"Mendekat padamu sama seperti mendekati api. Semakin aku mendekat maka aku pun akan semakin hangus." ~Stella.
"Untuk apa kau datang. Disaat hatiku sudah memilih dia." ~Ghazi Geraldo.
-Distaste-
Selesai berolahraga siswa-siswi kelas X IPA 1 berhamburan meninggalkan lapangan. Sebagian menuju ke kantin dan sisanya kembali ke kelas. Stella dan Gita menuju lokernya masing-masing. Stella mengambil beberapa buku dari lokernya, untuk bacaan di kelas.
Gita bersandar di loker menghadap ke arah Stella. Pandangannya mengarah ke depan. "Emang jadi ya rencana yang kemarin?"
Stella mengerutkan keningnya, ia berpikir. Mengetahui arah pembicaraan Gita Stella mendengus. "Kan lo sendiri yang nyaranin ke gue," ujar Stella menutup lokernya.
"Gue gak yakin rencana kita bakal berhasil," lirih Gita namun Stella hanya diam.
Stella juga berpikir. Mendekati Ghazi tidak mungkin semudah itu. Apalagi Ghazi tidak menyukainya. Alasan apa yang harus Stella gunakan. Baru saja dipikirkan, tiba-tiba saja sosok yang mereka bicarakan ada di depan mereka. Ghazi baru keluar dari toilet dan sekarang berjalan di depan keduanya.
Gita menyenggol lengan Stella sambil berbisik. "Buruan samperin!" Tanpa aba-aba Gita mendorong Stella ke depan.
Stella yang tidak siap hampir saja terjungkal ke depan. Ia berbalik dan menatap Gita dengan tatapan mematikan namun yang dilakukan Gita justru tersenyum dan mengacungkan kedua jempolnya. Sepertinya Stella harus mencoba.
"Ghazi," panggil Stella tiba-tiba. Ia sendiri juga bingung mengapa ia memanggil Ghazi.
Ghazi berbalik badan. Ia hanya menaikkan kedua alisnya dengan mmulut membeo seolah berkata 'apa' sedikitpun tidak beranjak dari tempatnya berdiri.
Stella menghampiri Ghazi begitu saja. Stella hanya terdiam, bingung harus berkata apa. "Lo mau apa?" Tanya Ghazi membuyarkan lamunan Stella.
Stella menggeleng. "Nggak papa," ucapnya singkat.
"Gak jelas," gumam Ghazi. Ia melanjutkan langkahnya. Baru empat langkah Stella memanggilnya lagi.
"Ghazii!!"
Ghazi menghela nafas "Apaa sih??"
"Nanti rapat kan?" Tanya Stella seadanya.
Ghazi hanya mengangguk sekali lalu meneruskan langkahnya. Stella sudah kehabisan ide sekarang, yang bisa dilakukan hanya mengekori Ghazi.
Tanpa aba-aba Ghazi berhenti tiba-tiba. Sontak membuat Stella menabrak tubuhnya. Hampir saja ia terjungkal jika Ghazi tidak menangkapnya. Keduanya saling bertatapan. Jarak mereka hanya beberapa senti. Stella bahkan bisa merasakan deru nafas Ghazi. Seharusnya Stella bersikap biasa saja, tapi Ghazi berhasil membuatnya meremang.
"Mau lo apa sih?" Tanya Ghazi to the point. Wajahnya sudah memerah, menahan amarah. Ia semakin mendekatkan wajahnya ke arah Stella, membuat Stella mendorong Ghazi ke belakang.
Stella mengatur nafasnya yang memburu. "Gue ma-"
"Nyari alasan yang masuk akal dikit bisa nggak," sarkas Ghazi. "Bilang aja lo mau ndeketin gue?!" Ujar Ghazi sambil tersenyum miring.
"Gausah kepede-an bisa nggak! Gue mau ke kantin kok," bohong Stella.
Ghazi menyingkir ke samping lalu merentangkan sebelah tangannya. Memberi jalan kepada Stella sekaligus kode agar cewek tersebut segera pergi. Ingin rasanya Stella menyemprot Ghazi sekarang juga tapi ia mengurungkan niatnya. Lebih baik ia berdamai dengan Ghazi sekarang. Jika tidak maka situasinya akan lebih sulit. Stella pergi begitu saja tanpa sedikitpun menoleh kepada Ghazi.
***
Ghazi, Rasta, dan kawan-kawannya berkumpul di pojok kelas. Mereka bermain Truth or Dear atau ToD. Jika biasanya anak perempuan yang memainkan permainan tersebut, di kelas IPA 2 ini berbeda. Anak laki-lakilah yang hobi memainkannya saat jamkos seperti sekarang.
Mereka dari tadi sibuk tertawa karena melihat Bastian mencoba menggoda Bella karena tantangan dari Rasta. "Percuma deh Bas usaha lo! nyerah deh sekarang!" Ejek Rasta.
"Tau tuh, Bella aja gak respon sama Lo," tambah Ghazi diselingi tawa kerasnya.
Bastian memang menyukai Bella sejak lama tapi Bella tidak menunjukkan reaksi apapun dan itu membuat Bastian tidak berani mendekati Bella lagi. Ia hanya mencuri-curi pandang di dalam kelas. Dan sekarang dirinya ditantang Rasta untuk membuat Bella berbicara dengannya.
"Awas lo Rasta!" Ucap Bastian tanpa bersuara. Hanya mulutnya saja yang bergerak.
Pada akhirnya Bastian menang. Bella berhasil berbicara padanya. Tidak, lebih tepatnya mengomeli Bastian. Yang terpenting Bastian mampu menjalankan tantangan Rasta.
Sekarang giliran Bastian memutar pensil di depannya. Dan ujung pensil tersebut berhenti ke arah Rasta.
"Mampus lo!" Sindir Ghazi.
"Gue yang pertama," ucap Bastian paling bersemangat. Jangan lupakan tatapan jailnya.
"Karena gue baik hati gak kaya lo raja tega, gue gak bakal kasih lo tantangan apapun,"
Rasta memicingkan matanya. Tidak mungkin Bastian tidak membalasnya. "Eittss, tapi lo harus jawab pertanyaan gue. Gak banyak kok cuma satu," ujar Bastian
"Apa?" Tanya Rasta.
"Dari SD gue jadi temen lo gue tahu lo nggak pernah deket sama cewek. Tapi yang namanya kids jaman now kaya kita nggak mungkin lah ya gak pernah ngrasain yang namanya cinta," ujar Bastian sok dramatis.
"Langsung intinya aja, kelamaan!" Sergah Ghazi.
"Sabar brother, Gue mau tanya, lo suka sama siapa sekarang?" Ternyata hanya itu pertanyaan Bastian.
"Gue kirain lo mau tanya apa," ujar Figo kecewa.
Rasta tersenyum-senyum sendiri. "Nggak ada," bohongnya.
Jawaban Rasta langsung mendapat jitakan dari Bastian. "Lo bilang nggak ada tapi senyum-senyum sendiri. Udah deh buruan lo tuh nggak pinter bohong," sergahnya.
"Emang gue bukan tukang tipu kayak lo!" Sarkas Rasta sambil menaik turunkan alisnya.
Figo dan Ghazi terpingkal-pingkal. Saat mereka semua tertawa tiba-tiba ada seorang cewek yang masuk ke kelas mereka.
"Ketua kelas IPA 2 dipanggil Bu Caca ke kantor!" Ucap cewek tersebut.
Semua yang ada di kelas langsung menoleh ke sumber suara termasuk keempat cowok di pojok kelas.
"MAKASIH CANTIK," celetuk Rasta. Semua penghuni kelas memandang ke arah Rasta termasuk Stella. Suara riuh mulai terdengar. Itu karena Rasta tidak pernah menyapa seseorang apalagi cewek seperti itu.
"Ciee Rasta,"
"Siapa lo Ras?"
Figo menyenggol lengan Bastian dan Ghazi seraya tersenyum jahil. "OH JADI ITU CEWEKNYA. LUMAYAN JUGA. TERNYATA SELERA LO BAGUS JUGA RAS."
Figo sengaja mengeraskan suaranya agar Stella mendengarnya meskipun cewek itu sudah berlari sekarang karena malu. Semua tertawa kecuali Ghazi. Cowok itu hanya memasang wajar datarnya.
"Gaz mau kemana?" Tanya Bastian saat melihat Ghazi melangkah keluar kelas dengan wajah ditekuk.
"Kantin."
***
Semua anggota BEST sudah berkumpul di ruangan bersiap untuk melakukan rapat. Hanya satu orang yang belum datang. Ketua BEST, Ghazi Geraldo. Tidak ada yang keberatan dengan keterlambatan Ghazi. Mereka senang karena bisa lebih lama menikmati wifi sekolah. Semua anggota BEST duduk manis di dalam ruangan kecuali Stella yang masih berada di luar ruangan sambil mengomel sana sini. Stella sudah menyiapkan rencana untuk mendekati Ghazi kali ini. Tapi yang ditunggu tidak kunjung datang. Hal itu tentu membuat Stella jengkel sekarang
"Mana sih tuh anak? Nggak tahu ditunggu apa?" Kesal Stella melemparkan bulpoin di tangannya.
"Masih ada urusan mungkin," jawab Rasta seraya mengambil bulpoin milik Stella. Rasta menyerahkan benda tersebut kepada pemiliknya.
"Bulpoinnya nggak salah apa-apa. Kasihan kan dilempar-lempar. Kalau nggak mau buat aku aja." Rasta mencoba menghibur Stella.
"Iya maaf," ucap Stella setengah hati. "Temen lo mana sih, tadi aja teriak-teriak suruh jangan ada yang telat. Dianya sendiri setengah jam belum dateng," gerutunya lagi.
"Udahlah nggak usah dicari, nanti juga dateng sendiri, sini deh!" Tanpa aba-aba Rasta menarik tangan Stella agar ikut duduk di sampingnya.
Stella yang sedikit terkejut hanya terduduk kaku di tempatnya. Ternyata Rasta membuka youtube. Keduanya memilih salah satu vidio berbau humor, lebih tepatnya Stella yang memilih dan Rasta hanya mengikuti. Mereka tertawa keras saat melihat adegan lucu dalam sampai sebuah suara mengagetkan mereka.
"Udah selesai nontonnya?"
Keduanya menoleh ke belakang. Ghazi berdiri sambil menenteng tas di sebelah bahunya dengan ekspresi wajah tidak bersalahnya. Stella merasa kesal. Ia sudah lelah menunggu Ghazi. Lebih tepatnya demi misi pertamanya. Namun, melihat ekspresi Ghazi tanpa rasa bersalah membuat Stella memalingkan wajahnya begitu saja dan masuk ke dalam ruangan tanpa berkata apapun.
"Tuh cewek kenapa?" Tanya Ghazi pada Rasta saat ia melihat ada sesuatu yang aneh pada diri Stella.
Rasta hanya mengendikkan bahunya. "Lagi marah kali, nunggu orang lama banget tapi yang ditunggu nggak nyadar," sindir Rasta halus.
Jawaban Rasta berhasil membuat Ghazi mengerutkan keningnya, "Dia nunggu gue?"
Rasta menghampiri Ghazi dan meletakkan tangan kirinya di bahu Ghazi. Menggiring cowok itu agar segera masuk dan memulai rapat. "Lebih tepatnya nunggu ketua BEST."
-Distaste-
@flower_flo wkwk gapapa dong, nanti gula di rumah Stella awet
Comment on chapter Senyuman Maut