"Elektrikon" ucap Yoongi masih dengan wajah kagetnya.
"Apa? Apa itu hyung?" tanya Taehyung bingung.
Sumin ternganga. Tidak seperti Taehyung, Sumin tahu apa arti kata itu.
"Itu adalah salah satu kekuatan kaum vampir. Kekuatan yang berhubungan dengan gelombang listrik dan petir" jelas Yoongi.
Dahi Taehyung mengerut. "Jadi dia memiliki kekuatan itu? Tapi bukankah ia masih separuh vampir?"
"Kuduga, itu terbawa saat Jimin mentransfusikan darahnya" Yoongi terlihat berfikir keras.
"Apa?! Tapi apakah hal itu mungkin?" tanya Taehyung.
"Tidak ada penjelasan lain yang cukup masuk akal, Tae. Tapi aku masih meneliti darah si separuh vampir ini" Yoongi mengedikkan dagu pada Sumin.
Mereka membicarakan Sumin seolah gadis itu tidak berada disana. Tapi bahkan Sumin hanya termenung ditempatnya. Ia seolah tidak menyadari percakapan kedua namja vampir itu.
Sumin menatap tangannya. Berusaha merasakan perbedaan pada dirinya meskipun sangat kecil. Dan iapun merasakannya. Bahkan melihatnya.
Listrik statis seolah melompat-lompat di permukaan kulitnya. Listrik itu menyusup ke balik bajunya dan merambat ke sekujur tubuhnya.
Mata bulat Sumin semakin membulat. Apakah ia tidak salah lihat? Apakah ia tidak sedang berkhayal?
Tapi lompatan listrik di kulitnya terasa sangat nyata. Bahkan cahaya ungu listrik itu juga terlihat nyata.
"Sumin ah?" panggil Taehyung.
Tapi gadis itu tidak menjawab. Ia terlalu terkejut menikmati sensasi baru pada tubuhnya.
Kemudian Taehyung dan Yoongi melihat tangan Sumin. "Oh astaga!" pekik Taehyung. "Dia benar-benar berlistrik"
"Hei separuh vampir" Yoongi menepuk bahu Sumin dan namja kelewat putih itu langsung berjengit kaget. Ia merasa seolah tersengat listrik.
Akhirnya gadis shock itu mendongak menatap Yoongi. "Mianhae" ucapnya sambil memeluk diri sendiri.
"Kau terlalu shock. Istirahatlah" ucap Yoongi. "Lagipula sebentar lagi matahari akan muncul"
Sumin hanya mengangguk. Kemudian ia berjalan gontai menuju kamarnya. Saat sampai di dalam kamarnya, gadis itu tidak langsung tidur.
Ia duduk termenung di ranjang bertiangnya. Mulai mengingat segala keanehan pada dirinya. Matanya yang sakit jika terkena sinar apapun kecuali lilin. Rasa dahaganya yang takkan hilang sebelum ia meminum darah. Tubuhnya yang menghasilkan listrik.
Sumin mulai penasaran, seberapa besar daya listrik yang bisa ia hasilkan? Apakah ia sanggup memanggil petir?
Dengan pemikiran seperti itu, Sumin pergi ke balkon dan melompat turun ke taman.
Taman itu sangat harum dengan bau bunga mawar yang kuat. Aroma itu memenuhi indra penciuman Sumin. Membuatnya semakin semangat menjelajahi kebun bunga itu.
Bahkan ia tak sadar jika saat ini kulit pucatnya terkena sinar matahari pagi. Bukan hanya tak sadar, tapi ia juga seperti tidak merasakannya. Seolah sinar matahari tidak berpengaruh pada tubuh separuh vampirnya.
Tepat saat Sumin berdiri di tengah kebun bunga itu, ia mendongak. Saat matanya tersengat sinar matahari, barulah ia sadar bahwa ia bisa saja terbakar.
Tapi ternyata hal itu tidak mengurungkan niatnya untuk melakukan eksperimen tentang dirinya sendiri.
Setelah menaungi matanya, gadis itu mulai memanggil petir. Entah bagaimana ia bisa merasakan partikel-partikel listrik di udara. Ia mengumpulkan semua partikel-partikel yang bisa ia gapai dan menjalinkannya dengan medan listrik. Kemudian ia memusatkan target petir itu ke hutan cemara lebat.
Duuuuaaaaar!!!
Petir menyambar dengan dahsyat. Sesuai target, petir itu meledak di hutan cemara. Ajaibnya, cuaca pagi itu masih tetap cerah. Tidak ada awan mendung sama sekali.
Sementara itu, Sumin terlihat sangat terkejut. Ia merasa bahagia dan juga takut dalam waktu bersamaan. Bahagia karena dirinya memiliki kemampuan mematikan. Tapi juga takut karena mungkin kemampuan barunya ini bisa saja membunuhnya.
Bunyi gemeretak kayu yang terbakar menyadarkan Sumin dari rasa terkejutnya terhadap diri sendiri. Hutan cemara lebat itu terbakar karena petirnya.
Bodoh
Tentu saja hutan mudah terbakar. Kenapa ia harus memilih target disana?
Sumin mulai merutuki dirinya sendiri sambil menyisir tempat itu dengan matanya. Ia mencari sumber air terdekat. Dan iapun melihat sebuah danau di dekat gazebo.
Tapi saat ia akan melangkah menuju danau jernih itu, tiba-tiba ada seseorang yang muncul di depannya. Sumin tidak tahu siapa, tapi yang pasti, dia adalah seorang namja.
Karena Sumin bisa merasakan dada bidangnya saat sosok itu langsung memeluknya dan membawanya berteleportasi.
Sekejap kemudian, pelukan itu dilepas bersamaan dengan teriakan marah. "Apa kau gila?! Kau ingin bunuh diri ya?! Agar Jimin tidak bisa mendapat asupan darahmu lagi kemudian ia akan mati sesuai dengan niat awalmu?!!!"
Tentu saja Sumin terkejut mendengarnya. Ia mendongak dan mendapati wajah marah Namjoon yang menatapnya. "Aku tidak berniat bunuh diri. Aku hanya-"
"Hanya bersantai di bawah sinar matahari agar kau mati terbakar" potong namja Kim itu dengan sinis. "Itu sama saja, bodoh!"
"Aniyo" bantah Sumin. "Aku hanya penasaran apakah aku bisa memanggil petir"
"Petir?" Namjoon mendengus. "Kau hanya separuh vampir! Tidak mungkin memiliki kekuatan seperti Jimin!"
Sumin terdiam. Tapi entah kenapa dia marah mendengar kata-kata Namjoon barusan. Tangannya terkepal, dan listrik statis melompat-lompat pada kepalanya.
Cahaya ungu listrik statis itu ternyata menyita perhatian Namjoon. Ia terbelalak kaget melihat kepalan tangan Sumin yang sudah diselimuti listrik. "Kau-" gagapnya tak percaya.
"Aku cukup tahu diri, oppa. Aku tahu aku hanyalah separuh vampir. Aku tahu bahwa kalian semua membenciku karena niat dan kelakuan burukku pada Jimin. Tapi lebih dari apapun aku sangat menyesal. Aku mencintainya. Aku tidak ingin menjadi vampir. Jika menjadi separuh vampir adalah hukuman yang pantas untukku, aku menerimanya." Sumin menghela nafas kasar.
Tangan gadis itu masih terkepal dengan lecutan mini listrik ungu. "Aku tidak menginginkan salah satu kekuatan vampir. Tapi jika ini salah satu efek transfusi darah waktu itu, lantas apakah kekuatan ini adalah salahku? Bahkan aku merasa tak mengenali diriku sendiri lagi. Apakah aku masih tetap Sumin? Kurasa bukan"
Namjoon dengan jelas mendengar kesedihan yang tersirat dalam suara gadis itu. Ia jadi merasa iba. Namja vampir itupun menepuk kepala Sumin dengan pelan. "Mianhae. Padahal aku tidak tahu apa-apa tentangmu. Tapi malah dengan seenak jidatku menjudgemu"
Sumin menggigit bibir. Perlahan listriknya padam. Entah kenapa ia seperti merasakan kasih sayang ayahnya saat Namjoon menepuk kepalanya. Gadis itu sungguh ingin menangis saat ini juga. "Appa" lirihnya.
"Mwo?" tanya Namjoon yang merasa salah dengar.
Sumin menggeleng. "Aku hanya merasa kau seperti appaku dulu. Mianhae oppa" ucapnya sambil mengusap sudut matanya.
Namjoon malah merasa semakin iba. "Tidurlah. Aku dan Yoongi akan mendiskusikan tentang kekuatan barumu" katanya sambil mengusak rambut coklat madu Sumin.
Gadis bermata bulat itu hanya mengangguk. "Jaljayo oppa"
"Jalja"
Suminpun berteleportasi dari ruang makan itu ke kamarnya. Karena ia sudah memakai piyama sejak tadi, maka gadis itupun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Perasaannya masih campur aduk. Ia benar-benar merasa tidak mengenal dirinya sendiri lagi. Apakah dulu Sumin adalah seorang yang pendendam dan sulit memaafkan kesalahan orang?
Karena sekarang ia sama sekali tidak bisa memaafkan sahabatnya. Bahkan ia sangat ingin membunuh yeoja Choi itu.
???? Black Roses ????
Ketika malam tiba, seperti biasa Sumin datang ke tempat latihannya bersama Yoon ssaem. Tapi saat gadis itu sampai disana, gurunya yang ternyata sudah uzur itu belum datang.
Sumin memutuskan untuk melakukan peregangan sambil menunggu. Mengingat kembali ilmu apa saja yang sudah Yoon ssaem ajarkan padanya selama ini.
"Annyeong Sumin ah" sapa suara gurunya dari arah bangunan beton.
Gadis bermarga Baek itu langsung memutar kepalanya. Ternyata, gurunya itu tidak datang sendirian. Beliau didampingi oleh seorang namja muda tampan. Meskipun Sumin yakin bahwa umur namja itu beratus kali lipat dari yang terlihat.
Sumin segera membungkuk sopan kala kedua vampir itu tiba di hadapannya. "Annyeonghasaeyo"
"Sumin ah, kudengar kau ternyata seorang elektrikon" ucap Yoon ssaem sambil tersenyum. "Jadi sepertinya, percuma saja aku memberimu ilmu taekwondo"
"Eh? Tidak ssaem. Meskipun aku seorang elektrikon, aku tidak yakin sebesar apa kekuatan yang bisa aku kerahkan. Karena bagaimanapun juga, aku tetaplah separuh vampir. Ilmu yang ssaem berikan pasti akan lebih berguna" bantah Sumin dengan yakin.
Yoon ssaem semakin tersenyum cerah. "Baguslah jika kau pikir begitu. Tapi sekarang kau juga harus belajar menggunakan kekuatanmu itu. Dan inilah gurumu, Park ssaem."
"Annyeonghasaeyo ssaem" sapa Sumin pada guru barunya.
"Annyeong Sumin ah" jawab Park ssaem.
"Akan kutinggalkan kalian berdua. Selamat bersenang-senang" ucap Yoon ssaem yang kemudian melenggang pergi ke arena latihan.
"Bisa kita mulai sekarang, Sumin ah?" tanya Park ssaem.
"Nde" jawab Sumin dengan gugup.
"Bisa kau tunjukkan listrikmu?"
Suminpun menjulurkan tangannya. Kemudian listrik-listrik ungu mulai meretih disekitar telapak tangannya.
Sementara itu Park ssaem mengamatinya dengan penuh minat. "Ungu. Sama seperti milik Jimin" komentar beliau. "Bisakah kau membuatnya semakin besar?"
"Akan kucoba" jawab Sumin sambil mulai membesarkan listriknya.
Gadis itu berkonsentrasi mengumpulkan partikel listrik di udara dan menjalin medan listriknya dengan listrik miliknya. Hingga perlahan lompatan listrik Sumin membesar di tangannya.
Cahaya ungu yang dihasilkannyapun semakin terang dan tajam. Membuat Sumin sendiri harus memicing silau.
"Lebih besar" pinta Park ssaem.
Sumin kembali mencoba membesarkan listriknya. Tapi sayang energi listrik itu tidak membesar lagi. Hanya sebesar bola basket di tangan Sumin.
Peluh mulai bermunculan di dahi yeoja itu. Tapi bola listriknya tidak lagi berkembang. Sepertinya hanya sampai disitu kekuatan Sumin.
"Oke cukup" ucap Park ssaem.
Sumin menghela nafas panjang. Bersamaan dengan itu, listriknya perlahan padam. "Aku tidak bisa membuatnya lebih besar lagi" katanya dengan tersenggal-senggal.
Namja Park itu mengangguk. "Ya. Sepertinya hanya sebatas itu kekuatan yang Jimin berikan padamu"
Kemudian namja vampir itu mulai mondar-mandir sambil berpikir. "Tapi itu cukup untuk memanggil petir"
Sumin mengangguk. "Aku sudah mencobanya pagi ini"
Park ssaem menoleh dengan mata terbelalak. "Benarkah? Lalu?"
"Aku memang bisa memanggil petir" jawab Sumin.
"Ikut aku" ujar beliau sambil mulai beranjak ke balik bangunan beton. Suminpun segera mengikuti.
Gadis itu mulai bertanya-tanya, kemana mereka akan pergi? Karena semakin lama tempat yang ia lewati semakin sepi. Hanya ada pohon-pohon lebat dan medan yang semakin menanjak.
"Ssaem" panggil Sumin memberanikan diri.
"Hm?" gumam namja yang berjalan di depannya itu tanpa menoleh.
"Kita akan pergi kemana?"
"Ke bukit. Elektrikon adalah kekuatan yang sangat berbahaya. Kita tidak bisa berlatih di dekat para vampir lain. Karena bisa saja mereka terkena petir yang kita panggil" jelas Park ssaem masih sambil berjalan.
Sumin pikir itu masuk akal. Karena yang dipanggilnya adalah sesuatu dari alam yang sulit dikendalikan. Apalagi bagi pemula seperti dirinya. Wajar saja jika para elektrikon harus mencari tempat tersendiri untuk berlatih. Mereka juga pasti tidak ingin vampir lain terkena petir nyasar.
"Bagaimana caramu mengumpulkan listrik tadi? Kau seperti melakukannya dengan alami" tanya Park ssaem sambil menoleh sekilas.
"Entahlah. Aku hanya berusaha mengumpulkan energi-energi listrik yang ada di udara kemudian memusatkannya agar terkumpul di tanganku" jawab Sumin dengan jujur. Ia memang melakukannya berdasarkan feeling saja.
"Itu bagus. Kau sudah memiliki dasarnya. Sayangnya hanya sebatas itu kekuatan yang kau miliki. Mungkin jika kau sudah menjadi vampir seutuhnya, kekuatanmu itu akan lebih berkembang" kata namja Park itu. "Oke selamat datang di arena latihan elektrikon"
Mereka sampai di sebuah lapangan luas di puncak bukit. Tanah disana sama sekali tidak rata. Terdapat lubang-lubang tanah terbakar yang pastilah itu hasil dari latihan para elektrikon lain. Juga ada banyak sekali beton persegi yang digambari lingkaran target ditengahnya.
"Nah, sekarang tunjukkan padaku petirmu, Sumin ah. Targetkan pada salah satu beton itu" perintah Park ssaem sambil berjalan mundur menjauhi Sumin, seperti menjaga jarak.
Suminpun mengangguk. Kemudian ia mulai melakukan apa yang telah ia lakukan pagi tadi. Gadis itu benar-benar memusatkan petirnya ke beton yang berada tepat lurus di depannya.
Duuuaaaaaarrrr!!!
Balok beton itu meledak setelah tersambar petir ungu milik Sumin. Bongkahan-bongkahannya terlempar kemana-mana.
Park ssaem langsung bertepuk tangan heboh sambil mendekati Sumin. Senyum bangga menghiasi wajah namja vampir itu. "Kurasa kekuatanmu cukup untuk memanggang seseorang yang kau benci"
Sumin menyeringai mendengarnya. "Itu kabar bagus, ssaem. Karena aku benar-benar ingin memanggang seseorang"
Park ssaem langsung menegang. "Kuharap seseorang itu bukanlah Jimin"
Sumin terkejut. "Bukan. Orang yang kumaksud adalah sahabatku. Gadis yang membunuh istri Seokjin oppa, dan seseorang yang telah sangat menyakitiku"
"Sebaiknya kau berkata jujur. Karena jika tidak, Jungkook pasti sudah membunuhmu beberapa hari yang lalu"
"Ssaem, aku benar-benar menyesal. Aku akan melakukan apapun agar Jimin hidup kembali. Aku sangat mencintainya. Aku menyesal pernah memiliki niatan untuk membunuhnya. Dia adalah satu-satunya orang yang mencintaiku dengan tulus. Tapi aku malah menyia-nyiakannya" gadis itu sudah berlinangan air mata. Dan rambutnya meretih karena teraliri listrik statis. "Mianhaeyo ssaem"
"Kau benar-benar menyesal?"
Sumin mengangguk. "Aku rela menjadi separuh vampir seumur hidup jika Jimin tidak mau memaafkanku. Asalkan dia hidup kembali"
"Lalu jika Jimin harus meminum semua darahmu agar bisa hidup kembali, apakah kau juga rela mati untuknya?"
"Ya" jawab Sumin dengan mantap. "Apapun untuk Jimin. Bahkan nyawaku"
TBC
Guys, ff ini ngebosenin ya? ????
With love, Astralian ????