“Maaf Mas, novel karangan Mas kurang cocok dengan penerbit ini. Silahkan cari penerbit lain.”
“Bagaimana ya ? disini lagi tidak ada lowongan Mas.”
“Menurut kami karangan anda sudah bagus, tapi tanpa ada penggalian informasi yang lebih mendalam novel ini menjadi hampa. Terimakasih Mas.”
Begitulah yang mereka katakan. “Hanya penyesalan yang ada diakhir.” Mungkin perkataan itu cocok untukku. Dulu aku selalu ingin melakukan sesuatu. Aku terlalu takut untuk mencobanya. Andai aku bisa memutar waktu. Namun aku hanya bisa diam tanpa melakukan apa-apa.
Sekarang aku bekerja di kantor pos sebagai pengantar barang. “Kak Kevin hati-hati dijalan!” ujar salah satu tukang antar pos yang satu tempat denganku. Aku hanya membalasnya dengan tatapan dingin. Jessica namanya. Ia adalah seorang gadis SMA yang kerja sambilan di tempat ini. Dirinya terlihat kekanak-kanakan, tapi justru karena kekanak-kanakannya itulah yang selalu membuatnya terlihat bahagia. “Kevin, jaga barangnya agar tetap selamat ya!” ujar salah seorang karyawan pos. “Baik Pak,” jawabku dengan singkat. Dia adalah atasanku atau lebih tepatnya manager di kantor pos ini. Namanya adalah Rudy Harjanto, aku biasa memanggilnya Pak Rudy. Menurutku ia menyukai Jessica, wajar saja lah. Lagipula umur Pak Rudy tidak terlalu jauh dariku, kira-kira hanya terpaut 2 tahun dariku. Panggilan pak yang biasa aku ucapkan hanyalah sebagai formalitas saja.
Aku berangkat menuju rumah yang ditunjukan pada alamat paket ini. Di perjalanan aku melihat anak-anak yang sedang berlarian kesana kemari. “Andai aku bisa kembali seperti mereka,” ucapku dalam hati. Memerhatikan keadaan sampai sedetil-detilnya adalah kebisaanku. Aku tidak ingin hal buruk terjadi karena ulahku. Oleh karena itu, sejak kecil aku tidak suka berbuat yang aneh-aneh. Namun, karena hal itu pula aku harus merasakan penyesalan karena tidak pernah mencoba sesuatu hingga akhirnya aku menjadi pecundang seperti sekarang ini. “Tut...tut.... tut...” Terdengar bunyi dari dalam paket ini, tapi aku mengabaikannya. “Pasti yang ada di dalam ini adalah barang elektronik,” ujarku dalam hati dengan meyakinkan diri.
Akhirnya aku sampai di rumah tujuan. Sebenarnya hanya ini satu-satunya alamat dari paket yang aku bawa. Biasanya aku melihat orang lain mengantarkan paket dapat mencapai 5 box. Namun aku hanya mendapat sebuah box saja. Entah karena aku yang baru bekerja disini sehingga hanya diberi pekerjaan yang mudah agar tidak mengacau atau karena jarang ada yang mengimkan paket akhir-akhir ini. Masa bodo lah, yang penting aku sudah bekerja dan mendapat upah.
“Ting Tong ! Assalamualaikum, Permisi,” ucapku dengan lembut.
“Waalaikumsalam, Mas dari kantor pos ya?” terlihat seorang ibu-ibu yang memakai pakaian sederhana keluar dari pintu rumah yang cukup mewah.
“Iya bu, apa benar ini rumah Pak Joko?” tanyaku. “Oh, betul Mas. Sebentar ya saya bukakan dulu gerbangnya,” jawab ibu itu. Aku membalas dengan senyum yang seolah mengiyakannya. Akhirnya aku memberikan ibu itu paketnya.
“Lho ada apa ini?” tanyaku dalam hati, “Mengapa semuanya kembali ke awal? Padahal aku sudah memberikan paket ini ke ibu-ibu tadi, tapi mengapa paket ini masih berada di tanganku?” lanjut tanyaku dalam hati.
Rasanya ini seperti de javu namun lebih nyata. Akhirnya seperti tadi, ibu-ibu itu kembali membukakan pintu gerbang dan aku kembali memberikannya. Tunggu sebentar, sepertinya ada yang aneh dari paket ini mengapa suara yang bersumber dari paket ini terdengar semakin keras dan cepat. “Astaga! Jangan-jangan!” aku terkejut dalam hati. “Bu, awas! tiarap bu!” teriakku dengan keras sambil melempar paket itu ke udara dan “BOOOOMMMM.” Aku terpental seperti terpukul sesuatu di punggung dan akhirnya pandanganku mulai buram.
@Yell menurut saya sebagai pembaca webtoon sih, prolog itu cuman ngeliatin sekilas doang dan gak mesti sebagai urutan pertama dalam kronologis.
Comment on chapter Prolog