Read More >>"> unREDAMANCY (9. Forwards, Backwards !) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - unREDAMANCY
MENU
About Us  

Forwards, Backwards

***

“Dan pada akhirnya gue memilih kembali.

Buat tumbuh dengan rasa takut itu.

Rasa takut kehilangan lo.

Meski kenyataanya.

Lo nggak pernah.

Jadi milik gue.”

***

"Lur, gue cabut." Suara Ran yang baru saja melenggang pergi menggunakan motor bersama Dai yang nangkring dibelakangnya.

"Yok." Teman-temannya merespon. Seraya bersiap dengan kendaraannya masing-masing. Namun, pandangan Sad menemukan sesuatu.

"Ayo!"

"Nggak."

"Apanya yang nggak?"

"Gue nggak mau balik bareng lo."

"Kenapa?"

"Kesel gue sama lo."

"Nggak usah aneh-aneh deh. Buruan naik!"

Dari jauh Sad melihat perdebatan Salsa yang kini sedang bersidekap dengan Fak yang terlihat sudah siap dengan kendaraannya.

"Sad, liatin apaan sih? Ayo buru balik nggak nih kita?" Jul yang sudah merasa kepanasan segera bergabung dengan Sad. Sedangkan Sad tidak kunjung menyalakan motornya.

"Jul, kayaknya hari ini gue nggak bisa balik bareng lo deh." Ungkapnya kemudian.

"Loh emangnya kenapa?" Heran Jul yang sudah duduk dibelakang Sad dan memakai helmnya.

"Lagi ada kesempatan emas buat gue." Cengir Sad misterius, "Deketin dewi."

"Ngomong apaan sih? Siang-siang udah ngaco aja lo." Jul tertawa seraya menepuk pundak Sad sekali, "Ayo buru nggak usah bercanda deh. Nggak lucu tau nggak!"

"Gue seriusan ini, Jul."

"Ah kampret!

Jul kesal, banget. Tapi mau gimana lagi. Kayaknya Sad nggak lagi bercanda kali ini.

"Sori banget deh. Janji! Besok lo, gue lagi yang anterin balik. Tapi hari ini aja. Kayaknya ada yang lebih butuhin gue dibanding lo."

Jul berdecak, seraya mengibaskan tangannya didepan muka, "Terserah deh. Terus gue balik sama siapa dong sekarang?"

Sad malah celingukan. Calkis sudah ada didalam mobilnya yang terparkir tak jauh dari posisi mereka dan sedang melihat kearahnya. Seperti ada lampu terang yang meyala di kepala Sad.

"Sama Kis dulu aja ya."

"Lo gila ya! Rumah gue sama rumah dia kan jaraknya jauh banget. Kasian Calkis. Nggak enak gue nanti."

Kis masih melihati keduanya dalam diam. Lalu menemukan Sad yang menoleh kearahnya. Dengan matanya Sad memberikan kode. Seperti telepati yang terhubung, Kis seolah bisa langsung mengerti tanpa mendengar Sad menyuarakan maksudnya.

"Jul, ayo naik! Biar gue yang anter lo balik." Ajak Kis tanggap.

Jul menoleh kaget. Nggak ngeh kalo sedari tadi ada Kis, "Rumah kita kan beda arah Kis."

"Nggak masalah. Ayo."

"Tuh udah sana buru."

Jul mendengus, "Kesel gue sama lo!"

"Jangan ngambek dong. Janji deh besok gue anter jemput lo lagi kayak biasanya."

"Besok hari libur." Ketus Jul cepat dan segera meninggalkan Sad beralih masuk ke dalam mobil Kis.

Sad hanya menghela napas pasrah. Salahnya juga sih.

Tapi tak apa. Sad akan pergi ke rumah sahabatnya itu nanti dengan beberapa bungkus es krim kesukaan Jul.

"Titip sobat gue, Kis. Langsung bawa balik!"

Sad berteriak dan dibalas suara klakson sekali oleh Kis yang melenggang pergi meninggalkan parkiran bersama Jul.

"Nggak usah kumat deh lo. Ayo buru!"

Suara Fak kembali terdengar. Keadaannya masih sama. Salsa hanya bersidekap, berkeras kepala tidak mau diajak pulang bareng Fak.

"Yaudah terserah."

Itu kata-kata terakhir dari Fak sebelum akhirnya ia menyerah dengan kekesalan dan meninggalkan Salsa disana. Gadis itu menghela napasnya berat. Mulai berjalan pelan keluar parkiran. Diam-diam Sad mengikuti dengan motornya yang melaju sangat pelan tepat dibelakangnya.

Ketika sampai di depan gerbang sekolah, Salsa terlihat kebingungan. Mungkin bingung harus pulang naik apa. Karena setahu Sad, sejak awal cowok itu memerhatikan Salsa, Salsa selalu datang dan pulang bersama Fak. Sad tersenyum, akhirnya memutuskan mendekati Salsa.

"Ayo naik!" Ajaknya to the point.

Ini diluar dugaan. Biasanya Sadlan Sa-dewa gombal ini bakal sesuai julukannya. Sambil nongkrong di warung gerobak Bang Mastur sama temen-temen nakalnya. Dia bakal godain siswi-siswi yang lagi nunggu angkot ataupun baru turun angkot dengan bersiul atau bahkan sekedar cit cit cuit. Atau kalo nggak ngeluarin kata-kata super najis semacam "Cantik... pulang bareng abang yok."

Salsa mengerjap dua kali. Kemudian menengok ke kanan dan kiri. Hanya sekedar memastikan barangkali teman sekelasnya ini bicara pada yang lain. Tapi yang dia temukan cuma segerombolan anak yang sedang jajan cakue dan batagor di depan pagar.

"Gue?" Tunjuknya kemudian pada diri sendiri.

"Iya. Lo lagi bingung kan mau pulang gimana?" Sad tersenyum tipis, " Ayo biar gue yang anter."

"Nggak usah makasih. Ngerepotin nanti. Gue bisa pulang sendiri kok." Tolak Salsa sopan. Rada canggung juga sih. Soalnya selama hampir setahun ini mereka sekelas emang jarang ngobrol. Sad Cuma suka goda-godain aja selain itu nggak ada lagi. Cuma baru tadi aja mereka ngobrol lama. Itu juga karena Sad yang nyamperin duluan buat nyontek tugas LKSnya.

"Masa sih? Coba kalo gitu gue tanya. Dari sini lo naik apaan?"

Salsa terhenyak, bingung harus jawab apa. Dia memang nggak tau karena selama ini selalu berangkat dan pulang bareng sama Fak.

"Hmm."

"Kalo lo emang beneran tau gue bakal biarinin lo. Tapi kalo lo nggak tau. Nggak ada pilihan lain ya selain lo mau buat gue anterin pulang."

"Gue sebenernya emang nggak tau sih harus balik naik apa dari sini."

Sad tersenyum puas, "Nah kan. Udah jelas berarti."

"Tapi..." Ada raut ragu dari Salsa dan... Ngeri mungkin. Tapi Sad nggak tersinggung sama sekali. Wajar sih Salsa kayak gitu. Selama ini kan dia kenalnya Cuma sebatas Sad yang tukang gombal dan Player.

"Haha." Sad tertawa, "Nggak usah takut gitu. Gue nggak gigit kok. Eh kadang sih suka. Tapi kalo lagi khilaf aja." Mendengar itu malah membuat Salsa semakin ngeri dan Sad sadar itu, "YOLO. gue cuma bercanda kalik, Cha. Gue nggak macem-macem kok. Cuma pengen nganterin lo balik aja. Suer deh."

"Hmm." Salsa menimbang-nimbang. Masih bingung harus bilang iya apa nggak. Dia kepikiran Fak yang bakal marah-marah kalo tau dia dianter cowok pulang. Tapi...

"Yaelah nggak percaya amat sama gue." Keluh Sad, "Muka gue emang muka-muka minta ditampol kok iya gue tau."

"Eh bukan gitu..."

"Kalo gue boong lo boleh pukulin gue pakek helm ini sampe gue teler deh gue nggak akan ngelawan. Gimana?"

Sad keliatannya nggak sebahaya itu. Sad emang suka genit kalo sama banyak cewek, sama Salsa juga. Tapi selama ini Cuma sebatas genit normal nggak sampe yang pakek tindakan kurang ajar. Mungkin Salsa Cuma jadi terlalu parno aja karena omongan Kakaknya selama ini kali ya.

"Maap-maap nih ya. Bisa dipercepat nggak jawabnya? Lo enak ketutupan bayangan pohon. Liat gue? Bukan apa-apa sih ya beneran deh. Tapi ini neraka bocor apa gimana ya? Mataharinya panas banget asli. Kalo gue mendadak jadi negro kan nggak lucu ya."

Salsa malah tertawa mendengar Sad berbicara seperti itu.

"Yeh malah ketawa. Mau nggak nih Bang Dewa anterin, Neng?"

Dan senyuman yang tersemat di bibir cewek itu menjadi jawaban akhirnya.

"Ntaps."

***

"Ran."

"Hem."

"Tabok loh yak."

Cowok itu tersenyum meremehkan.

Kembali melakukan kegiatannya barusan meski sudah kena tegor beberapa kali. Menggoda Dai yang sedang serius dengan bacaannya karena merasa dicuekin dan bosan hampir dua jam lebih menunggui Dai yang tak kunjung selesai.

Tadi sepulang sekolah Dai meminta Ran untuk mampir ke toko buku langganannya. Ada beberapa yang ingin dia beli mengingat ini sudah mendekati masa ujian.

"Abis lo cuekin gue. Bosen tau. Lo nggak bosen apa, Curut?"

Dai hanya melirik sekilas, "Siapa suruh ikut? Tadi kan gue udah minta lo buat balik duluan aja. Biar nanti pulangnya gue naik umum."

"Lo pikir gue tega?"

Dai mencibir sambil masih terus membaca. Ran menghela napasnya.

Akhirnya cowok itu memilih duduk anteng bersandar pada salah satu rak buku yang berjejer. Mengambil ponselnya di saku dan dengan jail memotret Dai diam-diam.

        

"Ran?"

"Hem?"

"Lo ngerokok?"

Ran langsung mengalihkan pandangannya dari ponsel ke arah Dai. Menyernyit kemudian menggeleng.

"Tadi di BK?"

"Oh itu." Ran tersenyum, "Lagi apes gue. Kebelet boker tadi. Kebetulan anak-anak lagi pada nyebat di sana. Gue terus lanjut karena udah nggak tahan. Eh baru aja beres Pak Gio tiba-tiba masuk. Tercyduklah gue karena ada di sana juga."

Dai mengangguk-angguk, "Oh gue kirain."

"Kenapa?" Tanya Ran, "Lo takut kehilangan gue?"

Dai mendecih, "Apaan lo. Kagak nyambung."

"Jangan lo kira gue nggak tahu ya. Waktu terakhir kali gue nyebat dan masuk rumah sakit. Bukannya lo yang paling keliatan panik banget sampai nggak mau pergi ninggalin gue sedetik aja. Nggak mau pulang, nggak mandi, nggak berhenti nangis. Itu apa namanya kalo bukan takut kehilangan? Hem?"

Dai sempat terdiam beberapa detik, sebelum akhirnya menutup bukunya dan berniat membawanya ke kasir.

Ran yang tanggap dengan perubahan suasana hati Dai segera berdiri dari posisinya semula.

"Kemana, Na?" Tanyanya memastikan.

"Gue udah selesai baca. Mau bayar ke kasir."

Ran tersenyum penuh arti. Dai dan gengsinya.

Kalau ketahuan pasti selalu buat pengalihan.

"Dengerin gue dulu, Na." Katanya.

Sekarang mereka sudah ada di posisi saling berhadap-hadapan. Ran menatap Dai dengan senyuman tulusnya meski Dai selalu membuang muka.

"Takut kehilangan itu wajar. Lo nggak usah malu ngakuinnya."

"Apaan sih!" Sentak Dai. Tapi nada tinggi dan wajah juteknya tidak berpengaruh pada Ran. Cowok itu malah tersenyum simpul. Lalu menyentuh pundak Dai dan menatapnya lekat. Tapi Dai malah membuang muka.

"Look at me, Na."

"What?" Malas Dai.

Ran tak gentar. Selama cewek itu nggak berontak, dia pasti akan mendengar apa yang akan Ran katakan.

"Kayak yang udah pernah gue bilang sebelumnya." Nadanya terdengar lembut di telinga Dai membuat cewek itu akhirnya mau menatap sahabat dari lahirnya pelan-pelan.

Ran menjedanya dengan senyum tulus.

 

"Nggak usah takut." Lanjutnya.

Pikiran Dai malah sebaliknya.

Terpental ke kenangan sepuluh tahun lalu.

Sepuluh tahun lalu Dai yang melihat kepergian ibunya. Sepuluh tahun lalu juga Dai yang menjadi saksi keterpurukan ayahnya akibat rasa kehilangan.

Dai menyimpulkan pemahamannya sendiri seiring berjalannya waktu.

Maka dengan itulah Dai tumbuh. Berusaha untuk menjaga apapun yang telah menjadi miliknya-apapun itu, bahkan untuk sesuatu seremeh pulpen baru atau penghapus baru. Dai akan kepikiran semalaman sampai tidak bisa tidur jika barang-barang kecil seperti miliknya itu dipinjam Sad tanpa izin dan lupa dikembalikan.

Tak hanya itu, Dai juga berusaha untuk tidak dengan mudah mengklaim sesuatu.

Apalagi seseorang.

Dai hanya takut.

Takut merasa sakit.

Hingga perasaan itu muncul dari sebuah janji seseorang.

 

"Karena kayak janji gue dulu."  

Dan mendengar kalimat itu membuat Dai malah kembali ke perasaan takutnya yang selama ini hanya ingin ia pendam sendiri tanpa membaginya pada siapapun. Rasa takutnya yang entah adalah sebuah keegoisan atau benar-benar perasaan takut dengan banyaknya alasan. Alasan seperti... 

Karena kata janji itu bisa aja diingkari.

"Kalau gue bakal selalu ada dan jagain lo sampai nanti."

Karena nggak ada yang pernah tau sampai nanti itu ujungnya dimana.

Sebagai manusia yang hanya bisa berencana. Terkadang kita malah selalu merasa kecewa karena banyak yang tiba-tiba. Dan tiba-tiba selalu menuntut kita buat siap. Siap untuk ngadepin segala macam perasaan yang timbul. Termasuk perasaan sakit.

 

"Nggak peduli apapun dan bagaimanapun."

Karena kata-kata ini cuma bikin gue semakin jadi egois.

Manusiawi kalo kita punya segaris rasa untuk memikirkan diri sendiri.

Tapi nggak bener kalo dengan itu kita jadi memaksakan kehendak.

Bahkan tanpa memikirkan perasaan orang lain.

Kehendak untuk tidak ingin kehilangan meski tanpa pernah mau memiliki.

 

"Gue bakal pastiin kalo lo nggak bakalan pernah kehilangan gue."

Karena sejatinya nggak ada yang pasti di dunia ini.

Termasuk perasaan. Manusia bukan malaikat, bukan juga iblis. Dalam diri mereka akan selalu ada sisi baik dan buruknya. Kadang sabar, bisa juga jenuh, kadang bertahan, bisa jadi bosen. Kadang sayang, bisa jadi milih buat pergi. Berubah-ubah dan Dai sudah membuktikannya sendiri dengan perubahan sikap seseorang beberapa waktu lalu.

 

"Bahkan kalo perlu gue nggak akan biarin lo buat sekedar punya perasaan takut kehilangan itu."

Karena nyatanya kata kehilangan itu cuma pantes buat yang memiliki.

Itu yang ngebuat seorang Daina Tita Prameishelva memilih untuk tenggelam bersama rasa takutnya.

Karena nggak memiliki aja yang namanya kehilangan rasanya sesakit ini, apalagi memiliki.

 

"Gue tau Dai perasaan lo. Jadi nggak ada yang perlu lo takutin lagi."

Karena meski lo udah sebegitu meyakinkannya, gue masih tetep aja ngerasa takut.

Ada dua jenis ketakutan di dunia ini.

Ketakutan yang rasional dan ketakutan yang irasional.

Gak peduli jika menurut kalian, ketakutan Dai adalah jenis yang kedua.

Tapi Dai tetap tidak bisa menghilangkan perasaan itu.

Karena seenggak masuk akalnya rasa takut itu. Setiap orang punya hak buat milih hidup dengan perasaan yang ia pilih.

Perasaan yang nggak akan bisa disamain dengan perasaan lainnya.

Bikin kalimat 'Gue tau kok perasaan lo.' Kedengeran kayak nasi kemarin, basi!

 

So, you.

Marseven Ranutama Atmadja.

Please stop, for make me feel scare.

 

"Oke?"

 

Dan pada akhirnya gue memilih kembali.

Buat tumbuh dengan rasa takut itu

Rasa takut kehilangan lo

Meski kenyataanya

Lo nggak pernah

Jadi milik gue.

***

Tags: TWM18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
BlueBerry Froze
3436      1071     1     
Romance
Hari-hari kulalui hanya dengan menemaninya agar ia bisa bersatu dengan cintanya. Satu-satunya manusia yang paling baik dan peka, dan paling senang membolak-balikkan hatiku. Tapi merupakan manusia paling bodoh karena dia gatau siapa kecengan aku? Aku harus apa? . . . . Tapi semua berubah seketika, saat Madam Eleval memberiku sebotol minuman.
Cowok Cantik
11782      1835     2     
Romance
Apa yang akan kau lakukan jika kau: seorang laki-laki, dianugerahi wajah yang sangat cantik dan memiliki seorang ibu dari kalangan fujoshi? Apa kau akan pasrah saja ketika ditanya pacarmu laki-laki atau perempuan? Kuingatkan, jangan meniruku! Ini adalah kisahku dua tahun lalu. Ketika seorang laki-laki mengaku cinta padaku, dan menyebarkannya ke siswa lain dengan memuat surat cintanya di Mading...
Amherst Fellows
5342      1445     5     
Romance
Bagaimana rasanya punya saudara kembar yang ngehits? Coba tanyakan pada Bara. Saudara kembarnya, Tirta, adalah orang yang punya segunung prestasi nasional dan internasional. Pada suatu hari, mereka berdua mengalami kecelakaan. Bara sadar sementara Tirta terluka parah hingga tak sadarkan diri. Entah apa yang dipikirkan Bara, ia mengaku sebagai Tirta dan menjalani kehidupan layaknya seorang mahasis...
A & O
1443      669     2     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...
My Sweety Girl
10116      2269     6     
Romance
Kenarya Alby Bimantara adalah sosok yang akan selalu ada untuk Maisha Biantari. Begitupun sebaliknya. Namun seiring berjalannya waktu salah satu dari keduanya perlahan terlepas. Cinta yang datang pada cowok berparas manis itu membuat Maisha ketakutan. Tentang sepi dan dingin yang sejak beberapa tahun pergi seolah kembali menghampiri. Jika ada jalan untuk mempertahankan Ken di sisinya, maka...
BEST MISTAKE
11011      1862     3     
Romance
Tentang sebuah kisah cinta yang tak luput dari campur tangan Tuhan yang Maha Kuasa. Di mana Takdir sangat berperan besar dalam kisah mereka. "Bisakah kita terus berpura-pura? Setidaknya sampai aku yakin, kalau takdir memang tidak inginkan kita bersama." -K
LARA
7340      1813     3     
Romance
Kau membuat ku sembuh dari luka, semata-mata hanya untuk membuat ku lebih terluka lagi. Cover by @radicaelly (on wattpad) copyright 2018 all rights reserved.
Help Me
5208      1587     6     
Inspirational
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jika manusia berfikir bahwa dunia adalah kehidupan yang mampu memberi kebahagiaan terbesar hingga mereka bangun pagi di fikirannya hanya memikirkan dunia yang bersifat fana. Padahal nyatanya kehidupan yang sesungguhnya yang menentukan kebahagiaan serta kepedihan yakni di akhirat. Semua di adili seadil adilnya oleh sang maha pencipta. Allah swt. Pe...
Balada Cinta Balado
14177      2650     19     
Humor
"Hidup atau dilahirkan memang bukan pilihan kita, tapi dalam HIDUP KITA HARUS MEMILIKI PILIHAN". Mungkin itu adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan kehidupanku sekarang ini. Kehidupan yang sangat Liar Binasa menyedihkan. Aku sering dijadikan bahan bertema kehidupan oleh teman dan juga keluargaku sendiri. Aku tidak pernah menyangka rencana kehidupanku yang sudah disiapkan dengan ...
Grey
196      164     1     
Romance
Silahkan kalian berpikir ulang sebelum menjatuhkan hati. Apakah kalian sudah siap jika hati itu tidak ada yang menangkap lalu benar-benar terjatuh dan patah? Jika tidak, jadilah pengecut yang selamanya tidak akan pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan sakitnya patah hati.