TANGGAL PEMBUATAN : SENIN, 1 OKTOBER 2018
KAMU LIHAT AKU, AKU LIHAT KAMU
"Sudah siap, *Men?" tanyaku pada ibu yang sudah berjuang untuk mengeluarkanku ke dunia.
"Tinggal hiasan bunga yang sudah dikaitkan dengan benang yang belum terpasang di dinding depan rumah. Tolong dipasang ya!" jawab ibu. Aku melaksanakan apa yang diperintahkan oleh ibu. Kurasa ini sudah istimewa.
"*Se, *due, *telu!"
Bret!
Spanduk bertuliskan ‘TUMLIT I & NI’ terpampang jelas di depan rumah kami. Ini akan menjadi ladang usaha kedua setelah bisnis sablon baju khas Bali.
---
"*Ade ape Ha? Wajahmu ceria sekali." tanya Alena berdarah Jawa tersebut. Tinggal di daerah yang penuh dengan turis asing membuatnya bisa menguasai sedikit Bahasa Bali.
"Keluargaku baru buka Warung Tumlit Len!" jawabku.
"Tumlit? *Ape itu?"
"Tum dan Sate Lilit!" jawabku dengan senyum mengembang.
"*Ngajeng?" tawarku memberi satu bungkus makanan yang sudah terbungkus oleh daun pisang.
"Ini namanya Tum. Makanan khas Provinsi Bali dari daging yang dihancurkan lalu dicampur dengan bumbu dapur kemudian diberi minyak goreng dan ambil sebagian adonan lalu bentuk adonan memanjang kemudian ditaruh di daun jeruk yang sudah dialas daun pisang. Setelah itu dibungkus dengan daun pisang dan dikaitkan daun pisang dengan tusuk gigi seperti ini lalu dikukus,"
"Daging bisa ayam, sapi, ikan, atau babi. Tapi kami membuatnya dari ayam. Dijamin halal!"
"Wah, harus dicoba nih. *Matursuksme ya!" seru Alena sambil menerima Tum dariku. Ibuku memang baik, ia membuat 33 Tum untuk teman-teman di kelas. Aku membagikan kepada teman-teman dan mereka sangat senang menerimanya.
"*Matursuksme Shaliha!" ucap semua temanku bersamaan.
"Iya sama-sama!"
---
"*Men, saya pesan *se ya Tumnya!"
"Sate Lilitnya *Men!"
"Pesan untuk ulangtahun anak saya ya!"
Alhamdulillah hari ini Warung Tumlit I & Ni ramai. Hari pertama benar-benar berkah dari Allah. Terimakasih Ya Allah.
---
"Yakin Tumnya halal?" teriak seorang wanita di depan kelas. Ah, dia lagi dia lagi.
"*Iye!" jawabku.
"Maaf aku *sing menyediakannya untukmu!"
"Karena kamu meragukan Tum Shaliha!" tambah Alena. Huh, kamu ini.
---
"I, *kenken kabare?" tanya Yuko, temanku yang satu jurusan berdarah Jepang ini. Mendengar logatnya membuatku menahan tawa. Oh, maafkan aku Ko.
"Kabar baik Ko. Oh ayolah jangan memanggilku I. Panggil aku Zeanu!"
"Itu nama depanmu bukan?" tanya Yuko lagi.
"Iya. Tapi nama panggilanku Zeanu."
"Oh, baiklah I Wayan Zeanu Akandiputra, kupanggil kamu Zeanu!"
"*Arigato gozaimas, itu *sing buatku heran jika kamu memanggilku Zeanu!"
"Oh ya, pesan sablon baju boleh?" tanya Yuko memulai topik penting.
"Boleh. Berapa?"
"100 baju *Bli!"
"Hahaha, *Bli, alhamdulillah. Desainnya mau seperti *ape?"
"Desainnya..." Yuko menjelaskan semuanya dan aku setia dengan kertas dan pena.
"Siap Ko!" ucapku usai mencatat semua keinginannya.
"Semangat *Bli!"
"*Matursuksme!"
---
"Jangan kaku Line, lenturkan lagi tangannya. Badannya juga disesuaikan!"
"It’s very hard Wa!" jawab Cathline dengan Bahasa Inggrisnya yang kental. Maklum, orang Inggris asli. Kalah aku.
"You can do it!" ucapku menyemangati.
"Mempelajari Tari Pendet itu dari sini Line. Your Heart!" terangku.
"Dengan begitu kamu pasti bisa!"
"Ok Hawa!"
---
"I wanna dance with music, music..."
"Dewa Ayu... ya ya dewa..."
"Lagu *ape tuh?" tanya Eksan, murid baru di kelasku.
"Lagu daerah dari Bali Ek!" jawabku.
"Jangan panggil aku Ek. Dalam Bahasa Belanda Ek itu artinya aku."
"Eik San, bukan Ek!"
"Oh, iya, iya!" jawab Eksan.
"Satu lagi *ape nya itu e lemah bukan e kuat. Bahasa Bali berbeda dengan Bahasa Betawi!" ucapku padanya mengingat ia berdarah Betawi. Kenapa bisa tersasar di provinsi ini? Hehehe, maafkan kawanmu Eksan.
"*Iye, *iye!" hahaha keluar logat Betawinya.
"*Aye baru belajar Fah, jadi masih tertukar!" terang Eksan membuatku menganggukkan kepala.
"Lagu khas daerahmu *ape San?" tanyaku penasaran.
"Kicir-Kicir,"
"Jali-Jali,"
"*Naon lagi ya?" hm... sedikit asing di telingaku. Maklum jarang menonton TV dan seingatku lagu daerah tidak ada kata Naon.
"Oh ya Sirih Kuning!"
"Banyak ya!"
"Kalau lagu khas Bali itu Dewa Ayu, Janger, dan... aku *sing begitu ingat!"
"Nyanyikan Kicir-Kicir *Bli!"
"Siap!"
"Kicir-Kicir, ini lagunya... lagu lama ya tuan dari Jakarta
Saya menyanyi ya tuan memang sengaja
Untuk menghibur-menghibur hati yang duka
Burung dara... burung merpati..."
"Selamat pagi anak-anak!" sapa Ibu Della sambil memasuki kelas.
"Pagi *Men!" jawab kami.
"*Kenken kabare?" tanya Ibu Della.
"Baik!"
"Nanti aku lanjutkan. Hm... matur... matur..."
"*Matursuksme!" potongku membantu dia.
"Ya *matursuksme sudah mengingatkanku pada kampung halaman!"
"*Sing masalah!"
---
"Pesanannya banyak sekali Nak. Siapa yang memesan?" tanya ayahku melihat catatan yang kutulis dari Yuko.
"Dari teman kuliahku *Pan!"
"Semoga semakin bertambah berkah sablon baju kita!"
"Amiiin ya rabbal alamin!"
"Beli!" teriak seseorang dari depan Warung Tumlit. Ibu menghampiri pembeli tersebut.
"Iya mau beli *ape?" tanya ibu.
"Beli Sate Lilit *dase!"
"Oh ya, tunggu!"
"Sukma!" kagetku melihat Sukma yang ternyata pemesan Sate Lilit.
"Eh... Kak Zeanu. Jadi Kakak pemilik warung ini?" tanya Sukma yang kusambut dengan anggukkan.
"Semoga sukses ya!"
"Amiiin ya rabbal alamin. *Matursuksme Dik!"
"Iya sama-sama!"
"Ini Dik Sate Lilitnya!" ucap ibu sambil memberi 10 Sate Lilit yang sudah dibungkus.
"*Matursuksme *Men!"
"*Matursuksme *Bli!"
"*Bli? Kamu kenal dengan Zeanu?" tanya ibu mendengar Sukma memanggilku dengan sebutan *Bli.
"*Iye *Men. Saya teman satu jurusan hanya beda semester. Saya baru semester *se sedangkan *Bli sudah semester *telu!" jelas Sukma.
"Oh... begitu. *Adeng-adeng ya!"
"*Iye *Men!"
"Hari ini laba kita banyak. Hari pertama memang benar-benar berkah!" ucap ayah dengan wajah bercahayanya.
"*Iye *Pan. Uang yang Hawa dapat dari mengajar tari juga lumayan. Bahkan ada anggota baru dari luar negeri yang ingin belajar menari!" terang Hawa pada ayah.
"Alhamdulillah. Bagus kalau begitu!"
---
"Mesak ngapung luhur jauh di awang-awang..."
"Manuk Dadali..."
"Kamu ini bagaimana!" potong temanku, Rasti yang ahli Bahasa Sunda karena memang ia berdarah Sunda.
"*Naon *Teh? *Abdi punya salah?"
"Masa awal lirik sudah ke reff!" kritik Rasti.
"Maaf *sing hafal lagunya!"
"Baca saja teksnya. Aku akan mengiringimu!"
"Siap Ras, *nuhun!"
Aku mendengar suara temanku dengan Rasti. Rasti mengiringinya dengan seruling dan ketika dipadukan, suara antara vokal dan musik sangat bagus. Aku jadi ikut bernyanyi.
"Wah Fah, kamu tahu lagu ‘Manuk Dadali’?" tanya Ijah, temanku yang pandai bernyanyi itu.
"*Iye!"
"Kalah Jah denganmu. Masa keturunan Sunda *sing hafal lagu daerah. Makanya jangan keterusan menyanyi lagu modern terus. Lagu daerah juga harus dilestarikan!"
"Siap Rasti!"
---
‘Bum, Bum, Tap, Tap, Tap!’
"Yuhu..."
"Derena, Derena!"
"Ani, Ani!"
"*Semeton, *ade *ape ini?" tanyaku berteriak namun tak ada yang mendengarkan teriakkanku.
"Iya. Musiknya juga berisik sekali!"
"Hentikan!" kalau suara Pak Syakur, baru diam. Sepertinya aku harus belajar dari *Pan Syakur.
"Kenapa berisik sekali? Kalian sedang apa?" tanya Ibu Geradina.
"Sedang battle *Men!" jawab Derena percaya diri.
"Battle? Apa itu?"
"Tanding *Men. Lebih akrabnya versus!" jawabku menerangkan membuat semua yang ada disana menoleh ke arahku.
"Baik. Kalau begitu, kami akan mengadakan battle!" Pak, kenapa dilanjutkan?
"Tapi bersifat kedaerahan. Kalian akan tanding menyanyi lagu daerah dan menari tradisional!"
"Apa? *Sing mau *Pan. Kami ini modern. Tari dan lagu seperti itu hanya untuk orang kuno,"
"Seperti Shaliha dan Alena!"
"Apa maksud kalian!" kesal Alena namun aku memegang bahunya agar amarahnya mereda.
"Harus mau. Kalian akan bertanding tarian dan lagu namun selain dari Provinsi Bali dan jurinya saya, Ibu Geradina, Shaliha, dan Alena!"
"Apa? Shaliha?"
"Si Penjual Tum *Sing Halal itu?"
"Itu *sing benar!" bela Alena.
"Sudah, kami beri waktu 30 menit untuk mendiskusikan lagu dan tari apa yang akan ditampilkan!"
"*Pan, *Men, kenapa harus saya? Saya *sing pandai dalam dua hal itu." ucapku pada dua pahlawan tanpa tanda jasa tersebut.
"Pakar tari Kak Hawa, ahli suara merdu Nufah. Huh!" lanjutku dalam hati.
"Kamu bisa Nak. Kamu mahir dalam kedua hal itu!" jawab Ibu Geradina.
"Oh ya, Ibu pesan Tum 40 buah untuk besok!"
"Masya Allah!" ucapku mendengar penuturan dari Ibu Geradina.
"Iya Nak untuk di ruang guru. Saya pesan *telu Sate Lilit ya!" tambah Pak Syakur.
"Siap *Pan, *Men!"
"Len!"
"Aku akan membantumu. Tenang saja!" bisik Alena namun dengan logat Jawanya yang kental.
"Hm... baik *Pan *Men, *matursuksme sudah memesan!"
"Iya sama-sama!"
30 menit kemudian...
"Baik. Tim Derena dulu yang memulai. Mau menyanyikan lagu apa?"
"Hm... Kampuang Nan Jauh Di Mato!" wah, lagu asli Provinsi Sumatra Barat.
"Silahkan dinyanyikan!"
Tim Derena menyanyikan lagu itu dengan suara yang merdu dan petikan jari yang senada. Semua bertepuk tangan usai bernyanyi.
"Dan tarian apa yang akan kalian tampilkan?" tanya Ibu Geradina.
"Sajojo!"
"Itu tarian favoritku!" ucapku senang dalam hati.
"Silahkan dimulai!"
Oh, rabb, mereka menari dengan sangat lincah. Aku memang menyukai tarian yang berasal dari Papua ini karena selain lagunya, gerakannya juga unik dan ceria. Mungkin orang yang sedang jenuh jika menarikan tarian ini akan lebih semangat atau ringannya hanya mendengarkan lagu saja tak apa.
"Bagaimana Ha komentarmu?" tanya Pak Syakur.
"Bagus, kompak, merdu, ceria. Terbaiklah!" jawabku mengomentari kedua penampilan dari Tim Derena sambil mengacungkan ibu jari.
"Alena?"
"Kurang senyum!"
"Kami memang tidak niat!"
"Baik. Sekarang giliran Tim Ani. Mau menyanyikan lagu apa?" tanyaku layaknya juri sungguhan.
"Cik-Cik Periok!"
"Silahkan dinyanyikan!"
Suara mereka juga terdengar enak di telinga dan aku juga tahu bahwa nada lagu ini adalah ceria dan mereka berhasil mendapatkan itu.
"Tariannya?" tanya Alena.
"Tari Jaipong!"
"Bagus!" jawab Alena.
"Silahkan!"
Lentur dan lentik. Ya, ini yang kulihat dari Tim Ani. Sepertinya aku tahu siapa yang menjadi pemenangnya.
Selesai tampil, kami berdiskusi. Rupanya Pak Syakur, Ibu Geradina, dan Alena berpendapat yang sama denganku.
"Kami sudah berdiskusi bahwa pemenangnya adalah..."
"Tim Ani!!!"
"Yuhu... kamu kalah Der!" senang Ani sambil meledek Tim Derena.
"Tapi..." ucap Alena terdengar jeda.
"Pentas kesenian nanti tim kalian berdua tampil!"
"Apa!"
"Kalau tari modern *sing masalah Len, ini tari tradisional. Mau ditaruh dimana wajah dan reputasiku sebagai Si Mahir Tari Modern!" ucap Ani membuatku tertawa.
"Di tempat semulamu Ni!" jawabku.
"Kalian tahu kenapa kami membuat versus ini?" tanya Pak Syakur.
"Kami *sing tahu *Pan!"
"Karena kita dari negara yang sama. Walau bahasa dan adat yang berbeda, namun *sing akan menjadikan kita berbeda secara keseluruhan,"
"Kalian tahu cat poster? Mereka dari unsur yang sama. Namun yang membedakan adalah warna dari setiap cat. Cat poster itu seperti kita!"
"Kalau begini enak kan lihatnya!" tambah Ibu Geradina.
Kesimpulannya, ‘Walau berbeda-beda, namun tetap satu jua’ *Matursuksme *Pan.
---
"Hiasannya, bagus sekali *cah ayu!" aduh, keluar Bahasa Jawanya.
"Bawa pulang ya!"
"Enak saja!"
"Tidak, aku hanya bercanda!"
"Shaliha, sudah pulang!" ucap ibu dan aku menyalimi beliau begitu juga Alena.
"Ini siapa Ha? cantik sekali!" tanya ibu dan Alena tersipu. Alena, Alena.
"*Matursuksme *Men, bilang aku cantik!"
"Ini Alena *Men, teman baruku di SMA!" jawabku tersenyum.
"Oh... silahkan masuk!"
"Ada apa ya?" tanya ibu.
"Kami mendapat pesanan 40 Tum dan 3 Sate Lilit dari guru kami, *Pan Syakur dan *Men Geradina!" terang Alena.
"Dan aku mau membantu *Men membuatnya sekaligus menambah ilmu pengetahuanku!"
"Alhamdulillah. *Matursuksme!"
"Iya sama-sama!" Alena dan aku menuju ke dapur bersama ibu. Kami membantu beliau.
"Alena, hancurkan daging yang sudah digiling ya!"
"Siap *Men!"
"Ha, tolong potong-potong bumbu dapurnya!"
"Baik *Men!"
Untuk membuat Tum memang harus dihancurkan dagingnya terlebih dahulu. Selanjutnya diberi garam, gula, dan olahan rempah-rempah lainnya lalu dicampur minyak goreng. Setelah itu ambil sebagian adonan lalu bentuk memanjang kemudian ditaruh dalam daun jeruk yang sudah ditaruh di atas daun pisang.
"Susah sekali membentuknya!" ucap Alena. Dua daun pisang sudah ia hancurkan.
"Bukan begitu, *cah ayu!" ucapku meniru bahasanya.
"Seperti ini!" aku mengajarinya sampai ia bisa dan akhirnya tercapai juga keinginanku.
"Maaf ya *Men, Ha, aku sudah menghancurkan daun pisangnya!" ucap Alena meminta maaf.
"*Sing *ape-ape. Kamu baru belajar!" jawab ibu baik sekali.
"Setelah itu dikukus!" lanjut ibu dan menaruh Tum yang sudah dibungkus ke dalam kukusan. Kukusan ini akan dibiarkan beberapa menit.
"Kamu asli mana Len?" tanya ibu pada Alena di ruang tamu usai membuat Tum dan Sate Lilit.
"Asli Jawa *Men!" jawab Alena.
"Kenapa bisa disini?" tanya ibu lagi.
"Kami pindah *Men karena kakek dan nenek saya yang merupakan pemilik rumah sudah meninggal dan kami menjualnya, jadilah kami pindah ke Bali!"
"Sudah berapa lama Len?"
"Sudah... hm... satu tahun *Men!"
"Wah... lumayan lama!"
"Tapi sudah menguasai Bahasa Bali *Men!" ucapku sambil melirik Alena.
---
"What it is?" tanya Cathline padaku yang asyik makan.
"It’s name Lilit Satay. Do you want to try this?" jawab dan tanyaku balik.
"*Ngajeng!" seruku dengan senyum mengembang. Cathline mengambilnya satu dan mencobanya. Terlihat matanya yang berbinar setelah mencobanya.
"Delicious Ni Made Siti Hawa. I like it. Can I try again?"
"Sure Line. Please!" wah, orang luar negeri menyukainya.
"Ini terbuat dari daging ayam Line!" terangku padanya.
"Oh... hm... I very like it. Thank you Wa!"
"You’re welcome!" apa Cathline akan menyebarkan di media sosial? Dia termasuk orang yang selalu melakukan pembaharuan di media sosialnya. Jika iya, wah, masakan Bali akan terkenal.
---
"*Ohayo Ko!" sapaku padanya yang asyik membaca buku.
"*Ohayo. *Kenken kabare?" tanya Yuko dengan senyum khas seperti biasa.
"Alhamdulillah baik *Bli!" jawabku.
"Kamu sudah menyelesaikan sablon bajunya?" tanya Yuko.
"Tentu. Maka dari itu aku menghampirimu!"
"Pantas kamu membawa kardus. Aku bisa melihatnya?"
"Silahkan!" Yuko membuka kardus dan melihat satu baju hasil sablon keluarga kami. Terlihat senyum puas di wajahnya.
"Aku suka Zeanu!" ucap Yuko.
"Ini bagus sekali. Hm... matur... *matursuksme *Bli!" lanjutnya.
"Berapa harganya?" tanya Yuko.
"Totalnya 300 ribu rupiah Ko!"
"Oh... ini uangnya,"
"Komunitas kami sangat menyukai Bali. Menurut mereka, Bali itu adalah provinsi yang indah dan memiliki ciri khas sendiri!"
"*Sing hanya Bali, banyak provinsi di Indonesia yang *sing kalah indah Ko!"
"Tentu!"
"Mudah-mudahan aku bisa pergi ke provinsi lain!"
"Amiiin!"
"Oh ya, ini dari kami. Nama makanannya Sate Lilit. Ini khas Bali!" ucapku sambil memberi bungkusan Sate Lilit berjumlah banyak pada Yuko.
"I think, it’s delicious. Thank you Brother!"
"You’re welcome!"
---
"Kerak Telor khas Betawi
Saat dicoba enak rasanya
*Aye ingin bertanya Komang Nufah Sahida Salwi
*Aye bawa Kerak Telor, *Lu bawa apa?"
"Lelah dari pasar mohon maklum
Karena sudah lelah fisik dan hati
Komang Nufah Sahida Salwi membawa Tum
Makanan khas dari Provinsi Bali"
"Keren!" puji Eksan yang ahli pantun tersebut. Memang, orang asli Betawi para pakar pantun.
"Mari *ngajeng. *Aye coba makanan punya *lu, *lu coba makanan punya *aye!"
"Siap *Bli!" aku mencoba Kerak Telor khas Betawi. Masya Allah enak juga. Pasti yang membuat sepenuh hati dan jiwanya. Eksan juga mencoba Tum buatan keluargaku.
"Tum mu enak Fah. Terbuat dari *ape?" tanya Eksan.
"Dari daging ayam San. Tum itu boleh pakai daging ayam, sapi, ikan, atau babi. Kami memakai daging ayam. Dijamin halal!" jelasku padanya.
"Kerak Telormu juga enak San. Yang buat siapa?" tanyaku pada Eksan.
"*Semeton anggota keluarga Fah. Hm... *matursuksme!"
"Iya sama-sama!"
Indonesia memang ahli dalam segala hal. Maka dari itu kita harus melestarikan, jangan sampai punah.
---
"Kak Hawa, ini teman Kakak bukan?" tanyaku pada Kak Hawa.
"Eh, Cathline, benar, ini media sosialnya. Benar dugaan Kakak!" aku melihat ia membagikan foto Sate Lilit dengan komentar, ‘It’s name Lilit Satay make from chicken meat. It’s very delicious. I think, you sure want to eat too. Please, order and I will say to my friend name Ni Made Siti Hawa to prepare correspond order. She has a restaurant name ‘Tumlit I & Ni’ in Bali. Thank you!’
"Yang menyukai 1 juta orang. Cathline terkenal ya!" ucap Kak Hawa.
Satu tahun kemudian, pergantian tahun berlalu. Warung ‘Tumlit I & Ni’, Usaha Sablon Baju Khas Bali, dan Sanggar Tari tempat Kak Hawa mengajar semakin ramai. Rezeki memang datang tak terduga. Aku juga tak menyangka banyak teman-temanku yang memesan Tum atau Sate Lilit bahkan kami menerima pesanan jauh. Insha Allah sampai dengan cepat.
"Hahaha... dasar bule!"
"Makanya jangan cari perhatian. Cukup aku yang menjadi peringkat 1. Kamu ini hanya murid baru, bule!"
Aku terkejut melihat sekelompok wanita sebayaku mendorong seorang wanita berparas bule ke sungai yang airnya lumayan deras namun ia dapat bertahan.
"Rambut juga dicat hitam tuh. Sekolah *sing menerima rambut bercat pirang!"
"*Semeton, tega-teganya kalian!" kesalku.
"Kita sebagai warga Indonesia khususnya warga Bali harus menunjukkan tata krama yang sopan. Kalian bagaimana sih!"
"Kami *sing peduli. Dah!" hei, dasar tak bertanggung jawab. Aku berusaha sekeras mungkin menariknya dari sungai jernih menggoda namun membawa bahaya itu.
"Thank you!" ucapnya sopan.
"You’re welcome!" jawabku.
"What’s your name? where do you school? I never see you before. Maybe, I still new here!" tanyanya bertubi-tubi.
"My name is Shaliha. I school in Barbaru Senior High School. Hm... maybe!" jawabku.
"My name is Kamelia. I school in Badru Senior High School. All my body is wet. I not bring anything!"
"You can go to my home!"
"Oh, *matursuksme!" lho, bisa Bahasa Bali?
"I new study Ha. I’m sorry if I wrong!" jelasnya.
"Ah, you speak right Mel. It’s ok, let’s go to my home!" aku membawa Kamelia ke rumah untuk meminjamkannya baju.
"A... a..."
"Hello Ma’am, my name is Kamelia. I’m sorry about come to Shaliha’s home because accident!" ibu sepertinya terkejut melihat orang dari luar negeri ke rumah.
"Namanya Kamelia *Men. Dia didorong kawan-kawannya ke sungai yang lumayan deras itu. Aku membawanya ke rumah untuk meminjamkan baju. Tidak mungkin dia pulang dengan keadaan begini." jelasku pada beliau yang kucintai.
"Oh... I’m sorry. Welcome to our house!" kami memasuki rumahku dan aku mengantarnya ke kamar mandi lalu kubawakan pakaian untuknya. 10 menit kemudian, Kamelia sudah keluar dengan penampilan rapinya.
"Can you speak Indonesian Language?" tanya ibu hati-hati.
"Little bit... hm... *Men!" jawab Kamelia membuatku tersenyum.
"Ini untukmu Mel. Ini masakan khas daerah Bali. Namanya Tum dan Sate Lilit!" ucapku sambil menghidangkan Tum dan Sate Lilit buatan kami.
"Oh God, I’m very hungry. *Matursuksme Shaliha!" jawabnya menerima dengan hati yang senang dan aku mendengar perutnya sedikit keroncongan.
"Kamu berapa bersaudara?" tanya Kamelia sambil menyendokkan Tum ke mulutnya.
"Empat bersaudara Mel, termasuk aku!" jawabku.
"Siap namanya? Sekarang pendidikannya apa?" tanya Kamelia usai menelan Tum.
"Pertama namanya Kak Zeanu. Sekarang mengambil S1 jurusan Desain Grafis dan sekarang sudah semester *telu,"
"Kedua namanya Kak Hawa. Sekarang mengambil S1 jurusan Seni Tari dan baru masuk kuliah,"
"Ketiga aku, Shaliha. Baru masuk SMA,"
"Dan terakhir Nufah. Sekarang sudah kelas *due SMP!"
"Kamu baru masuk SMA? Aku juga. Tapi selama di SMA, aku dijadikan bahan ledekan terus,"
"Seperti tadi. Hanya karena aku orang luar negeri dan mendapat peringkat 1 saat semester 1. Menyebalkan bukan?"
"Sabar Mel!"
---
Seminggu kemudian, aku merasakan kehadiran seseorang yang aku kenal.
"Good morning!" orang luar negeri? Ia masuk ke kelasku. Rambutnya pirang dan panjang menutupi wajahnya. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas.
"My name is Kamelia Dasiv Yeraque. You can call me Kamelia. I come from England and my school before is Badru Senior High School!" Kamelia? SMAN Badru? Mengapa perasaanku benar? Tak lama ia mengangkat kepala ke arah teman-teman.
Kamelia! ia langsung melihat ke arahku dan tersenyum. Rupanya ia masih mengingatku.
"Please don’t judge me. I hope, I can be your friend!" ucapnya memohon.
"Sure!" jawab Alena senang.
"Baik. Kamu duduk di belakang Alena ya!" ucap wali kelasku dan ia menurut. Ia duduk di belakang Alena.
"Kamu bisa berbahasa Indonesia?" tanya Alena yang disambut anggukkan.
"But little bit!" tambahnya.
---
"Sabar Line!" ucapku sambil mengelus punggungnya.
"Iya Wa. Gara-gara teman-temannya, ia sangat berniat untuk pindah sekolah ke SMAN Barbaru!" Barbaru? Bukankah itu sekolah adikku?
"Hm... semoga ia senang disana!"
"Tentu karena ia sudah mempunyai teman. Namanya Shaliha!"
"Shaliha?" itu adikku Cathline.
---
"Wayan, ayo coba masakanku. Aku buat masakan dari Jepang lho!" ucap Yuko sambil menawarkan potongan lingkaran tebal padaku.
"Kamu aneh-aneh saja. Panggil aku Zeanu. Nama Wayan banyak!"
"Iya *Bli!" jawabnya menahan tawa.
"Nama makanannya *ape?" tanyaku penasaran.
"Sushi. Coba deh, enak lho!" jawab Yuko semangat.
"Boleh *ngajeng nih?" tanyaku membuat Yuko mengerutkan dahi. Namun tak lama ia menganggukkan kepala.
"Baru ingat aku. Ya, *ngajeng, silahkan!" jawabnya. Aku mencoba Sushi buatannya itu dan ternyata rasanya...
Enak!
"Ini dari ikan salmon, nasi, dan nori!" terangnya yang kujawab dengan anggukkan.
"*Matursuksme *Bli!" ucapku.
"Iya sama-sama!"
---
"Disini ada kegiatan tari modern?" tanya Kamelia ketika kami mengelilingi sekolah.
"Tidak. Mereka pencetus adanya tari modern. Mereka ahli dalam tari modern!" jawabku.
"Dan mereka memusuhi Shaliha!" lanjut Alena. Kenapa kamu harus mengatakannya? Seketika Derena, Ani, dan teman-temannya berhenti menari.
"Oh... hello!" sapa Derena melihat wajah Kamelia berparas bule.
"Ayo menari dengan kami!" ajak Ani namun Kamelia menolaknya.
"Jangan berteman dengan mereka berdua. Mereka kuno, penyuka hal yang berbau kedaerahan, dan benci sesuatu yang modern!"
"Ya... kalau itu membawa pengaruh buruk Nona!" jawab Alena sambil melipat tangan di dada.
"Kami pergi dulu Kawan, salam kenal!" ucap Kamelia sambil menarik tanganku dan aku spontan menarik tangan Alena.
"Kamu *sing mau mengobrol dengan mereka?" tanya Alena pada Kamelia.
"*Sing. Mereka sedang menari, aku *sing mau mengganggu!"
"Baik, kami juga akan menari!"
"Kami perkenalkan tari tradisional untukmu!"
"Len!" bisikku sambil menepuk bahunya.
"Aku *sing tahu apa yang harus kita tarikan untuknya. Tari Pendet saja!"
"Itu sudah umum Len. Dia sudah lama tinggal di Bali dan kita diajarkan tari selain tari Bali!"
"Lalu tari *ape *cah ayu?" tanya Alena gemas.
"Tari khas daerahmu saja!"
"*Ape yang kalian bisikkan?" tanya Kamelia penasaran. Alena hanya menggoyangkan tangannya ke kanan dan ke kiri.
"Baik. Kami akan menarikan Tari Serimpi dari Jawa Tengah!"
"Wah, baru dengar aku!"
Kami siap menarikan tarian ini dengan jiwa yang lemah lembut mengingat tarian ini tidak membutuhkan banyak tenaga namun butuh banyak penghayatan. Kami lihat mata Kamelia berbinar-binar.
"Aku belum pernah ditunjukkan seperti ini di sekolah lamaku." ucap Kamelia senang. Selesai menari, Kamelia bertepuk tangan meriah. Ya, meriah, padahal yang menonton kami hanya ia seorang.
"Kalian mahir sekali menarinya. Kalau ada waktu ajari aku ya!" pujinya.
"Kamu belajar di sanggar yang diajari Kak Hawa saja!" saran Alena. Ya, benar juga.
"Sanggar? Boleh!"
"Kamu mau bergabung dengan sanggar yang diajari kakakku?" tanyaku memastikan yang disambut anggukkan Kamelia.
"Aku ingin mendalami tarian dari Indonesia!" ucapnya memberi alasan.
Wah, Kak, ada anggota baru di sanggarmu.
---
"Kamelia!" seru Kak.. Kak... Kak Cathline. Ya, Kak Cathline. Ia melihat Kamelia yang juga menatapnya terkejut.
"Kak Cathline!" mereka berpelukan.
"Kamu kenapa disini?" tanya Kak Cathline.
"Mau bergabung dalam sanggar tari ini Kak!" jawab Kamelia.
"Kamu sudah bangkit dari masa lalu? Bagus sekali!" ucap Kak Cathline yang disambut anggukkan mantap Kamelia. Tak lama, Kak Hawa menghampiri kami.
"Hm... ini adikmu Line?" tanya Kak Hawa pada Kak Cathline.
"Iya Wa. She is beautiful right?" tanya Kak Cathline yang disambut anggukkan kakakku.
"Like you!" lanjutnya.
"Dia sudah bangkit dari masa lalu Wa. Hm... pantas, adikku berteman dengan Shaliha!" ucapnya. Aku hanya menundukkan kepala.
"Ayo Ha, Len, kita langsung melatih saja. Ini sudah jam latihan!" ajak Kak Hawa. Ya, terkadang kami datang selain melihat anggota tari, juga mengajarkan mereka.
"Ayo!" sekarang kami mengajarkan Tari Piring, tari khas Sumatra Barat kepada anggota sanggar.
---
"Kamu serius ingin memakai topeng ini? It’s very heavy, *Bli!" seru Safar padaku yang memandang topeng Barong berukuran besar ini.
"I’m serious, *Bli. Aku memang harus memerankan Barong disini. Ha!" jawabku memakai topeng Barong dan berpose seperti syaitan Bali ini. Dimana Sadewa?
"Cak, cak, cak... cak, cak, cak, cak, cak!!!"
"Bukan Tari Kecak, *Bli. Ini Tari Barong. Aduh...!" ucap Karim pada Yuko.
"Oh... I’m sorry. *Arigato gozaimas!" jawab Yuko. Karim hanya melakukan pose yang sama saat Yuko mengatakan terimakasih. Sementara aku sudah asyik sendiri dengan topeng Barong dan menari serinci mungkin menyerupai dia.
---
"Langsung piring sungguhan tak bisakah?" tanya Kamelia sedikit protes.
"Tanggung jawab girl kalau nanti pecah!" jawab Kak Cathline.
"Nanti kita memakai piring sungguhan Dik. Karena baru belajar, jadi pakai piring seperti ini dulu!" terang Kak Hawa yang disambut anggukkan Kamelia.
---
"Jadi ini namanya Tum dan Sate Lilit. Ini makanan khas dari daerah Bali. Yang kita tahu mungkin hanya Ayam Betutu atau Sayur Plecing atau Sambal Matah.
Tum terbuat dari daging ayam yang sudah dihancurkan lalu diberi bumbu dapur, garam, lada, minyak goreng, dan sebagainya. Setelah itu adonan dibentuk memanjang dan ditaruh di atas daun jeruk yang sudah dialas oleh daun pisang lalu dilipat dengan cara khusus dan dikaitkan dengan tusuk gigi kemudian dikukus.
Tum bisa diolah dari daging ayam, daging sapi, daging ikan, maupun daging babi. Tapi Tum yang saya tunjukkan ini terbuat dari daging ayam. Jadi halal."
"Sedangkan Sate Lilit juga dari daging ayam dan dihancurkan lalu diberi bumbu dapur setelah itu dibentuk di batang sereh lalu dibakar. Sate Lilit ada yang dari olahan daging ayam, sapi, ikan, maupun babi. Tapi ini terbuat dari daging ayam."
"Dan rasanya enak sekali!" tambah Eksan. Ah, kawanku bisa saja.
"Memang kamu pernah mencobanya Eksan?" tanya Ibu Isna.
"Pernah *Men dan rasanya enak sekali. Nufah juga mempunyai warung di rumahnya. Nama warungnya ‘Tumlit I & Ni’ " lho, Eksan juga memberitahu.
"Wah, lain kali ibu pesan makanannya ya!" seru Ibu Isna membuat wajahku seketika senang.
"Baik *Men!" jawabku.
"Baik. Silahkan duduk!" hm... memang, hari ini adalah hari kami mempresentasikan makanan khas daerah murid masing-masing. Kami disuruh membuat makanan tersebut. Setelah semua presentasi dan mendapat nilai, kami memakan makanan tersebut.
"Baik. Karena semua sudah mempresentasikan, silahkan *ngajeng!" ucap Ibu Isna mempersilahkan kami makan.
"Kita harus melestarikan budaya Indonesia terutama kulinernya. Banyak turis yang datang ke Indonesia karena menyukai kulinernya. Bahkan ada yang mengakuinya sebagai makanan khas mereka. Wah, jangan sampai ya!" nasehat Ibu Isna.
"Baik *Men!" jawab kami bersamaan.
"Aku jadi merindukan Jakarta kalau mencoba Kerak Telor terus!" seru Eksan sambil menyuap kembali Kerak Telornya.
"Semester 1 sudah pulang San, kamu mau pulang lagi?" tanyaku yang disambut gelengan Eksan.
"*Sing. Aku hanya rindu!" jawabnya.
"Hei, kamu *sing mau mencoba Kerak Telorku lagi?" tanya Eksan menawarkan.
"*Sing *Bli, *matursuksme!" jawabku halus.
"Hm... baiklah!" ucapnya.
---
"Jadi Kakak mau mementaskan Tari Barong di tempat kuliah Kakak?" tanyaku berbinar-binar. Kak Zeanu mengangguk.
"Doakan lancar ya Dik!" jawabnya.
"Kakak jadi *ape?" tanya Nufah.
"Barong. Hahaha!!!!"
"Kakak akan culik Nufah. Tapi Sadewanya siapa?"
"Ayah yang akan menjadi Sadewa!" jawab ayah tiba-tiba datang.
"Semangat Nu. Jadi Barong butuh tenaga sangat kuat mengingat kamu memakai topeng sebesar itu!" ucap ayah memberi semangat.
"Siap *Pan. I Wayan Zeanu Akandiputra selalu semangat demi mengharumkan Indonesia terutama Bali!" jawabku bersemangat.
"Sanggarku kapan tampil pentas lagi ya?" tanya Kak Hawa.
"Iya. Aku juga kapan?" tanyaku penuh harap.
"Aku ingin suatu saat akan menyanyikan lagu daerah ‘Dewa Ayu’ atau ‘Janger’ di tempat yang istimewa!" susul Nufah. Kami bertiga penuh harap.
"Nanti ada waktunya Nak!" jawab ibu bijak.
---
"Eh, gerakannya yang kompak dong. Jangan kalah dengan Tim Ani. Ini Tari Sajojo lho. Penuh keceriaan!"
"Sajojo... Sajojo... hum..." sementara Tim Derena sedang berlatih Tari Sajojo agar lebih kompak. Tari dari daerah Papua akan dipentaskan di pentas kesenian di sekolah.
"Cak, cak, cak... cak, cak, cak, cak, cak. ‘U, Le’u, cak, cak, cak, cak!!" sedangkan kami berlatih Tari Kecak di lapangan terbuka. Aku, Ni Made Shaliha akan berperan sebagai Sinta. Hanumannya? Ada, dia adalah ketua kelasku yang berdarah Bali, namanya Putu Ahar Keenan, panggil saja Ahar. Para pria yang berkeliling dan berperan menjadi api juga asli orang Bali. Pemeran yang lain juga asli orang Bali. Jadi pemerannya orang Bali semua.
Bagaimana ya ramainya pentas kesenian nanti? Pasti sangat seru, apalagi ada Tari Kecak.
"Lir-Ilir... Lir-Ilir..." sedangkan Alena menyanyikan lagu daerah Jawa Tengah berjudul Lir-Ilir bersama Kamelia. Nyatanya Kamelia juga pandai bernyanyi. Nanti mereka juga akan menyanyikan lagu dalam Bahasa Inggris.
---
"Selamat Pagi!" akhirnya pentas seni tiba. Aku, Ahar, dan para pria sudah siap dengan kostum Tari Kecak kami. Kami akan tampil terakhir untuk meramaikan pentas seni. Huh, lama juga ya.
"Sabar ya Har, kamu *sing gerah kan?" tanyaku padanya. Ya, ia memakai kostum Hanuman dan memakai sesuatu di atas kepalanya.
"*Sing Ha!" jawabnya.
"Cak, cak, cak, cak!!!" teriak teman-teman yang lain seperti memberi semangat.
Banyak kesenian yang ditampilkan disini. Mulai dari seni rupa, musik, tari, dan teater. Ada juga bercerita dan sebagainya. Di pentas kesenian juga ada bazar makanan dan apakah makanan khas Bali juga ada? Tentu. Tum dan Sate Lilit juga ada. Bisa disimpulkan bahwa Warung ‘Tumlit I & Ni’ ada di sekolahku. Ah... berkah sekali hari ini.
"Tum keluargamu enak Ha. Beli Ayam Betutu juga ya. Keluargaku dagang masakan Bali. Semuanya komplit!" seru Ahar salah satu pembeli dari Warung Tumlit.
"Siap *Bli!" ucapku.
"Tapi belum lapar, hehehe!"
"Hm... ya sudah!" jawab Ahar sambil menyendok kembali Tum yang ia makan.
Tak lama, penampilan yang kutunggu setelah dari Tim Derena dan Tim Ani, yaitu seni musik dari Alena dan Kamelia. Mereka menyanyikan lagu ‘Lir-Ilir’ terlebih dahulu. Suara mereka merdu sekali terutama Alena. Ia memang ahli suara sedangkan Kamelia, masih kental dengan logat negara asalnya, Inggris. Selanjutnya mereka menyanyikan lagu ‘If You Lucky’ dan sudah pasti Tim Derena dan Tim Ani yang sangat ramai dan hafal dalam menyanyikannya. Huh, giliran lagu daerah tidak seramai ini.
"Len, aku pergi dulu. Ada telepon!" pamit Kamelia pada Alena yang disambut anggukkan Alena. Ia sibuk dengan Ayam Betutu dan Sambal Matahnya.
"Hello!" sapa Kamelia pada suara di seberang sana.
"Are you sure? Hm... but I don’t know they want or not. I hope they want because they will proud after that!"
"Ok!"
"Morning!"
Akhirnya penampilan terakhir tiba. Kami, para penari Kecak langsung berada di tengah lapangan mengingat di atas panggung tak memungkinkan.
"Shaliha, spirit!!" teriak Kamelia yang kusambut dengan senyum dari titik pusat perhatian.
"Just for Shaliha, not for me. I’m your friend too!" dumal Ahar namun bisa kudengar.
"Maklum Har, ia belum hafal semua nama teman kelasnya!"
"Tapi aku ketua kelas Ni Made Shaliha!"
"Nanti juga dia tahu kamu Putu Ahar Keenan. Aduh,"
"Ayo fokus. Kamu sembunyi dulu. *Semeton, semangat!" para pria mulai mengelilingi dengan kostum hitam putih. Sementara Ahar sudah bersembunyi di tempat yang sudah diatur.
"Cak, cak, cak... cak, cak, cak, cak, cak, cak!!!" suara teman-teman sudah mulai keras.
---
"*Bli Zeanu, kamu keren!" puji Yuko ketika kami sudah selesai menarikan Tari Barong.
"*Matursuksme *Bli!" jawabku.
"Barongnya saja, Sadewanya *sing?" tanya Arez cemburu namun kuyakin ia hanya bercanda.
"Maaf *Bli. Kamu juga. Semuanya keren. Aku sempat rekam. Nanti kukirim ya!" jawab Yuko yang ternyata merekam pentas kami.
"Wah... asyik, *Matursuksme *Bli!" jawab kami bersamaan.
"Iya sama-sama!"
---
"Serius Nak?" tanya Kepala Sekolah pada Kamelia. Kamelia sedang berada di ruang Kepala Sekolah.
"Iya *Pan. Ayah saya mengatakan seperti itu. Tapi saya tidak tahu dari ekstrakurikuler seni dan orang yang ahli dalam seni mau atau tidak." jawab Kamelia.
"Semoga mau Nak!"
"Indonesia jadi terkenal akan budaya dan bahasanya!" ucap Kepala Sekolah dalam hati.
"Jadi begini teman-teman, saya jelaskan. Ayah saya bekerja di duta kebudayaan Inggris dan bekerjasama dengan Indonesia untuk mengangkat kebudayaan negeri maritim ini. Ayah saya menunjuk sekolah kita salah satunya untuk mewakili di Inggris. Jadi kalian akan mempersembahkan budaya Indonesia ke negara kami. Kalian tahu, warga Inggris sangat menyukai Indonesia. Semoga kalian berkenan,"
"Masalah biaya urusan dari duta budaya Indonesia dan Inggris!"
"Mau. Mau sekali!!" Alena langsung antusias.
"Sudah diizinkan oleh Kepala Sekolah!" tambah Kamelia.
"*Matursuksme sudah memberi kesempatan kepada kami untuk menjadi perwakilan!" ucap Ahar sambil menyatukan tangan ke depan dada.
"Iya sama-sama!" jawab Kamelia.
"Tidak sekolah kita juga namun dari sekolah dan universitas lain juga ada yang diundang!" jelas Kamelia lagi.
Ke Inggris untuk memperkenalkan budaya Indonesia? Siapa yang tidak mau. Tentu aku mau. Hm... universitas juga ada yang ikut? Apa universitas tempat Kak Zeanu juga diundang?
---
"*Ape, memperkenalkan budaya Indonesia ke Inggris? *Matursuksme!!" teman-temanku dari Bali sangat antusias mendengar hal ini. Aku yang memang mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Kesenian juga sangat senang.
"Wah, pasti ramai disana!" ucap Yuko.
"Sayang sekali aku *sing bisa ikut!" lanjutnya. Ya, mengingat Yuko berasal dari Jepang sedangkan Inggris hanya memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada negara yang menjadikan bahasa negara tersebut sebagai Bahasa Internasional.
"Baik. Aku jadi Barong lagi!" tukasku sambil memosisikan tangan seperti penari Barong.
"Hiiii seram!" ledek Yuko.
"Ah, bisa saja!"
Mudah-mudahan tak hanya disukai oleh warga Inggris, namun seluruh dunia. Harapanku semoga ada undangan dari luar negeri seperti ini lagi. Ini baru pertama kali dalam hidupku.
"Jadi sebulan lagi kalian berdua ke Inggris?" tanya ayah dan ibu bersamaan.
"Iya *Pan, *Men!" ternyata sekolah Shaliha juga diundang. Aku lebih bisa memantau keadaannya.
"*Adeng-adeng Nu, Ha!" ucap ibu.
"Wah, kalau sekolah Nufah diundang, Nufah ingin ikut!" sambung Nufah.
"Mungkin belum waktunya Dik!" jawab Hawa. Hm... kenapa sanggar tempat mengajar Hawa tidak diundang? Sanggar tari apa saja diajarkan.
"Untuk Indonesia, kami datang, Inggris!" ucapku mewakili Shaliha, tentunya.
---
Sekolahku terutama ekstrakurikuler seni sudah sibuk latihan berbagai seni khas Indonesia dan kuliner khas Indonesia juga ada nantinya. Untuk Tum dan Sate Lilit, itu urusan sekolah lain, begitu kata Kamelia.
Satu bulan berlalu, hari yang kami tunggu tiba. Inggris, kami datang. Ini akan menjadi perjalanan yang panjang dan aku tidak melakukan komunikasi setiap waktu pada keluarga mengingat pesawat tidak boleh menyalakan telepon.
"Kalian *adeng-adeng ya. Doa kami menyertai kalian!" ucap ayah sambil kami salimi beliau dan ibu. Tak lama kami berpelukan dengan Kak Hawa dan Nufah.
"Kalau sudah sampai telepon kami!" ucap Kak Hawa yang kami sambut dengan anggukkan.
"Assalamu’alaikum!" salam kami.
"Wa’alaikumussalam!"
"Morning!"
"We was in plane. Pray for our safe!" ucap Kamelia dalam telepon. Ia duduk di belakangku. Aku duduk bersama Derena. Hm... ia daritadi tidak membicarakan apapun denganku.
"Why must Indonesian culture? Why not modern culture?" dumalnya.
"Because Indonesian culture more make proud than modern culture. England more like us country than your country idol!" jawabku. Derena terlihat kesal.
"*Sing perlu menjawab, kuno!"
"Oh... aku *sing kuno. Maaf!" jawabku lagi.
"Kamu dan Alena itu kuno dan sudah tertinggal zaman!"
"Sudah Na, lebih baik kita berdamai demi Indonesia. Indonesia terkenal akan warganya yang damai, bukan bertengkar!"
"Sampai kapan pun aku *sing mau berdamai denganmu, ku..."
"Syut!!" aku memotong pembicaraannya. Tak lama pesawat mulai berangkat. Aku tak tahu berapa lama perjalanan berlangsung. Aku tahu ini perjalanan panjang mengingat kami akan berpindah benua dari Asia ke Eropa. Dari Negara Republik ke Kerajaan. Aku akan merasakan suasana yang berbeda.
"You See Me, I See You. Ini novel karangan penulis Inggris, Jonathan Erfa Kov. Ia membahas tentang kecintaannya pada Indonesia dalam Bahasa Inggris. Aku bersyukur bisa membeli novel ini dan bisa membacanya selama dalam pesawat!" ucapku bersuara kecil. Derena tak mendengar. Ia sibuk mengobrol dengan kawannya yang duduk di seberang.
"You will see something!" batin seseorang.
---
"Kira-kira di Inggris seperti apa ya? Aduh... *sing sabar!" ucap temanku yang duduk satu bangku pesawat denganku.
"Intinya mereka berbeda musim dengan kita. Kita musim hujan dan kemarau, sedangkan mereka musim panas, semi, gugur, dan dingin. Mungkin seru jika kita mendapat salju disana!" jawabku berangan-angan.
"Betul itu!" jawab temanku yang lain.
"Kamu sudah menukar uang Nu?" tanya temanku yang kusambut dengan anggukkan.
"Namun kusisakan yang rupiah. Takut terjadi apa-apa!" tambahku mantap.
Perjalanan menuju Inggris sangat lama. Bisa-bisa rutinitasku kalau tidak tidur, makan. Terus saja makan, tidur, makan, tidur. Bosan. Berkomunikasi dengan adikku tak mungkin. Dia di lantai satu, aku di lantai dua. Ya, benar. Pesawat menuju Inggris ini bertingkat dua. Baru pertama kali aku menaiki pesawat bertingkat dua.
"Ini novel terbaru karya Jonathan Erfa Kov?" tanyaku pada Shaliha dua hari sebelum keberangkatan.
"Iya Kak. Shaliha belum baca dan masih terbungkus rapi. Judulnya, ‘If You Love Indonesian’. Novel-novelnya memang selalu membahas Indonesia. Semoga selama di pesawat Kakak *sing bosan dalam membacanya!" novel berwarna hijau toska itu sudah ada di tanganku.
"Ah, baru ingat aku. Zeanu, Zeanu!" aku langsung membuka tas dan mengambil novel pemberian Shaliha. "Hm... pasti ia membaca novel karya Jonathan Erfa Kov lainnya." aku membuka bungkus novel dan menaruh di tempat yang aman dahulu. Aku membuka novel tersebut.
‘If You Love Indonesian, You Always Want To Come Back Like Me’ itulah kutipan yang kudapat dari Jonathan. Hm... menarik.
---
"Plane ENG3120 arrived to England. Please, prepare yourself!" aku terbangun mendengar pengumuman dari pramugari dan menegakkan bangku pesawat. Aku membangunkan Derena yang masih tertidur pulas.
"Iya Ha, aku bangun!" Derena terbangun dan menegakkan bangku pesawat. Aku melihat ke arah jendela.
"Inggris!" ucapku dengan mata yang berbinar-binar. Benarkah aku menginjakkan kaki di negara dengan bentuk pemerintahan Kerajaan?
"England. Aaaaa!!!" teriak Tim Ani dan Tim Derena saat kami sudah sampai di bandara Inggris. Hm... bandara ini lebih rapi dan istimewa daripada bandara-bandara di Indonesia. Semoga bandara Indonesia bisa lebih baik dari ini.
"Oh... come on. Keep calm!" ucap Kamelia menenangkan mereka.
"Your friend is very uh..." bisik Kamelia padaku. Aku terkekeh.
"They are your friends too!" jawabku membuat Kamelia cemberut.
"Jangan cemberut *cah ayu. Kami yang jauh dari Indonesia akan membuat Inggris ceria. Funky, funky!" ucap Alena sambil merangkul Kamelia. Tak lama datanglah seorang wanita setengah baya berparas cantik. Kulit putih dan rambut pirang serta bermata biru. Ia memeluk Kamelia.
"My sweetheart!" ucapnya. Oh... anaknya. Pantas mirip. Sepertinya kedua orangtua kawanku sudah berangkat duluan. Maka dari itu ibunya menunggu Kamelia dan rombongan dari Indonesia di bandara.
"They are beautiful Mel. Who are they?" tanya beliau pada Kamelia. Ia menatapku dan Alena bergantian. *Matursuksme *Men, you are beautiful too.
"They are my friends Mom. She’s name Ni Made Shaliha and she’s name Alena Karunia Ningrum!"
"Ma’am can call me Shaliha!"
"And can call me Alena!" tambah Alena setelahku.
"Where do you come from?" tanya sang ibu.
"Sure from Bali Ma’am,"
"But I was born in Java, Ma’am!" potong Alena. Sang ibu mengangguk.
"You are beautiful and very look Asian’s people!"
"Matur... I‘m sorry, thank you Ma’am!" hampir salah jawab.
"Matur? What do you want to say honey?" tanya beliau.
"Hm... *matursuksme Ma’am!" jawabku tersenyum salah tingkah.
"*Matursuksme? What it mean?"
"It mean In Bali Language, *matursuksme is thank you!"
"Oh... ok. Hm... *matur... *matursuksme even be Kamelia’s friend!" alhamdulillah ada yang menuturkan Bahasa Bali.
"You’re welcome!"
"In Java is *maturnuhun!" tambah Alena. Oh, kamu juga promosi rupanya kawanku.
"Oh ok. Nice to meet you girl!"
"Nice to meet you too!"
Kami dan teman-teman yang telah diundang di antar ke hotel mengingat hari mulai malam. Rencananya festivalnya besok. Alhamdulillah masih ada waktu untuk istirahat.
"Bagus sekali kamarnya. I like it!" senang Alena. Kami tidak berdua, Derena dan Ani juga satu kamar dengan kami. Sepertinya... ah, jangan berpikir su’udzan Ha. Sementara kawan-kawannya berbeda kamar.
"Iya sih bagus. Hanya kenapa harus satu kamar dengan kalian dan orang sok bule ini?" sindir Ani pada Derena.
"Hei, what do you mean?"
"I mean..."
"Sudah-sudah. *Sing memulai pertengkaran!" leraiku.
---
"Keren!!" puji temanku ketika melihat kamar hotelnya. Sementara aku melihat secara rinci kamar tersebut.
"Semoga aku nyaman disini!" harapku.
"Zeanu, mau ditaruh dimana topeng Barongnya?" tanya temanku yang lain.
"Di atas lemari saja *Bli!" jawabku dan ia menaruhnya di atas lemari. Temanku sudah berbaring di tempat tidur sedangkan aku duduk di kursi meja belajar. Aku menyiapkan kertas gambar, pensil, dan penghapus. Aku akan memulainya.
"Oh iya!" aku baru ingat, Hawa berkata bahwa jika sampai di Inggris, aku harus menghubungi mereka. Aku langsung mengajak Shaliha, ayah, ibu, Hawa, dan Nufah untuk melakukan panggilan video. Di Bali cukup ayahku saja yang mewakilkan telepon pintarnya untuk melakukkan panggilan video.
"Assalamu’alaikum *Pan, *Men, Hawa, Nufah!" salamku pada mereka ketika panggilan terhubung.
"Assalamu’alaikum *Pan, *Men, Kak Hawa, dan Nufah. Kami sudah sampai di Inggris dengan lancar. *Matursuksme atas doanya!" salam dan ucap Shaliha membuatku tersenyum.
"Wa’alaikumussalam sayang. Iya sama-sama!" jawab ibu dengan mata yang tersirat kerinduan.
"Wah, pasti itu kamar hotelnya. Bagus sekali Kak!" ucap Nufah.
"Iya Fah. Semoga tak hanya kamar, festivalnya juga harus lebih bagus!" jawabku.
"Kapan kalian pentasnya? Disana berapa hari?" tanya ayah.
"Hm... Insha Allah besok dan disana kami dua minggu *Pan. Mengingat banyak sekali yang menampilkan budaya Indonesia. Belum kebudayaan mereka. Sebenarnya masih lama hanya kami diberi waktu dua minggu!" jawabku menerangkan.
"Disini dingin. Mungkin karena cuaca. Hehehe!" sambung Shaliha.
"Turun salju *sing ya?" tanya Hawa.
"Kami juga *sing tahu." jawabku.
"Hahaha... Sate Lilit!" Nufah membawa sepiring Sate Lilit. Ah... mau. Aku rindu dengan suasana makan Sate Lilit bersama.
"Tenang Kak, kita beli saja di bazar!" ucap Shaliha. Hm, benar juga.
"Betul Ha. Tapi Kakak rindu, biasanya di depan Kakak ada teh manis yang menemani. Sekarang belum tentu ada!"
"Tenang Kak, Inggris itu terkenal dengan budaya minum teh saat sore hari!" ucap Hawa memberitahu.
"Oh ya? Wah, *matursuksme sudah memberitahu!" jawabku.
"Ayo semuanya, makan malam dulu!" teriak seseorang dari luar.
"Shaliha, let’s go eat!" ucap seorang wanita berparas bule yang muncul dari layar telepon Shaliha. Sudah kutebak pasti Kamelia.
"Hm... *semeton, kami makan malam dahulu. Assalamu’alaikum!"
"Wa’alaikumussalam!"
---
"Ayam Betutu dan Sambal Matah. Rupanya hotel ini menyediakannya." ucapku senang. Aku memang penggemar Ayam Betutu dan Sambal Matah. Apalagi Alena, huh, pasti sudah bunyi perutnya.
"Iya, ini khusus untuk tamu dari Indonesia. Tak hanya dua menu ini saja, ada menu lain." jawab Kamelia.
"Terimakasih Mel!" ucapku. Ya, aku harus berbahasa Indonesia yang benar. Indonesia baik tata krama maupun bahasa juga harus diperkenalkan disini.
Sebelum makan, kami berdoa terlebih dahulu. Setelah itu memakan masakan khas Bali tersebut. Rasanya sangat enak. Oh... aku rindu Bali, terutama keluargaku.
---
"Apa, Kak Zeanu dan Kak Shaliha pergi ke Inggris? Amazing!" ucap Ona, temanku yang duduk di belakang.
"Ya, demi Indonesia Na. Mereka akan memperkenalkan budaya dan bahasa kita!"
"Semoga acaranya sukses!" doa Esner.
"Amiiin ya rabbal alamin!"
Lewat percakapan kemarin, pasti Negara Inggris sangat istimewa. Kulihat kamarnya saja bagaikan istana. Tunggu
Kemarin?
Oh ya, hari ini festivalnya. Hm... kedua kakakku dapat giliran hari ini tidak ya?
---
"Pakai topengnya, *Bli Zeanu!" ucap temanku yang menjadi perempuan desa. Hm... ya sejenis itu.
"Masih lama Zer. Kita urutan ke-30. Pertama penampilan tari Topeng dulu!" jawabku.
"*Sing *ape-ape *Bli. Biar ada yang minta foto." Aku tertawa.
"Ada-ada saja kamu!"
"Tuh aku benar kan? Itu ada yang minta foto!" temanku menunjuk dua orang perempuan berparas bule yang sangat kukenal. Aku terkekeh melihat mereka. Mereka adalah Kamelia dan Cathline, dua kakak beradik.
"May I take picture with you, Barong?" canda Cathline.
"Kakak kan Kakaknya Shaliha. Aku sudah foto dengan Sinta lho. Sintanya cantik, pasti Kakak suka!" Kamelia menunjukkan foto Sinta dalam Tari Kecak. Ya... Sintanya memang cantik. Ni Made Shaliha adiknya I Wayan Zeanu Akandiputra cantiknya tak tertandingi. Sekian dan matur... eh, terimakasih.
"Ah, dia memang pakarnya Sinta!" ucapku.
"Kirim lewat bluetooth ya!"
"Tuh kan, Kak Zeanu suka!" itu adikku, Kamelia.
"Ayo pasang hm... *Bli topeng Barongnya. Kami mau berfoto!"
"Dengan teman perempuan Kakak juga boleh!"
"Sadewa di sebelah Kakak apalagi!"
"Sip, *telu penari kalau begitu. Mari!" ucap temanku yang menjadi Sadewa. Kami berfoto dan seseorang mengambil foto kami. Sekitar lima gambar diambil olehnya.
"Terimakasih!" ucap Cathline.
"Iya sama-sama!"
"Dah..."
"Dah..."
"May I take picture with you?" nah, ini baru bule yang tidak aku kenal.
"Hm... sure Sir. Please!" pria ini juga meminta difotokan oleh seseorang. Dua gambar sudah diambil oleh sang pengambil gambar.
"Thank you!"
"You’re welcome!"
Tak lama, seseorang memberi kami kue. Wah, kebetulan aku lapar. Saat kami ingin memakannya...
"*Bli!" panggil seseorang. Rupanya seorang pria yang sebaya dengan Shaliha.
"Jangan dimakan *Bli, aduh!" hei, kamu kenapa?
"Kue itu ada racun yang membuat orang..."
Brug! aku terkejut melihat pria yang memakai kostum Hanuman itu pingsan.
"Ayo *Bli, kita tolong!"
---
"You are very criminal. I hate you. I say don’t doing it. Enough me make you hate. I don’t know what do you think in your brain!"
"I hate Indonesian. Please, I don’t want Indonesian here. I hate them!"
"You!!!" Kamelia mendorong seorang pria yang lebih tua darinya hingga terjatuh.
"You lie, boy. You say you love Indonesian, you say you want to meet her. But, you and my crazy friends doing that!"
"She bring your book and read in plane!"
"I just make they believe and I can doing something!"
"I don’t will make you doing again!"
"One day, your heart is very love Indonesian. Bye!"
---
"Shaliha!" aku terkejut melihat Shaliha pingsan sementara festival ditutup karena tamu dari Indonesia terkena racun kecuali kami. Itu pun dicegah oleh pria yang ternyata temannya Shaliha. Menyelamatkan sebelum kesadaran menghilang.
"Apa maksud dari semua ini? Apa mereka ingin meracuni kita dan..."
"Pasti ini perbuatan orang tertentu, *Bli!" semua tamu dilarikan ke rumah sakit. Shaliha, maafkan Kakak. Kakak tidak maksimal menjagamu. Padahal kita ingin mengharumkan nama Indonesia.
"Ini gangguan *sing terduga!" ucap temanku. Benar-benar hanya dari Tim Tari Barong yang selamat. Temannya Shaliha, terimakasih sudah menyelamatkan kami. Kami bisa memanjatkan doa agar kalian sadar.
---
"I hate you, I hate you, very hate you!" tangis Kamelia pecah melihat keadaan tersebut. Ia menangis di taman rumah sakit yang sangat sepi.
"Aku sudah menganggap semua teman di Indonesia sebagai saudaraku. Mereka sangat tulus dibanding temanku disini yang menyebalkan itu. Kenapa dia harus bekerjasama dengan mereka?"
---
"Ya Allah, aku tidak tahu mengenai masalah ini. Namun terimakasih sudah menyelamatkan kami lewat perantara teman adikku. Aku tak tahu jika peristiwanya seperti ini. Siapa yang sudah membuat mereka keracunan? Beri aku petunjuk. Amiiin ya rabbal alamin!"
Aku pergi menuju taman rumah sakit. Aku melihat... Kamelia dengan seorang pria. Siapa pria itu?
"You must make a plan, Kamelia!" ucap pria tersebut sambil menunjuk tepat di matanya.
"I will doing something again but you must help our, girl!" rupanya ada orang lain. Sekitar tiga orang wanita sebaya Kamelia.
"Jangan-jangan, mereka pelakunya!" tenang Zeanu, jangan mengeluarkan amarahmu.
"Kamelia!" panggilku pura-pura agar ia selamat dari pria menyebalkan itu dan teman-temannya.
"Kak Zeanu. Sebentar ya Kak, aku masih..."
"Kakak butuh kamu. Penting Mel!"
"Come on!" Kamelia langsung berlari dan menarik bajuku untuk pergi dari mereka.
"You," aku langsung menatap pria itu tajam ketika ia akan melanjutkan perkataannya. Jangan sakiti teman adikku, kawan.
"Thank you for safe me. My sister don’t know about that!" ucap Kamelia padaku.
"Do you even know? Sorry for..."
"Kakak hanya menduga." potongku.
"Bagaimana keadaan Shaliha dan lainnya?" tanya Kamelia khawatir.
"Masih belum sadar Mel. Tapi sudah diatasi dokter. Katanya sebentar lagi sadar." jawabku. Kamelia bersyukur akan itu.
---
"Ohok!" aku tersadar dari mimpi panjang dan mengeluarkan busa. Suster yang melihat langsung menanganiku. Tak lama Alena, Derena, Ani, Ahar, dan lain-lain ikut terbatuk.
"You are better now!" ucap suster pada kami.
"That is a dangerous poison. But you even safe!" tambah suster yang lain. Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah.
"We want to watch you in Indonesian Festival tomorrow. We hope you healthy after this!" ucap suster membuat kami tersenyum.
"Sure, Nurse. Why not!" jawab Ahar.
"You must here for selve hours!"
"Thank you Nurse!"
"You’re welcome!" suaraku memang lemah untuk mengatakan sesuatu sejak memakan kue coklat menggoda itu. Ah... bagus di luar, jelek di dalam jika diibaratkan.
"Kak Zeanu!" kakak langsung memelukku saat itu juga.
"Maafkan Kakak, Kakak *sing bisa menjagamu!" ucap Kak Zeanu.
"*Sing *ape-ape Kak. Yang penting Kakak dan tim Kakak selamat!" jawabku tersenyum tipis. Ah... aku benar-benar lemah hari ini.
"Awas saja, kamu akan mendapat balasan. Entah air tuba dibalas air tuba atau air tuba dibalas air susu!" batin seseorang kesal.
---
"Shaliha keracunan? Astaghfirullah!" ucap orangtuaku ketika dihubungi.
"*Iye *Pan, *Men. Tapi *sing ape. Dia kuat!" jawabku menenangkan mereka.
"Disana ternyata ber..."
"Jangan salahkan negara itu *Pan. Tapi dalang dibalik semua ini!"
Keesokkan hari, kami benar-benar tampil menarikan Barong dalam festival. Warga Inggris antusias menyambut kami. Beberapa kulihat juga asyik memakan makanan Indonesia. Wah, aku bangga dengan negaraku. Kami menari seistimewa mungkin untuk mereka demi Indonesia.
---
"Serius sudah kuat Ha?" tanya Kak Cathline padaku.
"Tentu Kak. Demi Indonesia, aku kuat!" jawabku. Pahlawan saja dalam keadaan tak sehat masih bisa melawan penjajah, apalagi aku. Aku harus kuat seperti mereka. Demi Indonesia, kami akan tampil untuk Inggris.
"We will call, Kecak Dance from Bali, Indonesian!" akhirnya kami dipanggil di sekian banyak penampilan yang ditampilkan. Kami akan tampil total untuk memperkenalkan Indonesia kepada Inggris.
"Cak, cak, cak... cak, cak, cak, cak, cak. ‘U, le’u, cak, cak, cak... cak!"
---
"How to stop it?" sementara jauh disana ada seorang pria yang mencari cara untuk menghentikan festival itu kembali.
"Oh, little stone can help me!"
"Stop!" kini Cathline yang menahan pria yang sangat membenci Indonesia tersebut.
"They are very kind, boy. You wrong to hate them!" ucap Cathline.
"Please, don’t throw that!"
"Go from festival if you start again!"
"Ah!!!" pria itu pergi dari festival meninggalkan Cathline.
"Aku kira kamu sudah berubah, ternyata belum!" ucap Cathline dan kembali ke keramaian festival.
"You See Me, I See You. Duta Budaya Indonesia dan Inggris menamai festival ini karena terinspirasi darimu!"
---
"Ah, lelah!" keluh Ani sampai di kamar.
"Tapi keren juga budaya Inggris. Hahaha!" ucap Derena.
"Tentu. Indonesia ka..."
"*Sing akan!" potongku.
"Budaya Indonesia *sing akan kalah!" ucapku memperjelas.
"Kamu ikut campur sa..."
"Ya, harus. Daripada kamu menyesal!" potong Alena.
"Hello, I bring chocolate cake for you!" ucap Kamelia sambil membawa potongan kue yang sudah ditaruh di tempat yang tepat.
"Are you serious? It’s cake right? Not poison’s cake?" tanya Ani menyelidik.
"Jangan membuat kami pingsan kembali. Kami mau mengharumkan nama Indonesia!" Derena berkata seperti itu. Kalimat yang bagus kawan.
"I’m serious. I’m sorry for that!"
"I’m serious!"
"Ok we trust you. Calm Kamelia!" ucapku sambil menerima kue tersebut.
"Aku akan berdiri disini untuk melihat reaksi kalian setelah memakan kue tersebut!" kami memakan kue tersebut. Benar, tidak ada masalah dengan kue ini. Kue ini lebih enak dari kemarin.
"Aku benar bukan?"
"*Iye Mel!" jawabku kembali memakan kue tersebut.
"Aku pergi dulu ya. Dah..."
"Dah..."
Setelah kami tampil, kami jalan-jalan di sekitar Inggris. Ke tempat wisata sampai mencoba kulinernya. Ini merupakan pengalaman berkesan bagiku. Kami berfoto untuk mengenangnya.
"Terimakasih selama ini sudah menjadi temanku!"
"Iya Mel, sama-sama!"
"Help me!!" teriak seorang pria. Astaghfirullah, tasnya diambil oleh pencuri. Aku langsung mengejar dan memukul pencuri tersebut. Terjadi perlawanan yang lama antara kami hingga aku memenangkan pertarungan. Pencuri itu pergi dariku. Aku mengambil tas miliknya.
"This is your bag!" ucapku namun aku melihat pipinya memar karena dipukul pencuri itu. Ia langsung menatapku.
"Jonathan Erfa Kov!" aku terkejut bisa bertemu dengannya disini. Ia salah satu penulis favoritku. Sementara ia menatapku sinis dan mengambil tasnya kasar.
"You come from Indonesian right?"
"Your name is Shaliha?" dia tahu namaku? Ini benar Jonathan kan?
"Yes, I come from Indonesian and true, my name is Shaliha. Nice to meet you." jawabku ramah. Sementara ia membuang wajah. Dia kenapa?
"Are you ok?" tanyaku memastikan. Ia tak menjawab, Jonathan langsung pergi.
"Wait,"
"Shaliha!" Kamelia menarikku kembali kepada teman-temanku.
"Itu Jonathan bukan?"
"Akhirnya kamu bertemu dengannya juga. Tapi dalam dua minggu ini, Jonathan pasti bisa berteman baik denganmu!" batin Kamelia. Sementara Shaliha hanya menatapnya penuh tanda tanya.
"Mel!"
"Oh, ya, itu Jonathan!" jawab Kamelia. Ia menarik nafas lalu menghembuskan kembali.
"Ayo kita jalan lagi!"
---
"I new meet people like her. She is kind but... I still hate where she live. I don’t want to be her friend!" ucap Jonathan.
"Between stop or next? I don’t know!" ucap Jonathan kembali. Tak lama dering telepon berbunyi. Ia mengangkat teleponnya.
"She is kind, boy. Still hate where she live? Indonesian are kind people. You wrong say they not kind, you wrong say you hate them!" Jonathan terdiam mendengar ungkapan Kamelia yang meneleponnya. Ia menutup telepon secara sepihak.
"You can see, who is true, boy!" batin Kamelia.
Tiga hari kemudian, aku kembali bertemu Jonathan yang sedang mengetik sesuatu di laptop. Pasti ingin menulis novel terbarunya. Aku sedang berjalan bersama Kak Zeanu dan teman-temannya.
"Kak, itu Jonathan!" ucapku pada Kak Zeanu.
"Oh... wah, Kakak bisa bertemu dengannya!"
"*Telu hari yang lalu aku menyelamatkan tasnya dari pencuri!"
"Hebat!"
"Aku minta foto ah!" aku berlari menghampirinya dan brug! makanan yang diberikan dari wanita di sebelahnya jatuh.
"You!!" kesal Jonathan.
"Shaliha!" ucap Jonathan terkejut.
"You make me angry. Go from me!"
"I’m sorry Jonathan. Hm... may I take picture with you?"
"What? Hahaha... never!"
"Now, go from me!"
"Hm... okay. I hope, you always give healthy and always make a good novel. Bye Jonathan!" aku pergi dari hadapannya. Terakhir kulihat dia diam menatapku.
"She..."
"Jonathan, I want to go. I will come back. Bye!" sementara teman dahulu Kamelia pergi. Jonathan melihat ke arah makanan yang jatuh itu. Ia mulai memicingkan matanya lagi.
"It is poison. She want to make me..." Jonathan tak bisa melanjutkan perkataannya. Makanan itu terdapat racun. Jonathan tahu akan itu.
"Thank you Shaliha, you safe me for second time!" ucap Jonathan.
"Dik, kamu *sing *ape-ape?" tanya Kak Zeanu padaku. Aku menitikkan air mata. Kak Zeanu memelukku.
"Jonathan marah karena aku menjatuhkan makanannya Kak!"
"Lain kali *adeng-adeng Dik!" ucap Kak Zeanu berusaha membuatku tenang. Kakak membawaku ke bangku taman yang tersedia.
"*Bli, adikmu tambah keras menangisnya!" ucap teman kakak khawatir.
"Maklum, bertemu idola!" sahut temannya yang lain.
"*Sing menangis Dik. Air matamu *sing pantas keluar di tempat berkesan ini. Inggris menyambutmu dengan antusias. Inggris mencintai Indonesia termasuk kamu!" ucap Kak Zeanu sambil menghapus air mataku.
Keesokkan hari, aku bertemu dia lagi. Apa aku memang ditakdirkan bertemu dia selalu? Ia sedang menaiki sepeda namun kulihat ia berat sekali membawanya. Kurasa bannya kempis. Tak lama ada sebuah mobil di hadapannya.
"Jonathan!" Jonathan langsung membelokkan sepeda ke kiri dan ia terjatuh dari sepedanya. Aku langsung mendirikan sepeda dan membantunya berdiri.
"You again." ucapnya datar.
"You still angry? I’m sorry!" ucapku. Jonathan langsung menaiki sepedanya dan meninggalkanku namun ia berubah pikiran. Ia memutar balik dan memberi secarik kertas kecil padaku.
"Please send a electronic letter to my phone number. I want to talk with you!" melihat dan mendengar itu, aku langsung gembira. Idolaku memberi nomor teleponnya.
"I want to know you more deep!" batin Jonathan usai pergi dari hadapan orang yang sudah tiga kali menolongnya.
‘Evening’ ketikku mengirim pesan singkat padanya.
‘Evening’
‘Are you serious come from Indonesian? I see you in Indonesian Festival. You are amazing as Sinta’ balasnya.
‘Yes, I am. I’m from Indonesian. Thank you’
‘I don’t know about Indonesian’s people real. What do you think about them?’ mengapa ia menanyakan seperti itu?
‘I think, they are good people’
‘Oh yeah? Hahaha...’
‘I don’t like Indonesia’s people Shaliha. But you... hm...’
‘I don’t know!’
"You are very kind!" batin Jonathan bersuara.
‘Why you very lovely your country?’ tanya Jonathan.
‘Because Indonesian rich. I love Indonesian from anything. Language, people, food, art, yeah... everything I like it’
‘Please, don’t say that. You don’t know the real Indonesian people and don’t see people by it’s cover. But see from they heart. Never was bad people, but was good people be a bad people’
"Slowly, you touch my heart." batin Jonathan.
"I must change or keep? But, she is kind. I see her with a boy. He calling Kamelia. I think, he kind too. He hug Shaliha very lovely. I think he is her brother!"
"She can be my friend? I don’t know!"
"She sincere!"
"She..."
"Ah!" Jonathan terlihat dilema dengan semua itu. Ia tak mungkin membenci Indonesia tanpa alasan yang jelas. Benar kata Shaliha, tidak ada orang yang jahat, adanya orang baik yang menjadi orang jahat. Apa dia salah satunya?
"I see all about Indonesian and write until be novel but you, you are very real sincere people, girl. It’s evidence!" ucap Jonathan. Tak lama, Kamelia kembali meneleponnya.
"We can be friends again and Shaliha... she sincere!" ucap Jonathan mengambil keputusan.
" ‘Never was bad people, but was good people be a bad people’ she say that. I like when she talking about that!"
"Thank you Jonathan. We come back a friends because Ni Made Shaliha!" jawab Kamelia.
"Ni Made Shaliha? It’s a good name!" ucap Jonathan.
"Thank you for your guide!" Kamelia menutup teleponnya.
"Akhirnya Jonathan mengakuinya. Novel yang kamu tulis tidak sia-sia Kawan!" ucap Kamelia senang.
---
Akhir-akhir kami di Inggris, Jonathan selalu ke hotel dan mengajak kami jalan-jalan ke tempat yang lebih istimewa dan mencoba berbagai kuliner lagi.
"You true, they are very friendly. I almost destroy them!" bisik Jonathan pada Kamelia. Kamelia tersenyum.
"Shaliha!" panggil Jonathan membuatku menoleh ke arahnya.
"Thank you for teach me everything including sincere people and friendship!" aku tersenyum padanya.
"You’re welcome!"
Dua minggu berlalu, berakhirlah petualangan kami di Inggris. Oleh-oleh sudah ada di tangan. Festival bertema ‘You See Me, I See You’ yang jika diterjemahkan menjadi ‘Kamu Lihat Aku, Aku Lihat Kamu’ merupakan festival berkesan dalam hidupku karena aku berhasil memperkenalkan budaya Indonesia kepada Inggris dan warganya sangat antusias menyambutnya. Kami tidak mengecewakan mereka, terimakasih Ya Allah.
"Good bye friends!" ucap Jonathan.
"I will come back to your country. Hm... maybe!" batin Jonathan. Kami kembali duduk di pesawat yang nyaman ini.
"Perjalanan kita menyenangkan ya Ha,"
"Maafkan kami yang selama ini memusuhimu. Lewat festival 'You See Me, I See You' yang jika diterjemahkan menjadi ‘Kamu Lihat Aku, Aku Lihat Kamu’ mengajarkan kami bahwa dengan memperlihatkan budaya masing-masing tanpa tersirat makna jahat, kita akan bersatu. Seperti bumi kita yang bulat ini!" ya, aku sudah baikkan dengan Ani dan Derena. Aku lega karena terbebas dari pertengkaran neraka.
"Iya Ni. *Sing masalah. Aku maafkan!"
Satu tahun berlalu, aku mendapat kiriman dari seseorang. Ia teman sekaligus orang yang kuidolakan, Jonathan Erfa Kov. Ia memberi hadiah berupa novel terbarunya beserta tanda tangannya. Nyatanya ia mengangkat novel terbarunya yang mengisahkan antara persahabatanku dengannya. Aku terharu melihatnya.
‘To Ni Made Shaliha.
This is for you. Thank you for be my best friend and thank you for Bali’s Shirt. I like it!
Sincerely
Jonathan Erfa Kov’
Ya, aku berniat membawakan baju sablon dari toko kami. Aku berharap bisa bertemu dengan Jonathan. Ternyata Allah mengabulkan. Terimakasih Ya Allah.
---
Kamu Lihat Aku, Aku Lihat Kamu. Kamu melihat aku memperkenalkan budaya dan bahasaku, Aku melihat kamu memperkenalkan budaya dan bahasamu. Kita saling memperkenalkan untuk mempererat tali persaudaraan. Persaudaraan itu seperti bumi, tak ada sisinya, ia bulat, ia bisa berotasi. Seperti kita, persaudaraan kita ada dimana-mana, menjalar bagai akar pohon.
Kamu Lihat Aku, Aku Lihat Kamu. Budaya dan Bahasa tak akan ada habisnya. Mereka sama-sama terlihat, sama-sama bermakna, sama-sama disukai, dan sama-sama dikagumi. Aku mencintaimu Indonesia, aku mencintaimu bumi pertiwi. Bumi pertiwi, kamulah pemersatu seluruh dunia. Kamu yang membuatku mengerti tentang persaudaraan. Kamu yang membuatku paham tentang budaya dan bahasa. Sungguh, Tuhan memang adil Bumi.
Ya Allah, persatukan Kami sebagai saudara dalam bumi pertiwi ini. Persatukan warga merah putih dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia. Walau berbeda-beda, namun tetap satu jua. Walau berbeda budaya dan bahasa, namun persaudaraan tetap melekat di hati.
SELESAI
Keterangan :
1. Bahasa Bali
a. *Men = Ibu
b. *Se = Satu
c. *Due = Dua
d. *Telu = Tiga
e. *Ade ape = Ada apa
f. *Ngajeng = Makan
g. *Matursuksme = Terimakasih
h. *Iye (e lemah) = Iya
i. *Sing = Tidak
j. *Kenken kabare = Apa kabar
k. *Bli = Panggilan untuk laki-laki
l. *Pan = Bapak
m. *Dase = Sepuluh
n. *Semeton = Semuanya atau Semua
o. *Adeng-adeng = Hati-hati
2. Bahasa Jawa
a. *Cah ayu = Cantik atau ayu atau
panggilan untuk perempuan
b. *Maturnuhun = Terimakasih
3. Bahasa Betawi
a. *Iye (e kuat) = Iya
b. *Aye = Saya
c. *Lu = Kamu
4. Bahasa Sunda
a. *Naon = Apa
b. *Abdi = Saya
c. *Teh = Kak atau panggilan untuk
perempuan setara dengan kakak
d. *Nuhun = Makasih
5. Bahasa Jepang
a. *Arigato gozaimas = Terimakasih
b. *Ohayo = Selamat pagi