Thanks for you
Bel tanda pulang sekolah pun sudah berbunyi. Terlihat dari atas, semua siswa di sekolah Rena mulai berhamburan keluar kelas seperti kawanan semut yang sedang berjalan.
“Ta, hari ini gue pulang bareng sama lo ya? Gue nggak ada yang jemput nih,” tanya Rena ketika berjalan menuju parkiran sekolah bersama Anta.
“Yah Ren, kenapa lo nggak bilang dari tadi sih? Gue udah terlanjur janjian sama temen gue sekarang,” jelas Anta sedikit tidak enak hati.
“Terus gue pulangnya gimana? Masa iya gue jalan kaki?” Rena bingung.
“Ya kalo nggak mau, lo minta temen yang lain aja buat nganterin,” saran Anta.
“Tadi udah gue chat satu-satu tapi semuanya nggak bisa. Beneran deh, gue ada buktinya kalo lo mau tahu,” sambil mengeluarkan ponsel dari saku roknya.
“Tapi beneran nih, gue nggak bisa nganter lo. Gue ada urusan penting sama temen gue, sorry banget ya,” Anta mengatupkan kedua tangannya.
“Oh ya. Gue baru inget, kan ada sepupu lo disini? Suruh aja tuh sepupu lo buat nganterin.” suruh Anta.
“Sepupu gue ada event lomba hari ini di Surabaya. Kalo misalnya dia nggak ada event, gue udah suruh dia dari tadi,” jelas Rena.
“Terus gimana dong? Lo nggak apa-apa sendirian disini? Atau lo pesen ojek online aja biar cepet?” saran Anta lagi.
“Kalo gue pesen ojek online, duit gue nggak cukup buat bayar ongkosnya. Di rumah juga lagi nggak ada orang.” Jelas Rena.
Yaelaaa!! Apes banget sih, batin Anta.
“Yaahhh, duit gue juga udah abis nih. Gimana ya?” pikir Anta.
“Ya udahlah nggak apa-apa, gue nunggu di luar gerbang aja. Mungkin aja ada yang mau barengin gue pulang,” ucap Rena setelah berpikir sejenak tadi.
“Tapi kalo nggak ada gimana?” Anta khawatir.
“Ya mau nggak mau, gue nunggu Ayah pulang dari kantor,” santai Rena.
“Emang pulangnya jam berapa?” tanya Anta.
“Mungkin jam setengah delapan malam,” kira Rena.
“Buset dah, malem banget. Udah ah gue cariin barengan dulu ya buat lo,” Anta beranjak dari motornya dan melepaskan helmnya.
“Eh nggak usah, Ta, nggak apa-apa gue rela nunggu kok. Doain aja semoga ada yang mau nganterin gue pulang,” cegah Rena.
“Beneran lo nggak apa-apa?” tanya Anta.
“Iya gue nggak apa-apa. Udah cepetan balik, entar temen lo nungguin,” suruh Rena
“Huft, ya udah deh. Gue duluan ya, Ren. Jaga diri lo baik-baik ya,” sahut Anta sambil melambaikan tangan ke arah Rena dan juga dibalas lambaian oleh Rena.
Beberapa jam kemudian, lama-kelamaan sekolah Rena mulai sepi dan hari semakin gelap. Rena masih berdiri menunggu jemputan di luar gerbang sekolah. Sudah beberapa kali Rena meminta sejumlah temannya yang dia kenal untuk mengantarnya pulang, namun semuanya tidak ada yang bisa.
Duh, udah jam segini. Bentar lagi udah mau gelap. Di dalam sekolah masih ada orang nggak ya? batin Rena sambil melihat jam tangannya dan menengok ke arah halaman sekolah.
Tiba-tiba seorang pengemudi motor yang memakai jaket biru tua, melaju dari dalam sekolah dan menghentikan motornya di depan Rena. Rena seketika bingung dan kaget dengan kedatangan seseorang misterius itu. Kemudian, orang itu membuka helmnya dan menghadap ke Rena.
DEG!! Mata Rena melebar mengetahui bahwa pengemudi itu adalah Afkar. Jantung Rena kembali berdebar-debar lagi.
Afkar? Ngapain dia masih disini? Berhenti di depan gue lagi. Duhhh..., batin Rena panik.
“Lo kenapa belum balik? Nginep di sekolah?” tanya Afkar.
“Enggak kok, gue lagi nyari orang yang mau nganterin gue pulang. Gue nggak ada yang jemput hari ini,” jawab Rena gugup.
“Terus lo nggak ada usaha buat cari barengan ke temen lo gitu?” Afkar sambil menaikkan sebelah alisnya
“Gue udah minta tolong kesana kemari tapi nggak ada yang bisa.” Jawab Rena.
“Kenapa nggak pesen ojek online aja?” tanyanya lagi.
“Ongkos gue nggak cukup, handphone gue juga nggak ada kuotanya, gimana mau pesen?” jelas Rena.
“Apes banget nasib lo.” datar Afkar.
Ish!! Ngeselin!! batin Rena dengan wajah yang cemberut kesal.
“Alamat rumah lo dimana?” tanya Afkar.
“Emm, Perumahan pelangi,” jawab Rena ragu.
“Jalannya searah tuh sama rumah gue. Ya udah, lo bareng gue aja, daripada lo disini? Takutnya lo kenapa-kenapa kelamaan disini.”
“Buruan naik!” perintah Afkar.
“Bareng sama lo? Serius? Lo nggak keberatan nganter gue pulang?” tanya Rena kaget.
“Nggak kok. Santai aja. Lagian juga searah kan? Gue nggak tega lihat cewek malem-malem disini sendirian,” jawab Afkar dengan santai sambil tersenyum.
Parah!! Afkar senyum. Ya Ampun gantengnya!! Bisa-bisa gue pingsan disini nih. Ya Tuhan, kenapa Engkau selalu mempertemukan aku dengannya di saat yang tidak tepat. Kenapa? batin Rena protes.
“Oh ya gue Afkar. Lo?” tanya Afkar sambil mengulurkan tangannya ke arah Rena.
Rena menatap tangan Afkar, berlanjut menatap wajah Afkar. Kemudian, ia mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Afkar.
“Gue Rena,” jawab Rena gugup dan menerima uluran tangan Afkar serta menatapnya sejenak.
“Nama lo cantik, kayak orangnya,” gumam lirih Afkar.
“Lo bilang apa barusan?” Rena masih belum jelas dengan omongan Afkar tadi.
“Hem? Oh bukan apa-apa kok,” senyum Afkar.
Njirr, dia senyum lagi! batin Rena.
“Ya udah, yuk pulang! Udah sore!” sahut Afkar memberikan helm kepada Rena. Kemudian, Rena naik ke motor Afkar dan memakai helm yang di berikan Afkar.
“Butuh pegangan nggak? Kalo lo butuh, lo bisa peluk gue,” tanya Afkar, melirik ke belakang.
Peluk? Afkar tanya gitu ke gue? Tahan Rena Tahan, batin Rena kacau.
“Eh, nggak usah. Gue nggak apa-apa kok kalo nggak pegangan.” jawab Rena gugup.
“Ya udah kalo gitu.” Afkar datar.
Kemudian Afkar melajukan motornya dengan kecepatan standar.
Suasana saat perjalanan sangat hening, karena Rena dan Afkar baru saja kenal jadi mereka masih belum terlalu akrab. Namun, Rena masih terus melirik Afkar sambil senyum-senyum sendiri.
Gue nggak nyangka, ternyata Afkar baik juga. Dia rela nganterin gue pulang meskipun udah hampir gelap, karena dia khawatir gue bakal sendirian di sekolah. Padahal dia belum kenal gue sama sekali, tapi dia nggak cuek kayak cowok-cowok lain. Afkar, Afkar nggak rugi gue ketemu lo hari ini, batin Rena sambil tersenyum simpul.
Sesampainya di depan pagar rumah Rena, Afkar memberhentikan motornya dengan hati-hati. Rena pun turun dari motor Afkar, dan menghadap Afkar.
“Makasih ya, Kar. Udah mau nganterin gue pulang,” ucap Rena sambil tersenyum.
“Oke sama-sama.” Jawab Afkar disertai anggukan kepala.
Kemudian, Rena berjalan masuk menuju rumahnya dengan santai.
Dan tiba-tiba.....
“RENA!!” teriak Afkar.
Seketika itu juga, Rena berhenti dan menoleh ke arah Afkar. Terlihat Afkar yang sedang berlari menghampirinya.
“Lo mau kemana?” tanya Afkar
“Gue mau masuk, kenapa?” Rena bingung.
“Helmnya dilepas dulu dong. Jangan langsung masuk gitu aja.” ucap Afkar dengan lembut sambil melepaskan helm yang dipakai Rena.
Rena menatap Afkar yang sedang melepaskan helm yang dipakainya tadi. Tanpa sengaja, Afkar juga menatap Rena. Mereka bertatapan dalam jarak yang lumayan dekat. Namun, Rena segera memutuskan tatapannya dari Afkar, begitu pula Afkar yang terlihat salah tingkah.
“Ya udah gue masuk dulu ya. Sekali lagi makasih udah mau nganterin gue, makasih juga helmnya,” ucap Rena.
“Iya sama-sama,” Afkar singkat.
Kemudian, Rena pun membuka pagar rumahnya. Afkar masih menatapi Rena yang berjalan santai masuk ke dalam rumah. Begitu juag Rena yang sesekali memalingkan wajahnya ke belakang untuk melihat Afkar, dan memalingkan wajahnya lagi ke depan.
Entah mengapa saat itu, Afkar merasa ada sesuatu baru yang masuk ke dalam hatinya. Entah itu karena tatapan Rena tadi atau karena dia mengantar Rena pulang, Afkar belum tahu.
Setelah itu, Afkar kembali menaiki motornya dengan tersenyum dan melajukan motornya dengan kecepatan pelan. Di dalam perjalanan, Afkar masih memikirkan hatinya yang tiba-tiba saja bergejolak merasakan hal yang baru dan juga memikirkan Rena, cewek pertama yang baru dia kenal dan dia antar pulang.
Kenapa hati gue rasanya aneh ya? Padahal gue cuma nganterin satu cewek pulang. Mungkin gue lagi nggak enak badan. Posthink aja Afkar, posthink !! batin Afkar menggelengkan kepala.
Begitu memasuki halaman rumahnya, Rena melihat Dony yang sudah duduk di teras rumah.
“Kak, kok nggak jemput Rena?!” emosi Rena keluar.
Dengan santai Dony menjawab,”Gimana mau jemput, motornya aja dibawa Ayah buat kerja. Terus Kakak mau jemput kamu pake apa?” ujar Dony.
“Ya udah maaf,” pasrah Rena.
Kemudian, melanjutkan ia langkahnya untuk masuk ke dalam rumah. Namun, langkahnya terhenti dan ia tersenyum malu.
“Cowok yang nganterin kamu tadi siapa? Pacar kamu?” tanya Dony.
Rena menoleh ke arah Kakaknya yang menatapnya,“Aamiin...” ucap Rena sambil mengusapkan telapak tangannya ke wajah.
Setelah mengucapkan itu Rena masuk dengan santainya ke dalam rumah. Sementara itu Dony masih terlihat masih kebingungan dengan tingkah adiknya itu.
***
Setelah memasuki kamarnya Rena langsung meloncat ke kasur empuknya, dan segera mengambil ponselnya di dalam tas. Memencet nomor Anta dan menelfonnya.
Tuut...tuut....
“Halo?” suara Anta.
“Antaaaa!!! Ya Ampuunn, lo tahu nggak sih kejadian gue hari ini?” teriak Rena kegirangan.
“Eh eh, kenapa, Ren, kenapa? Lo tadi dijemput sama om-om yang nggak lo kenal? Atau lo dianter pulang sama satpam sekolah?” respon Anta tanpa menjeda pertanyaannya.
“Hush, ngarang aja lo. Kejadian gue malah lebih dari itu,” pede Rena.
“Iya tapi apaan?” pasrah Anta.
“Gue tadi dianter pulang sama Afkar.” Rena to the point.
“Whatt? Serius lo? Waduh gue udah ke bayang-bayang nih gimana perasaan lo tadi,” pikir Anta.
“Emang gimana perasaan gue?” Rena penasaran.
“Pasti lo tadi kaget kan? Lo juga pasti pengen banget pingsan kan tadi? Dan waktu di perjalanan, lo pasti senyum-senyum sendiri ngeliat Afkar, iya kan?” Anta benar-benar tidak mau satu-satu menjelaskannya.
Wah gila nih cewek, tahu banget soal perasaan gue. Jangan-jangan dia bisa ngeramal? Duhh bahaya dong, batin Rena.
“Kok lo tahu sih? Semuanya bener juga,” kaget Rena.
“Hmm, ya iya dong, Anta gitu loh,” Anta menyombongkan diri.
“Ah udah ah bodo amat. Pokoknya tadi itu gue seneng bangettt, Taaa. Gue nggak nyangka ternyata Afkar sebaik itu sama gue.Sampe-sampe tadi dia juga nawarin gue buat peluk dia,” jelas Rena.
“Aaa so sweet. Gue jadi pengen punya gebetan deh, Ren.” Anta mengeluarkan suara bayinya.
“Makanya cari gebetan itu satu aja, nggak usah banyak-banyak. Kayak gue nih, dibikin baper terus sama gebetan, hihi,” tawa Rena saat menyarankan Anta.
“Anjirr Lo! Udah ah gue tutup dulu ya telfonnya gue mau istirahat dulu. Pokoknya selamat ya, Renn, akhirnya lo dikasih kesempatan juga buat deketin si Afkar,” teriak Anta senang.
“Yee makasih sahabatkuu,” jawab Rena.
“Ya udah gue tutup dulu ya? Byeee,” salam Anta.
“Byee.” Setelah Anta menutup telfonnya, Rena mematikan ponselnya dan merebahkan diri di kasur dengan wajah yang masih senyum-senyum sendiri
rena dan afkar menjadi renafkar, hehe... nice hit. keep writing. udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter Kata Pengantar