata itu telpon dari bundanya Kinara, Kirana. Astaga!! Apa yang harus gue katakan sama tante Kirana?!
Kirana pasti akan menanyakan padanya, kenapa sampai sekarang Kevan belum juga mengantarkan Kinara pulang. Dan Kirana juga pasti sudah bisa merasakan, ada sesuatu yang terjadi pada Kinara. Secara Kirana adalah bundanya Kinara, kan?
Akhirnya, mau tidak mau Kevan tetap mengangkat telponnya.
"Hallo tante.."
"Kevan?? Kamu lagi bareng Kinara, kan? Kok jam segini kalian belum pulang?" Kevan terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Kevan?"
"Pergi!!!"
Mampus!! Matilah gue!!! Batin Kevan.
"Kevan?! Itu suara Kinara, kan?! Kenapa?! Apa yang terjadi sama Kinara?!?! Kevan!! Jawab tante!!!"
"Kevan juga nggak ngerti tante, Kinara tiba-tiba nangis sambil menjerit. Kevan juga nggak tau apa yang terjadi."
"Ya Tuhan.. kenapa harus terjadi lagi?" Kevan tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Kirana.
Lagi??? Jadi dulu Kinara juga pernah seperti ini?? Batin Kevan.
"Tante mohon sama kamu, Kevan.. tolong bawa Kinara pulang sekarang juga, ya? Tante mohon.."
"Baik tante"
Sambungan pun terputus. Lalu sekarang apa yang harus gue lakukan??
Kinara masih setia dalam kondisinya seperti tadi. Dia terus saja menangis sambil terus mengatakan kata-kata yang tadi dia teriakkan. Dan hal itu benar-benar membuat Kevan semakin frustrasi.
Kevan harus memikirkan cara agar dia bisa membawa pulang Kinara. Jika Kevan menggendong paksa Kinara, bisa-bisa Kinara terus menerus menjerit dalam gendongannya, dan hal itu malah membuat mereka jadi tontonan para pengunjung mall? Itu tidak mungkin! Tapi apa yang harus Kevan lakukan sekarang? Tidak mungkin juga kan kalau Kevan harus membius Kinara agar bisa membawanya pulang? Lagi pula Kevan tidak memiliki obat bius.
"Terus gue harus a- Kinara????"
Kevan sangat terkejut ketika melihat tubuh Kinara terjatuh begitu saja. Beruntung Kevan cepat menahannya. Kalau tidak, tubuh Kinara sudah pasti akan membentur lantai. Dan itu sakit.
Sepertinya Tuhan sudah memberikan solusi untuk Kevan.
**
"Kenapa bisa seperti ini, Kevan???" Tanya Kirana ketika Kinara sudah terbaring di tempat tidurnya.
"Kevan juga nggak ngerti tante.."
Kirana menangis sambil terus mengusap lembut rambut Kinara. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, bahwa Kirana akan melihat keadaan putrinya yang seperti ini lagi.
"Maafkan Kevan tante.. Ini mungkin salah Kevan. Kalau saja Kevan tidak mengajak Kinara ke mall, mungkin Kinara tidak akan jadi seperti ini. Tolong maafkan Kevan ya tante???" Kirana hanya diam. Sepertinya Kirana juga sangat sedih melihat kondisi Kinara saat ini.
Kirana juga tidak mengerti, bagaimana bisa kejadian seperti ini bisa terulang kembali?
Tiba-tiba masuklah seorang wanita seusia Kirana. Dia adalah Anggi. Seorang Psikiater yang menangani Kinara, dulu.
"Katamu dulu kalau Kinara sudah sembuh, tapi kenapa bisa seperti ini lagi?!" Teriak Kirana marah.
"Aku juga tidak mengerti, Rana. Karena Kinara memang sudah benar-benar sembuh. Buktinya saja, dua hari yang lalu kamu bercerita padaku kalau Kinara sekarang sudah bisa bersosialisasi dengan baik, dia sudah berubah. Tapi sekarang, aku tidak mengerti kenapa bisa ini terjadi?" Ucap Anggi dengan sabar.
"Aku tidak bisa jika hal itu terjadi lagi pada putriku! Sungguh Anggi! Aku tidak bisa! Itu sangat menyakitiku!!"
Anggi memeluk Kirana. Dia mencoba menenangkan Kirana agar tidak terus menangis. Sementara Kevan? Sedari tadi dia hanya diam memperhatikan pembicaraan antara Anggi dan Kirana. Kevan tidak mengerti. Memangnya Kinara sakit apa? Kenapa sakitnya Kinara itu sampai bisa membuat Kirana merasa sakit juga??
Kevan terus saja memikirkan kemungkinan apa yang telah terjadi di kehidupan Kinara. Kevan ingin mengetahui semuanya, dan itu harus. Kemudian Kinara mulai membuka matanya. Dia menatap semua yang ada di sekelilingnya satu per satu. Dia menatap Kirana, Anggi dan juga Kevan bergantian. Ketakutan itu masih tercetak jelas di matanya.
"Mau apa kalian?! Pergi!!!"
Dan sekarang Kinara kembali seperti tadi. Dia menjerit ketakutan sambil terus menutup kedua telinganya menggunakan Kedua telapak tangannya. Kirana menangis, dia tidak tega melihat kondisi putrinya untuk saat ini. Sementara Kevan ingin menenangkan Kirana, namun lagi lagi itu tidak bisa.
"Bisa kalian tunggu di luar? Biar aku yang mengurus Kinara di sini."
Akhirnya Kevan membawa Kirana keluar. Sejujurnya Kevan sangat penasaran dan ingin tahu apa yang terjadi. Namun untuk saat ini, sepertinya bukan saatnya untuk itu. Bahkan Kirana masih belum bisa untuk diajak bicara. Kevan membawa Kirana ke ruang keluarga. Setidaknya di sini Kirana bisa merasa sedikit tenang. Begitu pikir Kevan. Tetapi tidak. Bagaimana mungkin Kirana akan tenang jika putrinya kembali mengalami kondisi seperti itu?
"Kinara.." lirih Kirana.
**
Beberapa saat kemudian.. Anggi datang menghampiri Kirana dan juga Kevan. Dia duduk di samping Kirana sambil merangkul bahu Kirana.
"Sekarang aku sudah memberi Kinara obat penenang, dalam beberapa waktu dia juga akan kembali sadar." Jelas Anggi.
"Tapi kenapa hal itu bisa terjadi lagi padanya?" Tanya Kirana.
"Aku tidak tahu pasti apa yang telah terjadi, sebab Kinara tadi benar-benar sulit diajak berbicara. Tapi.. aku bisa memastikan satu hal."
"Apa?"
"Aku tidak begitu yakin sih. Tapi kalau dilihat bagaimana kondisinya tadi, sepertinya Kinara sudah melihat sesuatu yang bisa membuat ingatan masa lalunya kembali. Memangnya apa saja yang sudah Kinara lakukan hari ini? Tepatnya tadi.." Kirana refleks menatap ke arah Kevan, dan dia menghembuskan napas lelahnya. Mungkin benar, kalau Kevan harus menceritakan segalanya. Karena apa yang sudah terjadi pada Kinara, itu juga salahnya.
"Waktu di sekolah, Kinara baik-baik aja kok tante. Dia juga sudah sering berbicara akhir-akhir ini. Dan untuk masalah tadi.. Saya minta maaf. Memang saya yang bersalah di sini. Seharusnya pulang sekolah tadi saya langsung mengantarkannya pulang ke sini, bukan malah mengajaknya ke mall. Saya benar-benar minta maaf tante." Sungguh, Kevan merasa sangat bersalah pada Kirana.
"Tapi, saat kamu mengajak Kinara pergi ke mall, Kinara baik-baik saja, bukan?" Tanya Anggi. Kevan pun mengangguk.
"Tolong ceritakan dengan detail pada saya."
"Saya mengajak Kinara ke sana, karena saya ingin mengajaknya menonton. Awalnya Kinara baik-baik aja. Kami bahkan sempat bercanda, waktu kami berjalan menuju bioskop. Dan setibanya di sana, Kinara meminta ijin untuk ke toilet, tadinya saya mau mengantarnya, karena khawatir, takut terjadi apa-apa pada Kinara. Tetapi Kinara menolaknya. Sepuluh menit berlalu, saya sudah selesai memesan tiket dan juga snack. Saya duduk di salah satu kursi untuk menunggu Kinara. Saya pikir, Kinara lama di toilet pasti karena lama berdandan. Tapi kemudian saya sadar kalau selama ini Kinara tidak pernah sekalipun memakai make up. Lalu saya berlari menyusulnya ke sana. Dan setibanya di sana, saya mendengar Kinara sedang menjerit dan sekumpulan orang menontoninya. Saya mencoba mendekat, tetapi Kinara malah semakin menjerit ketakutan. Saya tidak mengerti apa yang sudah terjadi. Yang saya tahu hanyalah Kinara yang sangat ketakutan." Jelas Kevan panjang lebar.
"Apa kamu benar-benar tidak tahu? Maksud saya adalah.. apa kamu tidak melihat sesuatu yang aneh di sana?" Kevan menggeleng.
"Ini aneh, jika tidak ada sebabnya, tidak mungkin Kinara sampai histeris seperti itu."
Kemudian Kevan ingat satu hal.
"Di sana saya juga ketemu sama temennya Kinara, tante. Dia juga ikut menangis, kayaknya dia juga sedih melihat Kinara."
"Teman Kinara?" Tanya Anggi.
Kirana memikirkan siapa teman Kinara yang dimaksud Kevan. Selama ini Kirana tahu pasti kalau Kinara tidak memiliki banyak teman. Kirana mengenal semua teman putrinya. Temannya yang sekarang pun Kirana mengenalnya. Begitu juga teman Kinara waktu kecil. Tetapi, perasaan Kirana mulai tidak enak.
"Siapa?" tanya Kirana.
"Namanya Adara, tante."
DEG
"Sepertinya sekarang aku tahu apa penyebabnya."