KERINDUAN YANG MEMBUNCAH
Jakarta 2018
Sesampai diruangan Arash, aku di persilahkan duduk olehnya sedangkan dia masih ada urusan dan aku harus menunggunya. Aku mengedarkan pandanganku ke seisi kantornya banyak bingkai foto seorang wanita yang sangatku kenal. Ya, itu fotonya ibu Arash. Arash adalah putra tunggal di keluarga mereka. Ketika ku telusuri bingkai – bingkai itu ku dapati satu foto yang sangat kukenal. Aku tersenyum melihatnya jika ku ingat – ingat lagi dulu dia sangat menggemaskan. Foto itu dulu aku yang mengambilnya ketika kami pergi mendaki bersama kak Dinar.
“Sudah puas melihat- melihatnya ra?” Aku terlonjak kaget mendengar suaranya. Aku hanya tersenyum kaku terhadapnya.
“Jadi kamu mau posisi yang seperti apa ra?” Katanya to the point.
“Ara mau sebagai pegawai yang biasa aja kak. Karena kebetulan Ara punya kesibukkan yang lain. Ara seorang penulis” Terangku. Dia hanya menggangukkan kepalanya.
“Mungkin sekretaris kak Dinar bisa gak ya?” kulihat dia menaikkan alisnya dan menatapku dengan tajam. Aku pun langsung menundukkan kepala ku.
“Kenapa harus Dinar?”
“Ya, Ara itu lebih dekatnya sama kak Dinar”
“Jadi, Maksud kamu kita dulu gak dekat ya”
“…….”
“Kamu jadi sekretaris aku. Kamu bisa mulai kerja besok. Gak boleh telat.” Tutupnya dan langsung beranjak menuju meja kebesarannya. Aku hanya seperti orang bodoh dari tadi tak bisa mengatakan apapun. Aku merasa heran dengan kelakuannya. Padahal baru kemarin kami jumpa dia sangat mengabaikan aku.
“Kamu bisa keluar” Tegasnya
“Baiklah” Kataku singkat.
Aku pun memutuskan untuk segera menuju mobil Gara. Aku masih saja memikirkan bagaimana dengan mudahnya Arash memerintahku. Kenapa aku bisa diam begitu saja. Ketika aku masuk ke dalam mobil aku masih saja diam seribu bahasa.
“Gimana lo diterima gak?” Gara memecahkan keheningan yang terjadi.
“Gue diterima Gar. Jadi sekretaris.”
“Sekretaris nya si Dinar?” Ucap Gara sambil membawa mobil kami keluar dari kantor firma tersebut. Aku menggelengkan kepala pertanda tidak.
“Terus?”
“Sekretarisnya Arashh. Gue udah mau gila Akhhhhhh” Teriak gue tiba tiba.
“Sumpah lo ra!! Woi liat gue raa” dia menepikan mobil kami dengan mendadak. Kubalas tatapan Gara sambil menganggukkan kepala.
“Gue dah gk waras kan Gar”
“ Iya lo dah Waras ra” gue masih belum bisa menerima kenyataan ini. Gue harus gimana besokk. Akhhhhhhhh pusing kepala gue.
***
Astaga apa yang udah aku perbuat sih. Kenapa aku menerima lamaran kerja Ara begitu saja sih. Jadi sekretaris gue lagi. Ya ampun Arash bodo amat sih. Tadi itu kelihatan banget Gue yang cemburu gak sih. Ini semua karena perkataan Dinar kemarin malam. Kenapa juga gue harus terpengaruh sih.
Malam ini gue pergi ke café tempat gue dan Ara dulu nongkrong bareng. Gue sering datang kemari. Alasannya, gue gak tau kenapa. Malam ini bayangan akan dirinya semakin menjadi- jadi. Sejak terakhir bertemu beberapa hari yang lalu di rumah Amel. Sebenarnya aku masih penasaran hubungan antara Amel dan Ara tapi aku masih bungkam. Rasanya masih malas untuk bertanya ke Amel. Ku seruput jus alpukat yang menyegarkan itu, lagi aku masih saja memesan minuman kesukaan Ara dulu. Aku mengacak rambutku dengan frustasi. Aku sudah mengubur kenangan itu dalam – dalam tapi mengapa dengan melihat wajahnya saja sudah menjungkir balikkan hidupku lagi. Suara decitan bangku di samping ku mengalihkan pikiranku. Kenapa Dinar ada sini,tumben sekali dia mau satu tempat duduk dengan ku.
“Gak masalahkan gue duduk disini” tanyanya. Aku hanya mengganggukkann kepala pertanda menyetujui.
“Lagi frustasi Rash?”tanyanya lagi.” Gue lihat lo sering mampir ke café ini. Apa karena efek Ara kemarin?”dia terus membrondongku dengan pertanyaan.
“Lo tau 5 tahun ini gue gak pernah komunikasi ataupun jumpa dengan Ara bahkan gue gak tau 5 tahun terakhir ini dia di mana. Rasa nya ketika gue melihat dia lagi. Kenangan itu muncul lagi nar”
“Bukannya lo bilang uda lupain dia dan gak mau berurusan dengan Ara ya?”sindir Dinar. Aku tersenyum miris mendengar perkataan Dinar.
“Lo benar awalnya gue gak mau lagi berurusan dengan dia. Tapi ketika gue lihat wajah dia. Rindu itu membuncah begitu saja.”
“Jangan mencoba lari dari kenyataan. Kalian berdua terlalu memaksakan diri untuk saling melepaskan hingga akhirnya satu pun dari kalian berdua gak ada yang berhasil untuk melupakan”
“Gue kemarin lihat lo sama Ara di sekolah”
“Gue tau lo berdiri disana” aku terlonjak kaget mendengar bahwa Dinar tau aku mendengar semua disana
“Ara masih mencintai lo Rash. Tapi demi seseorang dia harus berkorban melepaskan cintanya”
“Maksud lo ?” aku mengernyitkan alis ku. Aku sungguh bingung dengan perkataan Dinar saat ini.
“Lo harus cari tau tentang kejadian 5 tahun yang lalu. Jangan percaya begitu saja Rash. Ada yang sedang di lindungi oleh Ara saat ini. Hingga dia harus kehilangan orang yang sangat di cintai nya”
“Dekati dia kembali. Gue tau lo masih sangat cinta dengan Ara. Maka dari itu kejar cinta lo lagi.”
“Amel?”
“Amel? Tinggalkan dia kejar yang menurut lo pilihan lo sendiri. Setelah lo tau siapa amel gue jamin lo langsung pergi dari dia.”
“Maksud lo apa sih. Amel yang selama mendukung gue disaat gue di tinggal pergi sama Ara Nar”
“Terserah lo mau nya gimana. Yang jelas gue udah kasih tau” ucapnya lalu pergi menjauhiku. Ku tatap punggung Dinar yang semakin jauh. Ada apa sebenarnya selama ini apa yang gak aku tau tentang kamu ra. Aku takut hanya dengan memikirkannya. Apa yang harus kulakukan sekarang apa aku harus kembali memperjuangkan dirimu ra. Lalu bagaimana dengan Amel yang selama ini selalu menjadi sandaran aku. Aku bukan orang yang bodoh yang tidak tau peraaan Amel kepadaku selama ini.. Tapi aku tak bisa mencintai Amel seperti aku mencintai mu. Aku mengacak rambutku dengan frustasi. Aku rasanya ingin enyah saja dari dunia ini. Masalah ini datang kepadaku bertubi –tubi. Aku menghembuskan nafasku dengan kasar. Aku membutuhkan Araku sekarang ini.
**
Pagi ini aku mulai kerja di kantornya Arash. Aku sengaja datang sepagi mungkin agar aku dianggap karyawan yang teladan. Aku masih mengantuk sebenarnya karena tadi malam aku baru bisa istirahat jam 3 pagi dikarenakan aku harus merivisi kembali novelku yang akan di terbitkan bulan depan. Aku pun memutuskan untuk tiduran dulu di sofa kantor kami kebetulan sekali orang kantor belum datang. Aku pun merebahkan badanku dan memejamkan mataku. Seketika aku merasakan hembusan angin yang menerpa wajahku. Aku mulai menggeliat dan membuka mata ku. Betapa terkejutnya aku ketika jarak wajah Arash dengan wajahkku hanya beberapa senti lagi.
“Selamat pagi putri tidur” ucapnya dengan senyum yang sangat menawan. Aku terlonjak kaget melihat wajahnya dari dekat. Aku mendorong Arash agar menjauh dari ku. Aku langsung berdiri membereskan bajuku yang menjadi kusut. Astaga apa yang aku lakukan!! Umpatku dalam hati .
“Pagi pak Arash “ ucapku dengan gugup. Aku merasakan Arash menarik tanganku dan menyuruhku untuk duduk di sampingnya.
“Kamu kenapa tidur disini” diliriknya jam yang melingkar ditangan nya” ini masih jam 8 dan kamu tidur sembarangan disini. Kalau nanti ada yang melihat dan melakukan yang senonoh ke kamu gimana ra” kutatap wajahnya yang sepertinya khawatir denganku Ehhhh.
“Ekhemmm. Maaf pak “ aku menarik tanganku yang digenggamnya dan menundukkan kepalaku pertanda menghormati dia sebagai atasanku.
“Ckkk kenapa masih manggil pak sih ra” kesalnya
“Kan bapak atasan saya pak” ucapku dengan tenang.
“Kalau kamu manggil aku sayang gak masalah kok” ucapnya dengan mengerlingkan matanya kepadaku. OMG yang di depanku ini Arash kan? Kenapa dia seperti Arash yang kukenal 5 tahun yang lalu. Kenapa dia tiba – tiba berubah begini kepadaku.
“Kita harus professional Rash. Jangan membawa masalah kita kedalam kerjaan kita.” Tegasku dengan menatapnya dengan tajam. Yang ditatap hanya memasang cengiran maut nya.
“Oke – oke kalau kamu maunya seperti itu.” Kemudian ia tiba tiba menyodorkan tanganya kedepan wajah ku. Entahlah apa maksudnya tapi aku merasa dia menyuruhku untuk menyalam tangan nya dan dengan bodohnya aku malah meyambut tangan itu dan segera menyalamnya. Lalu segeraku lepas kembali tangan itu.
“Calon suami kamu mau kerja dulu ya” dibisikkan nya kata – kata itu ke telingaku. Aku hanya melongo mendengarnya. Dan menatap punggungnya yang mulai menjauh. Aku menghela nafasku dan berjalan menuju kubikelku dengan lesu. Sungguh, pagi ini adalah pagi yang paling buruk yang pernah ada untukku.
Tanpa mereka sadari Dinar sedari tadi memperhatikan tingkah kedua manusia itu dan tersenyum senang melihat Arash yang kembali menggapai cintanya yang telah hilang selama ini. Dinar pun hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar mereka segera di satukan kembali.
Penulisan kata ku disambung dengan kata yang mendahuli, atau kata di belakangnya. Salam.
Comment on chapter Prolog