Loading...
Logo TinLit
Read Story - unREDAMANCY
MENU
About Us  

Invisible P(l)a(i)n

***

“When a person looked so cold-hearted. Sometime it just they efforts to covering million pain you’ve ever made.”

***

Ini hari Jumat sore, waktunya refresh otak yang udah lima hari penuh dipakai. Entah itu dipakai mikir pelajaran ataupun mikirin yang lain yang jelas seminggu sekali wajib namanya buat cari hiburan. Meski bisa lihatin Salsa tiap hari aja udah hiburan banget sih buat Sad.

Tapi karena Ran lagi dapet hukuman nggak boleh main-main keluar rumah sama Mamanya. Jadilah Sad dan Kis yang ketempelan hantu waras mendadak setia kawan dan setuju buat ngumpul di rumah Ran aja weekend ini.

"Sepi banget rumah lo, Ran?"

Itu suara Sad yang baru aja dateng barengan sama Kis. Bubaran sekolah tadi mereka memang pulang dulu ke rumah masing-masing buat ganti baju dan lain-lain.

"Bokap masih di kantor. Nyokap nggak tauk gue. Kayaknya sih pergi arisan sama temen-temennya.

"Oh."

Setelah kedapur untuk mengambil beberapa cemilan dan minuman kaleng. Ran langsung mengajak keduanya ke lantai atas. Mereka duduk di ruang luas tanpa sekat yang memang biasa dipakai untuk kumpul-kumpul. Dilantai ini cuma ada tiga fungsi ruang aja.

Orang tua Ran sengaja membuat lantai kedua rumah mereka ini khusus untuk Ran. Karena Ran anak tunggal, Mama dan Papanya berusaha memfasilitasi Ran sedemikian rupa agar anak lelakinya itu tidak kesepian dan merasa sendirian.

"Dai nggak lo ajak gabung?" Tanya Kis sambil membuka kemasan keripik kentang ditangannya.

"Alah, palingan tuh bocah asik pacaran sama si Cupu." Sad sotoy.

"Masih?" Heran Kis, "Awet banget."

"Auk. Pakek formalin kalik."

"Padahal di sekolah kalau gue liat malah nggak kayak orang pacaran mereka."

"Mana lo tau di luar sekolah kan?" Cibir Sad, dia memang selalu sarkas gini sama semua orang. Eh nggak deh, kalau sama Salsa.

"Lo kira Dai, Gebby mantan lo yang macem belatung nangka itu."

"Mulai deh lo, pasti yang dibawa nama gue lagi." Dengus Sad, "Cewek mah gitu suka malu-malu kucing, padahal kalau di kasih langsung nagih."

Kis mendecih, "Pantes Si Dai panggil lo Bang Sad. Tanpa spasi sih harusnya."

Sad cuma ketawa santai aja, udah apal mulutnya Kis. Diam-diam nih anak tapi kalau ngomong suka bener. Bener-bener nyelekit maksudnya.

"Gue mah nggak muna sih jadi cowok."

"PK lo."

"Haha, normal gue mah. Tapi inceran gue nggak cewek polos macem si Dai juga kalik."

"Menurut lo Bas sama kayak lo?"

Bahu Sad terangkat sekilas, "Lo tau sendiri cowok mana ada yang bisa dipercaya. Mau pinter atau bego, mau cupu atau bangsad semuanya sama aja kalau soal cewek, otaknya pindah ke mana tau."

Calkis membenarkan dalam hati, lalu melirik Ran yang malah sibuk dengan ponselnya bermain game. "Tumben denger nama Dai lo anteng, Ran."

Ran yang sejak tadi mendengarkan tapi memilih diam pun mengalihkan pandangannya dari layar hpnya. Mengambil satu kaleng minuman bersoda, lalu menegaknya sekali tandas.

Melihat kedua temannya itu menatapnya, akhirnya Ran bersuara juga, "Ena udah putus."

Sad dan Kis melotot kaget, "Halu lo, Nyet? Gue tau lo demen banget sama itu bocah tapi nggak usah jadi setan gitu juga kalik. Doain orang bubaran."

Oke, sekarang gentian Ran dan Sad yang melongo.

"Language lo ilang kemana, Kis?" Cibir Sad.

"Berisik lo! Nggak ada Pak Sugio disini." Kesalnya,

Aslinya Kis juga bahasanya sama saja dengan Ran dan Sad. Hanya karena pernah terkena hukuman dicabein oleh Pak Sugio waktu teriak memanggil temannya dengan sebutan Monyet jadilah Kis kapok kalau ngomong begitu di sekolah.

Lagian salah sendiri itu mulut. Suka nggak kontrol. Udah tau pas lewat ruang guru. Ayo aja itu nama-nama penghuni BonBin dia sebutin. Ajibkan tuh mulut kena cipok cabe.

Ran berdiri karena tiba-tiba dapat panggilan alam.

"Nyet! Lurusin dulu itu yang tadi." Tuntut Kis lagi.

"Lurusin apanya, Kis? Punya gue mah udah lurus" Ledek Ran, "Lo aja kalik tuh yang kalau kencing masih suka bengkok, nyasar kena Sad."

"Njrit, berasa hina gue kalau inget itu."

"Sialan!"

Dan Ran malah tertawa terbahak melihat keduanya mendengus sebal. Namun tawa itu pudar ketika mendengar pertanyaan Kis setelahnya.

"Jadi kapan lo mau nembak dia?"

***

Dai rusuh di senin pagi.

Dia sedang kelimpungan menerobos barisan rapi di lapangan. Sengaja tidak berangkat bareng Ran. Minta diantar oleh Kakaknya.

Niatnya sih pengen telat biar nggak usah ikut upacara. Tapi tetep aja kurang telat karena pas sampai gerbang tadi pas-pasan bel masuk.

Menelusuri barisan depan. Mencari sosok teman-temannya yang tak bisa ia temukan. Berharap juga percuma. Siswa wajib didepan dan siswi di belakang.

Masalahnya dasi punya Ran ada padanya. Tertinggal di rumah Dai minggu lalu.

"Curut."

Dai mendongak saat mendengar suara itu. Sepuluh meter dari tempatnya berdiri Ran tengah melambaikan tangannya.

Tak usah pikir panjang lagi. Dai segera berlari menghampiri Ran.

"Kenapa mepet banget datangnya?" Tanya Ran langsung.

"Ini aja kurang telat malah." Sungut Dai, "Nih dasi lo."

"Kok lepas?" Tanya Ran.

Dai mengerjap, ikut melihat ke arah dasi milik Ran yang masih dipegangnya. Itu model instan yang tadinya masih tersimpul.

Dai nyengir, "Iya, tadi nggak sengaja ketarik lepas sama gue."

Bibir Ran tertarik lebar ke kanan dan kiri. Itu jelas bukan sebuah senyuman.

"Apaan sih senyum lo aneh banget."

"Senyum pedof tuh, Dai." Suara Calkis di sebelah Ran menimpali.

"Apaan?"

"Masa nggak ngerti sih, Na."

"Apa sih? Buruan! Gue belum dapet barisan nih." Keluh Dai resah. Suara mikropon dari pembina sudah berkumandang siap sejak tadi.

Dai tidak mau menjadi ganjil. Sendirian. Kepanasan. Di ujung pula. baris di paling belakang bakal lebih tersiksa karena mudah terpantau.

"Pasangin." Cengir Ran.

Mungkin karena lagi rusuh Dai tanpa pikir panjang menurutinya. Dasi itu dilingkarkannya segera di leher Ran. Lalu Ran sedikit membungkuk saat Dai mulai menyimpulkannya.

"Modus ya, Ena?"

"Modus apa?" Tanya Dai masih rusuh. Tak fokus.

"Udah pas banget loh ini anglenya, tinggal action aja kita."

Tangan Dai berhenti bekerja meski belum selesai. Bukan kata-kata cowok itu yang menyadarkannya. Tapi hembusan hangat yang berasa di poninya berhasil membuatnya mendongak.

Dan alis Ran malah bergerak-gerak jahil saat melihat mata Dai membola, "Lanjut nggak nih?" Tanya Ran lagi dengan bibir yang sengaja di monyong-monyongkan.

"Sialan!" Umpat Dai sengaja menarik ketat dasi itu. Hingga Ran berjengit karena tercekik. Membuat Kis tak kuasa menahan tawa seraya geleng-geleng kepala. Termasuk Sad yang juga terbahak di barisan tengah sana. Juga beberapa murid lain yang melihat adegan tersebut.

"Idiot." Umpat Dai lagi sebelum akhirnya pergi dari sana.

Tapi mau baris dimana?

"Daina ."

Dai tersenyum saat mendengar teriakan itu. Matanya menemukan seorang cewek yang melambaikan tangannya tidak jauh dari posisi Dai berdiri. Tanpa pikir panjang, langsung saja Dai menghampirinya.

"Kenapa lo? Di kerjain si Ran?" Senyumnya.

"Iya tuh dasar luck nut jadi cowok modus mele kerjaannya." Kesal Dai, "Orang lagi rusuh nyari barisan juga. Resek emang."

Cewek disampingnya tertawa renyah mendengar Dai bersungut, " Ya udah sih disini aja baris samping gue. Sengaja gue kosongin kok buat lo. Lo nya aja yang gue panggil-panggil tadi nggak denger."

Namanya Salju Christabell tapi biasa dipanggil Jul. Dia itu temen sebangku Dai yang kemarin ijin nggak masuk. Ada acara keluarga.

"Thanks, Kak." Singkat Dai malah sok cool banget jadi kalem begitu. Padahal Jul senyum manis selalu.

Maklum. Dai emang kaku gini kalau sama yang sejenis.

Sejak kecil Dai lebih terbiasa berinteraksi dengan laki-laki ketimbang perempuan. Kedua kakaknya laki-laki, temannya dari lahir laki-laki, ayahnya pun juga sudah bisa dipastikan laki-laki.

Dai hampir tidak punya teman perempuan. Bukannya sombong, pilih-pilih atau gimana. Tapi memang Dai kurang pandai bersosialisasi. Makanya temennya cuma itu-itu aja. Ran lagi-Ran lagi. Bisa deket sama Sad dan Kis aja karena mereka berdua temannya Ran. Salju juga sama.

Jadi Dai bingung kalau berteman sama perempuan itu harus kayak gimana.

"Gue bawa oleh-oleh. Tapi kayaknya kelebihan. Rezekinya pacar lo berarti. Nanti gue titip satu ya sama lo. Tolong kasih ke Bas."

Mendengar kalimat itu, Dai terdiam seketika.

"Nggak usah, Kak. Repot."

Jul tertawa renyah, "Santai aja kalik. Gue nggak ngerasa repot kok."

"Emang bukan Kak Jul yang repot."

"Lah terus? Gimana maksudnya?"

Dai menghela napasnya kasar.

"Kenapa sih, Dai?"

Ah, bikin males aja pagi-pagi gini bahas itu.

"Kita udah bubaran, Kak."

"APA?"

***

Entah siapa penyebarnya.

Tidak perlu waktu lama, berita putusnya Dai dan Bas menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Membuat para siswi yang sejak lama sudah menantikan hal ini terjadi bersorak gembira.

Meski banyak siswa yang menganggap Bas itu cowok cupu yang gila akan Sains, tak sedikit juga siswi yang terpikat pada pesonanya. Bas memiliki daya tarik tersendiri yang takkan pernah bisa dimengerti oleh kaum sejenisnya.

"Huft."

Kantin penuh lagi hari ini. Tapi anehnya, Dai merasa menjadi pusat perhatian sejak tadi. Membuatnya memilih kembali ke kelas membawa cilor dan cireng isi yang tadi sempat dibelinya. Berniat memakan semuanya di dalam kelas saja.

Meninggalkan Ran yang berjubel di warung bu Ida, Kis yang entah menghilang kemana bersama Jul dan Sad yang malesin karena sedang flirting mepetin Salsa.

Namun langkah riang Dai tersendat saat melewati koridor menuju kelasnya. Matanya menangkap sosok Bas disana, berjalan menunduk sambil membaca kertas entah apa.

Dalam hati Dai menerka-nerka bagaimana perasaannya saat ini. Saat melihat wajah itu lagi setelah beberapa hari ini tidak bertemu, tidak terlibat dalam sebuah obrolan, diskusi, candaan bahkan chat sekalipun.

Sepertinya cowok itu serius ingin membuang Dai. Tapi sekali lagi, Dai akan mencoba peka terhadap hatinya dan berharap kali ini akan memahami perasaannya sendiri.

Dai hanya ingin memastikan sesuatu.

"Bas!"

Cowok itu menatap lurus kedepan saat menyadari seseorang mamanggilnya. Matanya sempat bertemu dengan manik milik Dai meski sekilas. Karena setelahnya pandangannya teralih pada sosok di belakang Dai yang sedang berlarian kecil menuju kearahnya.

"Gue cariin dari tadi ternyata lo disini." Keluh cewek yang memanggilnya barusan. Sedangkan Bas hanya diam sambil sesekali melirik kearah Dai.

"Kenapa? Tumben lo cari gue?"

Disaat Bas teralihkan Dai buru-buru meringsek sembunyi dibalik tikungan.

"Ayo ke kantin. Gue traktir lo karena udah kasih nyontek gue tugas Kimia tadi." Bas pun mengangguk.

Otomatis kedua tangan cewek itu langsung merangkul lengannya Bas. Erat. Nempel banget. Persis banget kayak uler keket menclok di pohon. Sedangkan Bas kelihatan santai aja gitu tanpa penolakan.

"Oh iya, anak-anak lagi rame banget loh sama gosip yang beredar tentang lo."

Bas hanya diam.

"Jadi bener lo putus sama Daina?"

Dai belum pergi, dia masih terdiam di tikungan sana. Bisa mendengar pertanyaan cewek itu saat mereka berdua semakin berjalan mendekat.

"Kenapa emangnya?" Bas malah bertanya balik.

"Nggak pa-pa. Yang lain bilang kalian putus karena Daina ada yang lain ya?”

"Oh."

“Bener?”

Dan entah kenapa jantung Dai tiba-tiba berdetak begitu cepat. Telinganya siaga menunggu apa yang akan dikatakan Bas setelahnya.

"Lagian jadi cewek kok gatel banget. Pacarannya sama lo. Nempelnya malah sama cowok lain."

Seringnya nyindir itu nggak beda jauh sama nyisir. Sama-sama butuh ngaca.

Namun belum sempat cowok itu menjawab, keberadaan Dai sudah terciduk lebih dulu oleh keduanya.

"Eh Daina. Lo kok ada disini sih?"

Dai sempat merasa terkejut meski kemudian kembali berusaha stay cool, "Kenapa emang?"

"Nggak apa."

Meski rasanya Dai suka untuk diam seribu bahasa,  “Tanya apa?" Timpal Dai pada akhirnya.

"Lo beneran putus dari Bas karena ada yang lain?" Tembak cewek itu tanpa sungkan sambil masih terus meluk lengannya Bas yang kelihatan dingin.

"Kalau emang bener. Orang itu bukan Ran kan?"

Dan apa urusannya sama lo?

Inginnya Dai berteriak begitu. Tapi sayang, Biskla bukan satu-satunya orang yang mengganggu pikirannya kini.

Ya, Bas. Sejak kapan seorang Basqi Arshoka jadi sedingin itu padanya. Entah dari tatapan ataupun sikapnya.

Dai jadi bertanya-tanya. Kenapa perubahannya bisa sedrastis itu dalam waktu singkat.

Padahal yang Dai tahu, Bas adalah cowok baik-baik yang hangatnya Subhanallah sekali jika menyangkut tentang Dai.

Dilema. Awal yang berusaha ia sembunyikan tapi kenapa malah harus berakhir menjadi sorotan?

"So?"

Dai kembali ke situasinya lagi setelah bergelut dengan pertanyaan-pertanyaan dalam hatinya.

Mata Dai berpapasan dengan mata Bas dan terkunci di sana. Entah ada sorot apa, Dai merasa ada yang janggal tapi dia tidak bisa menemukan apa itu. Sampai akhirnya…

We aren’t a couple anymore…”

Pandangannya sama sekali tak teralih. Berusaha menangkap maksud dari kata-katanya barusan.

“… Jadi jangan pernah sangkut pauitin lagi hal tentang gue sama Daina. Karena urusan gue sama sekali nggak ada urusannya sama Daina. Begitu juga sebaliknya.”

Tapi sampai detik terakhir kalimat itu terucap. Dai tidak berhasil juga menemukannya. Yang ia temukan hanya sorot mata tanpa keteduhan seperti yang biasanya Bas berikan pada Dai. Disana hanya ada rasa sakit yang diam-diam menelusup ke hati.

“Begitu kan, Dai?”

“Ah?”

Blank.

Dai bingung harus menjawab apa. Dia bingung karena menemukan Bas yang seperti ini. Bas yang seperti bukan Bas yang ia kenal.

Tapi bisakah seseorang berubah secepat itu?

 

Jika iya.

Itu berarti tanpa sadar Dai memang telah menyakitinya begitu dalam.

 

"Bagus deh. Berarti kita bisa dong jadi pacar."

When a person looked so cold-hearted. Sometime it just they efforts to covering million pain you’ve ever made.

***

Tags: TWM18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cazador The First Mission
8211      2279     21     
Action
Seorang Pria yang menjadi tokoh penting pemicu Perang Seratus Tahun. Abad ke-12, awal dari Malapetaka yang menyelimuti belahan dunia utara. Sebuah perang yang akan tercatat dalam sejarah sebagai perang paling brutal.
A & B without C
266      234     0     
Romance
Alfa dan Bella merupakan sepasang mahasiswa di sebuah universitas yang saling menyayangi tanpa mengerti arti sayang itu sendiri.
BIYA
3267      1135     3     
Romance
Gian adalah anak pindahan dari kota. Sesungguhnya ia tak siap meninggalkan kehidupan perkotaannya. Ia tak siap menetap di desa dan menjadi cowok desa. Ia juga tak siap bertemu bidadari yang mampu membuatnya tergagap kehilangan kata, yang tak pernah ia sangka sebelumnya. Namun kalimat tak ada manusia yang sempurna adalah benar adanya. Bidadari Gian ternyata begitu dingin dan tertutup. Tak mengij...
Cinta Tak Terduga
5199      1650     8     
Romance
Setelah pertemuan pertama mereka yang berawal dari tugas ujian praktek mata pelajaran Bahasa Indonesia di bulan Maret, Ayudia dapat mendengar suara pertama Tiyo, dan menatap mata indah miliknya. Dia adalah lelaki yang berhasil membuat Ayudia terkagum-kagum hanya dengan waktu yang singkat, dan setelah itupun pertemanan mereka berjalan dengan baik. Lama kelamaan setelah banyak menghabiskan waktu...
Teman
1433      667     2     
Romance
Cinta itu tidak bisa ditebak kepada siapa dia akan datang, kapan dan dimana. Lalu mungkinkah cinta itu juga bisa datang dalam sebuah pertemanan?? Lalu apa yang akan terjadi jika teman berubah menjadi cinta?
Flying Without Wings
1007      539     1     
Inspirational
Pengalaman hidup yang membuatku tersadar bahwa hidup bukanlah hanya sekedar kata berjuang. Hidup bukan hanya sekedar perjuangan seperti kata orang-orang pada umumnya. Itu jelas bukan hanya sekedar perjuangan.
Dear, My Brother
807      519     1     
Romance
Nadya Septiani, seorang anak pindahan yang telah kehilangan kakak kandungnya sejak dia masih bayi dan dia terlibat dalam masalah urusan keluarga maupun cinta. Dalam kesehariannya menulis buku diary tentang kakaknya yang belum ia pernah temui. Dan berangan - angan bahwa kakaknya masih hidup. Akankah berakhir happy ending?
Aku Mau
11398      2156     3     
Romance
Aku mau, Aku mau kamu jangan sedih, berhenti menangis, dan coba untuk tersenyum. Aku mau untuk memainkan gitar dan bernyanyi setiap hari untuk menghibur hatimu. Aku mau menemanimu selamanya jika itu dapat membuatmu kembali tersenyum. Aku mau berteriak hingga menggema di seluruh sudut rumah agar kamu tidak takut dengan sunyi lagi. Aku mau melakukannya, baik kamu minta ataupun tidak.
Love Dribble
10596      2042     7     
Romance
"Ketika cinta bersemi di kala ketidakmungkinan". by. @Mella3710 "Jangan tinggalin gue lagi... gue capek ditinggalin terus. Ah, tapi, sama aja ya? Lo juga ninggalin gue ternyata..." -Clairetta. "Maaf, gue gak bisa jaga janji gue. Tapi, lo jangan tinggalin gue ya? Gue butuh lo..." -Gio. Ini kisah tentang cinta yang bertumbuh di tengah kemustahilan untuk mewuj...
Ikatan itu Bernama Keluarga
288      238     1     
Inspirational
Tentang suatu perjalanan yang sayang untuk dilewatkan. Tentang rasa yang tak terungkapkan. Dan tentang kebersamaan yang tak bisa tergantikan. Adam, Azam, dan Salma. Hal yang kerap kali Salma ributkan. Ia selalu heran kenapa namanya berinisial S, sedangkan kedua kakaknya berinisial A. Huruf S juga membuat nomor absennya selalu diurutan belakang. Menurut Salma, nomor belakang itu memiliki ban...