Timing
***
"If you have chemistry. You only need one other thing. Timing. But timing is a bitch."
***
"Ranutama Atmadja!"
Ran dan Dai menoleh ke arah sumber suara. Tiga orang baru saja masuk ke kelas lalu bergabung bersama mereka.
"Tercyduk!"
"Kenapa muka lo, Ran. Serius gitu liatin gue. Mupeng lo?"
Ran mendengus remeh, "Iya, mupeng gue pengen cipok lo."
"Najong."
"Pake sepatu tapi."
Kis hanya tertawa santai mendengar kekesalan Ran. Sedangkan Ran kembali beralih pada Dai.
"Gimana, Na? Lo belum jawab tadi pertanyaan gue."
"Auk ah, kepo lo." Dai berkelit.
"Dih, buru jawab."
"Nggak mau."
" Gue penasaran nih."
"Bodo."
Melihat dua orang itu berdebat. Membuat ketiganya ikut penasaran juga.
"Pertanyaan apa sih?" Sekarang giliran Jul yang bersuara.
"Iya serius banget kayaknya. Nanya apaan lo, Ran?" Kis ikutan nimbrung.
Ran dan Dai saling pandang, lalu menjawab hampir bersamaan.
"Bukan apa-apa."
"Wih, kompakan gitu paniknya. Gue jadi curiga." Tuding Jul lagi.
"Ada udang dibalik bakwan nih." Sad yang lagi asik sama kojeknya pun menatap intens kedua temannya yang kembali saling pandang.
"Gue cek dulu."
Sad malah bergerak mendekati keduanya lalu mengendus-endus. Kemudian senyuman jahil tercipta di wajahnya.
"Akhirnya kita bakal dapat PJ, Guys. Mereka bakal jadian."
Ran dan Dai refleks menggeplak cowok itu bersamaan di bagian tubuh berbeda. Sampai Sad sukses terbatuk sekarat akibat kojeknya yang hampir saja tertelan.
Jul sigap membantunya dengan cara menepuk-nepuk punggung cowok itu. Dai hanya menatapnya dengan rasa bersalah. Sementara Kis dan Ran malah tertawa terbahak kayak orang kesurupan.
"Njrit." Umpatnya, "Vangke banget ya lo berdua."
"Maaf Bang Sad. Nggak sengaja gue." Pinta Dai tulus.
"Alibi." Dengus Sad lucu, "Nggak mau tau. Tanggung jawab! Pokoknya PJ buat gue harus dua kali lipat."
"Dih halu. PJ apaan Bang Sad? Orang nggak ada yang jadian."
"Dusta."
"Lo kalik yang jadian sama Bang Kis." Gurau Dai.
"Najis."
"Udah, nggak usah buat pengalihan."
"Nggak percaya ya udah." Cuek Dai. “Ya nggak, Ran?”
“Rencana lo nembak hari ini nggak jadi, Ran?” Tanya Kis tiba-tiba.
“Nembak siapa?” Bingung Dai menatap keduanya.
“Tanya aja, Ran.” Ran hanya diam. Berusaha mengirim kode ke Kis untuk tidak membahasnya sekarang.
Namun Dai menangkap ada sesuatu hal yang coba Ran sembunyikan darinya. Meski begitu, seperti biasa. Dai hanya akan diam. Diam dengan beribu kerumitan dalam pikirannya pada rasa penasaran.
Sejak dulu Ran selalu tertutup tentang masalah perasaannya. Ran tidak pernah cerita saat ia sedang menyukai seorang gadis. Seringnya Dai tahu Ran sedang pacaran dengan siapa dari orang lain, tapi berita putusnya selalu cowok itu umumkan dengan penuh suka cita.
Gadis itu beranjak dari kursinya, berniat untuk membuang sampah bekas makannya ke luar kelas. Tapi panggilan Ran menahannya.
“Lo nggak penasaran siapa orangnya, Na?”
Dai hanya menampakkan senyum tipisnya, “Kalau nggak bisa kasih tau, nggak apa.”
Dai sudah hendak melangkah saat suara Ran terdengar lagi. Kali ini dengan kalimat yang berhasil menginterupsi langkahnya.
“Gimana kalau gue bilang orangnya itu… lo?”
Sedetik, dua detik. Selanjutnya hanya ada suara kekehan yang gadis itu pilih sebagai respon. Ran yang tadi was-was menatapnya keheranan. Begitupun dengan Kis. Tak ketinggalan Sad dan Jul.
“Huh, lucu. Kalau nggak niat kasih tahu, ya nggak usah kasih tahu. Udah ah.”
Akhirnya kaki itu melangkah pergi menjauh. Meninggalkan tiga wajah yang kini hanya bisa menatap Ran prihatin.
"Sial banget nasib lo, Sob."
"Anda belum beruntung."
"Lain kali coba lagi."
"Bad timing hit me again."
Poor, Ran.
***
Kerja kelompok.
Iya, kerja kelompok.
Yang satu kerja yang lainnya berkelompok.
Gara-gara kemarin ketahuan nggak ngerjain PR esai sama Pak Lando. Alhasil anak sekelas harus rela kena hukuman. Hukumannya itu bikin makalah yang dikerjain secara berkelompok. Dan di presentasiin minggu depannya.
Kebetulan anggota kolompoknya di bagi secara acak. Dai satu kelompok sama Kis dan empat orang lainnya. Jadwal pengerjaannya di mulai sabtu ini. Tempatnya di rumah Mel, salah satu anggota kelompok.
Di tengah-tengah diskusi kelompok, salah satu dari mereka kembali mengungkit masalah yang terjadi kemarin.
“Gila ya, nyesel gue kemarin nurutin si Kafka buat nggak ngerjain itu esai. Tau begini jadinya nggak bakal deh gue ikutan sesat.” Sewot Ais.
“Sama. Gue juga. Malesin banget harus presentasi.” Sambung Mon.
“Bener lo. Emang dasar kampret sejati tuh KM.” Setuju Mel.
“Asnawi juga kampret sih.” Tambah Ais.
“Lo nya aja pada bego.” Timpal Fak.
Mel mencibir, “Mau gue ambilin kaca lo, Fak?” Katanya sinis.
“Kenapa? Makin ganteng ya gue?” Kata Fak sambil memainkan alisnya sok kecakepan.
Emang manusia setengah jadi nih bocah. Disindir malah makin jadi kelakuannya. Sontak Mel yang lagi mau buka cangkang permen mint itu pun malah reflek melemparkannya penuh tekad hingga melayang mengenai jidat Fak telak.
Cowok itu mengaduh, “Vangke lo, Mel.”
“Elo, Vangke!”
“Kalo naksir bilang. Nggak usah alay gini, nimpuk gue pake permen tulisan I like you segala. Caper lo?”
“Cih! Jibang.” Mel berdecih, “PD banget sih lo. Gue heran ya kenapa Salsa bisa tahan banget lo tempelin. Kalo gue jadi dia sih udah gue tendang duluan dari kapan tau saking risihnya.”
“Rezeki anak soleh.” Jawab Fak ngawur. Mel memutar bola matanya jengah.
“BTW, Kalo gue mending kerkom gini sih. Tinggal mandorin, tugas kelar sendiri.” Kini Kis ikut ambil bagian dalam obrolan setelah sibuk dengan mobile Legendnya.
“Yoi, bener lo Kis. Makanya gue sih santai aja. Apalagi pas tau sekelompoknya sama si Dai. Sejahtera lah otak gue nggak akan ngebul.”
“Iyalah nggak akan ngebul. Orang otaknya udah lo jual kan di kantin kemarin?” Sahut Kis yang langsung disusul tawa mereka semua.
“Sialan!”
“Dai.” Panggilan Mel berhasil membuat Dai mengalihkan fokusnya dari buku dan laptop.
Udah dibilang kan. Dai ini bukan tipe orang yang suka buang-buang waktu. Jadi diantara adu bacot yang terjadi. Itu bocah anteng aja ngerjain tugas kelompoknya sendirian.
“Kenapa, Mel?”
“Bagi tugas tuh bocah dua. Jangan lo beresin sendirian. Keenakan ntar mereka kalo semuanya kita cewek-cewek yang ngerjain.”
“Dih, nggak sadar diri. Emang kontribusi lo apa? Perasaan gue liat yang dari tadi ngerjain si Dai aja. Lo sendiri malah asik cuap-cuap main snapgram.”
“Diem lu, Kampret!” Sentak Mel dengan bibir tipisnya yang mengerucut.
“Kampret teriak kampret.” Balas Fak. Mel mendengus kasar.
“HAHA.” Tawa Mon dan Ais.
“Tawa aja lo, bukannya mikir.” Sindir Kis.
“Gue mikir ya, enak aja!”
“Mikir apa kagak ada hasilnya gitu.”
“Ada ya.” Sanggah Ais, “Nih covernya gue dan Mon yang buat. Kasih liat, Mon!” Titah Ais yang langsung di gubris oleh Mon. Mon pun menyodorkan laptop dipangkuannya kearah Kis yang seketika mendengus hina.
“Cover doang kudu berdua-dua.”
“Njrit!” Umpat Fak yang ikut melihat hasil kerja Ais dan Mon, “Kenapa anggotanya Cuma berempat. Nama gue kagak lo masukin?”
“Vangke! Nama gue juga di skiplah.” Murka Kis.
“Sengaja.”
“Edit nggak!”
Ais dan Mon malah membuang muka pura-pura tak mendengar. Membuat Mel tersenyum puas dan Dai yang Cuma bisa geleng-geleng kepala.
Akhirnya mereka berebutan tarik-tarikkan laptop. Keadaannya semakin kacau dan berisik disini.
“Monik!” Teriak mereka saat melihat Mon yang ikut terjungkal kebelakang. Alhasil Mon jatuh menduduki badan Fak yang terlentang.
“Shit.” Pekik Fak kesakitan. Mel dan Ais buru-buru membantu Mon berdiri.
“Kenapa lo, Fak?” Tanya Kis tanggap. Dia membantu Fak yang merintih itu untuk bangun, “Nggak papa lo?”
“Masa depan gue.” Ringis Fak kesakitan, kemudian kembali duduk di kursi di susul yang lainnya, “Untung kagak pecah, kegencet ayam sayur.”
“Sembarangan lo ngatain gue ayam sayur.”
"Oh iya lupa. Harusnya gajah duduk ya." Cengir Kis.
"Lo pikir gue sarung!"
Yang lain pun tertawa.
"Udah, nggak usah pada ribut. Tugasnya udah beres kok. Tinggal bikin daftar isinya aja ini." Terang Dai.
"PPTnya?"
"Udah juga nih. Ntar sebelum bubar kita kocok dulu aja buat nentuin siapa kebagian slide berapa. Tinggal pelajari aja deh bagiannya masing-masing. Biar pas presentasi nanti nggak ngawur."
"Oke siap, Dai." Respon Fak.
"Ngapain lo oke-oke. Nama lo kan nggak masuk ke kelompok ini." Cibir Mel.
"Anjir! Masih aja ya lo!"
"Udah sih." Lerai Kis saat melihat Fak dan Mel sama-sama berdiri dari duduknya "Mau ketiban gajah lagi lo, Fak?"
“Bang Kis. Hp lo bunyi tuh!” Kata Dai kemudian saat melihat ponsel Kis di meja menyala.
Kis segera mengangkatnya.
"Ya udah, Mel. Nggak apa Masukin aja nama kita semua. Fak sama Bang Kis juga."
"Kenapa, broh?" Suara Kis terdengar.
"Ena mana? Masih sama lo kan di rumah Mel?" Tanya orang di seberang sana tak sabaran.
"Yaelah, lo telpon ke nomor gue tapi yang lo tanyain si Dai. Salah pencet lo, Ran?"
"Gue hubungin nggak bisa."
"Bentar, gue tanyain dulu." Jeda Kis, "Dai? Hp lo?" Tanyanya.
"Gue silent, Bang Kis." Jawab Dai. Kis mengangguk.
"Ohh... Males ngangkat katanya, Ran. Biarin keluar di dalem aja."
"Setan!" Dengus Ran. Kis terbahak.
"Di silent, Ran. Silent."
"Nggak lucu lo!"
"Emang bukan gue yang lucu. Tapi lo." Balas Kis.
"Ya just in case aja gue."
"Lo kira gue Sad. Pengennya belok ke tempat sepi aja kalau bawa cewek."
"Anjir, gue denger ya, Kis. Bangke lo!" Kis tertawa saat terdengar teriakan dari Sad yang memang sedang kerja kelompok juga bersama Ran di rumah Jul.
Ran ikut tertawa, "Yaudah. Abis ini lo pap ke gue ya, Kis." Lanjut Ran kemudian.
Oke, untuk yang satu ini emang kebiasaan Ran yang sering bikin siapapun jengkel. "Iya, anjir. Gue berasa lagi ngasuh anak artis yang ibunya sibuk gawe aja kalo pergi sama si Dai. Selalu harus poto. Serius deh Ran. Lo freak banget, Nyet."
"Lo kan emang babbysitternya itu bocah Kis." Celetuk Sad.
"Sialan lo!"
"Terserah." Respon Ran, "Oh iya, nanti pulangnya biar gue aja yang jemput si Dai, jangan lo anterin. Biar sama gue aja."
"Lha kenapa?" Heran Sad, "Emang nggak jadi kongkow bareng kita nanti malem?"
"Jadi."
"Ya udah, si Dai biar bareng sama gue aja. Lo sama Sad, Jul. Biar nanti kita ketemu langsung di tempat biasa."
"Nggak. Nanti lo cari kesempatan dalam kesempitan lagi."
"Ha?" Sedetik terperangah, Kis baru ngeh maksud Ran, "Anjir, emang gue Sad yang kalo bawa cewek suka sengaja ngerem motornya mendadak biar kena."
"Bangsat! Gue lagi lo bawa-bawa." Pekik Sad. Kalo ini semua yang ada dan mendengar itu ikut tertawa.
"Lagian gue kan nggak bawa motor kali ini, Ran. Gue kebetulan bawa mobil. Kalem aja sih lo."
"Pokoknya Dai perginya harus bareng gue."
"Dih aneh lo. Teman tapi posesif."
"Udah Kis, turutin aja tuh anak." Suara Sad terdengar lagi, "Kayak nggak tahu ngadatnya si Ran aja kalo tentang Dai."
Kis memutar bola matanya jengah, "Iyalah, terserah lo pada. Nanti gue Line kalo kerkomnya beres. Bye."
"Si Ran, Kis?" Tanya Mel tepat saat telpon ditutup. Kis mendongak kemudian mengangguk.
"Dai? Nggak perlu gue jelasin ya. Lo denger sendiri kan obrolan barusan?"
Dai mengangguk jengah seraya menutup laptop dan mencabut FDnya.
"Enak banget sih jadi lo, Dai di posesifin gitu." Kata Ais.
"Iya nggak kayak pacar gue yang dikit-dikit muncul dikit-dikit ngilang." Curhat Mel.
"Makanya jangan pacaran sama jin tomang lo. Harus di gosok dulu baru nongol." Ledek Fak.
"Sialan!"
"Pengen dong gue, pacar kayak si Ran gitu. Kloningannya juga boleh.”
"Lo kira apaan ada kloningannya segala, Mon." Dengus Ais.
"Tauk!" Sambung Fak, "Lagian ngapain lo minta kloningannya si Ran kalo mau pacar kayak si Dai. Setahu gue kemaren. Bukannya pacar lo si Basqi-Basqi itu, Dai?"
"Kudet lo! Huu." Sorak Ais dan Mon serempak.
"Basqi mah udah ke laut. Gosipnya ditikung si Ran."
"Si Ran udah nggak sama Gwen?"
"Beneran kudet parah lo ya, Fak." Kata Ais.
"Anjrit! Tau gitu dulu nggak gue ikhlasin gitu aja si Gwen. Nyesel gue mundur dari persaingan."
"Gaya lu. Kayak si Gwen demen aja sama jigong onta macem lu." Cibir Mel.
"Kampret!"
Oke, Dai hanya bisa menghela napasnya, lelah. Dibiarkannya asumsi apapun dari mereka.
"Berisik aja lu pada." Sela Kis, "Buru sini, kita selfi dulu. Keburu line gue jebol notif nih." Ucapnya seraya berdiri bersiap dengan kamera hpnya.
"Eh tunggu. Gue pakek kupluk dulu. Biar nggak keliatan Bad hair day." Kata Mon.
"Pinjem kaca mata lo, Is. Biar keliatan pinter gue." Kata Fak.
"Nggak ngaruh, geblek." Kikik Ais. Tapi tetap membiarkan kacamatanya dipinjam Fak.
"Yaelah. Ini foto cuma mau gue kirim ke si Ran. Bukan ke ajang lomba selfie sekecamatan. ribet amat sih lo pada."
"Ya Udah sih. Ayo buru. Cekrek." Kata Mel. "Tapi guenya jan keliatan gendut ya, Kis."
"Iya, Kis. Gue juga jan keliatan tembem ya." Sambung Ais.
"Gue jug-."
"Jadi kagak nih?" Potong Kis jengkel. Tangannya sudah pegal jadi tongsis dari tadi.
"Hehe." Cengir mereka.
"Ayo, buru. Jepret Bang Kis, gercep." Tuntut Dai.
"Iya-iya."
Akhirnya kerja kelompok yang diselingi keributan berpaedah itu pun ditutup dengan selfie satu kali jepretan.
Cekrek!
Calkis sent pict to Pecinta Curut.
***