Loading...
Logo TinLit
Read Story - unREDAMANCY
MENU
About Us  

Feels Like Home

***

"Home is not just about a place.

Sometimes, it just about feeling."

***

“Sad?”

Salsa berteriak menyamai suara berisiknya jalanan padat yang diisi oleh suara klakson dan knalpot.

“Ini bukan arah rumah gue.”

“Emang.”

“Lo mau bawa gue kemana?” Salsa mulai panik. Tadi kan janjinya ini cowok Cuma mau anterin dia pulang aja, tapi kok baru setengah jalan udah melenceng aja arah Sad membawa motor.

“Awas ya kalo lo macem-macem!”

“SAD!”

"Jangan bercanda deh. Lo kan udah janji tadi."

“Gue turun di sini aja deh.”

“Berhenti ih, Sad!”

“SAD!”

“Ish.”

Salsa menyerah, mendengus di akhir usahanya. Sedangkan dibalik helmnya yang tidak bisa dijangkau pandangan Salsa. Bibir Sad terangkat. Dia tersenyum begitu lebar melihat pantulan wajah Salsa dari kaca spion motor yang dikendarainya.

Tapi tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Salsa, ataupun mengindahkan perkataan cewek yang sudah misuh-misuh sekarang ini.

Motor itu akhirnya berhenti di pinggir trotoar, diujung belokan sana.

Salsa langsung turun dari motor tergesa, bahkan sebelum Sad sempat memijakan kedua kakinya di tanah. Mereka pun oleng. Untung nggak sampai jatoh. Kalo iya kan tengsin, bobot Salsa kan nggak seberat itu. nanti Sad bisa dikira nggak perkasa lagi, Waks.

“Au… au… duh… Aduh… duh, Cha. Bentar, Cha. Duh, kenapa sih?”

Itu suara Sad yang kesakitan. Gimana nggak?

Sad lagi asik ngaca benerin rambutnya yang lepek abis pakai helm di siang bolong gini membelah jalanan ibu kota. Eh Salsa malah mukulin tuh cowok pakai helm yang dia pakai. Mana semangat banget. Udah kayak gebukin orang ketawan maling daleman yang dijemur di halaman rumah warga. Duh.

“Hap.”

Tangan Sad berhasil menangkap kedua pergelangan tangan Salsa yang semakin membabi buta melayangkan pukulannya. Cewek itu mengedip dua kali.

“Kenapa sih, Cha? Kawin belum udah KDRT aja deh lo.” Keluh Sad tak mengerti.

“Ish!” Cewek itu menepis genggaman Sad kasar. Lalu menatapnya sengit.

“Lo sendiri yang janji kan? Kalo lo macem-macem gue boleh gebukin lo sepuasnya pakai helm kan?”

Sad mengangguk-angguk, “Terus? Gue kan belum macem-macemin lo. Kok udah digebukin duluan sih gue, Cha?” Bingung Sad.

“Lah ini lo bawa gue kesini mau apa coba? Padahal gue udah teriak-teriak kalo ini bukan arah ke rumah gue. Lo mau macem-macem kan sama gue?”

“Astagahhh.”

Sad mengusapkan tangannya ke wajahnya yang katanya keren banget itu, “Gue kesini bukan mau macem-macem, Cha. Ya Allah.”

Salsa masih menatapnya curiga, dia tidak percaya, “Lagian kalo gue mau macem-macem ngapain di pinggir jalan yang rame begini coba. Mending gue bawa lo ke rumah, ngerem di kamar, Cha.”

Iya juga sih ya.

Salsa yang sejak tadi tegang, perlahan melemas. Kembali normal, “Terus lo mau apa dong? Tadi kan lo bilangnya cuma mau anterin gue pulang aja. Kok kita malah ke sini?”

“Es Kelapa.”

“Hah?”

Sad berdecak, lalu turun dari motornya, menaruh helmnya dan helm Salsa diatas jok motornya yang sudah terparkir.

“Tadi kan lo yang curhat, lagi males balik cepet. Terus pas gue tanya lo bilangnya lagi pengen yang seger-seger. Gue ngajak lo ke sini cuma mau mampir buat beli Es Kelapa, Cha. Di warung langganan Ibu gue. Noh!”

Memang iya sih tadi dia sempat bilang kalo dia nggak mau buru-buru nyampe rumah sebenernya. Di rumahnya sepi, nggak ada siapa-siapa. Eh ada sih, satu orang tapi Salsa lagi males ketemu orang yang hari ini udah bikin dia kesel setengah mati. Dihukum pula.

Rumah nggak bakalan nyaman buat dia hari ini.

Cewek itu lagi-lagi hanya mengerjap dua kali setelah pandangannya beralih kearah yang Sad tunjuk dan menemukan apa yang dimaksud Sad.

Shit! Blank lo cute banget, Cha.

Membuat Sad yang tadinya ingin khilaf malah beralih meniup wajah pongo Salsa, “Fiuh, malah bengong deh kenapa lo?”

“Jadi?” Wajah Salsa yang tadinya berapi-api sekarang malah berbalik 180 derajat terlihat merasa bersalah karena telah menuduh Sad yang tidak-tidak.

Ah kenapa dia tumbuh jadi anak cewek yang parnoan begini sih. Malu-maluin kan jadinya, nggak enak sama Sad.

“Sad?” Cewek itu menatap Sad dengan puppy eyesnya, Sad menyernyit heran, “Gue… Sori.”

Sad akhirnya hanya menanggapinya biasa saja, mengibas-ngibaskan tangannya dengan senyum sok gantengnya yang tersemat, “Nggak masalah.”

Sumpah demi apasih?

Udah hampir setahun Salsa sama Sad kenal karena satu kelas. Tapi kenapa baru sekarang dia sadar kalo senyumnya Sad yang harusnya kelihatan songong itu malah bikin dia nyaman lama-lama liatinnya.

“Hei!” Seru Sad, “Kan malah bengong lagi lo. Mikir apaan hayo? Mikir yang iya-iya nih pasti.” Tuding Sad.

Salsa jadi salah tingkah dibuatnya.

“Ih nggak-nggak. Enak aja!”

“Haha yaudah. Makin aus kan abis ngomel-ngomel?” Pertanyaan Sad bercampur gurauan, “Ayok gue traktir minum Es Kelapa dulu baru lanjut jalan lagi anterin lo pulang.”

Salsa menyusul Sad yang berjalan lebih dulu dengan langkah panjangnya dan satu tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana.

Ganteng- Salsa membatin.

“Eh tapi lo suka Es Kelapa, kan?”

Dan Salsa mengangguk semangat.

“Suka banget.”

Sama lo- eh.

***

"Jadi ini rumah lo?"

"Iya." Jul yang baru saja membuka seatbelt menoleh, "Eh bukan deng. Ini rumah Om gue. Gue kan belum kerja mana bisa beli rumah sendiri. Duit dari mana coba. Hehe." Jawab Jul dengan cengirannya.

Kis tersenyum, Jul memang selalu selucu ini. Kis tahu dan itu yang membuatnya menarik, "Maksud gue, lo tinggal di sini?"

"Nah, Kalo itu... aku sih yes hehew." Guraunya lagi, "Yuk turun! Mampir dulu."

"Eh?" Kis kagetlah jelas. Ini pertama kalinya dia nganterin Jul pulang lah tiba-tiba di suruh mampir.

"Rumah lo jauh kan? Makanya mending lo mampir dulu, minum dulu kek atau makan juga boleh itung-itung isi amunisi sebelum menempuh perjalanan 234987 juta tahun cahaya dari sini."

"Ha?" Kis cengo dibuatnya.

Nyerocosnya Jul tuh ya...

"Yeh malah bengong. Ayok!"

Mau nggak mau Kis mengiyakan penawaran cewek itu untuk mampir. Eh tapi bukan penawaran sih ya itu mah, tapi permintaan atau ajakan?

Ah!

Pemaksaan ini mah. Buktinya Kis nggak mau nolak.

Iya bener kok.

Nggak mau, bukan nggak bisa.

Karena meskipun Kis bisa, tetep aja dia nggak akan mau buat ngelakuinnya.

"Assalamualaikum." Teriak Jul seraya membuka pintu depan yang tidak terkunci, "Gamora pulaaang tanteee Iceee."

Jul berjalan masuk langsung menuju dapur di mana ada seorang wanita yang tengah sibuk dengan peralatan dapurnya di jam-jam segini. Wanita di umur akhir 20an itu menoleh. Menyambut kedatangan sepupu dari suaminya itu dengan senyuman hangat dan pelukan singkat.

"Waalaikum salam, Thanos menjawab."

Jul tergelak.

Kis amaze.

"Ude Juliii."

Teriakan riang itu terdengar nyaring disusul dengan kemunculan seorang bocah perempuan yang berlari dari arah dalam kamar sembari merentangkan tangannya menghampiri Jul. Cewek itu menyambutnya sigap ketika si bocah meloncat ke pelukannya.

"Geli ude ishh." Keluhnya saat Jul mencium gemas pipi gembil itu berkali-kali.

"Gemes. Gemes. Gemes. Unchh."

Jul menurunkan bocah PAUD itu dan mencubit pipinya gemas.

"Ish, jangan Ude, anti pipi Engkip adi jembil kek ate Ayna."

Jul tertawa, "Daina, Kiyep. Bukan Ayna."

"Iya itu ude acutnya Engkip."

"Ish lucu banget sih Engkip, sini Ude sun lagi, eum."

Dan gelak tawa dari Kievenska alias Kiyep alias Engkip itu menggema.

Tanpa sadar pemandangan itu mengundang selengkung senyum di bibir seorang Kis yang sejak tadi berdiri tak jauh dari sana hanya melihat interaksi penghuni rumah ini.

Dia bukan termasuk ke dalam tipe orang yang gampang nyaman sama lingkungan baru. Namun ajaibnya bisa langsung ia rasakan kehangatan yang melingkupi perasaannya. Meski ini pertama kali Kis berkunjung kemari.

"Capa? cemen ude?"

Jul menoleh kearah yang ditunjuk Kiyep oleh jari mungilnya itu.

"Eh iya baru ngeh, Mami. Juli gimana sih bawa temen kok malah dianggurin, sini ajak masuk kenalin sama tante dong."

Kis pun tanggap, tanpa disuruh lagi segera menghampiri Tantenya Jul dan menyalaminya, "Calkis, Tante. Temen sekelasnya Salju."

"Calkis? Wah namanya lucu ya sama kayak orangnya. Calon pacarnya Juli ya?"

Calkis speechless.

"Temen sekelas, Tan. Temen. Astagahhh!" Geram Jul frustrasi.

"Ya kalem aja sih. Temen kan bisa jadi demen. Nggak papa kok lagian Calkis nggak kalah cakep kok dari siapa sih? Cimon mu itu loh, Jul. Yang sering kesini itu."

Jul memutar bola matanya jengah, "Duh, Tan. Nggak usah mulai deh. Nggak inget waktu kemarin aku kenalin tante sama temen cowok aku. Om El langsung jeles nggak jelas uring-uringan seharian ketakutan isterinya naksir berondong?"

Tantenya malah tertawa, "Haha... Emang dasar aneh kok Om mu yang satu itu. Nggak ngerti lagi deh Tante. Oh iya, Calkisnya mau minum apa? Atau mau makan juga? Makan ya, kebetulan nih Tante baru aja selesai masaknya."

Calkis mengerjap dua kali sebelum menjawab kikuk, "Nggak usah, Tan. Ngerepotin."

"Ah ngerepotin apa sih kamu." Sergah Tantenya Jul, "Jul udah main sama Kievenya nanti dulu dilanjutnya, temenmu itu lho siapin dulu mau minum apa."

Tantenya mengambil alih Kiyep yang sejak tadi digendongan Jul. Sedangkan Jul beralih pada Kis.

"Lo lebih suka yang mana, Kis? Mau ngeteh cantik, atau ngopi ganteng?" Tawar Jul, tapi belum Kis jawab dia udah ngomong lagi, "Kalo gue sih biasanya ngeteh cantik sama si Dai. Pakai es gitu, kan seger siang-siang gini minum begituan. Duh jadi kepengen, gue mau bikin ah. Lo mau juga nggak? Apa mau ngopi ganteng aja?"

Kis tersenyum lebar sembari mengangguk, "Teh aja, Jul. Gue teh manis anget."

Jul tersentak, "Yakin lo? Nggak mau pakai es aja? Ini matahari lagi terik-teriknya loh di luar."

Kis mengangguk, "Iya, nggak papa kok. Gue biasa minum yang anget."

Meski merasa aneh, akhirnya Jul mengangguk, "Yaudah sip deh. Gue bikin dulu ya. Lo duduk dulu aja di sana nanti gue nyusul."

Kis pun duduk di tempat yang Jul maksud. Sambil menunggu Jul yang sedang berkutat di dapur. Kis melihati Kiyep yang sedang bermain bersama boneka kudanil putih dan kelinci telinga panjangnya. Sedangkan sang Ibu tak jauh dari sana sedang mengangkat telpon.

Kis tersenyum bersahabat saat manik jernih Kiyep menatapnya. Bocah berkulit putih bersih itu mengerjap beberapa kali sebelum kemudian beranjak dari duduknya dan mendekati Kis yang duduk di kursi sambil memeluk dan menyeret kedua bonekanya. Tantenya Jul yang masih berbicara di telpon tersenyum melihatnya dari jauh yang dibalas senyuman juga oleh Kis.

"Akak?" Sapa Bocah gembil itu dengan ekspresinya yang menggemaskan.

Kis jadi teringat sepupunya yang mungkin seumuran dengan Kiyep. Kendravent alias Apen namanya, anak lelaki dari kakaknya.

"Sini duduk sama Kakak, sini." Undang Kis sembari menepuk-nepuk bagian kosong dari kursinya.

Tapi Kiyep malah melihatinya kebingungan. Kis kira anak kecil itu akan berlari mengacuhkan senyumannya. Tapi Kis malah terkesiap saat Kiyep malah berjalan ragu menghampiri masih dengan kedua bonekanya.

"Angku akak... Engkip au angku?"

Kis menyernyit sekarang. Menatap Kiyep yang mendongak di depan kakinya. Dia tak mengerti arti kata yang di maksud.

"Mau angku?" Ulangnya?

Kiyep mengangguk lucu, "Mau akak, angku Engkip ti cini." Katanya lagi kali ini sambil menepuk paha Kis dengan tangan kecilnya yang memegang boneka kelinci.

Kis pun mengangguk mengerti. Kemudian dengan hati-hati mengangkat tubuh gemay itu dan membawanya kepangkuannya. Agak ribet emang karena dua bonekanya juga ikut-ikutan pengen dipangku. Lalu Kiyep memulai celotehannya lagi. Membuat Kis gemas dan sesekali mendaratkan bibirnya di pipi gembil bocah yang tidak mau seperti Daina ini, but actually she already similar with.

"Wah ajaib banget lo Kis."

Juli datang dengan membawa nampan berisi dua gelas teh berbeda suhu itu lalu meletakannya di atas meja.

"Jarang-jarang loh si Kiyep mau akrab sama orang baru. Eh Sad aja yang udah lama susah juga deketin dia. Sama lo kok gampang banget ya nempelnya? Wah jangan-jangan si Kiyep naksir lo lagi hehe."

Jul bergurau lagi. Dan Kis tertawa lagi juga.

Jul menjawil jahil pipi Kiyep yang malah semakin bersandar pada Kis.

Kalo dipikir-pikir kayaknya Kis yang sukanya manyun itu sering banget senyum ya baru beberapa lama aja bareng sama Jul di rumah ini. Bahkan lebih sering dari senyumnya dia pas lagi di rumahnya sendiri. Rasanya seperti...

"Kis?"

"Hem?"

"Kayaknya si Kiyep feels like home banget nih sama lo. Gimana dong?"

"Its okay, Jul."

Dan untuk kesekian kalinya senyum itu kembali tersemat di muka kinclongnya Kis. Cowok itu menatap Jul sungguh-sungguh sebelum akhirnya melanjutkan.

"Me too."

***

“Bik Jum, masak apa nih? Ran pesen seporsi ya. Laper banget nih hehe.”

Celotehan itu terdengar dari mulut Ran yang baru saja tiba memasuki rumah Dai. Orang yang berjalan di sampingnya melirik sinis.

“Siap Den Ran. Nanti bibik siapin.” Respon Bik Jum yang tadi membuka pintu untuk keduanya, “Non Dai mau makan sekarang juga?”

Dai menggeleng, “Nggak bik, Dai nanti aja.” Jawabnya.

Bik Jum pun mengangguk kemudian segera berlalu ke dapur. Di sana ada Mbok Nah yang tengah berkutat dengan penggorengannya.

“Ngapain sih lo mampir? Udah sore juga. Pulang sana!”

Songong banget emang nih bocah, semua juga tahu.

Ran Cuma melengos aja, udah biasa, jadi nggak akan dia ambil hati.

Tenang, Ran nggak sebaperan captain America kok.

“Gue tahu lo sendirian di rumah. Lo kesepian kan? Lo butuh di temenin kan? Bangga dong lo punya gue yang pengertian gini. Tanpa lo minta gue udah ngerti duluan.”

Bola mata Dai terputar jengah. Lalu beranjak dari duduknya berjalan melewati Ran yang malah tiduran di sofa panjang itu sambil megang remot, nyetel tv acara apaan tau.

“Kemana, Curut?”

“Mandi.”

“Perlu ditemenin juga nggak?”

Dai yang sudah mulai menaiki tangga menuju kamarnya pun hanya melirik malas kearah Ran sekilas.

“Coba aja kalo mau gue tabok.”

Dan begitulah cewek itu berlalu meninggalkan Ran yang malah cengengesan.

Tak lama pesananya datang. Ran pun memakan apa yang dimasak oleh ART di rumah Dai. Tidak hanya itu, tapi Ran juga minta ditemani oleh keduanya, Mbik Jum dan Mbok Nah.

Sedangkan Dai tak kunjung turun. Jangan-jangan dia keasikan sama bukunya dan lupa kalo Ran masih ada di sini.

Ran berniat akan menyusul Dai ke kamarnya habis ini.

Beberapa saat setelah selesai makan, ponselnya berdering.

“Hallo, Om." Sapanya.

"Lagi di rumah Om nih... Ena bilang sih tadi mau mandi, Om... Oh iya Om, Papa lagi di luar kota. Mama juga ikut nemenin Papa... Oke, Om. Siap. Tenang aja. Ena aman kok sama Ran. Iya, Om nanti biar Ran sampaiin."

Sambungan itu pun berakhir. Selang beberapa detik, ponsel Ran berbunyi lagi, ada notif pesan masuk ternyata.

Cowok itu tersenyum. Pesan masuk itu ternyata dari kedua kakak Dai, Mamanya dan Juga Papanya.

Dan semua pesan itu intinya berisi tentang Dai.

Ran diminta untuk menjaga anak bungsu dari tiga bersaudara itu baik-baik selama Ayah dan kakak-kakaknya belum bisa pulang ke rumah.

 

"Mau kemana, Den?" Tanya Bik Jum yang melihat Ran pergi.

Sebenarnya tanpa disuruh pun Ran akan dengan senang hati menemani Curut kesayangannya itu. Meski seringnya Dai cuekin Ran karena lebih memilih tenggelam dalam buku-bukunya. Tapi selama Dai ada dalam jangkauannya ia akan merasa tenang.

Senyum Ran mengembang.

 

"Pulang, Bik."

"Pulang ke rumah Aden?"

Ran menggeleng dengan senyumannya.

 

Sejak dimana Ran bisa bangkit dari rasa sepinya.

Sejak itulah Dai adalah tempat untuknya pulang.

Karena berada di dekat Dai adalah kenyamanan untuknya.

Karena kalo ada Dai, rasa sepi bukan lagi milik Ran.

 

"Pulang ke Daina."

Seketika Mbok Nah dan Bik Jum menyernyit tak mengerti.

 

Because ...

Home is not just about a place,

Sometimes ...

It just about feeling.

 

"Rumah Ran."

 

Karena tak peduli dimana pun ia berada.

Bersama Dai adalah rumah bagi Ran.

***

Tags: TWM18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Find Dreams
265      218     0     
Romance
Tak ada waktu bagi Minhyun untuk memikirkan soal cinta dalam kehidupan sehari-harinya. Ia sudah terlalu sibuk dengan dunianya. Dunia hiburan yang mengharuskannya tersenyum dan tertawa untuk ratusan bahkan ribuan orang yang mengaguminya, yang setia menunggu setiap karyanya. Dan ia sudah melakukan hal itu untuk 5 tahun lamanya. Tetapi, bagaimana jika semua itu berubah hanya karena sebuah mimpi yan...
Sweet Sound of Love
476      314     2     
Romance
"Itu suaramu?" Budi terbelalak tak percaya. Wia membekap mulutnya tak kalah terkejut. "Kamu mendengarnya? Itu isi hatiku!" "Ya sudah, gak usah lebay." "Hei, siapa yang gak khawatir kalau ada orang yang bisa membaca isi hati?" Wia memanyunkan bibirnya. "Bilang saja kalau kamu juga senang." "Eh kok?" "Barusan aku mendengarnya, ap...
My Brother Falling in Love
37576      3753     8     
Fan Fiction
Pernah terlintas berjuang untuk pura-pura tidak mengenal orang yang kita suka? Drama. Sis Kae berani ambil peran demi menyenangkan orang yang disukainya. Menjadi pihak yang selalu mengalah dalam diam dan tak berani mengungkapkan. Gadis yang selalu ceria mendadak merubah banyak warna dihidupnya setelah pindah ke Seoul dan bertemu kembali dengan Xiumin, penuh dengan kasus teror disekolah dan te...
Meet You After Wound
266      223     0     
Romance
"Hesa, lihatlah aku juga."
Astronaut
6756      1742     2     
Action
Suatu hari aku akan berada di dalam sana, melintasi batas dengan kecepatan tujuh mil per detik
Warna Warni Rasa
1259      573     2     
Romance
Rasa itu warna. Harus seperti putih yang suci. Atau seperti hijau yang sejuk. Bahkan seperti merah jambu yang ceria. Rasa itu warna. Dan kau penentunya. Banyak gradasi yang harus di lalui. Seperti indahnya pelangi. Bahkan jika kelabu datang, Kau harus menjadi berani seperti merah. Jangan seperti biru yang terlihat damai, Tapi jika marah akan menghancurkan bumi seperti tsunami. R...
You Are The Reason
2250      921     8     
Fan Fiction
Bagiku, dia tak lebih dari seorang gadis dengan penampilan mencolok dan haus akan reputasi. Dia akan melakukan apapun demi membuat namanya melambung tinggi. Dan aku, aku adalah orang paling menderita yang ditugaskan untuk membuat dokumenter tentang dirinya. Dia selalu ingin terlihat cantik dan tampil sempurna dihadapan orang-orang. Dan aku harus membuat semua itu menjadi kenyataan. Belum lagi...
Last Game (Permainan Terakhir)
479      325     2     
Fan Fiction
Last Game (Permainan Terakhir)
AVATAR
7978      2247     17     
Romance
�Kau tahu mengapa aku memanggilmu Avatar? Karena kau memang seperti Avatar, yang tak ada saat dibutuhkan dan selalu datang di waktu yang salah. Waktu dimana aku hampir bisa melupakanmu�
Hati Yang Terpatahkan
2142      976     2     
Romance
Aku pikir, aku akan hidup selamanya di masa lalu. Sampai dia datang mengubah duniaku yang abu-abu menjadi berwarna. Bersamanya, aku terlahir kembali. Namun, saat aku merasa benar-benar mencintainya, semakin lama kutemukan dia yang berbeda. Lagi-lagi, aku dihadapkan kembali antara dua pilihan : kembali terpuruk atau memilih tegar?