Read More >>"> Jikan no Masuku: Hogosha (Chapter 02 (Penipu)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Jikan no Masuku: Hogosha
MENU
About Us  

            Di dalam sebuah ruang tamu bergaya klasik ala eropa itu, tampak menikmati afternoon tea seorang wanita dan pria duduk dan berbicara santai. Keduanya asik mengobrol hingga tak terasa sudah hampir satu jam lamanya, sejak si pria memutuskan untuk segera pergi. Mungkin karena lama tak bertemu, maka mereka memiliki banyak sekali hal-hal yang ingin diceritakan. Yang pada akhirnya si pria, yang merupakan tamu di rumah itu, memutuskan untuk tinggal sedikit lebih lama.

            “Lalu bagaimana dengan sekolah lama kita? Aku dengar kamu dipindah tugaskan dan sudah menjadi kepala sekolah di sana hampir sekitar lima tahun?” tanya wanita dengan rambutnya yang sedikit kelabu dan digulung rapi, walaupun terlihat masih memiliki postur tubuh yang tegap dan berwibawa seperti seorang bangsawan dalam sebuah film eropa, saat ini usianya telah mencapai 60-an. Dia adalah sang nyonya rumah, Evelyn Quinn.

            “Ya, kau tau, Eve?! Itulah masalahnya.” tamunya mulai menampakkan wajah tak menyenangkan bagi nyonya Evelyn. Wanita perasa itu merasa agak terkejut ketika mendengar jawaban dari teman lama yang selama bertahun-tahun tak ditemuinya. Menurutnya kata “masalah” terlalu sulit dikeluarkan dari mulut temannya yang satu ini. Tapi entah kenapa kali ini dengan mudahnya kata itu keluar dengan mulus begitu saja.

            “Masalah?”

            “Aku sedang berniat pensiun dan akan memilih pulang ke desa untuk mengurus sebuah kebun kecil serta bermain dengan cucu-cucuku. Tapi sebelum itu, aku ingin sekali menyelesaikan tanggung jawab dan tugasku tanpa memiliki penyesalan dan rasa tak enak yang membuatku tidak bisa berkebun dengan tenang.” Kata pria berwajah bulat di depan nyonya Evelyn sembari menegakkan kembali punggungnya yang sedari tadi disenderkan. Mungkin karena punggungnya yang kadang sakit itu sedang kumat. Dan pemilik rumah yang mengerti hal itu tak mempermasalahkan sebagai ketidak sopanan. Karena sejak dulu teman lamanya itu memang kurang mengikuti tata krama dengan baik, walaupun saat ini statusnya sebagai kepala sekolah. Sedikit urakan di masa muda ternyata bukanlah sebuah jaminan untuk tidak bisa membuat seseorang menjadi dihormati dan disegani di masa tua. Walau bekas kenakalannya masih terasa.

            Wanita berwajah campuran itu tersenyum lembut, “Jadi itu yang membuatmu tampak terlihat kelelahan dan tua?” katanya sedikit bercanda. Lalu menyesap teh Rose Congou dari cangkir keramik yang cantik.

            “Sejak dulu kau tidak berubah, selalu meledek orang lain dengan serius. Aku memang tua karena umurku. Dan aku tidak iri dengan kesehatan serta wajahmu yang masih tetap cantik dan segar.”

            “Terimakasih untuk pujianmu, Osamu-kun. Bertahun-tahun tidak bertemu dan berbicara denganmu, sekarang aku ingat bagaimana kamu dulu. Tapi, apa yang membuat temanku yang selalu bisa menyelesaikan masalah kawannya tidak bisa berkebun dengan tenang? Kalau aku boleh tau.” Tanya nyonya rumah.

            “Hanya masalah anak remaja yang tidak bisa dimengerti oleh diriku yang mantan remaja.”

            “Aku yakin kau pasti bisa menyelesaikannya sendiri, dengan sedikit bantuan, mungkin?”

            Tapi Tuan Osamu tidak mendengarkannya dengan sungguh-sungguh apa yang Nyonya Evelyn katakan. Dirinya tampak penasaran dengan sesuatu di luar jendela kaca besar yang memisahkan bagian rumah itu dengan halamannya yang terlihat menyenangkan. Tuan Osamu mengamati sesuatu yang terjadi di sana.

            Seorang gadis bergaun one-piece baby-blue yang terlihat kotor, berjalan tanpa alas kaki di taman kecil itu. Ia memiliki rambut panjang berwarna putih yang kini tertiup angin dengan anggun. Kulit putih pucatnya tampak bersinar terkena cahaya sore yang tersisa. Wajah gadis itu tak begitu terlihat karena poninya yang sudah panjang mencapai dagu menutup sebelah matanya. Tapi bukan itu yang menarik hingga membuat Osamu-san mengamatinya tanpa berkedip.

            Kakinya tampak bersemangat menapaki jalan-jalan setapak di halaman dan taman kecil itu. Dengan tenang gadis itu tanpa susah payah naik ke atas pohon lalu duduk pada salah satu batangnya yang kokoh. Santai ia memetik dan memakan sebuah apel merah yang sebelumnya dibersihkan dan dilap dengan pakaiannya, dari sebuah pohon apel di dekatnya. Tiba-tiba seorang wanita bertubuh gemuk berpakaian pelayan datang dengan sepasang alas kaki di tangan. Pelayan wanita membujuknya turun, yang malah disuruhnya untuk ikut naik ke atas dengan gerakan tangan mengikuti dirinya. Setelah beberapa saat gadis itu akhirnya turun dengan masih sambil memakan apel, kemudian berjongkok mengamati sesuatu di antara tanaman di dekatnya. Dia berjalan mendekati pelayan yang menungguinya, dan mengulurkan sebelah tangan hingga si pelayan berlari menjauh dengan sedikit tergopoh-gopoh setelah sadar dengan apa yang dipegang si gadis. Dan terjadilah kejar-kejaran dengan si pelayan yang berlari ketakutan menuju bagian halaman rumah yang lain hingga keduanya tak terlihat.

            Tiba-tiba saja tuan Osamu tertawa dengan keras, membuat nyonya rumah, Nyonya Evelyn mengerutkan kening dan agak jengkel karena kata-katanya tak didengarkan. Beliau memang tidak suka jika ada seseorang yang mengacuhkannya saat dirinya sedang berbicara, atau malah membantahnya dengan tidak sopan. Walaupun begitu dirinya tidak akan mengabaikan alasan dan pendapat seseorang.

            “Apa dia cucumu yang waktu itu masuk berita? Tentang penculikan itu? Aku masih ingat Hamada menceritakan bagaimana wajahmu saat itu. Aku juga mengikuti sedikit beritanya disurat kabar, majalah, dan juga tv. Menarik sekali.” Katanya dengan tawa ringan.

            “Bukan. Dia Yuua, cucu kakak iparku. Anak itu baru tinggal denganku selama hampir empat tahun, jadi mungkin kamu tidak tahu. Ada apa?”

            “Dia gadis yang unik dan tidak biasa, walaupun aku hanya melihatnya beberapa menit. Kau tau aku memiliki mata yang baik untuk menilai seseorang bukan?”

            “Menurutku dia gadis lugu yang polos dan manis. Tapi sekarang tingkah lakunya menjadi agak... kamu bisa melihatnya sendiri.” Kata nyonya Evelyn menaruh cangkir tehnya.

            “Akan kutebak, dia sepertinya sudah terpengaruh seseorang?” tanya tuan Osamu, “oleh sepupu jauhnya, maksudku cucumu yang juga sama menariknya itu?!”

            “Mereka berdua bukan sebuah hiburan Osamu-kun!” kata nyonya Evelyn menegaskan. Yang ditanggapi temanya dengan senyum kecil dan permintaan maaf. “Mungkin karena anak itu yang selalu berhasil berbicara dengan Yuua. Gadis polos itu selalu mendengarkan sepupunya dengan baik. Anak nakal itu!” katanya agak geregetan.

            Nyonya Evelyn menceritakan bagaimana pribadi Yuua yang disayanginya itu pada kawan lamanya. Yang mendapat anggukan takzim dari Osamu-san dengan serius. “Dia terlalu takut untuk bertemu orang baru ataupun banyak orang. Tapi tidak pernah dan tak terlihat ada ketakutan dimatanya. Dia hanya masih trauma dengan apa yang pernah dialaminya. Cukup diberi arahan, walaupun tidak mudah dipengaruhi. Seperti yang anak nakal itu katakan.” kata nyonya Evelyn sedikit mengerutkan alis.

            “Sepertinya cucumu cukup berpengaruh bagi Yuua, ya.”

            “Sangat.” ucap nyonya Evelyn singkat.

            Jawaban nyonya Evelyn membuat kedua sudut bibir tuan Osamu terangkat tanpa sepengetahuannya. Sebuah rencana yang sebelumnya tak tersusun dengan baik di dalam kepala tuan Osamu, kini mulai kembali dapat berjalan. Mungkin jika apa yang dibutuhkannya didapatkan.

            “Kalau tidak salah bukankah cucumu itu sekitar dua tahun lebih muda dari cucuku? Berarti tahun depan mereka sudah masuk SMA, bukan?! Kenapa kau tidak berbicara dengan cucumu yang nakal itu, untuk membujuk Yuua dan dirinya sendiri masuk Sekai Gakuen?”

            “Cucuku itu sangat sulit diatur, dan untuk Yuua, kamu bercanda?! Aku sudah mengatakan padamu, dia takut dengan orang-orang, dan juga sekolah. Itulah alasannya anak itu selalu berada dalam lingkungan rumah, tak lebih jauh. Bahkan membutuhkan waktu lama untuk dirinya bisa berbicara dengan para pelayan. Kamu mungkin tidak akan percaya, tapi dia baru benar-benar bisa membuka dirinya belum lama ini pada kami. Dan Sekai Gakuen adalah sekolah asrama.”

            “Memang. Tapi, Eve, ketakutan yang berlebihan itu buruk. Dan itu tidak baik untuknya di masa yang akan datang. Kau tau cara seorang psikolog mengobati seseorang bukan?! Dengan orang itu melawan apa yang orang tersebut takutkan. Itulah obatnya. Sejauh yang kutau.” Pria itu berjalan mendekati jendela kaca besar di depannya, lalu melihat ke arah pohon dan taman yang terlihat indah di musim gugur yang masih awal, “mungkin dia akan bisa menyembuhkan dirinya sendiri dengan diberikan kesempatan.” Imbuh Osamu-san.

            “Entahlah. Aku selalu menghawatirkannya. Walaupun dirinya tidak pernah berulah lebih dari ini ataupun tidak seperti cucuku yang selalu membuat jantungku hampir melompat keluar! Dia terlihat rapuh. Aku tidak tau harus bagaimana menghadapi Yuua, dia tidak ingin masuk sekolah formal atau keluar dari zona nyamannya.”

            “Menurutku dia gadis yang kuat. Dan kurasa sekolah akan menjadi lebih menarik kalau dia dan cucumu ada di sana.” Kata Osamu-san tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala membayangkan hal itu penuh minat.

            “Menarik?” lagi-lagi kata itu. Nyonya Evelyn selalu tidak mengerti dengan jalan pikir temannya kalau berada dalam situasi seperti ini. Menurut pendapat pribadinya selama menjadi teman Osamu-san, sejak remaja ada kecurigaan kalau pria berkacamata dengan bingkai tipis itu memiliki kepribadian yang aneh. Antara peduli, masokis, dan suka ikut campur masalah orang lain tanpa melibatkan diri sepenuhnya. Yang terakhir itu adalah yang lebih membingungkan nyonya Evelyn, juga teman-teman dekatnya yang lain.

            “Aku selalu ingin menanyakan ini. Hei, Eve, menurutmu mengapa teman baikku Arthur mau denganmu? Aku mengerti kalau dia selalu memiliki penilaian dan cara pandang yang aneh pada orang lain, tapi yang satu ini lebih aneh.” Kata tuan Osamu tanpa mempedulikan sedikit keterkejutan dan pandangan kesal dari nyonya Evelyn.

            “Lihat siapa yang bicara.” Ucap nyonya Evelyn menyindir dengan santai.

            “Maksudku adalah, kalian sangat berbeda satu sama lain, tapi kalian bisa bersama. Dengan kepribadianmu yang seperti itu.”

            “Apa maksud ucapanmu dengan ‘seperti itu’?”

            “Kau sering kali menilai sesuatu hanya dari yang kau tahu dan kau lihat. Karena aku tahu, kau selalu mencari cara supaya tahu segala sesuatu yang ingin kau tahu. Tapi Arthur selalu menilai sesuatu dari sudut pandang yang tidak bisa dibayangkan orang lain. Selain itu, kepribadianmu yang lain... ah, kita tidak seharusnya membahas ini. Benar juga, kalau boleh aku ingin tahu bagaimana kedua cucumu menilai sesuatu dengan cara mereka sendiri.”

            “Jadi pada akhirnya kamu ingin membuat suatu kesepakatan denganku? Atau dengan cucuku?” kata nyonya Evelyn seolah-olah telah mengerti arah pembicaraan tuan Osamu.

            Satu jam kemudian Osamu-san berpamitan dan memutuskan pulang setelah dirinya menolak ajakan makan malam di rumah itu. Setelah memakai mantel jaket panjangnya, pria itu tak sengaja menjatuhkan tasnya yang terlihat cukup berat dengan berbagai kertas serta dokumen. Pelayan nyonya Evelyn yang mengantar hingga pintu hampir membantunya sebelum mengurungkan niat dan mundur selangkah, lalu menunjukkan senyumnya yang selalu terlihat ramah dan tulus pada seseorang yang berdiri di depan pintu serta mengangguk lirih.

            “Akan ku bantu, grandpa.” Ucap seorang gadis. Suaranya terdengar lembut. Lalu dengan cekatan membantu tuan Osamu keluar hingga depan pintu.

            “Oh, Quinn-chan, terimakasih sudah membantu pria tua ini.” Kata Osamu-san tersenyum senang. Padahal biasanya beliau selalu menolak bantuan temannya atau orang lain, pria yang tidak ingin merasa terlihat lemah. Osamu-san hanya tertarik dan ingin tau apa yang akan dilakukan gadis itu mengenai apa yang dilihatnya di depan mata. Selain itu dirinya tak menyangka akan dipanggil grandpa dengan aksen inggris oleh gadis yang baru dikenalnya.

            Sekarang pria itu bisa melihat dengan jelas wajah gadis di depannya. Wajah polos yang cukup datar, tetapi bukan berarti tak dapat berekspresi, pikirnya. Dengan anggukan yang pasti serta senyum puas dirinya berujar dalam hati kalau ia tak salah menilai gadis itu. Dia kembali berpikir, mungkin sekolah tempat dirinya mengajar akan terasa berbeda dan tak terlalu membosankan kalau gadis sepertinya ada di sana. Dan, mungkin saja, dirinya bisa mengetahui sesuatu yang mengganjal di kepalanya selama ini melalui kedua anak itu.

            “Maaf, grandpa, tapi seperti sepupuku yang lebih suka sebagai Kouda aku juga lebih suka sebagai Kazato.” Katanya sopan tetapi agak cuek. Tapi wajahnya tetap terlihat polos seperti anak kecil berusia lima tahun. “bukannya aku tidak suka sebagai salah satu Quinn.” Imbuhnya.

            “Begitu, ya, baiklah kakek mengerti. Terimakasih, Kazato-chan anak yang baik, ya.” Kata Osamu-san lalu keluar dan berjalan di antara jalan setapak berbatu dengan kanan kiri rumput serta pepohonan yang mulai berubah warna. Dirinya masih memikirkan apa yang gadis itu katakan sebelum jauh berjalan. Tentang apa yang seolah-olah gadis itu tau, tentang masalah yang baru saja dibahasnya bersama nyonya Evelyn.

            “Aku pikir tidak ada salahnya mendapat sedikit bantuan dari seorang teman, grandpa. Walaupun itu hanya sebuah saran. Dan kalau itu terjadi padaku, aku akan bertanya pada sepupuku. Meskipun mungkin itu hanya jalan memutar atau buntu sekalipun.” lalu berjalan pergi sembari bergumam yang masih dapat pria itu dengar, “katanya, kadang-kadang sebuah saran juga tak berguna sama sekali, sih.” nadanya datar.

            Sore yang cerah dan langit yang mulai gelap. Musim semi yang masih jauh seakan telah membawa harum bunga-bunga yang saat ini bahkan belum kuncup. Angin yang bertiup membuat pepohonan bergerak. Beberapa daun yang telah berubah warna itu terbang mengikuti angin yang meniupnya. Pria berkacamata dan agak pendek itu tersenyum memandang jalan di depannya. Tak sabar untuk menunggu hari penerimaan siswa baru. Dirinya sangat yakin akan bertemu lagi dengan kedua cucu temannya itu, atau mungkin salah satunya di sekolahnya mengajar. Atau mungkin saja tidak satupun. Dirinya menghindari memikirkan kemungkinan terburuk itu.

            “Evelyn memiliki cucu-cucu yang berbeda dengan anak–anak lain. Yuua, dia bebas seperti angin. Tapi, angin yang seperti apa?” gumam Osamu-san terus berjalan keluar menuju gerbang yang agak jauh dari rumah besar bergaya eropa itu. “Ahh, aku lupa mengatakan ini padanya. Dia harus memindahkan letak gerbangnya supaya lebih dekat. Sepertinya Evelyn dan Arthur tidak berpikir temannya akan datang suatu hari nanti dengan tenaga yang tak lagi muda, sebelum membuat rumah.” Katanya menggerutu. Padahal sebelumnya dirinya menolak tawaran yang diberikan untuk diantar menggunakan mobil menuju halte bis. Pria aneh yang tak ingin direpotkan yang pada akhirnya kerepotan.

            Di dalam lorong rumah yang telah ditinggalkan tamunya belum lama ini, gadis yang baru saja membantu memunguti dan merapikan dokumen milik tuan Osamu berjalan santai diiringi langkah pelayan pribadi nyonya Evelyn di belakangnya. Si pelayan yang juga berada di usia yang sama dengan pemilik rumah itu masih tersenyum lembut pada gadis di depannya. Ketika gadis itu menengok ke arah si pelayan dan melihat senyumannya, Yuua cuma mengerjapkan matanya dan kembali berjalan seperti sebelumnya. Ekspresi wajahnya masih sama seperti beberapa menit yang lalu, atau kemarin, atau selama ini, polos.

            “Aku cuma mencoba bersikap ramah, jadi jangan melihatku dengan senyum bangga begitu Takagi-san. Aku jadi merasa kurang tulus.” Katanya ringan.

            “Tidak Yuua-sama. Bersikap ramah dan sopan memang kepribadian anda. Tolong jangan merasa rendah diri. Itu tidaklah baik.”

            “Menurutku grandpa teman granny itu lucu.”

            “Dalam arti positif, Yuua-sama?” tanya si pelayan.

            “Tentu. Mmm, apa makanan penutup makan malam hari ini?” Yuua berhenti dan berbalik badan. Melihat pada pelayan tinggi kurus berkacamata pince-nez di depannya dengan penuh harap.

            “Apa yang anda inginkan Yuua-sama.” Katanya sebagai sebuah pernyataan.

            “Ya, Takagi-san benar. Aku sudah mengatakannya beberapa kali pagi dan siang tadi. Banoffee pie. Aku merasa bosan! Boleh aku menelepon Shin sekarang?” tanya gadis itu dengan senyum mengembang.

            Itulah yang selama ini menjadi kebiasaan dan selalu ada dalam kepala Yuua, terlihat seperti itu. Bermain-main, makanan, dan yang menjadi poin utama adalah, keinginannya untuk mengobrol dan berbicara dengan sepupunya Shin. Orang-orang yang tak mengerti tentang gadis itu dan baru mengenalnya pasti akan segera beranggapan kalau ia seorang pemalas. Tapi “kenyataan dan kebenaran tak selalu sesuai dengan apa yang terlihat.” Yang selalu menjadi motto Yuua selama ini.

            Atau seperti yang pernah dikatakan si sepupu padanya, “Mungkin apa yang terlihat pada dirimu bisa menipu orang lain, tapi tidak pada dirimu sendiri atau orang yang benar-benar mengerti dirimu.” yang selalu dapat diingat dengan baik.

            Dan ketika mengingat hal itu pula, dirinya akan kembali mengguman, “sebelumnya aku tidak pernah merasa atau bepikir, kalau ternyata aku seorang penipu.” Dengan tetap datar.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Akselerasi, Katanya
560      298     4     
Short Story
Kelas akselerasi, katanya. Tapi kelakuannya—duh, ampun!
Everest
1650      675     2     
Romance
Yang kutahu tentangmu; keceriaan penyembuh luka. Yang kaupikirkan tentangku; kepedihan tanpa jeda. Aku pernah memintamu untuk tetap disisiku, dan kamu mengabulkannya. Kamu pernah mengatakan bahwa aku harus menjaga hatiku untukmu, namun aku mengingkarinya. Kamu selalu mengatakan "iya" saat aku memohon padamu. Lalu, apa kamu akan mengatakannya juga saat aku memintamu untuk ...
Hyeong!
122      105     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapi—" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...
Gareng si Kucing Jalanan
6566      2773     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...
Rekal Rara
8487      3161     0     
Romance
"Kita dipertemukan lewat kejadian saat kau jatuh dari motor, dan di pisahkan lewat kejadian itu juga?" -Rara Gleriska. "Kita di pertemukan oleh semesta, Tapi apakah pertemuan itu hanya untuk sementara?" -Rekal Dirmagja. ▪▪▪ Awalnya jatuh dari motor, ehh sekarang malah jatuh cinta. Itulah yang di alami oleh Rekal Dirmagja, seorang lelaki yang jatuh cinta kepada wanita bernama Rar...
TRISQIAR
7360      1408     11     
Fantasy
Aku memiliki sesuatu yang berbeda. Ibuku bagaikan monster yang memelihara anak iblis. Teman hanyalah kata kiasan untuk mengutuk mereka Manusia bagiku hanyalah bayangan yang ingin aku musnahkan aku tidak pernah sama sekali memperdulikan hidupku karena aku tidak akan pernah bisa mati dan hal itu membuatku senang membunuh diriku sendiri. tapi karena kebiasaanku, sesuatu itu memberikanku kek...
Bulan di Musim Kemarau
351      241     0     
Short Story
Luna, gadis yang dua minggu lalu aku temui, tiba-tiba tidak terlihat lagi. Gadis yang sudah dua minggu menjadi teman berbagi cerita di malam hari itu lenyap.
Verlieren
1050      434     2     
Romance
❝Aku ingin bersama mu dalam dua waktu saja. Sekarang dan selamanya.❞ Kehilangan itu mungkin sebuah akhir bagi sebagian orang, tapi tidak untuknya. Dia dipertemukan oleh kehilangan agar menemukan jalan hidupnya. Yang baru. Azka merasa bahwa hidupnya terasa hampa dan terus terpuruk. Sejak 'dia' hilang, rasanya hidupnya tak mempunyai warna lagi. Karena Aresha, terpisah darinya selama bela...
Dari Sahabat Menjadi...
489      333     4     
Short Story
Sebuah cerita persahabatan dua orang yang akhirnya menjadi cinta❤
When I Met You
599      337     14     
Romance
Katanya, seorang penulis kualat dengan tokohnya ketika ia mengalami apa yang dituliskannya di dunia nyata. Dan kini kami bertemu. Aku dan "tokohku".