Berhari-hari aku terus mencoba uuntuk mendekati Lyanna, namun hasilnya masih nihil. Hingga suatu saat aku melihat Lyanna sedang berlari dengan kencang. Aku kehilangan dirinya di tengah jalan. Aku terus berlari. “Pasti rumah!” Tiba-tiba aku ingat dengan rumah Lyanna. Ya, aku pernah membuntutinya sampai rumah agar dia aman. “Ketemu!” ucapku dalam hati ketika melihat Lyanna saat sedang menuju rumahnya. “Lho, kenapa dia berlari?” lanjutku dalam hati. Selain Lyanna, aku melihat ada sekelompok orang yang bergaya layaknya preman berlari menuju kea rah yang sama. Alhasil aku mengikutinya sampai akhirnya di sebuah gang sempit, sunyi dan gelap. Aku melihat Lyanna sedang dipukuli preman-preman tadi. Seketika aku langsung mencari cara. “Aku tahu!!!”, ujarku dalam hati. Dengan mengendap-endap aku mendekati preman itu dan melempar batu kearahnya. “Dukk...” Terdengar bunyi hantaman batu yang menubruk kepala salah satu preman. “Woy! Siapa itu?” ucap salah satu preman. Tubuh kecil ini sangat membantu untuk bersembunyi. Aku bersembunyi dalam sebuah box besar. Dengan cepat preman itu lari dari TKP untuk mencariku yang baru saja melmpar batu kepada salah satu temannya, lalu berpencar keluar dari gang. “Huftt... untung saja mereka tidak menyadari keberadaanku.” Aku berlari menuju ke arah Lyanna berada, lalu membopongnya sampai rumahnya.
“Duk... duk... duk...” Aku mengetuk pintu rumahnya. “Assalamualaikum, Permisi.....” Tak ada satupun yang menjawab. Langsung saja aku membuka pintu rumahnya. Kulihat disana tidak ada siapapun, melainkan barang-barang yang kotor dan berserakan. Aku meletakan Lyanna di atas kasur dalam sebuah kamar yang menururtku itu adalah kamar miliknya. “Maaf ya Lyanna aku terpaksa masuk ke dalam kamarmu.” Setelah itu, aku membersihkan rumahnya. “Oh iya, ibu pasti sudah mengkhawatirkanku di rumah,” pikirku. Lebih baik aku segera kembali ke rumah. Sebelum pulang aku berpikir untuk membuatkan Lyanna makanan. Dalam kulkasnya aku melihat bahan makanan sangat terbatas. Keluarganya memanglah bukan keluarga yang kaya tapi setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aku memutuskan untuk membuat omelet dan meletakannya di samping Lyanna yang sedang terbaring diatas kasur. Aku tuliskan diatas secarik kertas “Jaga Dirimu Baik-baik ya! Bye Kevin.”
Sesampai di rumah, aku diinterogasi oleh ibu seperti seorang tersangka. “Kemana saja kamu?”, tanya ibu. “Aku habis mengantar salah satu temanku pulang bu,” jawabku. Ibuku terlihat akan mengayunkan tangannya untuk menamparku. “Bagus, kau harus menunjukan persahabatan yang sesungguhnya! Itu baru anak ibu!”. Justru sebaliknya, ibuku mengelus rambutku. Ibu memang benar-benar orang yang mengerti diriku.
Malam ini aku harus beristirahat karena hari ini aku telah melalui banyak hal. Mulai dari mengalihkan preman hingga memasakan makanan untuk Lyanna. Tak lupa aku melakukan shalat isya dan berdoa kepada Allah untuk meminta pertolongan-Nya. Tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari. Mudah-mudahan saja tidak menimbulkan efek yang buruk.
Pagi yang cerah datang menjemputku ke sekolah, embun pagi terlihat indah dengan daun-daun yang menadahinya. Aku melihat Lyanna. Aku langsung menemui Lyanna yang memaksakan dirinya untuk masuk sekolah. Aku menanyakan keadaan Lyanna dengan nada yang paling lembut dari yang terlembut. “Apa kau baik-baik saja?”. Bukannya menjawab pertanyaanku justru mengatakan “Terimakasih”. Wajahnya memerah semerah jaket yang dia pakai. “Sama-sama,” balasku. “Akhir-akhir ini kamu jadi lebih mudah didekati,” ucap Lyanna. “Itu karena aku tidak mau membohongi perasaanku terhadap dirimu”. Astaga, aku keceplosan berbicara dengannya. Wajah kami berubah menjadi lebih merah lagi. Lyanna langsung lari tersipu malu dengan ucapanku tadi. “Sampai jumpa lagi!” teriakku dengan keras. Aku kembali ke dalam kelas. “Sepertinya kau sudah mengungkapkan sesuatu kepadanya ya?” tanya Kenta kepadaku. “Begitulah,” balasku. “Kalau begitu kau harus menjaganya dengan baik,” ujar Kenta. “Pasti,” jawabku dengan tegas.
Tanpa disadari aku sudah melupakan tujuan awalku, namun setidaknya sudah ada peningkatan. Aku mulai mengingat lagi kapan hari terjadinya dan dimana TKP pembunuhan itu. “Besok kita akan merayakan Hari Kartini”, ucap Mr. Bell. Sontak aku teringat bahwa hari pembunuhan itu terjadi setelah Festival Kartini selesai. Berarti waktuku tinggal besok. Aku teringat gang preman kemarin adalah tempat dimana ditemukannya mayat Lyanna, sehingga tuduhan ditujukan kepada para preman yang berada di gang tersebut. Tapi itu tidak berarti para preman itu pelaku pembunuhan sebenarnya. Semuanya bisa jadi tersangka dalam kasus pembunuhan ini.
@Yell menurut saya sebagai pembaca webtoon sih, prolog itu cuman ngeliatin sekilas doang dan gak mesti sebagai urutan pertama dalam kronologis.
Comment on chapter Prolog