Loading...
Logo TinLit
Read Story - unREDAMANCY
MENU
About Us  

Some

***

"Unconscious,

You can get more hurted when all guide you to the most painfull feeling...

... Someday."

***

"Pamitnya dari tadi kenapa masih disini, Dewa?"

Sad yang sedang asik selfi depan kaca deket pintu utama menoleh kearah sang Ibunda yang juga sudah rapi sama sepertinya.

"Hehe iya, Bu."

Ya, Sad sudah rapi dari tadi sebenernya, sudah tinggal berangkat saja ini ke rumah Ran menyusul yang lain. Harusnya sih jemput Jul dulu seperti biasanya. Janjinya sih begitu. Tapi gimana dong, kemarin dia baru bisa tidur sehabis subuhan karena keasikan nemenin Salsa yang katanya nggak bisa tidur itu chattingan. Alhasil Sad jadi bangun kesiangan, banget. Dan minta Kis buat jemput Jul gantiin dia, lagi.

Jul sempet kesel banget sih tadi, tapi Sad udah ngademin dengan bilang nanti pulangnya Sad pasti jemput tuh anak.

Kalo Kis mah seneng-seneng aja ya meski harus berasa tua di jalan, secara tahu sendiri jarak rumah mereka tuh, duh. Kayak jarak harapan Sad ke Salsa di kenyataan, men. Jauu... uh. Haha.

Eh tapi nggak deng. Harapan Sad sekarang sudah maju satu langkah memang semenjak dia yang dihukum bareng Salsa sama Pak Gio masalah kehancuran perkakas sapu dan pel waktu itu. Terus disambung sama yang pas Sad anterin Salsa balik tempo hari. Lanjut lagi kemarin waktu mereka kerja kelompok buat bikin makalah PLH, gantinya hukuman manen cabe dan terong usulan sengkleknya Fak. Dan terakhir semalem.

Eh jangan terakhir deng. Sad maunya masih panjang lagi jalannya bareng Encha. Duh panggilan sayang tuh katanya waktu Salsa nanya di chat kenapa Sad manggil dia Encha-Encha mulu. Emang modusnya nggak kasih kendor deh si Sad. Maju terooos!

"Loh Ibu mau kemana? Bukannya toko libur hari ini, Bu?" Tanya balik Sad.

Ibunya terlihat gelisah, "Iya emang tutup tapi ibu lupa kalo ada pesenan kue ulang tahun yang bakal diambil sore nanti. Dan kebetulan lilin angka dan toping permennya lagi pada abis. Jadi ini Ibu harus pergi ke pasar bentar buat beli."

"Ibu pergi sendirian? Atau sama Mang Diman?"

Ibunya menggeleng, "Mang Diman lagi pulang ke Bandung." Ibunya kemudian mengganti sandal rumahnya dengan sandal untuk pergi, "Yaudah jangan lupa pintu di kunci. Ibu pergi dulu ya."

"Eh eh, Bu jangan pergi sendirian ah. Ngeri Dewa. Biar Ibu, Dewa aja yang anter ya."

Dahi wanita yang sudah memasuki usia kepala empat itu mengerut, "Loh katanya udah ditungguin sama temen-temen kamu. Gimana sih? Udah nggak apa, Ibu bisa sendiri kok naik Ojol aja gampang."

Sad malah tertawa, iya tahu Ibu gahoelnya ini memang bukan tipe ibu-ibu gaptek, "Nggak apa. Lagian besok-besok kan masih bisa kumpul. Kasihan dong Sang Dewinya Sadewa masa nggak ada yang nemenin belanja."

Mendengar anaknya bicara seperti itu, Ibu Sadlan tertawa, "Kamu teh nya kabiasaan gombal na. Masa Ibu juga kamu jadiin korban."

"Yeh bukan gombal ini mah, Ibu. Kan Ibu tahu kalo Ibu ini emang udah kayak Dewi atuh buat Dewa, Dewi pemberi kehidupan. Hehe."

"Heuleuh udah ahh jadi ini teh beneran nggak apa kalo kamu nemenin Ibu?" Tanya Ibunya memastikan lagi yang dibalas anggukan mantap oleh anak lelakinya itu.

"Yaudah deh, tapi jangan pakai motor ya. Ibu teh suka ngeri kalo naik motor kamu yang nonggeng kitu."

Sad tergelak, "Iya Dewa bawa mobil toko aja deh kali ini. Bentar biar Dewa keluarin dulu dari garasi."

Ibunya hanya mengangguk. Sebelum berangkat Sad tidak lupa untuk mengirimi Jul pesan singkat yang isinya lagi-lagi minta maaf karena hal yang sama.

.
Sorry, Jul. Gue nggak jadi ke rumah Ran. Harus nemenin My Angel dulu. Urgent.

Tapi kalo masih sempet gue usahain :) Jangan marah ya nanti Saljunya jadi cair loh heu...

~

Sadewa sent message to Saljuku.

        

***


"Ini udah bener gini kan ya, Dai?"

Merasa dipanggil Dai yang berada cukup jauh menghampiri Jul dengan masih memegang pensilnya. Melihat kertas milik Jul yang kini sudah diisi dengan hasil gambarannya.

"Iya, Kak Jul. Ini udah bagus gambarnya." Nilai Dai sembari tersenyum.

"Ribet banget deh lo. Udah gue bilang panggil Jul aja kenapa sih Honi juga boleh kok. Daripada Kajul Kajul mulu. Bisa-bisa orang ngira gue kembarannya Kajol nanti."

Dai berdecak, "Kan biar orang tau kalau lo tua, Kak." Gurau Dai kurang ajar.

Jul mendelik, "Kampret!" Dengusnya, "Coba sini liat gambar punya lo, Dai."

Dai beranjak untuk mengambil hasil tangannya dan segera kembali pada Jul.

"Belum selesai, Honi. Tinggal di kasih efek mendung aja." Terang Dai membuang embel-embel kaknya pada Jul. Jul tersenyum puas.

Kemudian cewek itu menaruh kertasnya di atas meja di depan mereka dan mulai menggerakan pensil tumpulnya untuk memberi efek awan gelap di atas gambar seorang gadis yang nampak sedang berjalan berjauh-jauhan dengan seorang lelaki. Tapi hanya bagian belakangnya saja yang terlihat karena kedua orang di sana itu seolah berjalan menjauh. Entahlah...

"Sedih amat sih Dai gambarnya." Komentar Jul, "Truk aja gandengan, masa mereka nggak?"

Meski masih fokus menggosok-gosok jarinya diatas kertas sampai telunjuknya itu ikut menghitam Dai terkekeh, "Kan temanya kesedihan. Masa gandengan. Gandengan mah nanti keluar dari tema jadinya."

Jul mengangguk dan tertawa, "Oh iya gue lupa. Gambar gue lebih sedih sih. Berdiri sendirian di atas atap. Pengennya sih terkesan cakep liat sunset. Tapi kok malah jadi kayak orang mau bunuh diri gini. Ya nggak sih, Dai?" Jul meminta tanggapan Dai sembari malihati gambarnya serius sampai kepalanya miring-miring gitu.

"Biarin sih, bunuh diri kan lebih dramatis kesannya malahan. Siapa tau malah dapet nilai bagus kali ini kita."

Denger Dai ngomong begitu Jul malah keinget nilai terakhir ngegambarnya kemaren-kemaren, "Wah iya tuh. Duh, jadi keinget lagi kan gue. Kesel banget sama si Fak main injek aja hasil gambar gue. Harusnya bisa dapet 90 tuh padahal."

Dai hanya geleng-geleng kepala sambil terus berkutat dengan hasil tangannya. Ia juga ingat kejadian itu.

Pagi-pagi Sad dan Fak kebagian piket bersihin kaca. Sambil naik ke atas meja mereka gosok kaca jendela pakai Koran basah. Asalnya tentram aja, sempat pada ngobrol malah. Tapi nggak jelas ngeributin apa tau-tau mereka malah saling nimpuk pakai gulungan Koran. Nggak Cuma itu tapi kejar-kejaran juga lompat dari meja satu ke meja yang lain. termasuk meja Dai dan Jul yang emang waktu itu lagi sama-sama ngecek gambar mereka yang emang harus dikumpul di jam pertama. Nebel-nebelin warnanya, ngapus yang ngelebihin garis, diarsir-arsirlah pokoknya biar makin kece. Tapi malah...

Boro-boro dapet nilai bagus. Diomelin mah iya. Nggak ngerti keindahan lah, merusak senilah, joroklah, nggak apiklah karena gambar pemandangan alam mereka di dominasi oleh jejak telapak sepatu yang abis nginjek tanah bekas keujanan semalam. Alhasil gambar yang di kerjain sambil bolak balik Jakarta-Puncak itu malah Cuma dapet gocap alias 50.

Oh iya jadi keingetan juga.

"Bang Sad kemana deh Jul?"

"Nggak tau tuh, katanya tadi mau anterin Dewinya dulu belanja baru mau nyusul ke sini."

Dai menyernyit tidak mengerti, "Dewi? Siapa Dewi?"

Jul terkekeh, Y a sebutan itu hanya Jul yang tau, "Ibunya, Dai. Sad dari dulu emang suka manggil ibunya Dewi."

"Ooh."

"Tapi kok nggak nongol-nongol ya? Bentar, biar gue telpon dulu tuh anak."

Sementara Jul coba menghubungi Sad. Dai memebereskan alat gambarnya dan Jul. Merapikannya di atas meja lalu meniup-niup bekas karet penghapus yang banyaknya udah kayak kumpulan dakinya Kis yang jarang mandi karena keasikan main game. Tapi anehnya tuh laki kulitnya putih bersih kinclong selalu walaupun begitu. Nggak ngerti lagi deh, mandinya mandi susu kayaknya bukan mandi air.

"Ish. Nggak diangkat Honi." Kesal Jul.

"Biarinlah. Lagi sibuk ikutan milihin sayur kalik di pasar." Dai malah bercanda.

Jul ikut tertawa, "Iya ya, kalo nggak lagi milihin terong, ya paling lagi milihin cabe. Sad kan taunya cuma dua jenis sayur itu aja."

Dai berhenti tertawa, "Oh iya, inget cabe dan terong jadi inget hukuman kita yang suruh manen kemaren itu loh, Jul. Gue bersyukur banget untung hukumannya udah di ganti."

Ya untuk hukuman mereka yang di suruh memanen cabai oleh bu Nani waktu itu. Sekarang sudah diganti jadi bikin makalah berkelompok tentang tanaman cabai dan terong.

"Eh ngomong-ngomong itu makalah udah beres belom sih?" Tanya Dai yang keingetan.

"Kemaren katanya sih Kis yang mau ngejilid Dai. Nggak tau deh udah belom." Mata Jul mencari keberadaan Calkis yang dari tadi nggak keliatan, "Kis? Calkis? Ran?" Panggilnya agak berteriak.

Tapi tak ada jawaban.

"Pada kemana kok nggak nyaut?" Heran Jul. Dai hanya menggedikkan bahu tanda kalo bingung juga.

"Coba cek, jangan-jangan malah pada keasikan main Pes bukannya gambar."

"Yuk!"

Dan ternyata...

"Astaga!" Nada suara Jul benar-benar menyiratkan tidak habis pikir.

Gimana nggak?

"Oh jadi ini rahasia muka kinclong as alwaysnya Bang Kis."

Mereka itu sengaja datang ke rumah Ran buat ngerjain tugas gambar bareng-bareng. Ini tugas prakarya terakhir sebelum UAS. Eh, ini bocah laki dua kenapa malah pada ngurusin endorsan produk Korea coba. Selfie-selfie manja depan kaca sambil pakai masker tisu pula.

"Pantes di panggilin nggak pada nyaut."

        

***


"Laper. Temenin gue makan di luar yok, Na!"

Ran merengek saat melihat Dai bersiap dengan tas gendongnya. Hari sudah mulai malam. Papa dan Kakak-kakaknya sedang berkumpul hari ini. Jadi Dai ingin segera pulang, kebetulan Papa ganteng berototnya itu baru pulang dari luar kota dan membawa cemilan kesukaan Dai.

"Ogah, gue mau balik. Udah ditungguin Papa." Tolaknya tegas.

Ran memasang muka melas andalannya, "Tapi kan lo tahu gue paling nggak suka makan sendirian."

"Ya jangan sendirianlah kalo gitu. Make it simple." Sergah Dai cepat.

"Ya makanya gue ajak lo."

"Ya jangan gue juga."

"Terus siapa lagi? Angin?"

Bahu Dai terangkat acuh tak acuh, "Auk! Tinggal pilih aja. Cewek lo banyak kan?"

Ran berdecak tidak suka, "Nggak ada!" Gantian Dai yang mencebik tidak percaya, Ran kembali merengek, "Ayolah, Na."

"Ck, Mami Papi sih?"

"Papi masih di kantor. Mami masih di butik."

"Tungguin aja bentar nggak bisa?" Greget Dai.

"Yah kelamaan Ena. Gue lapernya sekarang. Gimana dong?"

Dai diam, menimbang-nimbang. Nggak tega juga sih ngebiarin lelaki kesepian ini makan malem sendirian. Itu ngingetin Dai sama malam-malam panjang beberapa tahun lalunya yang... Ah sudahlah.

"Bik Cupi sih kemana?"

"Nonton Indialah jam segini, Na. Lo kayak nggak tau aja."

Dai mendesah keabisan alasan. Tapi matanya kemudian menangkap makhluk berkaki empat dan berbulu yang males-malesan di sofa samping Ran, "Yaudah sama Chopper aja tuh."

Ran berdecak, "Yakali sama guguk. Mana bisa suap-suapan sih."

Bola mata Dai terputar jengah.

"Lagian juga gue maunya kan ditemenin sama lo."

"Banyak mau lo!" Sentak Dai murka, Ran malah makin cengar-cengir. Tenang. Sabar.

Ran knows Dai so well.

Tinggal selangkah lagi. Ini jurus terakhirnya. Ran yakin akan berhasil.

"Curut kesayangan gue ayolah. Perut gue udah teriak-teriak minta dipuaskan nih. Lambung gue juga udah perih banget minta asupan. Duh-duh kayaknya mulai ngerut deh nih usus gue aduh-duh mereka saling membelit satu sama lain udah kayak jalinan tali kasih eh apa malah udah kayak perang lidah? Yah, maag gue kambuh deh nih bentar lagi karena telat makan. Yah-yah duh gim-."

"IYA IYA YAUDAH!" Setuju Dai terpaksa, frustrasi aku tuh ih!

Ran langsung melompat dari posisi tidurannya di sofa, menyambar kunci motor di atas meja dan jaket lalu kemudian menghampiri Dai dan merangkulnya riang.

"Kenapa harus gue sih?"

Dai bersungut-sungut dan cowok itu malah cengengesan.

 

Karena I need you to stay, Na.

I need to be with you.

 

"I got it. Dari tadi kek, Na." Katanya tak tahu malu.

"Hwoah!" Cemooh Dai takjub.

"Gue tau kok lo nggak bakal bisa nolak gue. Yuk caw!"

Dai mengikuti dengan langkah ogah-ogahannya, tapi tetap ada senyum kecil yang tersemat di sana, "Dasar manja lo ya. Mana ada lo punya maag! Bengek mah iya. Gue bukan nggak bisa nolak cuma pusing aja dengerin lo drama."

"You know me so well, Na."

        

Cause with you,

Is my simple wish as always.

.

"Hem."

Ran tersenyum penuh kemenangan, nggak peduli sama denialnya seorang Daina Tita Prameishelva yang udah terlalu mainstream, "Nah gitu dong. Itu baru namanya Curut kesayangan gue."

.

Cause with you,

I'm stoped with enough.

.

"Cotluah. Nggak usah ngalus."

Ran berjengit lebay, "Tita mulutnya ampun ya, kasar njir."

"Lo juga itu."

"Mana?" Ran menggeleng gemas, "Nanti Kakak Ran cubit loh yaaa itu bibir, Mau di cubit?"

"Paansi!" Jengah Dai.

Tangan Ran malah menangkup kedua pipi chubby Dai lebay, bola mata Dai berputar jengah, "Biar gue cubit dulu tuh bibir nackal."

"Coba aja kalo berani." Dai malah menantang dengan wajah songongnya.

Membuat Ran menyeringai jahil, "Cubit pakai bibir juga tapinya yak."

Spontan Dai mendelik galak, dia ngasih peringatan sama Ran. Tapi emang dasarnya sableng, itu cowok malah monyong-monyong udah kayak soang yang kebelet pen nyosor anak perawan aja. Agresif kayak Mimi Peri yang halu kalo liat Sehun. Sat-set-sat-set...

"RAN!"

Seketika telapak tangan Dai terangkat tinggi keatas siap siaga.

"TABOK NIH YA!"

Dan tawa meledak Marseven Ranutama Atmadja yang kayaknya tuh otak udah disedekahin semua ke kantin sekolah biar lebih berpaedah bareng sama punya Fakri, membahana membuat Dai mendengus sebal.

 

"HAHAHA."

"Ish!"

"Muach."

PLAK~

ARGH!

        

Cause with you,

I'm happy.

***

Rezeki anak sholeh ini namanya.

Sad tadinya emang punya niat baik buat nemenin Ibunya karena nggak tega. Rencana awal emang ke pasar langganan Ibunya aja buat beli pernak-pernik bahan buat bikin kue. Tapi malah mampir ke mall juga katanya sekalian mau belanja bulanan.

Yah sebagai anak ganteng yang baik dan rajin menabung Sad sih nurut-nurut aja. Lagian akhir-akhir ini dia udah jarang banget nemenin Ibunya.

Dan baktinya Sad langsung dibayar kontan saat itu juga.

Saat dia lagi duduk di tongkrongan biasa buat istirahat sebentar setelah kakinya hampir copot diajak keliling-keliling ampe tujuh kali buat nyari celana kulot yang tempo hari Ibunya incar tapi sekarang udah nggak tau kemana.

Padahal mah ya namanya juga barang dijual, kalo udah dibeli orang kan kita mana tau.

Ngelihat Sad yang emang kecapekan udah kayak nggak sanggup lagi buat diajak keliling-keliling lagi. Ibunya Sad jadi nyuruh anaknya itu buat nunggu aja . Karena beliau bakal terus kepikiran katanya kalo sampai nggak bisa dapetin tuh barang hari ini.

Yah, namanya juga cewek nggak peduli usia, kebiasaannya tetap aja sama.

Akhirnya Sad membawa belanjaan Ibunya itu untuk di taruh di mobil. Lalu kemudian kembali lagi masuk ke dalam untuk membeli minuman di tempat tongkrongannya yang biasa sama anak-anak.

Dan disinilah Sad.

Sedang mengambil gambar seseorang diam-diam.

Seorang cewek yang sedang berdiri menunggu pesanannya.

Sendirian.

One more chance.

        

"Hello, my angel."

***

"Loh, kok belok sini sih, Kis? Mau ngapain?" Jul bertanya heboh saat Kis mengendarai mobilnya masuk kearah parkiran Mall itu.

"Mampir bentar ya, gue haus."

Mendengar jawaban itu, Jul hanya diam. Lagipula dia juga haus sih.

Secara mereka abis ngantri hampir dua jam Cuma buat jilid makalah doang. Ini nih gara-gara si Calkis. Udah dibilangin sama Dai harus di tungguin. Lah malah ditinggal ya iya di saliplah sama orang-orang. Mana rame bener tuh tempat fotokopi. Curiga pake penglaris nih, di masukin kancut rombeng ke panci kuah sop terus diaduk barengan biar laris,

Eh tapi kan ini bukan tempat makan ngapain pula ada panci kuah sop segala. Duh!

Nggak elit bener analisanya.

"Oolong tea with redbeannya satu, Mbak. No ice. Normal sugar." Pesan Kis, kemudian menoleh ke Jul di sampingnya, "Lo apa, Jul?"

"Eum..." Jul masih berpikir sambil melihat daftar menu di sana, "Strawberry smoothies with mango pudding aja deh gue, Double ice. Normal sugar ya, Mbak."

Kis membayar dua minuman tersebut. Saat Jul baru saja akan mengambil dompetnya.

"Ini aja, Jul sekalian." Kata Kis.

"Ya udah nanti gue ganti ya." Timpal Jul.

Setelah pesanan mereka dicatat. Jul dan Kis bergulir ke samping kanan untuk menunggu namanya dipanggil.

"Sering ke sini, Kis?" Tanya Jul asal, karena berawa canggung diem-diem bae.

"Ha?"

"Lo sering beli minum di sini ya? Sampai punya membernya segala."

"Oh itu, nggak juga." Katanya singkat.

Jul hanya mengangguk-angguk bingung mau ngomong apa lagi. Kis tuh beda sama Sad. Kalo jalan bareng Sad, Jul suka heboh sendiri ngerusuhin Sad yang sama-sama herinya. Tapi kalo sama Kis, Jul rada apa ya duh... bingung ngomongnya.

"Oh iya, tadi yang gue berapa, Kis? Mumpung inget sini gue ganti."

"Nggak usah."

"Hah?"

"Nggak usah diganti. Nggak papa."

"Ish apaanlah! Nggak ahh nggak enak gue nanti tuh minuman bisa-bisa cuma nyangkut ditenggorokan gue lagi. Lambung gue mah belagu, suka nolak makanan atau minuman yang nggak jelas gratisnya karena apa."

"Itu jelas kok. Anggap aja gue traktir lo." Jawab Kis lagi.

Jul menyernyit, "Dalam rangka apa lo traktir gue?" Bingungnya.

Oke sekarang juga Kis jadi bingung, dia harus jawab apa?

Masa dia mau jawab 'Dalam rangka ucapan makasih gue karena lo kemaren udah bikin gue nggak berhenti senyum seharian.' Ya kalik! Mana sudi Calkis di samain sama Sad si Penggoda tukang gombal pasar Gembrong. NO!

"Dalam rangka pengisian amunisi."

"Amunisi apaan?"

"Sama kayak teh anget yang lo suguhin kemaren di rumah lo. Nah sekarang gantian suguhan dari gue sebelum kita menempuh perjalan 234987 Juta tahun cahaya dari sini."

"Setdah lancar bener ngomongnya." Ejek Jul, "Ya meskipun nggak masuk akal sih. Tapi gapapa, buat kali ini lambung gue bilang bakal terima minuman gratis dari lo hehe. Thanks yaps."

"Never mind." Balas Kis.

"107?"

Nomor pesanan Kis dan Jul dipanggil. Akhirnya setelah hampir dehidrasi nyerobot sana sini biar bisa ngejilid duluan tadi. Tenggorokan yang kering bisa disiram juga pakai yang seger-seger.

"Ahh~"

Kis tersenyum diam-diam, melihati Jul yang begitu senang mendapatkan minumannya itu. Namun dahinya menyernyit saat Kis menangkap perubahan ekspresi Jul setelahnya. Kis coba mengikuti arah pandang cewek itu dan berakhir dengan menemukan dua orang yang sedang memilih bandana di salah satu toko asesoris di sana.

"Mau samperin, Jul?" Tanya Kis inisiatif.

Namun kemudian Jul menggeleng, "Males ahh. Biarin aja."

"Kenapa? Ada Salsa juga tuh."

"Justru itu." Jul mendengus sekali.

Dahi Kis menyernyit tak mengerti.

 

"He said he'll pick me up."

Kis hanya menyimak.

"Then, he told me he's so sorry cause he should going somewhere with an Angel."

"Angel?"

"Yeah..." Kis bisa melihat cewek itu tersenyum selebar biasanya, tapi anehnya kali ini entah kenapa Kis merasa senyuman itu lebih terlihat... menyedihkan, "Gue kira ibunya."

Kis hanya bisa mengerjap tanpa bisa menyimpulkan maksud dari tatapan Jul saat itu.

 

When someone who one and only can make you smile every single minutes seem so broke.

"But now I already know who the angel is."

Kalimat Jul terdengar janggal, hingga sesuatu dalam diri Kis terdorong. Terdorong untuk menemukan jawabannya.


Unconscious,

You started to curious.

you started to wondering.

You started to care.

 

Dan hatinya berkata, bahwa ini adalah waktu untuknya.

 

Unconscious,

It's gonna give you a million pain than your own pain with the hurt damn feeling.

 

Waktu untuk dia mencari tahu.

 

Till you can't imagine.

You can get more hurted when all guide you to the most painfull feeling...

 

 

Someday.

Tags: TWM18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dua Sisi
8326      1893     1     
Romance
Terkadang melihat dari segala sisi itu penting, karena jika hanya melihat dari satu sisi bisa saja timbul salah paham. Seperti mereka. Mereka memilih saling menyakiti satu sama lain. -Dua Sisi- "Ketika cinta dilihat dari dua sisi berbeda"
Sebuah Musim Panas di Istanbul
405      292     1     
Romance
Meski tak ingin dan tak pernah mau, Rin harus berangkat ke Istanbul. Demi bertemu Reo dan menjemputnya pulang. Tapi, siapa sangka gadis itu harus berakhir dengan tinggal di sana dan diperistri oleh seorang pria pewaris kerajaan bisnis di Turki?
Drapetomania
10995      2532     7     
Action
Si mantan petinju, Theo Asimov demi hutangnya lunas rela menjadi gladiator bayaran di bawah kaki Gideon, laki tua yang punya banyak bisnis ilegal. Lelah, Theo mencoba kabur dengan bantuan Darius, dokter disana sekaligus partner in crime dadakan Theo. Ia berhasil kabur dan tidak sengaja bertemu Sara, wanita yang tak ia kira sangat tangguh dan wanita independensi. Bertemu dengan wanita itu hidupnya...
I Can't Fall In Love Vol.1
2663      1071     1     
Romance
Merupakan seri pertama Cerita Ian dan Volume pertama dari I Can't Fall In Love. Menceritakan tentang seorang laki-laki sempurna yang pindah ke kota metropolitan, yang dimana kota tersebut sahabat masa kecilnya bernama Sahar tinggal. Dan alasan dirinya tinggal karena perintah orang tuanya, katanya agar dirinya bisa hidup mandiri. Hingga akhirnya, saat dirinya mulai pindah ke sekolah yang sama deng...
Power Of Bias
1089      633     1     
Short Story
BIAS. Istilah yang selalu digunakan para penggemar K-Pop atau bisa juga dipakai orang Non K-Pop untuk menyatakan kesukaan nya pada seseoraang. Namun perlu diketahui, istilah bias hanya ditujukan pada idola kita, atau artis kesukaan kita sebagai sebuah imajinasi dan khayalan. Sebuah kesalahan fatal bila cinta kita terhadap idola disamakan dengan kita mencitai seseorang didunia nyata. Karena cin...
CAMERA : Captured in A Photo
1182      572     1     
Mystery
Aria, anak tak bergender yang berstatus 'wanted' di dalam negara. Dianne, wanita penculik yang dikejar-kejar aparat penegak hukum dari luar negara. Dean, pak tua penjaga toko manisan kuno di desa sebelah. Rei, murid biasa yang bersekolah di sudut Kota Tua. Empat insan yang tidak pernah melihat satu sama lainnya ini mendapati benang takdir mereka dikusutkan sang fotografer misteri. ...
AVATAR
7978      2247     17     
Romance
�Kau tahu mengapa aku memanggilmu Avatar? Karena kau memang seperti Avatar, yang tak ada saat dibutuhkan dan selalu datang di waktu yang salah. Waktu dimana aku hampir bisa melupakanmu�
Love Never Ends
11755      2472     20     
Romance
Lupakan dan lepaskan
Luka Adia
812      496     0     
Romance
Cewek mungil manis yang polos, belum mengetahui apa itu cinta. Apa itu luka. Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit yang begitu menyayat hati dan raganya. Bermula dari kenal dengan laki-laki yang terlihat lugu dan manis, ternyata lebih bangsat didalam. Luka yang ia dapat bertahun-tahun hingga ia mencoba menghapusnya. Namun tak bisa. Ia terlalu bodoh dalam percintaan. Hingga akhirnya, ia terperosok ...
SHEINA
354      251     1     
Fantasy
Nothing is Impossimble