Aku melangkah malas menuju kelas. Kepala yang biasanya kutegakkan dengan senyum mengembang yang siap menyapa siapa saja yang kukenal kini tidak ada. Pagi ini kepala itu aku tundukkan, senyuman itu berubah menjadi datar sedatar-datarnya. Sapaan yang biasa kuberikan hilang. Memang sih ada beberapa orang yang menyapaku, tapi itu pun hanya kuberikan respon senyuman tak ikhlas.
"Dorrrr" Ica menarik tasku tiba-tiba
"Duhh" ucapku sambil mencari pegangan
"Wess kalem kalem. Aku tahan ko. Jangan gitu mulu napa, nih ya kalau Irham liat dia bakal kesenengan bukannya kasian. Camkan itu, bye!" Ica berlenggak lenggok meninggalkanku
---
"Oke baik, kita mulai pelajarannya. Pelajaran yang akan ibu bahas adalah mengenai Listrik..." kami mengangguk paham
"Ada yang ingin ditanyakan?"
"Tidak bu"
"Lanjut ya, cara mengingatnya gampang. Kan V=I.R nah ingetnya gini aja vir vir vir. Vir itu V=I.R oke?"
"Oke bu"
"Baik, sekarang coba kerjalan latihan soalnya"
"Baik bu" kami mengikuti perintah bu Ami. Tapi saat aku melihat soalnya. Aku tak memahami materi ini, apa yang tadi bu Ami katakan terasa abu-abu dan tak menempel dipikiranku. Jika dibandingkan dengan materi listrik tadi, materi itu kalah telak dengan ucapan Ica yang membuatku berpikir keras tak berguna sampai sekarang.
"Kalau Irham liat dia bakal kesengan bukannya kasian" kata kata itu sangat terekam jelas ditelingaku dan terputar berulang kali tanpa harus menekan tombol play. Maaf bu maaf, materi ibu kali ini tidak bisa tersimpan dimemori ingatanku...
---
Hari ini hari baru dari hari sebelumnya. Setelah aku memahami dan menyetujui ucapan Ica, kali ini aku berangkat dengan penampilan yang rapih. Sangat rapih malah. Penampilanku kali ini seolah-olah penampilan cewe-cewe yang siap akan foto kelas ataupun ijazah. Tak boleh terlihat jelek, harus terlihat rapih. Paham itu yang selalu kuucapkan saat akan berfoto kelas ataupun foto untuk rapor dan ijazah. Tapi paham itu aku gunakan untuk hari ini juga.
"Tehh cepett, udah jam berapa ini?" aku menoleh ke jam dinding yang terpampang dikamarku
"Astagfirulloh, mamahh teteh telatt" aku menuruni tangga dengan cepat. Ternyata aku terlalu asik memperbaiki penampilan tanpa memperhatikan waktu.
"Parahh kamu laa parahhh, centil sihh ahhh aisshh" rutukku sambil salam dan segera melangkah keluar
"Eh eh ini makannya teh"
"Aduh teteh buru-buru mahh. Makannya tar aja disekolah. Assalamualaikum"
"Eh Waalaikumsallam, hatihati" aku mengacungkan jempol dan bergegas lari
---
Setelah turun dari angkot, aku langsung bergegas menyebrang dan masuk gerbang. Sekolah sudah mulai sepi. Hal itu membuatku semakin panik.
Aku membulatkan mata, saat melihat pa Anto sudah duduk rapih dibangkunya.
"Tunggu diluar kemala, sudah perjanjian dari awal kan" ucap pa Anto dingin
"Maaf pak, tapi tadi macet diperempatan" belaku
"Gaada alasan kemala" ucapnya lebih dingin
"Tapi pa..."
"Kemala" pa Anto menatapku kejam
"Iya pa" aku menunduk kalah.
Mungkin bagi sebagian orang dihukum tidak masuk kelas itu hal yang menyenangkan, karena mereka tidak perlu mendengar penjelasan guru yang terkadang malah menimbulkan rasa kantuk. Tapi bagiku, itu adalah hal yang tidak boleh sampai terjadi. Karena otomatis nama baik kita tercoreng dan kita akan ketinggalan materi.
Tapi kenyataannya,,
Sekarang hal itu menimpa padaku. Aku menatap nanar yang ada di dalam kelas dari balik jendela dan lama-lama aku bosan juga melakukan itu. Akhirnya aku memutuskan untuk diam di taman saja sambil menikmati wi-fi gratis hoho...
Pemandangan yang tak terduga ternyata. Sekarang kelas Irham sedang melakukan olahraga. Sesekali aku mencuri-curi pandangan padanya, jujur saja aku belum sepenuhnya melupakan Irham.
Pandanganku memang ke layar laptop sekarang, tapi background pandanganku adalah Irham yang sedang bermain sepak bola dengan teman-teman satu kelasnya. Terkadang aku merasa diperhatikan olehnya, beberapa kali aku melihat salah satu dari mereka sedang menatapku dan entah kenapa aku yakin itu Irham.
Drrttt...drttt
Tina: laaa dimana?
Kemala: ditaman
Tina: wi-fi an ya?
Kemala: iya
Tina: lagian napa telat laa
Kemala: ceritanya panjang tin
Tina: ini afka bukan tina
"Hah?" teriakku. Beberapa orang langsung memperhatikanku dengan tatapan aneh. Termasuk Irham juga. Aku menatap balik mereka dan tersenyum malu. Kecuali pada Irham.
"Ngapain lagi dah ni anak" batinku.
Aku menyimpan asal ponselku dan kembali terpaku pada layar laptop.
And I see your true colors
Shining through
I see your true colors
That's why I love you
So don't be afraid
To let them show
Your true colors
True colors
Are beautiful
Like a rainbow
Ooo like a rainbow
Aku mengetikkan salah satu lirik lagu tersebut dikolom pos akun lineku.
"Like a rainbow~"
"Bagikan" ucapku
Drrttt...drttt
Tina: maaf
"Haishh, jadi geer dia" aku mematikan ponsel kesal.
Aku menatap layar laptop kembail dan meneruskan video yang sempat kuhentikan.
"Just call me up" ucapku ikut bernyanyi
"Laa?"
"'Cause I'll be always be there"
"Laa"
"Eh iyaiya" aku melepaskan headset dan langsung terpaku saat melihat siapa yang menepuk pundakku tadi
---
Aku tertidur penuh pikiran. Kata-kata Irham tadi terus terputar
"Laa maaf banget aku gamaksud nyakitin kamu. Maaf la maaf, jangan sedihin aku. Jujur, sebenernya aku masih sayang sama kamu. Cuma aku harus putusin kamu karena suatu hal. Aku tau ini yang terbaik, aku udah yakin sama keputusan aku ini. Jangan bikin aku makin bersalah la, aku mohon. Pokonya kamu harus percaya sama aku, nanti kamu tau ko kenapa aku kaya gini. Pokonya stop sedih-sedihan. Sekarang kamu harus fokus. UN didepan mata laa. Semangatttt" Irham mengusap kepalaku dan pergi dengan meninggalkan senyum manisnya.
Aku menatap tumpukan buku persiapan UN yang tertata rapi di meja belajar.
"Semangatt la" aku duduk di kursi meja belajar yang sudah tak lama aku sentuh dan membaca-baca materi sekaligus mencoba-coba mengerjakan soal yang ada didalam buku persiapan UNku.