Masih dengan taring tertancap di leher Junmyung, Jimin melirik ke ujung gang. Gadisnya sedang berlari ke arahnya sambil terus berteriak, "Hentikan Jimin!!"
Jiminpun mencabut taringnya. Bukan karena perkataan Sumin. Melainkan karena sesuatu yang berbeda pada diri kekasihnya itu. Jimin merasakan amarah besar Sumin yang tertuju tepat kepadanya.
"Apa yang kau lakukan?!!" Jerit Sumin saat melihat bekas gigitan Jimin di perpotongan leher Junmyung yang terus mengeluarkan darah. Melihat tubuh Junmyung yang bersandar lemas pada mobilnya sendiri, Sumin tahu bahwa 'suaminya' itu telah kehilangan banyak darah hingga membuatnya pingsan. "Kau bisa membunuhnya!"
Itu bukan pertanyaan. Bukan pula pernyataan. Tapi sebuah tuduhan menyakitkan. Faktanya, Jimin memang bisa membunuh Junmyung.
Pria vampir itu mengusap bibirnya dimana masih tersisa darah Junmyung disana. "Dia belum mati!" bentaknya.
"Kalau begitu ayo cepat bawa dia ke rumah sakit!" hardik Sumin yang sudah menekan bekas gigitan Jimin di leher Junmyung dengan sapu tangannya.
Jimin mengerjap. Merasa telah salah dengar. "Mwo?!"
"Kita harus menolongnya, Jim!" Sumin menatap Jimin dengan tatapan tajam. "Dia memang BELUM mati! Tapi dia AKAN mati jika dia tidak segera mendapatkan perawatan medis!"
Mendengar pekikan Sumin barusan, amarah Jimin bergolak. "Untuk apa kita menolongnya?!! Kau lupa apa yang telah dia perbuat pada kita?!" Teriak Jimin sambil menunjuk-nunjuk tubuh Junmyung. " Dia telah mengambil dirimu dariku! Dia telah menikahimu secara paksa! Dia telah-" Ingatan tentang kejadian di rumah Junmyung berkelebat dalam benaknya. "Aaaarrrrrggghhh!! Menyentuh tubuhmu!" Jimin mengacak rambutnya frustasi. "Jadi katakan padaku! Bagian mana dari dirinya yang pantas untuk diselamatkan?!"
"Apakah perbuatan buruk harus dibalas dengan keburukan juga, Jim? Terlepas dari perbuatan bejatnya kepadaku, aku tetap tidak akan membiarkannya mati" Jawab Sumin setenang mungkin. Meskipun sebenarnya, amarah tersirat jelas disetiap kata yang dia ucapkan.
Jimin semakin marah. "Kenapa?!" raungnya. "Kenapa kau ingin menolongnya?! Apa kau sudah mulai mencintainya, Sumin?!!" Jimin mendengus. "Kalau begitu dia semakin pantas untuk mati!!"
Plak!
Secepat kilat, tamparan Sumin melayang ke pipi Jimin. Membuat pria itu terkejut setengah mati dan langsung menatap Sumin dengan tatapan yang sulit diartikan.
Jimin seperti merasakan de javu. Tamparan Sumin.
Amarahnya.
Wajah datarnya.
Tatapan tajamnya.
Situasinya sama dengan saat mereka pertama kali bertemu. Pertemuan pertama dan juga pertengkaran pertama mereka yang disebabkan oleh sebuah surat ancaman tanpa pengirim. Hingga membuat mereka menjalin hubungan cinta selama setengah tahun ini. Dan kali ini, dengan situasi yang sama, meskipun dengan penyebab yang berbeda, mereka kembali bertengkar.
Apakah hubungan mereka akan berakhir kali ini?
"Memangnya siapa yang memberimu hak untuk menentukan kematian seseorang?! Kau tidak berhak, Jimin! Tidak sama sekali!!" Sembur Sumin dengan amarah yang meledak-ledak. "Dan aku tidak pernah sedikitpun memiliki perasaan pada Junmyung! Jangan menganggap belas kasihku padanya sebagai rasa cinta! Karena aku hanya kasihan! Aku tidak bisa melihat seseorang yang mati di depan mataku lagi, hanya karena aku yang tidak bisa menolongnya! Jadi, jika kau tidak mau menolongnya, biar aku yang membawanya sendiri ke rumah sakit!!" Sumin segera berbalik dan langsung terkejut melihat Junmyung yang sudah terbaring di aspal dan Jungkook yang berjongkok di sampingnya. "Jungkook? Sejak kapan kau disitu?" Sumin ikut berlutut.
"Satu menit yang lalu" Jawab Jungkook yang masih fokus pada leher Junmyung. "Pendarahannya sudah berhenti. Dan bekas gigitan Jimin hyung juga sudah menutup" lapornya sambil menatap Jimin dan Sumin bergantian.
"Kalau begitu bisakah kau tolong aku untuk membawanya ke rumah sakit, Kookie?" tanya Sumin dengan tatapan memohon.
"Baiklah" Jawab Jungkook sambil mengangguk. Kemudian pria bergigi kelinci itu mulai merogoh saku-saku namja Lee itu untuk mencari kunci mobil.
"Pergilah bersama Inha saja" saran Jimin tiba-tiba.
Sumin dan Jungkook langsung menatapnya. Isyarat agar Jimin menjelaskan maksudnya.
"Aku ingin kau menghapus ingatan Junmyung tentang kami" jelas Jimin yang membuat Jungkook mengangguk paham. Sedangkan Sumin langsung terbelalak kaget.
Gadis itu segera menatap Jungkook dengan takjub. Dia tidak menyangka bahwa Jungkook bisa melakukan hal seperti itu. Sumin mengira bahwa keistimewaan bangsa vampir hanyalah dapat berteleportasi saja. Tapi ternyata ada kekuatan yang seperti ini juga!
Bisa berteleportasi saja sudah keren, apalagi bisa menghilangkan ingatan!
Itu berkali-kali lipat lebih keren!
"Terutama ingatannya tentang Sumin. Maka dari itu Sumin, kau tidak boleh ikut pergi ke sana!" Jimin masih menjelaskan maksudnya.
Ucapan Jimin itu membuat Sumin memutar kepala untuk menatapnya lagi. Sumin sudah membuka mulutnya untuk protes, tapi urung karena Jimin kembali menjelaskan.
"Ini akan gagal jika Junmyung melihatmu setelah Jungkook menghapus ingatannya. Setidaknya dia tidak boleh melihatmu selama sehari penuh"
Jungkook mengangguk, menyetujui penjelasan Jimin. "Aku masih pemula, noona. Kemampuanku tidak sekuat itu. Jadi, aku membutuhkan waktu paling cepat 5 jam agar pengaruhnya bekerja maksimal"
Suminpun mengangguk. "Aku mengerti"
Sebenarnya bukan hanya itu alasan Jimin melarang Sumin untuk ikut. Dia hanya tidak tahan membayangkan Sumin yang terus memberikan perhatiannya pada si laki-laki sinting itu.
???? Black Roses ????
Mobil Junmyung melaju meninggalkan Jimin dan Sumin berdua di gang gelap itu.
"Sumin" Jimin memulai. "Aku sungguh minta maaf telah meneriakimu tadi. Aku hanya.... tidak habis pikir. Bagaimana bisa kau menolong orang yang telah melakukan hal buruk kepadamu. Kupikir kau akan membencinya" Ucap Jimin yang menatap Sumin di sampingnya.
Tapi Sumin tidak balas menatap Jimin. Gadis itu masih saja menatap ke ujung gang. Padahal mobil Junmyung sudah tidak terlihat lagi. "Aku juga tidak mengerti, Jimin. Bagaimana bisa kau ingin membunuhnya?!" Suara Sumin semakin meninggi. "Sesalah apapun perbuatannya, kau tidak berhak untuk menghakiminya!! Apalagi membunuhnya!!" Tangan Sumin terkepal karena amarah.
Jimin menggapai tangan Sumin. "Sumin, kenapa kau-" Jimin terhenti karena Sumin langsung berjengit dan menjauh darinya.
Gadis itu menatap jijik tangan Jimin yang terulur padanya, seolah tangan pacarnya itu adalah sarang penyakit yang bisa membuatnya tertular. "Jangan sentuh aku!" lirihnya sambil melirik takut pada Jimin.
Deg!
Jimin merasa seolah hatinya telah disiram dengan air yang sangat dingin hingga sanggup mengubahnya menjadi hati kristal beku.
"Suatu saat nanti kau pasti akan membunuhku" bisik Sumin lebih kepada diri sendiri.
Tapi tentu saja Jimin bisa mendengarnya. Namja Park itu melangkah mendekati kekasihnya. "Sumin, aku tidak mungkin-" perkataan Jimin terhenti, begitu pula langkahnya.
Karena Sumin malah melangkah mundur. "Jangan mendekat!" pekiknya sambil terus melangkah mundur. "Ternyata aku telah salah menilaimu, Jim. Kupikir kau masih memiliki hati. Tapi ternyata tidak. Kau hanyalah seorang monster penghisap darah."
Deg!
Hati Jimin yang telah menjadi kristal beku, kini seperti dihempaskan pada aspal, kemudian diinjak oleh milyaran kaki orang. Hancur!
Sangat amat hancur!
Saat Sumin mulai berlari pergi, Jimin masih terlalu syok untuk mencegahnya. Kata-kata Sumin masih terngiang jelas ditelinganya. Berulang-ulang, seperti sebuah kaset yang rusak. Otak Jimin terasa kosong. Inilah yang ia takutkan dulu. Bahwa Sumin akan ketakutan padanya, kemudian meninggalkannya.
Dan lihatlah sekarang.
Hal yang sangat ia takutkan dulu, benar-benar terjadi.
Tiba-tiba Jimin didera rasa lelah. Lelah secara fisik, setelah perkelahiannya dengan Junmyung tadi. Lelah secara mental, karena pertengkarannya dengan Sumin. dan yang paling parah adalah lelah secara perasaan.
Jimin memejamkan matanya. Dan sekejap kemudian, dia telah terbaring di atas ranjangnya.
???? Black Roses ????
Jimin terbangun ketika ia mendengar suara pintu kamarnya diketuk. Sejak semalam, yang Jimin lakukan hanyalah meringkuk dibalik selimutnya hingga jatuh tertidur. Pria itu menyingkap selimutnya. Kemudian melirik jam alarmnya diatas nakas. Pukul 4 sore.
Suara ketukan pintu kembali terdengar. Alis Jimin bertaut. Jungkook tidak mungkin mengetuk pintu kamarnya. Dia pasti akan langsung masuk ke kamarnya tanpa mengatakan permisi sekalipun. "Masuk" ucap Jimin sedikit keras.
Mata Jimin terasa ingin lepas saat melihat kepala Sumin yang melongok di sela pintu kamarnya. Saat pandangan keduanya bertemu, gadis cantik itu menampilkan senyum terbaiknya. "Apa aku mengganggumu, oppa?"
"Eh? Tidak. Ma-masuklah" Jawab Jimin tergagap. Dia terlalu senang! Jika Sumin telah melemparkan senyumnya, itu berarti gadis itu tidak lagi marah. Jimin tahu itu!
Jimin turun dari ranjangnya. Tapi Sumin memegangi bahunya. "Berbaringlah, oppa. Luka-lukamu masih belum sembuh" sarannya dengan senyum di wajahnya.
"Benarkah?" tanya Jimin yang kembali berbaring dengan punggung bersandar di kepala ranjang.
"Masih ada bekas lebam di wajahmu, oppa" jawab Sumin sambil menyeret sebuah kursi ke dekat ranjang. "Kau pasti belum makan bunga mawar hitam" lanjutnya saat duduk di kursi. "Jadi aku telah membawakannya untukmu" Gadis itu tersenyum sambil menunjukkan sebuket mawar hitam.
Jiminpun tersenyum senang atas perhatian kekasihnya itu. "Gomawo, chagiya"
Sumin balas tersenyum sambil memberikan setangkai mawar hitam dari buket yang dibawanya. Kemudian tiba-tiba gadis berambut panjang itu menunduk. "Aku.... sungguh minta maaf atas apa yang telah terjadi semalam oppa"
"Tidak, Sumin. itu salahku. Harusnya aku mendengarmu"
Masih menatap tangan di pangkuannya, Sumin menggeleng. "Perkataanku pasti telah menyakitimu, oppa. Aku benar-benar minta maaf"
"Lupakan, Sumin! Tidak apa-apa"
Sumin mendongak. Dan saat melihat senyum tulus Jimin, gadis itu yakin bahwa Jimin telah memaafkannya. "Gomawo" Sumin mencondongkan tubuhnya dan mengecup bibir Jimin.
Saat Sumin kembali duduk, Jimin menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan senyum lebarnya karena senang. Sumin yang mengetahui hal itu, langsung tertawa kecil. "Tersenyumlah sebelum kau tidak bisa tersenyum lagi oppa"
Jiminpun langsung menyengir bodoh sambil menatap setangkai mawar hitam di tangannya. Jimin mengangkat bunga kematian itu sambil menatap Sumin. "Boleh kumakan sekarang?"
"Oh, ya! Makanlah oppa"
Jimin mengangguk sambil mencabut salah satu kelopak bunga tersebut dan memakannya.
"Kau tahu oppa, aku bertemu dengan Taehyung saat melewati restoran tadi" Sumin mulai bercerita. Dan Jimin yang sedang mengunyah, hanya bisa mengangguk untuk menanggapi. "Dia melihat mawar hitam yang kubawa dan bertanya, siapa yag meninggal. Awalnya aku bingung harus menjawab apa. Karena aku ingat kau melarangku untuk memeberitahunya tentang identitasmu. Jadi, aku hanya menjawab bahwa tidak ada yang meninggal. Tapi pasti sebentar lagi akan ada yang meninggal"
Tepat saat itu, Jimin tersedak. Dia terlihat sangat kesakitan hingga pria itu memegang lehernya.
Sumin langsung terlonjak panik. "Oppa, apa kau baik-baik saja?" Kecemasan tersirat dalam suaranya. Kemudian gadis itu bangkit. "Aku akan mengambilkanmu air- oh bukan! Darah!" katanya sambil mulai beranjak pergi.
Tapi Jimin memegangi lengan gadis itu. "K-kenapa" pria itu berusaha berbicara dengan susah payah. "Kau- uhuk! Mera- uhuk uhuk! Cuniku?"
Sumin kembali duduk. Dia melapas cengkraman Jimin di lengannya dengan halus. Kemudian gadis separuh vampir itu tersenyum. Tapi senyum itu tidak mencapai matanya. Karena matanya hanya memancarkan campuran kesedihan, kekecewaan, dan amarah. "Setiap orang bisa mengkhianati siapapun" ucapnya.
Jimin terbelalak. Dia kembali terbatuk hebat. Kemudian terdengar suara tercekik dari si pria vampir itu. Cahaya kehidupanpun telah pergi meninggalkannya.
Sumin yang masih menampilkan senyum palsunya, langsung mendengus. "Sebelum kau membunuhku dengan taringmu, aku telah membunuhmu dengan tanganku terlebih dahulu" katanya sambil mengusap pergelangan tangan bagian dalamnya yang tertutup beberapa plester luka.
TBC
Hayoloh Sumin kenapa tuh? ????
Jadi, apakah kalian masih berfikir bahwa ff ini akan berakhir bahagia? ????
With love, Astralian ????