Hi, welcome and enjoy !
--
Ch. 1 : Prince Charming
Siapa sih, di sekolah ini yang nggak tahu tentang Maureen. Iya, Maureen Maurany, anak kelas 11 IPS yang kerjaan setiap harinya mengejar "Sang Pangeran". Waktu Maureen kelas 9, ia nekat menghampiri gedung SMA dan berteriak mengatakan 'I love you!" dari luar jendela kelas "Sang Pangeran", salah satu hal yang paling memalukan bila kamu berteman dengan Maureen. Waktu kelas 10, ia melabrak seorang guru UKS yang dikira merayu "Sang Pangeran". Ia bahkan memajang surat deklarasi perang kepada guru tersebut di bulletin board aula sekolah. Seluruh siswa mulai dari angkatannya hingga ke telingga Kepala Sekolah, semua tahu kalau Maureen itu BUCIN.
Mungkin kedengarannya dramatis atau mungkin terlalu lebay, tapi siapa itu "Sang Pangeran" ?
Josea Josh, biasa dipanggil Josh, anak kelas 12 IPA peringkat 1 paralel. Bukan hanya itu, dia juga adalah kapten basket SMA Harapan Negeri. Banyak rumor mengatakan kalau jumlah surat cinta yang ia dapat bisa dijadikan novel, bahkan banyak alumni-alumni yang sempat menyatakan cinta padanya.
"Jadi, bisa dibilang kalo kesempatan kamu buat dapetin dia itu nol koma nol nol nol nol satu persen?" kata Karin yang sedang duduk di depan Maureen dan memutar balik kursinya.
"Eh, itu nol-nya kurang ditambahin." timpal Mariosa yang biasa dipanggil Osa yang sedang duduk di sebelah Karin.
"Apaan sih, liat aja ya, kalo nanti aku dapetin dia .." Maureen merasa kesal dan berdiri di tempat duduknya.
"Shhh, itu kalimat yang kamu sering bilang ke kita selama 3 tahun!" Nina yang duduk di sebelah Maureen menepuk dahinya sambil menarik Maureen untuk kembali duduk.
Seolah sahabat-sahabatnya tahu tentang sikap Maureen yang blak-blakan dan polos, mereka menyerah membahas tentang Josh. Bu Wenda lalu datang menginstruksikan agar kelas tetap tenang karena kelasnya akan segera dimulai. Maureen yang pikirannya masih melayang, berbisik pada Nina, "Nin, nanti temenin aku, ok?"
"Kapan?" Nina menjawab dengan mencatat apa yang ditulis Bu Wenda di papan tulis.
"Waktu istirahat."
"Dimana?"
"Gedung lapangan bakset, kemana lagi."
"Kenapa?"
"Mau lihat seseorang."
"Siapa?"
"Kak Josh! Udah, nanti jadi mirip 5W 1H, mau wawancara apa gimana sih!" Maureen tersadar akan pertanyaan Nina.
"Yah lagian sih, kamu juga aneh-aneh." Nina tertawa kecil melihat sahabatnya yang memang sedikit lemot.
--
"Baik, pelajaran saya sampai di sini." Semua siswa kelas langsung berlomba-lomba keluar dari kelas setelah Bu Wenda menyelesaikan perkataannya. Maureen langsung teringat kalau pertandingan basket kali ini, bukan pertandingan basket yang biasa! Hari ini adalah pertandingan persahabatan SMA-nya dengan SMA sebelah!
"Nin, ayo cepetan! SMA Juang Bangsa udah dateng tuh!" Maureen menarik tangan Nina yang sedang bermalas-malasan duduk. Ia tahu satu-satunya sahabat yang bisa dibujuk untuk menemaninya hanya Nina.
"Sebentar, Mar. 5 menit aja aku mau tidur dulu." Mengingat kemarin Nina berlatih memainkan biolanya semalaman untuk lomba minggu depan.
"Tapi .. Nanti kalau kesempatanku turun jadi nol koma nolnya tambah banyak gimana?"
"Ayo, kita ilangin nolnya." Nina langsung bangkit berdiri menarik tangan Maureen yang langsung memasang ekspresi bahagia.
Yup, lapangan bakset sudah terisi oleh lautan manusia yang entah mau melihat Sang Pangeran atau pertandingan baksetnya. "Mar, di situ." Nina dengan sigap menarik tangan Maureen, Maureen yang masih melonggo melihat Josh pun tertarik oleh Nina. Memang Nina bisa diandalkan, menemukan dua bangku kosong bagai menemukan jarum dalam tumpukan jerami.
Bel dibunyikan, tanda quarter 2 sudah selesai. Semua pemain yang berada di lapangan kembali ke bench, beberapa pemain cadangan memberi tepukan semangat pada pemain-pemain tersebut. Melihat kesempatan ini, Maureen langsung punya ide,"Tunggu, aku mau kasih ini."
Maureen menghampiri bench dan memanggil teman sekelasnya yang termasuk tim bakset,"Kenan, sini sebentar."
Kenan langsung berlari ke sisi samping lapangan yang tidak jauh dari tempatnya. Dengan wajah letih ia bertanya,"Ada apa, Mar?"
"Nih, kasihin ke Kak Josh dong." Maureen menyodorkan sebotol meninuman dan sapu tangan miliknya.
"Punya aku mana?" Kenan yang merasa kesal karena tugasnya hanyalah sebagai kurir pengantar.
"Huh, aku tahu kamu bakalan bilang kaya gini." Maureen menyodorkan sebotol minuman dan sapu tangan lain miliknya. Melihat ekspresi Kenan yang sudah membaik, Maureen menangkapnya sebagai persetujuan. Ia kembali ke tribun penonton sambil memperhatikan Kenan dari kejauhan, apakah barang kirimannya sudah sampai atau belum. Ia melihat Kenan menyodorkan sebotol minuman dan sapu tangannya ke Josh. Mereka bercakap-cakap dan terlihat wajah Josh yang kebingungan. Melihat ini, Maureen langsung tersenyum mengandaikan apa yang dikatakan Kak Josh setelah tahu dia memberikan itu padanya. Josh menoleh ke arah bangku Maureen dan tersenyum pahit kecil.
"Huh? Ninaaaa! Kamu lihat nggak tadi?" tanya Maureen membangunkan sahabatnya itu yang sudah tertidur di bangku sebelahnya, padahal suasana di lapangan sangat ramai.
"Lihat apa .. lihat kok." Nina yang masih setengah tidur menyiyakan pertanyaan Maureen.
"Tadi, Kak Josh noleh ke arah aku! Dia lihat aku, dia mandang ke arah aku, Nin!"
"Bagus dong. Sekarang nggak jadi nol koma nol, tapi nol koma satu persen."
"Tapi .. Kok waktu senyum, kaya ada yang aneh gitu, ya." Maureen kembali memikirkan kejadian tadi.
"Yang penting disenyumin."
"Bener juga! Aaaaaaa, ini sih bukan nol koma satu, tapi sudah satu persen." Maureen meluapkan kebahagiaannya melupakan kejadian yang tadi.
Setelah beberapa kurang lebih 30 menit, pertandingan basket selesai. Permainan dimenangkan oleh SMA Harapan Negeri dengan selisih 6 poin. Terlihat seluruh pemain antara kedua sekolah memberi salam terima kasih.
"Eh, gawat! Kita telat masuk 10 menit nih." Salah satu siswa di belakang bangkunya berteriak memberi sinyal agar semuanya kembali ke kelas sebelum dihukum oleh guru BK.
"Ayo, Mar! Untung aja habis ini, kita pelajarannya Pak Kumis, dia biasanya dateng 15 menit telat." Nina yang langsung peka mendengar kata telat, langsung melompat dari kursinya. Kedua nya berlari disertai anak-anak lain yang tentu nggak mau tertangkap dan diserahkan kepada guru BK. Tak disangka, Maureen tertinggal oleh Nina karena dorongan para siswa dari belakang. Maureen terdorong keluar jauh dari sisi pintu.
"Kamu nggak papa?" Seorang siswa laki-laki berbaju bakset bertanya dan mengulurkan tangannya.
"Nggak papa, makasih," Maureen langsung berdiri sendirinya karena ia terlalu gugup. Ia melihat seragam basket warna ungu dengan nomor 7 yang artinya dia adalah siswa dari SMA Juang Bangsa yang sedang mengikuti pertnadingan persahabatan,"Ah, aku telat! Aduh gimana, nih." Maureen yang langsung kebingungan langsung keluar dari gedung lapangan basket tanpa mengucapkan salam.
"Revan, ngomong sapa tuh?" Tanya yang lain sambil menepuk bahu cowok nomor punggung 7 itu, yang ternyata bernama Revan.
"Bukan sapa-sapa." Revan tersenyum kecil.
--
Maureen berlari menuju lorong kelasnya dengan sekuat tenaga bagai kuda liar yang nggak mau tertangkap oleh pemburu. Maureen memasuki pintu kelas dan berteriak mengatakan,"Aku nggak telat!"
"MAUREEEEENNN!!" Pak Bondan alias Pak Kumis menepuk menggebrak meja mulai kesal karena Maureen sering sekali datang telat ke kelasnya. Serentak semua siswa tertawa, tidak merasa heran melihat pemandangan ini. Nina yang sekali lagi menepuk dahi mulai merasa menyesal sekaligus mau tertawa melihat ekspresi Maureen.
--
Maureen berdiri di depan kelas dengan kaki terangkat dan kedua tangannya di atas kepala. Ia mengeluh dalam hati sambil memejamkan matanya. Ia kemudian membuka matanya sambil mengatakan,"Aku benci!"
Maureen langsung kaget melihat Josh yang sudah memandanginya,"Kamu benci? Aku?"
Maureen mengedipkan matanya berulang kali. Ia kebingungan,"Ng-nggak! Aku nggak pernah benci kakak! Aku benci Pak Kumis."
"Pfft, Pak Bondan?" Josh melihat ekspresi Maureen yang terlihat seperti anak kecil.
"Iya, dia jahat banget. Masa aku cuman telat 5 menit ke kelasnya, padahal dia telat 15 menit ke kelasku. Kan seharusnya Pak Bondan yang dihukum kaya gini!"
"Tapi kamu telat 15 menit kalo ditotalkan?" Josh memasang ekspresi serius.
"Hmm, tapi .." Maureen mulai merasa sedih melihat ekspresi Josh.
"Kamu lucu." Josh mengatakan hal itu sambil tertawa melihat Maureen yang mudah ditipu.
Mereka berdua tertawa dengan keras, sampai Pak Bondan keluar dari kelas. Semua siswa kelas mengintip dari jendela lorong melihat dan terkejut melihat Josh dan Maureen. Pak Bondan langsung naik darah,"Josh! Maureen! Ke ruang BK sekarang!"
--
"Yah, ternyata. Kakak juga telat masuk kelas." Maureen kesal dirinya dibuat malu.
"Kamu juga nggak tanya, kan." Josh tersenyum kecil.
"Tapi, bukannya maklum? Kan habis pertandingan?"
"Dikasih waktu 10 menit, soalnya harus langsung ikut tes Matematika. Aku kalah main pingsut, jadinya ke kantin dulu beliin anak-anak es teh." Josh menjelaskan.
"Ya kali, anak pinter bebas. Mau bolos kelas juga nanti tes dapet bagus." Maureen bergumam kecil.
"Apa kamu bilang?" Josh mencondongkan wajahnya pada Maureen yang berada di sisi meja berlawanan dengannya. Mereka bertatap-tatapan yang membuat Maureen tersipu dan menutup wajahnya seketika.
"Ng-nggak!" Maureen masih menutup wajahnya, dari antara sela-sela jarinya, ia melihat Josh tersenyum puas.
Bersambung ..