Ia tidak tahu rasa apa ini. Yang pasti ini bukan rasa manis yang biasa ia rasakan setiap kali melihat wajah itu. Ini lebih seperti pahit. Mungkin masam. Lebih dari itu, kenyataan ini terasa getir.
Matanya berkedip sekejap. Dalam hati ia berharap semua ini hanyalah mimpi buruk. Ia ingin segera terbangun dan mendapati pemandangan sosok yang sedang duduk sambil menikmati sepotong kue penuh krim bertahtakan stroberi segar.
Sayangnya, ketika ia membuka mata, kesedihan tetap melemparkan kenyataan berbalut luka.
Sepasang mata itu tetap tertutup. Selamanya. Tidak akan pernah terbuka walaupun ia memohon hingga seluruh indranya mati rasa.
Bahkan air matanya tidak sanggup mengalir walaupun hanya setetes. Padahal ia adalah penyebab semua duka ini. Membuat ia merasa seperti pembunuh berdarah dingin yang berdiri di atas serpihan hatinya yang berserakan.
Perasaan bersalah itu seolah mengasingkannya ke tengah padang pasir. Lalu ia dipaksa memakan sepiring penuh kue-kue masam. Tanpa secawan pun air untuk membasuh lidah dan tenggorokannya.
Dan ia tahu, ia tidak termaafkan.
Ditunggu chapter 2 nyaa :D
Comment on chapter I. Nama yang Manis