Read More >>"> Kesempatan (Perpisahan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kesempatan
MENU
About Us  

ENTAH berapa lama telah berlalu sejak terakhir kali Emilia berbincang dengan Alvaro. Ia kehilangan jejak waktu. Ia bahkan tak lagi memiliki daya hidup. Emilia menjalani hari-harinya tanpa gairah apa pun, mengayunkan kaki tanpa tenaga seolah ia robot kehabisan powernya. Emilia kini hanya bisa digambarkan dalam satu kata; menyedihkan.

Langkah Emilia terputus di ambang pintu ruang guru saat ia melihat Alvaro di sana, berdiri memunggunginya menghadap wali kelas cowok itu. Emilia tergugu mendengar teguran keras yang ditujukan pada Alvaro terkait daftar absensinya yang buruk.

“Tiga hari, Al. Kamu nggak masuk tiga hari. Saya terpaksa memberimu SP2. Kamu tahu betul peraturan Bina Pekerti, dan kami nggak main-main soal kehadiran siswa. Dan nilai-nilaimu...”

“Emilia? Kenapa diam di sana? Kemari.”

Emilia tersentak saat guru PKN menegurnya. Ia lekas menyeret langkah ke sisi berlainan dengan keberadaan Alvaro, dan menyerahkan tugas hukumannya.

“Ini hukuman pertamamu di pelajaran saya. Nggak biasanya kamu melalaikan tugas dan nggak memperhatikan saya. Saya harap ini yang pertama dan terakhir, Emi.”

Emilia mengangguk kaku menerima peringatan itu. Hukuman itu memang yang pertama baginya di pelajaran PKN, tapi Emilia sudah mendapat teguran serupa di pelajaran lain. Sulit sekali bagi Emilia untuk berkonsentrasi pada sekolahnya akhir-akhir ini.

“Apa kamu seperti ini karena...”

Emilia melihat guru PKN-nya melirik ke arah Alvaro yang masih dinasihati. Emilia dan Alvaro tidak mengumbar hubungan mereka di depan guru atau siswa. Meski semenjak berpacaran mereka kerap berdua. Barangkali di salah satu kesempatan saat mereka bersama, guru melihatnya. Atau obrolan siswa yang memang cukup heboh membicarakan hubungan keduanya.

Emilia menunduk tanpa suara. Ia menggigit bagian dalam bibirnya resah. Guru di hadapannya mendesah pelan.

“Ibu paham kalau kamu gelisah mikirin Alvaro.” Suara guru wanita itu lebih pelan dan lembut dari sebelumnya. “Tapi, Emi, jangan menghancurkan masa depanmu sendiri karena orang lain. Bahkan jangan karena dirimu sendiri. Ibu tahu ini barangkali masa sulit bagimu, tapi kamu harus kuat menghadapinya, Emi.”

Sesungguhnya kalimat itu menohok hati Emilia. Namun, setelah ia mengangguk paham dan pamit keluar, tetap tak mudah baginya bangkit atas persoalannya dengan Alvaro, atau apa yang terjadi pada cowok itu. Baginya, Alvaro adalah segalanya. Ia menyayangi cowok itu dengan teramat. Maka, begitu Alvaro berada dalam keterpurukan dan mengabaikan hubungan mereka, Emilia bagai kehilangan pegangan. Ia bahkan tidak tahu apakah dirinya dan Alvaro masih berpacaran.

Aku nggak ngerti apa pun... Emilia membatin demikian puluhan kali selama berhari-hari. Ucapan Alvaro bagai tamparan keras untuknya. Emilia lekas memahami, bahwa selama ini ia memang payah mengerti akan Alvaro. Apa yang cowok itu pikirkan atau rasakan luput dari perhatian Emilia. Justru Toni dan Casi yang lebih mendalami perasaan Alvaro, membuat Emilia merasa begitu tertinggal dan menyesal. Maka meski hatinya teramat sakit begitu tahu hubungan Alvaro dan Casi lebih dari sekadar ‘pelarian’, Emilia tidak sepenuhnya bisa menyalahkan cowok itu. Andai saja Emilia lebih memahami penderitaan Alvaro, kejadiannya tidak akan seperti ini.

“Yang...” Emilia memanggil Alvaro lirih saat cowok itu keluar dari ruang guru. Emilia sengaja menunggunya. Ia ingin bicara.

Alvaro menoleh. Ia mengernyit, lalu menghampiri Emilia. Koridor lengang karena waktu pulang telah berlalu belasan menit lalu.

“Ada apa?” Alvaro bertanya datar, membuat nyali Emilia sempat menciut.

Emilia mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Bekal.

“A-aku bikin bekal buat kamu... Tadinya mau ngasihin pas istirahat, tapi...” Emilia tidak bisa memberikannya karena ia harus menuntaskan tugas hukuman PKN. Ia kira bekal itu akan terbawa kembali ke rumah dalam keadaan utuh, sebelum ia menemukan Alvaro di ruang guru tadi.

Saat Alvaro tidak bicara atau menerima bekal itu, Emilia mengangkat arah pandangannya pelan-pelan. Sorot mata Alvaro begitu dingin dan tak terbaca, membuat Emilia ingin menangis detik itu juga.

Sebelah sudut bibir Alvaro terangkat. “Mi, bekal terakhir yang kamu bikin aja nggak aku makan.”

Emilia tercekat.

“Casi nggak ngebolehin aku makan itu.” Alvaro tergelak ringan. “Cemburu dia. Makanya dia kasihin bekalnya ke ART.”

Telinga Emilia terasa berdengung-dengung mendengar pengakuan itu. Ia bagai dibanting keras ke tanah sekali lagi, membuatnya tak bisa merasakan detak jantung atau napasnya sendiri. Tangannya yang memegang bekal bahkan kaku dan mulai gemetar.

“Kamu tadi masih manggil aku ‘Yang’, ya?” Alvaro menyeringai aneh hingga Emilia tergugu. “Kamu masih anggap aku pacar emangnya, Mi?”

Emilia menelan ludah. “A-aku...nggak mau putus.”

“Kenapa?” Alvaro memasukkan tangannya ke saku celana. Kepalanya miring ke satu sisi, dan menghunjam Emilia dengan tatapan tajam.

Emilia menurunkan bekalnya dengan gontai.

“Aku sayang kamu, Al...” Suara Emilia begitu lirih hingga ia ragu Alvaro mendengarnya. Namun, saat rahang Alvaro menegang, Emilia yakin cowok itu menangkap kata-katanya. “Aku minta maaf nggak ada di sisi kamu... Nggak ngertiin kamu... Tapi aku nggak mau putus... Aku pengin ada buat kamu... Aku pengin kamu kayak dulu lagi... Aku bakal nemenin kamu...ngadepin semua...”

Sejenak Alvaro tidak menanggapi apa-apa. Ia lalu mendengus.

“Nemenin, ya?” Pandangan Alvaro tampak menerawang ke arah taman sekolah yang senyap. Saat ia mengembalikan tatapannya pada Emilia, ia berkata, “Mau nemenin aku ke kelab?”

Emilia mengerjap. “Yang...”

“Mau nggak?” Alvaro menyela dengan nada menantang. Ia lalu kembali menyeringai. “Nggak, kan? Jadi kamu nggak bisa nemenin aku, Mi. Cuma Casi yang bisa. Dia bahkan nggak cuma nemenin di kelab. Sampai kasur pun bisa.”

Bekal di tangan Emilia terjatuh begitu saja, menimbulkan bunyi samar yang menyakitkan. Alvaro hanya melihat pemandangan itu sekilas, lalu mengarahkan tatapannya lagi pada Emilia.

“Aku belum bilang ini, sih. Tapi biar kukasih tahu. Aku udah tertarik sama Casi sejak ngeliat dia pertama kali. Cakep banget anaknya, Mi. Orangnya supel, terus berani. Kalian beda banget sih emang. Tapi aku nggak pendekatan soalnya dia udah punya cowok. Aku juga males selingkuh. Cuma waktu Casi ngasih lampu hijau, ya udah kupepet terus. Kami akhirnya jadian.”

Napas Emilia luar biasa sesak.

“Waktu aku lari dari rumah, aku langsung ke rumah Casi. Dia nampung aku di sana. Kami tidur bareng di kasur yang sama.”

Emilia tidak lagi sanggup mendengar. Ia menutup kedua telinga dengan tangannya. Namun, Alvaro mencengkeram tangan Emilia dan menatapnya lekat.

“Dengerin, Mi. Kamu harus tahu.”

“Nggak—“

“Aku meluk dia semalaman. Itu asli bikin aku tenang banget. Kamu bisa kayak gitu, Mi? Aku pengin nyium kamu aja kamu nggak mau. Paling banter aku cuma meluk kamu. Itu pun bentar. Tapi Casi beda, Mi. Dia ada buat aku jiwa dan raga. Dia sayang sama aku. Dan aku juga sayang banget sama dia.”

Emilia sudah tidak lagi memiliki daya untuk menghalau pendengarannya. Ia membeliak dengan mata berkabut. Alvaro membuang napas dan melepas pegangannya.

“Aku lebih butuh cewek kayak Casi, Mi.”

Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Emilia tidak tahu berapa lama ia terpaku mendengar pengakuan itu, dan menerima tatapan kosong di mata Alvaro. Yang Emilia tahu hanyalah ia begitu terluka dan sesak, berupaya menyeret kakinya pergi dari sana. Suara-suara kendaraan di jalan bagai mewujud ucapan Alvaro, menghantam pendengarannya bertubi-tubi.

“Dia sayang sama aku. Dan aku juga sayang banget sama dia.”

“Aku lebih butuh cewek kayak Casi, Mi.”

Emilia kira, masih ada kesempatan bagi mereka bersama. Emilia bersedia berada di sisi Alvaro, membantu cowok itu menghadapi masalahnya. Karena sungguh, ia tidak sanggup berpisah. Berhari-hari tanpa Alvaro membuat Emilia begitu tersiksa. Itulah sebabnya ia kembali membuatkannya bekal, berharap menumbuhkan setitik kesempatan bagi keduanya untuk kembali.

Namun, Emilia keliru. Bagi Alvaro, dirinya tidak berarti apa-apa lagi. Cewek yang Alvaro inginkan hanyalah Casi.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Monoton
503      338     0     
Short Story
Percayakah kalian bila kukatakan ada seseorang yang menjalani kehidupannya serara monoton? Ya, Setiap hari yang ia lakukan adalah hal yang sama, dan tak pernah berubah. Mungkin kalian tak paham, tapi sungguh, itulah yang dilakukan gadis itu, Alisha Nazaha Mahveen.
LELAKI DENGAN SAYAP PATAH
7836      2511     4     
Romance
Kisah tentang Adam, pemuda single yang sulit jatuh cinta, nyatanya mencintai seorang janda beranak 2 bernama Reina. Saat berhasil bersusah payah mengambil hati wanita itu, ternyata kedua orang tua Adam tidak setuju. Kisah cinta mereka terpaksa putus di tengah jalan. Patah hati, Adam kemudian mengasingkan diri dan menemukan seorang Anaya, gadis ceria dengan masa lalu kejam, yang bisa membuatnya...
Premium
RARANDREW
15672      2929     50     
Romance
Ayolah Rara ... berjalan kaki tidak akan membunuh dirimu melainkan membunuh kemalasan dan keangkuhanmu di atas mobil. Tapi rupanya suasana berandalan yang membuatku malas seribu alasan dengan canda dan godaannya yang menjengkelkan hati. Satu belokan lagi setelah melewati Stasiun Kereta Api. Diriku memperhatikan orang-orang yang berjalan berdua dengan pasangannya. Sedikit membuatku iri sekali. Me...
Peran Pengganti; Lintang Bumi
1002      458     10     
Romance
Sudah banyak cerita perjodohan di dunia ini. Ada sebagian yang akhirnya saling jatuh cinta, sebagian lagi berpisah dengan alasan tidak adanya cinta yang tumbuh di antara mereka. Begitu juga dengan Achala Annandhita, dijodohkan dengan Jibran Lintang Darmawan, seorang pria yang hanya menganggap pernikahannya sebagai peran pengganti. Dikhianati secara terang-terangan, dipaksa menandatangani su...
Love Warning
1146      513     3     
Romance
Pacar1/pa·car/ n teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih. Meskipun tercantum dalam KBBI, nyatanya kata itu tidak pernah tertulis di Kamus Besar Bahasa Tasha. Dia tidak tahu kenapa hal itu seperti wajib dimiliki oleh para remaja. But, the more she looks at him, the more she's annoyed every time. Untungnya, dia bukan tipe cewek yang mudah baper alias...
Breakeven
16935      2076     4     
Romance
Poin 6 Pihak kedua dilarang memiliki perasaan lebih pada pihak pertama, atau dalam bahasa jelasnya menyukai bahkan mencintai pihak pertama. Apabila hal ini terjadi, maka perjanjian ini selesai dan semua perjanjian tidak lagi berlaku. "Cih! Lo kira gue mau jatuh cinta sama cowok kayak lo?" "Who knows?" jawab Galaksi, mengedikkan bahunya. "Gimana kalo malah lo duluan ...
I'il Find You, LOVE
5327      1405     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
NI-NA-NO
1301      589     1     
Romance
Semua orang pasti punya cinta pertama yang susah dilupakan. Pun Gunawan Wibisono alias Nano, yang merasakan kerumitan hati pada Nina yang susah dia lupakan di akhir masa sekolah dasar. Akankah cinta pertama itu ikut tumbuh dewasa? Bisakah Nano menghentikan perasaan yang rumit itu?
CAFE POJOK
3109      1055     1     
Mystery
Novel ini mengisahkan tentang seorang pembunuh yang tidak pernah ada yang mengira bahwa dialah sang pembunuh. Ketika di tanya oleh pihak berwajib, yang melatarbelakangi adalah ambisi mengejar dunia, sampai menghalalkan segala cara. Semua hanya untuk memenuhi nafsu belaka. Bagaimana kisahnya? Baca ya novelnya.
Fighting!
476      321     0     
Short Story
Kelas X IPA 3 merupakan swbuah kelas yang daftar siswanya paling banyak tidak mencapai kkm dalam mata pelajaran biologi. Oleh karena itu, guru bidang biologi mereka memberikan tantangan pada mereka supaya bisa memenuhi kkm. Mereka semua saling bekerja-sama satu sama lain agar bisa mengenapi kkm.