Read More >>"> Bayang Janji
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bayang Janji
MENU 0
About Us  

Bayang Janji

Musibah! Kenapa hari buruk itu harus hari ini?  Hari Minggu yang semestinya hari penuh kehangatan dan senyuman. Tuan mentari sedari pagi menyembunyikan dirinya. Dunia tampak murung dan abu-abu. Tak ada kicauan burung, hanya terdengar deru angin yang sedang bertengkar dengan pohon-pohon di halaman rumah. Adakah kehidupan yang tersisa untuk hari ini? Langit bahkan telah nampak bagai gumpalan kapas kusam. Gelap. Mengisyaratkan badai akan menghampiri kota ini, entah untuk sekedar bertamu atau menginap hingga malam. Aku tak peduli seberapa lama, yang jelas rencanaku pagi ini benar-benar batal.

                Tidak ada yang bisa aku lakukan. “huh” Melirik ke jendela, mata menyusuri rintikan air yang jatuh menepis daun muda bunya lili di teras rumah. Hanya di kamar ditemani laptop putih kesayangan. Dingin suasana badai bahkan mampu menusuk kulit halusku yang telah terbalut selimut tebal. Tanpa kusadari, bayang- bayang itu hadir lagi. Tiba-tiba terdengar alunan lagu girlband Korea Selatan. Judulnya Sowoneul malhaebwa, yang artinya Katakan Impianmu. Yap! Itu nada panggilan teleponku. Kuacak-acak tempat tidur yang sesak akan buku-buku biologi yang sering kusebut dengan istilah ‘Kitab’. Kenapa? Karena ukuran yang menurutku tidak lazim disebut buku, sungguh tebal! Hari ini aku berencana mengikuti pembinaan olimpiade Biologi, dan dipaksa batal oleh badai yang tak diundang ini. “Yes!” teleponku ternyata terselip di sarung bantal. Aku benar-benar ceroboh.

                “Ada apa Made?” Tanyaku lewat telepon. “Yunan, besok jangan lupa bawa buku yang kamu pinjem ya! Aku belum belajar materi biologi di buku itu” Sahut Made tanpa basa-basi. Astaga! Aku hampir lupa bukunya Made masih aku pinjam. “Sip bos. Semangat lomba minggu depan ya!” jawabku. “Pasti, Kamu juga semangat!” Balas Made menyemangati.

                “Minggu depan ya” Gumamku dalam hati. Hari yang selalu mengingatkanku dengan kenangan manis yang pahit. Saat-saat di mana ia ada di sampingku. Memelukku. Menciumku dengan cinta. Tanpa kusadari, pipiku telah basah oleh air mata. Mengalir begitu saja. Rasanya sesak, sangat sesak. Aku merindukannya. Ingatan itu merusak niatku untuk belajar. Kudekap erat selimut, mataku mulai memberat. Rasanya terdapat lem di sisi setiap kelopak mata ini, membuatku tak punya pilihan selain memejamkan mata dan mulai melangkah ke dunia mimpi.

                “ Sayang, lihat deh! Kupu-kupu itu cantik, persis sepertimu”

                “ Tidak! Aku adalah aku, kenapa disamakan dengan binatang sih!” Memajukan bibirku.

                “Tahu tidak kalau kupu-kupu indah itu berasal dari ulat ulat yang menjijikan. Ulat akan sama sekali tidak menarik perhatian dunia. Tapi ulat itu tidak pernah menyerah. Ia selalu berusaha yang bertekad untuk berkembang”

                “Lalu apa yang terjadi pada ulat itu?” Aku bertanya dengan lugu padanya.

                “Ia memakan semua dauh, sumber kehidupannya. Dan membentuk kepompong. Setelah beberapa hari berdiam dalam kantong itu, ia muncul dan mengepakkan sayap pada dunia. Dunia menantikan kehadirannya” Senyum merekahnya mengakhiri kisah sang ulat.

                “Aku ingin menjadi kupu-kupu” Tukasku dengan tegas

                “Bagus! Kamu harus belajar yang rajin dan tepati janji yang kamu buat kemarin ya!”

                “Lho? Bukannya aku hanya harus memakan dedaunan?”

                “Hahahahaha itu cuma filosofi dari ulat Nan” Dia menertawaiku seolah aku benar-benar bodoh. Tiba-tiba aku melihat kupu-kupu jingga bercak hitam dibagian tepi sayapnya. “Indahya” Aku berlari berusaha menggapai kupu-kupu itu. Gubrak. “Ah sakit”

                Mimpi itu sangat menyenangkan. Bertemu dengnnya walau hanya lewat mimpi telah cukup membuatku senang. Walau seribu mimpi pun ku pastikan tak bisa mengobati rasa rindu yang selama ini telah setia menggerogoti hatiku. Menyayat habis napas ini. Begitu sesak. Gaya gravitasi bumi ini menarikku dari mimpi indah itu. Terjatuh dari kasur. Mau tidak mau aku melanjutkan hariku di dunia nyata

***

                Sinar itu menyudahi mimpiku dengan paksa. Mimpi itu samar-samar, aku tak ingat mimpiku kali ini seperti apa. Aku tak peduli dengan apa yang ada dalam mimpiku, kecuali dia. Matahari nampak telah kembali dari persembunyiannya. “Semoga menjadi senin yang menyenangkan” Harapku dalam hati.

                Hari berjalan seperti biasanya, sebagaimana seharusnya. Membosankan. Mulai dari berangkat sekolah, belajar, dan sepulang sekolahpun ada pembinaan biologi untuk persiapan lomba yang menghitung hari. Lomba ini adalah tonggak harapanku padanya. Aku rela memotong jam makan dan bahkan hampir mimisan tiap malam demi lomba ini. Sampai beberapa jam telah berlalu, dan waktu pulang akhirnya tiba.

                Kenapa dia mendekat? Apa dia berjalan ke arahku? Atau aku yang terlalu berhalusinasi? serangan pertanyaan dalam hati.

                “Hai Yunan, aku Baron. Cuaca berangin seperti ini bisa membuatmu sakit, daripada lama nunggu jemputan, sini aku antar pulang. Toh rumah kita searah” croscosnya yang tiba-tiba. Sangat Tiba-tiba.

                Aku terdiam, selagi jantung masih menyesuaikan detakannya. “Kamu pasti terkejut. Hehe..maaf, bukan maksudku mengagetkanmu” Katanya dengan rasa bersalah. “Eh, ga apa-apa. Aku hanya kaget sedikit saja. Sedikit kok” jawabku yang tentu saja berbohong. Aku hampir saja lupa cara bernapas. Bagaimana bisa aku mengatakan kalau aku hanya sedikit terkejut. “Jadi gimana? Mau?” tanya Baron. Beberapa detik cukup untukku berpikir. Tidak. Lebih tepatnya satu sepertiga detik cukup untuk otkku mencerna ajakan lelaki itu. Ditambah cuaca dingin seperti ini mendukungku menerima tawaran Baron. “Iya, aku mau”

                Kami mengobrol di sepanjang perjalanan. Baron, lelaki berkaca mata yang selama ini aku pikir pendiam ternyata punya selera humor yang bagus. Kami tertawa bersama membuatku lupa bahwa kami telah sampai tepat di depan gerbang rumahku. “Sudah sampai” kata Baron. “Terima kasih ya, kalau bukan karenamu, mungkin aku sekarang masih kedinginan menunggu jemputan” ucapku dengan tulus. “Iya sama-sama, masuk gih! Di luar dingin. Awas sakit lho” jawab Baron. “oke, kamu hati-hati ya. Sampai jumpa.”

                Mendung ini sama sekali berbeda dengan mendung-mendung sebelumnya. Mungkin karena lelaki yang telah lancang mengantarku pulang. Lelaki itu mampu menghangatkan dinginnya hati ini. Penghibur sementara dari ingatan kelamku itu. Setidaknya untuk hari ini aku merasa bahagia.

                ***

                “Yunan, aku mencintaimu. Mau kah kamu menjadi pacarku?” ungkap Baron kepadaku. Tepat di samping ruang pembinaan olimpiade Matematika, tempat Baron ditempa untuk lomba yang tinggal dua hari lagi. Apa? Yang benar saja! Dia mencintaiku? Baron, lelaki yang selama ini aku suka menyatakan perasaan yang sama kepadaku. Andai aku mampu, andai aku telah terlepas dari janji itu. Aku pasti langsung mengatakan yang sejujurnya, bahwa aku telah lama menyukainya. Tapi itu semua hanyalah buih-buih pengandaian . Aku memiliki ikatan. Sebuah ikatan yang selama ini menusuk relung hati, membuatku semakin merindukan dia.

                “Maaf, Baron” sahutku dengan lemas. Astaga, aku tak mampu melepaskan perasaan ini. Sungguh-sungguh tak berniat memadamkan cahaya binar manis itu. Tapi terlambat. Terlihat jelas Baron tersenyum seolah-olah menerima kata maafku, tapi tidak dengan matanya.

                “Baron, aku tidak bisa menerimanya. Aku masih terikat janji. Sebuah ikatan yang memaksaku menentang perasaanku sendiri” jawabku lemas. “Iya, aku mengerti. Kamu tidak perlu memaksa diri untuk mencintaiku. Aku tak ingin memendam perasaan ini lebih lama”

                “Aku mencintaimu Baron!” teriakku. Aku tak menyangka aku akan melakukannya. Dan aku tak menyesal telah melakukannya.

                ***

                Hari itu berlalu seperti keinginanku. Menolak ajakan Baron untuk menjalin hubungan lebih dari sahabat. Walau itu sama saja aku melawan hati, tapi aku tahu janji haruslah ditepati. Janji yang bahkan aku anggap sebagai sebuah sumpah, sumpah yang telah mengikat hati serta perasaanku dalam penjara baja.

Tiba-tiba perasaan gelap itu datang. Ini sudah biasa terjadi sejak tiga tahun lalu. Rasa rindu, takut, dingin, sunyi. Semua hadir di waktu yang sama. Wajahnya selalu terlintas dalam otakku, suaranya masih terdengar jelas di ingatanku. Hangat, namun gelap dan menusuk. Air mata tak sanggup kubendung. Aku memilih untuk tidur, mengingat besok adalah hari dimana aku akan berjuang memecahkan janji yang selama ini telah membeku, bak kaca pembatas kehidupanku.

***

Tes pun berlangsung dengan lancar. Lebih dari lima puluh persen mampu aku jawab dengan yakin. Sisanya mungkin aku serahkan kepada dewa keberuntungan. Setelah keluar dari ruangan tes, aku berlari menuju tempat parkir. Pikiranku telah sampai di tempat tujuan bahkan selagi badan ini masih dalam perjalanan. Akhirnya, aku sampai. Di tempat ini aku berjanji bertemu dengan yang kurindu-rindukan. “Selamat ulang tahun. I miss you so much” aku bergumam tipis.

***

Dua minggu pun berlalu. Pengumuman lomba olimpiade Biologi telah keluar. Degdegan. Aku berharap banyak kali ini.

“Yunan, selamat ya!” Baron menegur punggungku. “eh, kamu Ron. Emang paling bisa bikin orang kaget” sahutku kesal. Bagaimana tidak, bakso yang hampir kulahap jatuh begitu saja gara-gara terkejut. “Aku jamin hari ini kamu ga bisa marah, kamu bakal sibuk tersenyum. Congratulation! Kamu juara 1 lomba Olimpiade Biologi!” Ucap Baron dengan semangat. Kakiku lemas. Bukan. Lebih tepatnya otot-otot kakiku mendadak tak berfungsi akibat berita yang maha mengejutkan ini. Benarkan? Ya tuhan, thank you so much!

Sepulang sekolah aku langsung menuju ke tempat biasa aku berjanji dengan seseorang yang aku cintai. Seseorang yang menjadi penyebab aku menolak Baron, membohongi perasaanku sendiri. Kini, aku telah menepati janjiku.

“Bunga mawar putih, kesukaanmu” Kuletakkan bingkisan 7 tangkai mawar putih di atas batu nisan itu. “Ingat dulu aku pernah berjanji tidak mencintai lelaki manapun kecuali Ayah sebelum aku memberimu sebuah medali emas?” ucapku pada batu nisan bisu itu. “Sekarang saatnya, medali emas ada di tanganku. Jadi, Bolehkah aku mencintai Baron mama? Hanya mama tempatku bercerita isi hatiku. Aku mencintainya.”

“Aku akan menjaga anakmu. Janji” suara Baron tepat dibelakangku. “Ba..Baron? Sejak kapan?” suaraku terbata. “ Usst...aku masih berbicara dengan ibu pacarku” Timpal Baron. “Eh?” Aku bingung. Sejak kapan aku menerima Baron sebagai pacar? Apa dia telah besar kepala sedari dulu sejak aku berteriak bahwa aku mencintainya? Ah sudahlah, malas memikirkan itu. Tidak penting. Perasaanku hari ini tak ingin kukacaukan.

                Baron mendekapku ke pelukannya, tepat di depan makam mama. Kami pulang bersama, meski tidak di atas kendaraan yang sama. Yah..itu karena aku membawa motor. “Jadi ini yang membuatmu menunda hubungan kita?” tanya Baron. “Iya” sahutku. “Jadi kita pacaran sekarang?” tanya Baron lagi. “Iya” sahutku singkat dengan senyuman termanisku. Kami mengobrol di sepanjang perjalanan menuju tempat parkir. “Aku kira hal yang membuatmu tak bisa menerimaku dulu karena laki-laki lain” Ucap Baron. Aku terdiam. Hanya senyuman yang mampu menggambarkan hangatnya rinduku pada mama sejak hadirnya cahaya Baron di kehidupanku. Kehidupan baru Yunan.

 

 

           

           

Tags: love

How do you feel about this chapter?

0 2 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Why Joe
1130      581     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
Pupus
404      264     1     
Short Story
Jika saja bisa, aku tak akan meletakkan hati padamu. Yang pada akhirnya, memupus semua harapku.
The Future Husband Next Door
240      185     4     
Romance
Ketika berjuang merebut hatinya bertahun-tahun.. Namun, ternyata perjuangan mu sia-sia.. Karena, nyatanya kamu bahkan tidak perlu berjuang untuk merebut hatinya...
Ti Amo
506      293     2     
Romance
“Je t’aime, Irish...” “Apa ini lelucon?” Irish Adena pertama kali bertemu dengan Mario Kenids di lapangan saat masa orientasi sekolah pada bulan Juli sekitar dua tahun yang lalu. Gadis itu menyukainya. Irish kembali bertemu dengan Mario di bulan Agustus tahun kemudian di sebuah lorong sekolah saat di mana mereka kembali mencari teman baru. Gadis itu masih menyukainya. Kenyataannya...
My Noona
5490      1287     2     
Romance
Ini bukan cinta segitiga atau bahkan segi empat. Ini adalah garis linear. Kina memendam perasaan pada Gio, sahabat masa kecilnya. Sayangnya, Gio tergila-gila pada Freya, tetangga apartemennya yang 5 tahun lebih tua. Freya sendiri tak bisa melepaskan dirinya dari Brandon, pengacara mapan yang sudah 7 tahun dia pacariwalaupun Brandon sebenarnya tidak pernah menganggap Freya lebih dari kucing peliha...
Slap Me!
1437      652     2     
Fantasy
Kejadian dua belas tahun yang lalu benar-benar merenggut semuanya dari Clara. Ia kehilangan keluarga, kasih sayang, bahkan ia kehilangan ke-normalan hidupnya. Ya, semenjak kejadian itu ia jadi bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Ia bisa melihat hantu. Orang-orang mengganggapnya cewek gila. Padahal Clara hanya berbeda! Satu-satunya cara agar hantu-hantu itu menghila...
Once Upon A Time: Peach
976      585     0     
Romance
Deskripsi tidak memiliki hubungan apapun dengan isi cerita. Bila penasaran langsung saja cek ke bagian abstraksi dan prologue... :)) ------------ Seorang pembaca sedang berjalan di sepanjang trotoar yang dipenuhi dengan banyak toko buku di samping kanannya yang memasang cerita-cerita mereka di rak depan dengan rapi. Seorang pembaca itu tertarik untuk memasuki sebuah toko buku yang menarik p...
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
424      290     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
Baniis
634      391     1     
Short Story
Baniis memiliki misi sebelum kepergian nya... salah satunya yaitu menggangu ayah nya yang sudah 8 meninggalkan nya di rumah nenek nya. (Maaf jika ada kesamaan nama atau pun tempat)
Surat Kaleng Thalea
3831      1098     2     
Romance
Manusia tidak dapat menuai Cinta sampai Dia merasakan perpisahan yang menyedihkan, dan yang mampu membuka pikirannya, merasakan kesabaran yang pahit dan kesulitan yang menyedihkan. -Kahlil Gibran-