Abel tahu, seharusnya ia tidak disini. Tempat ini bukanlah hal yang pertama kali ada dipikirannya setelah melakukan ritual berbahaya itu. Jalanan kosong, atau bahkan bisa di katakan tidak berpenghuni sama sekali.
“Sial.” umpat gadis itu.
Ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri apabila ada hal buruk yang akan menimpanya setelah ini. Angin di kegelapan berhembus sangat kencang. Abel merapakatkan jaket hitamnya namun tidak cukup membantu.
Kemana ia harus melangkah lagi? Ia berlari dan terus begitu sampai merasa pernapasannya akan berhenti detik itu juga.
Namun ada yang aneh. Setelah Abel merasa cukup lama berada di kegelapan itu, ia tidak melihat jam tangannya bergerak. Tetap pukul 01.00 dini hari. Tidak mungkin baterai arlojinya habis bukan?
“Apa ada orang disini?!” teriaknya untuk kesekian kali.
Dan ia kembali mengumpat lagi.
Abel tahu ia bukanlah gadis yang baik-baik tapi ia juga tahu ia juga bukanlah gadis yang buruk. Ia adalah Abel, gadis yang biasa-biasa saja namun memiliki tingkat penasaran yang sangat tinggi.
Karena rasa penasaran itulah ia menjadi berada disini.
Ia sedang membaca buku ritual yang ditemukannya di perpusatakaan sekolah tadi sore. Ia membaca sambil terus mencerna apa maksud buku itu. “A Dark” itulah judulnya. Abel juga menyiapkan semua peralatan yang dituntun buku tersebut. Ada berbagai macam seperti air, lilin, korek api, dan sebagainya.
Maka tepat pukul 00.00 WIB tadi, ia melakukan hal yang membuatnya mengutuk diri sendiri.
Gelap.
Gelap.
Dan hanya gelap.
Apa ia buta? Abel tahu pasti ini bukan kesalahan matanya.
Ia kembali berjalan, dengan memegang ujung ke ujung benda di sekitarnya. Jika saja ada monster disini, maka entah apa jadinya dia nanti.
Seberkas cahaya muncul. Ia sampai herus menyipitkan mata untuk melihat ke depan. Ada apa disana?
“Abel,” suara itu begitu halus.
Abel merasa tengkuknya merinding seketika.
“Abel…” lagi-lagi suara itu, dan Abel belum bisa melihat apa-apa.
“Woi Abel bangun!”
Astaga itu suara abangnya yang membuka gorden jendela.
Sial.
“Aku dimana?” tanya Abel meraba sekitarnya.
“Ya di kamar kamulah. Cepetan bangun, bantu mama di bawah sana.” ujar abangnya lagi.
Dia hanya mimpi? Setelah merasa kejadian itu benar-benar terjadi?
Untung saja, berarti ia tidak akan dimakan monster seperti khayalannya tadi.
------
Lonceng sekolah mereka sudah seperti loncengan yang sangat tua. Sangat sangat tua. Ia tak habis pikir kenapa lonceng itu tidak diganti dengan yang baru saja? Memangnya dana di sekolah ini sebegitu kurang sampai masih memakai lonceng kuno menyeramkan itu?
“Abel, kalau sekali lagi saya melihat kamu melamun, lebih baik kamu keluar.” tegas Pak Burso, wali kelasnya.
Abel diam, kenapa semua orang memarahinya hari ini? Astaga, menyebalkan!
Pelajaran matematika berlangsung begitu lama seperti biasanya. Setelah lonceng menyeramkan itu berbunyi lagi, maka itu pertanda bahwa pelajaran telah berakhir dan Abel menarik napas lega.
“Mau pulang bareng aku?” itu Boby, cowok yang naksir Abel dari kelas 10 sampai sekarang.
Abel menggeleng dan tersenyum, lalu beranjak dari bangkunya.
Ia tahu Boby itu tampan dan juga baik hati. Namun ia juga hanya menganggap Boby sebagai temannya saja, tidak lebih.
Abel memilih jalan kaki karena jarak sekolah kerumahnya hanya memakan waktu beberapa menit saja.
Jalanan sudah sore waktu ia pulang dan langit sangat mendung. Apakah akan turun hujan? Ia mempercepat langkah kaki sebelum sampai rumah waktu hari gelap.
------
Di atas kasur itu, buku berjudul “A Dark” yang semalam ia pinjam tergeletak disana. Kenapa buku itu bisa berada disana? Abel terduduk dan membuka buku itu kembali.
Lembar demi lembar.
Rasanya angin bertiup semakin kencang dari balik jendelanya.
Abel menghentikan membaca dan memilih pergi mandi dahulu. Guyuran air pertama, ia teringat isi buku tadi lantas menggeleng dengan cepat. Guyuran kedua ia kembali mengulang memorinya saat bermimpi aneh tadi malam. Dan begitulah seterusnya sampai Abel selesai mandi, dan buku itu masih berada di atas kasurnya.
“Menjadi abadi,” gumam Abel seraya membaca buku itu kembali.
“Jangan penasaran, karena itu bisa membunuhmu.” Abel mengulangi bacaannya.
Ia menutup buku itu dan merenung.
Ia mengingatkan diri untuk tidak penasaran dan meletakkan buku itu kembali di meja.
------
“Yakin kamu gak mau ikut, dek?” tanya Bagas, abang Abel.
Gadis itu menggeleng, “aku banyak tugas, aku titip minuman dingin aja ya.”
Mama abel mengangguk dan masuk kemobil yang sudah dihuni oleh papa mereka.
“Kunci pintu dapur dek.” ingat Bagus padanya.
Abel lantas mengangguk dan menutup pintu rumah.
Malam ini seperti biasanya, keluarga mereka memiliki acara makan malam di luar seminggu sekali. Namun Abel merasa tidak enak badan sehingga harus berbohong mengenai tugas sekolah kepada keluarganya. Ia tidak mau acara rutin mereka jadi terganggu karenanya.
Sepi.
Rumah itu terasa begitu kosong sekarang.
Abel masuk kembali ke kamar dan berniat tidur lebih cepat dari pada biasanya.
Menjadi abadi.
Menjadi abadi.
Menjadi abadi.
Ia membuka mata dan mengambil buku yang tadi berada di meja. Sungguh ia tidak bisa menahan diri lagi. Rasa penasarannya telah merobohkan akal sehat yang ia miliki.
Ia membaca dan terus membaca.
Lembar demi lembar.
Dan ketika mengangkat wajah, Abel merasa semuanya gelap.
Ia pasti hanya mimpi seperti sebelumnya.
Dan kali ini untuk memastikannya, Abel menubit pelan tangannya.
Tidak ada perubahan.
Ia mendesah nyaris frustasi dan mencubit labih keras.
Semua tetap gelap.
Abel memukul tangannya dengan sangat keras berharap ada sesuatu yang terjadi.
Semua kejadian di ingatannya memutar seketika.
Ia berjalan di perpusatakan yang sepi, ia mencari buku satu persatu, ia menemukan buku yang terasa aneh baginya, ia membaca buku, ia bermimpi aneh, dan jangan penasaran.
Abel ingat!
Ia memucat seketika.
Cara menjadi abadi. Rasa penasaran yang membunuhmu.
Gadis itu berlari seperti sebelumnya. Namun ia tidak menemukan apapun.
Ia berlari lagi dengan kencang berharap ada setitik cahaya mendatanginya.
Semua sama saja, tidak ada yang berubah.
Ia menunggu.
Tidak ada yang berubah.
Abel menangis, ia sudah mati terjebak sekarang, oleh rasa penasarannya.
------
“Selamat ya,” ujar salah seorang temannya.
“Abel tolong geser ke sebelah kiri.” perintah fotografer yang berada di depannnya.
Abel bergeser sesuai arahan.
Klik.
Abel tersenyum bahagia. Hari ini, buku yang ia tulis sudah ditayangkan menjadi layar lebar. Semua orang menyukai buku yang ia tulis sehingga bisa masuk ke dunia film yang bahkan diperankan oleh dirinya sendiri.
Gadis cantik itu tersenyum sembari memberikan tanda tangannya kepada beberapa orang yang berkumpul di dekatnya.
Sebuah novel berjudul “A Dark” yang ia tulis dan ia mainkan sendiri membuatnya menjadi seterkenal ini. Ia berharap, film itu tidak hanya mnejadi hiburan semataa. Tapi orang-orang juga harus tahu, bahwa kita hidup di dunia, dimana rasa penasaran itu boleh saja ada, tapi tidak boleh melebihi pikiran kita.
Rasa penasaran yang berlebihan, bisa membunuhmu.
Salam, dari Abelinda Putri, gadis semata wayang keluarganya yang telah mencapai puncak karir di masa mudanya.
------