Read More >>"> Renafkar (Hujan Kita) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Renafkar
MENU
About Us  

Tetes demi tetes air mulai berjatuhan

Namun bukan air yang turun dari langit

Melainkan air yang turun dari mata

Tak tahu kenapa air mata ku turun begitu saja

Mungkinkah hatiku terluka?

               Langit sore yang berwarna jingga kegelapan dengan hembusan angin yang sangat kencang, membuat ranting-ranting terputus dari pohonnya. Debu pun semakin lama semakin banyak, dan selalu masuk ventilasi rumah. Ya, begitulah cuaca di sekitar rumah Rena saat ini. Rena hanya dapat melihat keadaan luar melalui jendela kamarnya. Ia tidak berani keluar rumah, karena ia takut bila ada ranting besar yang jatuh dan mengenai kepalanya. Selain itu, ia juga tidak ingin masuk angin dan tidak masuk ke sekolah esoknya.

               “Ren?” panggil seseorang dari belakang Rena.

               “Eh, Kak. Ada apa?” berbalik ke belakang.

               “Nih, coklat panas kakak buatin, soalnya udaranya dingin banget disini.” sambil memberikan secangkir coklat panas kepada Rena.

               “Makasih, Kak,” dengan menyeruput sedikit demi sedikit.

               “Oh ya nanti malam, jangan lupa kalo mau tidur sikat gigi dulu, minum air putih, habis itu baca do’a sebelum tidur. Dan malam ini udaranya bakal lebih dingin lagi, jadi tidurnya harus pake jaket sama kaus kaki, biar lebih anget, kan kalo cuma pake selimut doang masih kedinginan,” ucap Dony panjang lebar.

               Beruntung banget ya, Rena punya kakak seperti Kak Dony? Kakaknya udah keren, ganteng, baik, perhatian juga sama adeknya. Dan sepertinya Kak Dony sayang banget sama Rena, dan nggak mau kehilangan Rena, makanya dia harus menjaga adik satu-satunya itu dengan sangat baik.

               “Siap, Kak!!” teriak Rena dengan sigap.

               “Ya udah, kakak keluar dulu. Jangan lupa mandi! Bau tuh,” ejek Dony.

               “Rena udah mandi tau!!” kesal Rena.

               Dony tertawa puas di depan Rena yang masih sangat kesal dengan ucapannya tadi.

               Rena kembali memandangi suasana di luar jendela, dengan menyeruput coklat panas yang dibuat kakaknya. Tiba-tiba, di balik renungan Rena yang hanya memandangi keadaan luar rumah, ia teringat dengan Afkar. Ia kembali mengingat memory yang sudah ia lalui bersama Afkar, meskipun itu hanya sekejap. Ia mengingat kapan pertama kalinya, ia bertemu dengan Afkar sampai masalah-masalahnya yang selalu bersamaan dengan munculnya Afkar.

                Namun, karena terlalu kepikiran dengan kejadian-kejadiannya dengan Afkar, petir pun menyambar dan mengejutkan Rena dengan suara kerasnya secara mendadak, diiringi dengan rintikan hujan yang perlahan masuk ke kamar Rena melalui jendela yang sedikit terbuka. Kemudian, Rena cepat-cepat meletakkan coklat panasnya ke meja, dan menutup jendelanya rapat-rapat agar air hujan tidak membanjiri kamarnya. Dan, ia langsung berbaring di kasur dan beristirahat sampai pagi memanggilnya.

***

               “Serius lo? Ini beneran Rena?” Afkar terkejut setelah melihat sebuah foto di laptop temannya.

               “Ya iyalah, siapa lagi? Gue udah tahu kalo Rena pake gaun putih waktu itu, soalnya pas dia turun dari mobil sama temennya, dia belom pake topeng.” jelasnya.

               “Dan asal lo tahu ya, di antara semua tamu undangan di pesta waktu itu, nggak ada yang pake dress code putih selain lo dan Rena.” jelas Igo teman satu kelas Afkar.

               Sejak malam kemarin hingga sore hari ini, Igo Oditama, teman sekelas Afkar memutuskan untuk menginap di rumah Afkar sampai besok siang, karena dia bosan di rumah kost sendirian. Dan sekarang di kamar Afkar, dia sedang bermain playstation sendirian di bawah kasur, sedangkan Afkar duduk di atas kasur sambil menatap laptop dengan slide foto yang berganti-ganti.

               “Berarti saat pesta itu gue dansa sama dia? Pantesan aja gue ngerasa kalo gue pernah ketemu pasangan gue itu, eh ternyata,” sambil meraih secangkir kopi dan meminumnya.

               “Emang lo kapan pernah ketemu sama Rena? Kenal aja juga belom kan?” tanya Igo meletakkan cangkirnya yang sudah kosong ke lantai.

               “Sebenernya gue udah kenal dia dari awal masuk SMA, cuma baru muncul sekarang aja perasaannya,” Afkar tersenyum malu.

               “Uhuk, uhuk,” Igo tersedak snack yang dia beli sendiri setelah mendengar ucapan Afkar. Afkar yang mengetahui temannya tersedak itu, hanya melirik bingung.

               “Apa lo bilang? Perasaan? Sejak kapan lo pendam perasaan sama cewek kayak Rena?” bingung Igo.

               “Nggak tahu juga ya, kenapa gue bisa langsung suka gitu sama Rena. Mungkin karena dia baik, pinter atau...” Afkar tidak melanjutkan penjelasannnya.

               “Atau cantik?” goda Igo.

               Afkar menoleh ke arah Igo yang menaikkan alisnya berulang kali dan tersenyum. Afkar hanya tersenyum dan kemudian sedikit terkekeh.

               “Ya kalo gue lihat dia cantik kok, sebelas duabelaslah sama Raisa,” ucap Afkar menahan tawa.

               “Asek, ciyee ada yang lagi jatuh cinta nih. Awas kalo perasaan lo pendam terus, lama-lama bakal pudar.” ingat Igo.

               “Nggak akan pudar dijamin deh. Paling besok dia bakal jujur,” santai Afkar.

               “Mikir ketinggian lo,” Igo melempari Afkar dengan bantal.

               Mereka kemudian diam satu sama lain. Dan selanjutnya diawali kembali dengan penjelasan Igo.

               “Kar!” panggil Igo.

               “Hm?” jawab Afkar yang masih sibuk melihat foto-foto di laptop Igo.

               “Kalo misalnya lo pacaran sama Rena, lo jangan pernah buat dia sakit hati ya? Soalnya sejak SD dia belum pernah pacaran, dan dia juga nggak tahu apa-apa soal pacaran. Dia itu masih polos, polooss banget,” jelas Igo yang masih sibuk dengan gamenya.

               “Kok lo tahu dia belum pacaran sama sekali?” bingung Afkar.

               “Gue kan udah sembilan tahun satu kelas sama Rena, ya jelas gue tahu lah. Dia itu udah gue anggap kayak sahabat gue sendiri, jadi gue tahu sifat-sifatnya,” ucap Igo yang membuat Afkar kaget.

               “Kok lo nggak bilang, kalo lo temennya Rena? Tahu gitu gue nggak blak-blakan tadi,” kaget Afkar.

               “Santai aja kali, nggak akan gue bilangin ke Rena. Kan lo juga temen gue, masa gue harus mengkhianati temen gue sendiri kan nggak mungkin,” Igo menoleh ke arah Afkar.

               “Awas ya kalo sampe lo bilang ke Rena, siap-siap gue tabok tuh muka lo!!” kesal Afkar.

               “Iye iye,”

               “Ya udah gue mau keluar cari makan, laper gue.” Afkar sambil menutup laptop dan bangkit dari kasurnya.

               “Eh gue ikut dong, gue juga laper tahu. Woy Kar!! Gue ikut!!!” rengek Igo mengejar Afkar yang sudah keluar dari kamar.

***

               Keesokan harinya, Afkar memutuskan untuk membawa sepeda ke sekolah. Motor yang biasa dia bawa ke sekolah rusak karena ulah Igo kemarin yang menaikinya secara ugal-ugalan dan masih belum diperbaiki.

               Afkar keluar dari garasi dengan sepedanya, sementara Igo masih memakai sepatunya. Afkar menaiki sepedanya dan berhenti sejenak untuk memandang keadaan jalan. Tiba-tiba Igo ikut naik ke sepeda Afkar bagian belakang dengan berdiri.

               “Eh eh, lo ngapain naik? Turun nggak?!!” paksa Afkar.

               “Gue mau ke sekolah lah,” jawab Igo.

               “Iya tapi nggak usah naik sepeda gue, cari angkot dong!” perintah Afkar.

               “Jadi gue nggak boleh nebeng sama lo? Jahat banget sih,” Igo sedih.

               “Nggak usah alay lo! Motor gue kan lo yang rusakin, dan kalo gue bonceng lo pake sepeda ini nggak kuat gue. Bobot lo kan berat banget, makanya lo cari transportasi lain sana,” Afkar pergi meninggalkan Igo.

               Igo hanya diam dan menatap temannya itu pergi meninggalkannya sendiri di depan rumah. Namun, Igo malah tersenyum dan mengeluarkan handphonenya.

               “Order ojek online aja kali, Kar. Nggak usah repot-repot segala. Tinggal pesen, tunggu, udah nyampe,” Igo ngomong sendiri dengan tawa aneh.

               Sesampainya di sekolah, Afkar memakirkan sepedanya di parkiran khusus sepeda. Kemudian, dia berjalan menuju kelasnya, dan mendapati Tia yang berdiri di depan kelasnya menoleh ke arahnya.

               “Ngapain lo disini?” ketus Afkar menghampiri Tia.

               “Ehm, gue sebenernya mau bilangin lo sesuatu, tapi kayaknya lo nggak suka dengan kehadiran gue ya?” Tia menatap Afkar dengan tersenyum sinis.

               Afkar hanya memalingkan wajahnya ke arah lain dengn ekspresi tidak suka.

               “Oke kalo gitu lebih baik gue pergi aja dari sini. Dan sesuatu yang mau gue bilangin tadi, lo tunggu aja ya nanti di kantin,” dengan tersenyum alay dan pergi meninggalkan Afkar.

               Afkar yang melihat hal itu, hanya melirik bingung dan kembali melanjutkan berjalan masuk kelas.

               “WOY BRO!!” teriak Igo.

               “Loh, kok lo udah nyampe? Cepet banget,” bingung Afkar.

               “Ya iyalah, gue kan order ojek online makanya cepet. Lo sih cari ribet, pake sepeda segala bikin capek, mending kayak gue.” sombong Igo.

               “Bersepeda itu olahraga yang menyehatkan dan ramah lingkungan, daripada lo nggak pernah olahraga, kemana-mana pakai angkutan umum, makanya buncit tuh perut,” Afkar menepuk perut Igo yang agak buncit dan meninggalkannya sendiri.

               “Sialan lo!” balas Igo.

***

               Di kantin Rena dan Anta sedang duduk dan menyantap bakso yang mereka pesan.

               “Ren, gue beli minuman dulu ya, seret nih tenggorokan gue,” rengek Anta mengelus lehernya.

               “Kalo lo mau beli, ya beli aja nggak usah ijin gue.” kata Rena.

               Kemudian, Anta berdiri dari kursinya dan berjalan menuju toko yang menyediakan minuman dingin. Sementara, Rena masih melanjutkan menyantap makanannya.

               Tiba-tiba seseorang mendobrak meja yang di tempati Rena dan menyapanya.

               “Haloo Renaa,” sapa Tia tersenyum.

               Rena hanya menunduk dan tidak bersuara. Melihat hal itu Tia marah dan meneriaki Rena.

               “WOY!! Kalo ada orang yang nyapa di bales kek, atau disenyumin kek, ini lo malah diem aja. Lo nggak tuli kan?” teriak Tia dan mendobrak meja.

               Rena tetap diam sambil mengaduk-aduk kuah baksonya.

               Dengan marahnya Tia langsung mengambil botol saus yang ada di depan Rena, membuka tutupnya, dan menuangkan isinya di atas rambut Rena.

               “Nihh rasain lo, emang enak!!” teriak Tia senang.

               “Gila ya lo! Mau lo apa sih?” teriak Rena marah.

               Seketika suasana di kantin berubah panik dan histeris. Anta yang masih memilih minuman yang akan ia beli, dengan cepat langsung menghampiri Rena dan membentak Tia.

               “Lo itu apa-apaan sih, kenapa lo tuang saus ini ke rambut Rena? Ha? Kenapa? Dan apa tujuan lo datang kesini dan buat Rena jadi kayak gini?” bentak Anta dengan menunjuk Tia.

               “Simple aja lah ya, gue kesini cuma pengen ngumumin satu hal penting buat lo semua tentang hubungan Afkar dan Rena,” santai Tia.

               Mendengar hal itu mata Anta dan Rena terbelalak. Mereka berdua saling menatap bingung dan kaget. Dan pada saat itu juga, Afkar sudah berada disana dengan posisi melipat tangannya di depan dada dan ekspresi yang agak kesal.

               “Lo mau ngumumin apaan? Kalo nggak penting mending lo pergi deh, nggak usah cari masalah,” kata Afkar.

               “Oh justu ini penting banget dong, Kar. Soalnya apa? Karena lo cowok paling dingin, paling keren, dan paling diidolain banyak cewek di sekolah ini, jadi kalo lo pendam perasaan sama cewek harusnya lo umumin dong.” jelas alay Tia.

               Ekspresi Afkar langsung berubah kaget, dia bingung kenapa Tia bisa tahu bahwa dia memendam perasaan cintanya terhadap seorang cewek.

               “Jadi guys, gue nggak mau buang-buang waktu ya disini, soalnya disini tuh hawa-hawa panas udah mulai keluar. Dan gue mau cepet-cepet pergi dari sini setelah ngumumin apa yang gue dapet kemaren,” melirik Afkar yang masih menunggu apa yang akan diumumkan oleh musuhnya itu.

               “Herdino Ruzyafkar Pratama, cowok yang paling pinter di kelasnya, cowok yang paling disukai banyak cewek di sekolah, ternyata menyukai seorang Dyrena Aliska Syaufa cewek yang polos, sekaligus baperan. Dan Afkar udah pendam lama banget sebelum akhirnya gue bongkar hari ini. Dan mungkin aja mereka berdua sama-sama mencintai dalam diam, aduh... sakit ya rasanya,” Tia menjelaskan semua yang ia dengar semalam di balik jendela kamar Afkar dengan mengelilingi tubuh Afkar yang masih berdiri.

                Tia tahu semua itu karena rumahnya sangat dekat jaraknya dengan rumah Afkar, jadi ia bisa kapan saja mengintai Afkar untuk dijadikan bahan gosipnya.

               Wajah-wajah para cewek di kantin pun berubah marah dan judes menatap Rena yang perlahan mengeluarkan air mata. Afkar menatap sedih ke arah Rena sangat lama, hingga akhirnya teriakan Tia memudarkan tatapannya.

               “Afkar! Sekarang lo jelasin, apa yang gue bilang tadi bener seratus persen?” penasaran Tia.

               Namun, tiba-tiba kalimat yang diucapkan Afkar membuat hati Rena terluka. Secara tiba-tiba Afkar bilang...

               “Nggak. Lo salah, gue nggak suka sama Rena, lo tau kan? Gue nggak suka sama cewek yang manja, sok polos, cengeng, nggak bisa bersikap dewasa, dan genit sama cowok.” Afkar mengakhiri perkataannya dengan kalimat yang sama sekali tidak pernah Rena lakukan selama ini serta ekspresi yang terpaksa.

               Mata Tia terbelalak, dan menengok ke arah Rena. Rena yang sudah meneteskan air mata, dengan sigap berdiri dan mengucapkan sesuatu secara emosi.

               “Gue juga nggak suka sama Afkar. Dan kata-kata lo, Kar, gue nggak bisa terima. Sekali pun gue nggak pernah genit sama cowok, dan asal lo tahu, gue nggak suka sama cowok yang suka pegang tangan cewek sembarang, sok kasih perhatian, dan tidak menghargai cewek sama sekali. Lo inget itu.” setelah mengucapkan kalimat itu, Rena masih berdiri dan menatap Afkar dengan menangis.

               “Ren, lo nggak serius kan?” panggil Anta.

               Bukannya menjawab pertanyaan Anta, Rena memutuskan untuk pergi meninggalkan kantin dan menuju kamar mandi. Anta segera mengikutinya, karena Rena menuju kamar mandi dengan berlari. Di sisi lain Afkar yang masih berdiri tegap seketika menunduk dan tangannya mengepal kuat. Tiba-tiba Igo datang memecahkan suasana tegang itu.

               “Eh, ini ada apaan? Tia lo buat masalah apa lagi sih?” tanya Igo kepada Tia.

               “Tau, lo tanya aja tuh sama Afkar.” Tia yang tak merasa berdosa itupun langsung pergi meninggalkan kantin yang masih penuh segerombolan orang.

               “Dan lo semua, bubar sana, bubar!!! Nggak ada faedahnya lo semua disini. Udah sana bubar!!” usir Igo kepada semua orang yang bergerombol di sana.

               Afkar yang masih berdiri di tengah-tengah kantin, akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan kantin, dan menuju ke kelasnya. Igo yang mengetahui hal itu langsung memanggil dan mengikuti Afkar.

               “Eh, Kar!! Lo mau kemana? Tungguin gue dong!” teriak Igo.

               Di kelas Afkar mendobrak pintu dan memukul tembok berulang kali. Wajah Afkar terlihat mengeluarkan air mata sedikit demi sedikit. Untung saja keadaan kelas masih kosong, jadi Afkar tidak ketahuan sedang sedih.

               “Kar, udahlah, lo nggak perlu kayak gini.” Igo berusaha menenangkan.

               Afkar menundukkan kepalanya dan menangis dengan tangan yang masih mengepal di tembok.

               “Gue nyesel, Go!! Gue nyesel!! Gue udah buat hati Rena sakit! Gue nggak jujur sama perasaan gue sendiri!” teriak Afkar.

               “Ya udahlah... itu kan juga salah lo sendiri, kenapa lo jelek-jelekin Rena di depan banyak orang. Harusnya lo sekalian nembak tadi, Kar.” saran Igo.

               “Gue terpaksa bilang kayak gitu karena gue nggak mau perasaan gue terbongkar gara-gara Tia!!” jelas Afkar.

               “Tapi buktinya, Rena juga nggak suka kan sama lo? Terus buat apa lo pendam perasaan sama cewek yang nggak suka sama lo?” tanya Igo.       

               “Gue yakin Rena nggak ngomong serius tadi. Gue yakin banget kalo Rena juga menyesali apa yang udah dia omongin tadi.” tegas Afkar dengan mengusap air matanya.

               “Kenapa lo bisa yakin kayak gitu? Udah jelas-jelas Rena ngomong sendiri tadi,” heran Igo.

               “Karena, Anta pernah cerita ke gue, kalo Rena menyukai seorang cowok yang tampil pas pentas seni dulu. Cowok itu pake jaket biru dan bawa gitar, dan gue yakin banget kalo itu gue sendiri. Cerita Anta nggak mungkin salah, dia kan sahabat Rena,” yakin Afkar.

               “Anta cerita blak-blakan kayak gitu ke lo? Emang dia siapa lo?” Igo kepo.

               “Temen satu organisasi gue!” bentak Afkar.

               “Ooh. Terus sekarang apa rencana lo buat dapetin Rena? Lo nunggu dia minta maaf?” tanya Igo.

               “Nggak! Gue yang bakal minta maaf duluan,” yakin Afkar.

               “Kenapa lo nggak sekalian nembak aja? Minta maaf sekalian nyatain perasaan lo, gimana?” tawar Igo.

               “Entahlah, gue pikir nanti aja, pokoknya gue harus minta maaf duluan,” kemudian Afkar keluar dari kelas dan menuju ke wastafle untuk membasuh muka. Igo hanya menatap bingung tingkah laku Afkar hari ini.

***

            Sementara itu di kamar mandi wanita, Rena masih menangis dan Anta masih di sebelahnya.

               “Udah Ren, nggak usah dimasukin ke hati. Afkar orangnya emang kayak gitu, jadi lo maklumin aja,” Anta berusaha menenangkan.

               “Gue nggak nyangka Afkar bakal ngomong kayak gitu di depan gue. Lo tahu kan perasaan gue sakitnya kayak gimana?” bentak Rena karena kesal.

               “Iya gue tahu, Ren, tapi lo nggak seharusnya nangis terus kayak gini. Lo itu harus bisa jadi cewek yang tegas, jangan perlihatin kekurangan lo ke semua orang, ntar masalah lo tambah numpuk.” saran Anta.

               “Tapi gue kecewa sama Afkar, Ta!!” teriaknya lagi.

               “Iya gue tahu, Ren. Gue tahu. Udahlah cowok kayak gitu nggak usah lo pikirin terus, lo harus bisa move on dari dia.” saran Anta.

               “Nggak semudah itu lupain dia, Ta. Gue udah terlanjur suka.” Rena to the point.

               “Apa? Lo suka Afkar? Terus kenapa lo tadi bilang kalo lo nggak suka?” kejut Anta.

               “Gue nggak mau perasaan gue terbongkar ke semua orang. Gue nggak mau kalo perasaan gue jadi pudar,” Rena menangis lagi di depan Anta.

               Anta kemudian memeluknya dengan erat, dan membiarkan Rena menangis dalam dekapannya.

               “Gue akan bantu lo, Ren, supaya Afkar peka dengan perasaan lo. Lo nggak suah takut, gue selalu bersama lo,” sambil mengusap-usap punggung Rena.

***

               Pukul 15.45, bel pulang sekolah pun sudah berbunyi. Anta memasukkan buku-buku pelajarannya dengan cepat dan segera melangkah keluar. Sebelum ia keluar, Anta memberitahu Rena terlebih dahulu.

               “Ren, gue duluan ya, ada urusan penting yang harus gue selesaikan,” katanya.

               “Emang lo mau kemana? Penting banget kayaknya?” heran Rena.

               “Pokoknya ada urusan lah. Gue duluan ya, Daaaa,” Anta melangkah sambil melambaikan tangannya ke arah Rena.

               Rena hanya menanggapinya dengan tersenyum dan melanjutkan kemas-kemasnya. Kemudian, ia melangkah keluar kelas dan menuruni tangga dengan perlahan.

               Sementara itu di kantin, Anta menemui Igo, teman Afkar untuk merencanakan sesuatu. Mereka sudah janjian saat masih jam pelajarana berlangsung tadi siang.

               “Igo!” teriaknya.

               “Eh, Ta. Kesini aja,” suruh Igo.

               Anta duduk di bangku yang berada di depan Igo.

               “Gue pengen Afkar minta maaf sama Rena!” kesal Anta.

               “Wuss, santai dulu dong, bicaranya pelan-pelan nggak usah ngegas,” Igo mencoba menenangkan Anta.

               “Abisnya gue kesel sama tuh cowok, nyeselin banget tahu nggak? Nggak ngerti apa perasaan cewek yang dia sakitin?” kebutnya.

               “Oke gini, Afkar udah bilang blak-blakkan ke gue, kalo dia tadi nggak serius ngomongnya. Dan gue sama dia udah buat rencana untuk minta maaf ke Rena,” jelas Igo.

               “Gimana caranya? Kasih tahu gue dong, mungkin gue bisa bantu apa gitu buat sahabat gue,” rengek Anta.

               Kemudian, Igo membisikkan rencananya dengan Afkar ke telinga Anta, dilanjutkan oleh ekspresi Anta yang tersenyum senang.

               “Gimana?” tanya Igo.

               “Oke, gue setuju!” teriak Anta.

***

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    rena dan afkar menjadi renafkar, hehe... nice hit. keep writing. udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu

    Comment on chapter Kata Pengantar
Similar Tags
Move On
208      174     0     
Romance
"Buat aku jatuh cinta padamu, dan lupain dia" Ucap Reina menantang yang di balas oleh seringai senang oleh Eza. "Oke, kalau kamu udah terperangkap. Kamu harus jadi milikku" Sebuah awal cerita tentang Reina yang ingin melupakan kisah masa lalu nya serta Eza yang dari dulu berjuang mendapat hati dari pujaannya itu.
Nobody is perfect
12140      2174     7     
Romance
Pada suatu hari Seekor kelinci berlari pergi ingin mencari Pangerannya. Ia tersesat, sampai akhirnya ditolong Si Rubah. Si Rubah menerima si kelinci tinggal di rumahnya dan penghuni lainnya. Si Monyet yang begitu ramah dan perhatiaan dengan si Kelinci. Lalu Si Singa yang perfeksionis, mengatur semua penghuni rumah termasuk penghuni baru, Si Kelinci. Si Rubah yang tidak bisa di tebak jalan pikira...
November Night
335      234     3     
Fantasy
Aku ingin hidup seperti manusia biasa. Aku sudah berjuang sampai di titik ini. Aku bahkan menjauh darimu, dan semua yang kusayangi, hanya demi mencapai impianku yang sangat tidak mungkin ini. Tapi, mengapa? Sepertinya tuhan tidak mengijinkanku untuk hidup seperti ini.
Story Of Me
3192      1148     6     
Humor
Sebut saja saya mawar .... Tidaak! yang terpenting dalam hidup adalah hidup itu sendiri, dan yang terpenting dari "Story Of me" adalah saya tentunya. akankah saya mampu menemukan sebuah hal yang saya sukai? atau mendapat pekerjaan baru? atau malah tidak? saksikan secara langsung di channel saya and jangan lupa subscribe, Loh!!! kenapa jadi berbau Youtube-an. yang terpenting satu "t...
You Can
997      632     1     
Romance
Tentang buku-buku yang berharap bisa menemukan pemilik sejati. Merawat, memeluk, hingga menyimpannya dengan kebanggaan melebihi simpanan emas di brankas. Juga tentang perasaan yang diabaikan pemiliknya, "Aku menyukainya, tapi itu nggak mungkin."
Sweet Sound of Love
476      314     2     
Romance
"Itu suaramu?" Budi terbelalak tak percaya. Wia membekap mulutnya tak kalah terkejut. "Kamu mendengarnya? Itu isi hatiku!" "Ya sudah, gak usah lebay." "Hei, siapa yang gak khawatir kalau ada orang yang bisa membaca isi hati?" Wia memanyunkan bibirnya. "Bilang saja kalau kamu juga senang." "Eh kok?" "Barusan aku mendengarnya, ap...
The War Galaxy
11262      2334     4     
Fan Fiction
Kisah sebuah Planet yang dikuasai oleh kerajaan Mozarky dengan penguasa yang bernama Czar Hedeon Karoleky. Penguasa kerajaan ini sungguh kejam, bahkan ia akan merencanakan untuk menguasai seluruh Galaxy tak terkecuali Bumi. Hanya para keturunan raja Lev dan klan Ksatrialah yang mampu menghentikannya, dari 12 Ksatria 3 diantaranya berkhianat dan 9 Ksatria telah mati bersama raja Lev. Siapakah y...
Perfect Love INTROVERT
9215      1723     2     
Fan Fiction
Kenangan Masa Muda
5731      1617     3     
Romance
Semua berawal dari keluh kesal Romi si guru kesenian tentang perilaku anak jaman sekarang kepada kedua rekan sejawatnya. Curhatan itu berakhir candaan membuat mereka terbahak, mengundang perhatian Yuni, guru senior di SMA mereka mengajar yang juga guru mereka saat masih SMA dulu. Yuni mengeluarkan buku kenangan berisi foto muda mereka, memaksa mengenang masa muda mereka untuk membandingkan ti...
THE WAY FOR MY LOVE
412      317     2     
Romance