Emang kebangetan tuh mataharinya
Anta kepanasan nunggu antrian malah tambah diterikin lagi tuh cahayanya
“Lo serius Ren? Lo duduk berduaan di taman sama Afkar? Dan lo diajak makan di kantin Sama Afkar? Nggak biasanya deh, lo digituin sama cowok yang lo suka. Wahh bentar lagi gue gajian nih,” heboh Anta begitu Rena mengakhiri ceritanya tentang kejadian yang dia alami bersama Afkar.
“Apaan sih? Nggak usah panik gitu kali! Gue tadi biasa aja, nggak ada istimewanya,” ucap Rena datar.
“Ah nggak mungkin! Lo pasti bohong kan? Ren, gue itu tahu sifat-sifat lo kalo lagi ketemu sama cowok yang lo suka. Dan gue nggak akan pernah percaya kalo lo nggak baper tadi di depan Afkar,” tebak Anta.
Rena hanya mengedikkan bahu, dan melanjutkan makannya. Rena dan Anta sedang berada di sebuah cafe yang tidak jauh dari sekolah mereka. Setelah mereka selesai menghabiskan makanan mereka, Rena menyuruh Anta untuk tidak terburu-buru pulang. Karena masih ingin duduk santai di cafe itu, sekaligus mencari kesenangan.
“Ren, gue ke kamar mandi dulu ya? Mau cuci muka,” ucap Anta.
“Ya udah cepetan, jangan kelamaan. Entar gue kering disini nungguin lo,” jawab Rena.
“Iya iya.” sambil beranjak dari kursinya.
Setelah itu, Anta bergegas menuju kamar mandi dan meninggalkan Anta sendiri di meja cafe. Sambil menunggu Anta, Rena memasang headset ke telinganya dan memutar lagu kesukaannya yang berada di ponsel. Rena menatap ke luar jendela cafe, menatap orang-orang yang jalan kesana kemari, kendaraan yang berlalu lalang, dan sesekali menyeruput milkshake taro yang ia pesan.
Beberapa jam telah berlalu, namun Anta belum juga kembali. Rena khawatir jika Anta meninggalkannya sendirian di cafe.
“Anta kok lama banget sih? Jangan-jangan tuh anak ninggalin gue lagi,” gumam gadis itu sambil melepaskan headset yang ia pakai.
Karena resah, Rena pun berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Di tengah-tengah perjalanan, Rena menabrak seorang cowok dan pantat Rena mendarat dengan keras di lantai cafe.
“Waduh!!” kaget cowok itu.
Melihat Rena yang duduk di lantai,”Woy mbak! Kalo jalan itu dilihat pake mata, jangan pake kaki,”
“Mas! kalo jalan yang lihat emang mata, dan kalo jalan yang gerak itu pasti kakinya, gimana sih,” kesal Rena.
“Emang. Siapa yang bilang enggak?”
Nih cowok tolol banget sih? Masih muda udah telat mikir, batin Rena.
“Bantuin berdiri dong, Mas. Masa tega liat cewek duduk di lantai,” rengek Rena.
“Salah sendiri, siapa yang nyuruh duduk disitu,” santai cowok itu.
Aish, lama-lama gue bisa gila ngomong sama nih cowok, batin Rena kesal.
Setelah melihat wajah asli cowok itu dari dekat Rena baru menyadari bahwa cowok itu adalak kakak kelasnya masih duduk di bangku SMP.
“Kak Nino?” ucap Rena terkejut.
“Kakak, Kak Nino kan? Kakak kelas SMP aku?” tanya Rena.
“Lo siapa ya? Gue nggak pernah lihat lo sebelumnya?” tanya cowok itu ragu.
“Kak, ini aku Rena, adek kelas yang satu organisasi osis sama kakak,” jawab Rena meyakinkan.
“Ooh Dyrena? Yang dulu selalu bikin heboh itu?” tanya cowok itu tertawa.
“Ih apaan sih kak? Aku orangnya biasa aja kali kak, hehe,” ucap Rena tertawa kecil.
“Apa kabar kamu dek? Udah lama nggak ketemu? Kita duduk disitu yuk?” ajak Nino.
Kemudian, mereka duduk di tempat yang Rena tempati bersama Anta.
“Aku baik kak. Kalo Kak Nino apa kabar?” tanya Rena balik.
“Gue juga sehat, dek. Sorry ya tadi gue agak kurang yakin kalo lo Rena adek kelas gue, soalnya perubahan lo banyak banget sih, lo tambah cantik dan tambah tinggi,” jelas Nino kemudian nyengir.
“Kak Nino bisa aja. Oh iya kak? Ngomong-ngomong, Kak Nino sekarang udah jadi ketua osis di sekolah kakak ya?” tanya Rena.
“Hehehe, iya dek. Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga,” jawab Nino cengar-cengir lagi.
“Hmm. Kalo SMP dulu kan, kakak sampai ngemis-ngemis minta voters ke semua kelas, iya kan? Hahahaha,” tanya Rena tertawa terbahak-bahak.
“Enak aja, gue nggak pernah gitu kali dek. Yakali minta voters sampai ngemis-ngemis, harga diri gue mau ditaruh mana coba?” jelas Nino juga tertawa terbahak-bahak.
Di tengah-tengah canda tawa Rena dan Nino, Anta baru saja keluar dari kamar mandi. Kemudian, ia menghampiri Rena dengan wajah bingung, karena Rena sedang bersama seorang cowok.
“Rena!” kaget Anta dengan mata melebar.
“Eh ta, baru keluar lo? Lama banget di kamar mandi? Gue sampai kaku tahu nungguin lo.” Rena memanyunkan bibirnya kesal.
“Ya maaf. Tadi itu gue kelamaan, soalnya pas masuk kamar mandi gue lihat airnya habis, terus gue nanya tuh sama OB disini, terus kata OBnya air di kamar mandi itu emang udah lama nggak diisi soalnya kran airnya rusak. Trus gue pindah tuh ke kamar mandi sebelahnya, gue lihat juga habis. Gue nanya sama OB ada kamar mandi lain atau enggak, dan katanya ada, gue dijelasin tuh arah-arahnya ke kamar mandi lain,” jelas Anta tanpa jeda.
“Terus lo nemu kamar mandinya? Kalo udah nemu kan nggak mungkin selama itu kan?” tanya Rena
“Nah, lo nggak tahu masalahnya, Ren, dengerin dulu penjelasan gue. Pas gue jalan ngikutin arah yang dijelasin sama Mas OB tadi, jalannya itu arahnya keluar cafe, dan gue tengok sana-sini nggak ada kamar mandi, dan gue nanya lagi sama OBnya, dan dia bilang kamar mandinya ada di taman belakang cafe. Dan lo tahu Ren? Taman belakang cafe itu jauh banget sumpah! Awalnya gue mutusin untuk nggak jadi ke kamar mandi, tapi lama-lama perut juga gue mules banget, jadi gue terpaksa jalan ke kamar mandi itu. Dan pas gue udah sampai di kamar mandi itu, GILA!! Udah ada banyak orang yang ngantri dan di sekitar sana udah nggak ada lagi kamar mandi umum, jadi gue terpaksa harus nahan mules gue dan nunggu antrian di terik panas matahari yang nggak mau bersahabat dengan gue tadi.” jelas Anta panjang lebar dengan muka cemberut.
“HAHAHA, Anta Anta.” Rena tertawa terbahak-bahak sambil menggelengkan kepala mendengar cerita Anta tadi. Begitu pula Nino yang berusaha untuk menahan tawa di depan Anta.
“Ih kok lo malah ketawa sih? Bukannya kasihan sama gue, lo malah ketawa. Tadi itu gue apes banget tahu,” ketus Anta dengan wajah cemberut.
“Iya iya maaf. Lagian kenapa lo nggak nelfon gue sih tadi? Kan gue bisa nemenin lo pas antri kamar mandi?” tanya Rena
“HP gue mati!!!” ketus Anta.
Rena tersenyum dan kemudian berdiri merangkul Anta.`
“Iya udah, mending sekarang gue kenalin deh lo sama kakak kelas smp gue. Oh ya kak, ini namanya Anta sahabat deket Rena, Anta ini namanya Kak Nino kakak kelas satu organisasi gue waktu di SMP,” ucap Rena memperkenalkan mereka berdua.
Anta dan Nino pun saling berjabat tangan dan tersenyum. Rena melirik kedua orang yang dia kenal dan sesekali tersenyum menahan tawa.
“Ehemm, oke!! Kak maaf ya sebelumnya, kita pamit pulang dulu ya? Soalnya ini udah sore,” teriak Rena menggebruk meja, seketika Anta dan Nino langsung melepaskan genggaman tangan mereka.
“Oh iya nggak apa-apa kok, dek, santai aja. Kalian pulangnya hati-hati ya,” ucap Nino.
“Oke kak siap.” Rena menoleh ke Anta. “Yuk ta kita pulang,” ucap Rena kepada Anta yang baru saja membayar makanan yang ia dan Anta pesan.
Anta yang kelihatan masih kesal dengan Rena, dengan cepat segera berjalan keluar cafe. Kemudian, Rena menyusul dan langsung membuka pintu mobil.
Di dalam mobil....
“Lo kenapa sih ta? Masih marah sama gue?” tanya Rena yang terlihat bingung dengan sikap Anta.
“Nggak gue nggak marah. Gue cuma kesel aja,” jawab Anta.
“Ya udah deh, maafin gue ya? Gue tahu gue salah ketawain lo tadi,” ucap Rena menunduk.
“Hahaha santai aja kali, Ren. Gue tuh nggak marah tadi, gue cuma pura-pura aja supaya gue bisa tahu lo itu mau minta maaf atau enggak. Dan ternyata lo ngelakuin juga,” ucap Anta tertawa.
Rena tersenyum dan menoleh ke arah Anta. ”Lo pikir tadi gue minta maaf beneran sama lo? Ya enggaklah, gue itu juga pura-pura tadi. Hahaha,” jawab Rena sambil tertawa.
Seketika, tawa Anta berhenti dan memukul bahu Rena dengan tangannya.
“Ih dasar kelakuan!!” ucap Anta yang kemudian tertawa. Kemudian, Anta melajukan mobilnya dengan kecepatan standar.
rena dan afkar menjadi renafkar, hehe... nice hit. keep writing. udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter Kata Pengantar