Loading...
Logo TinLit
Read Story - unREDAMANCY
MENU
About Us  

Hello, you. Goodbye, you !

***

"One word that engender the creature called ex : Broke up."

Broke up (n.) One kind of easiest thing to say but so hard to accept.

***

Cowok itu lagi-lagi harus berada disituasi yang sama. Tidak mengerti kenapa banyak wanita datang padanya silih berganti. Memaksanya terjebak dalam pernyataan cinta. Selama ini, biasanya Ran akan bingung harus menjawab apa. Hingga akhirnya memilih untuk membiarkan saja semua berjalan sesuai arusnya. Termasuk arus yang menyeretnya pada cacian tak bersensor. Seperti sekarang ini.

"Kamu emang brengsek, Ran. Kamu nggak cinta kan sama aku? Aku ngerasa nggak dianggap sebagai pacar kamu kalau begini caranya."

Ran hanya diam, tidak ada yang perlu diluruskan disini. Apa yang didengarnya barusan memang kenyataan yang ada. Kecuali bagian brengseknya ya.

"Aku capek, aku mau pulang."

Cewek itu berdiri dari duduknya, mendelik sekilas kearah Ran yang tetap tak bergeming, "Aku mau pulang, Ran. Sekarang."

Mendengar itu Ran mendongak lalu mengangguk sekilas, disusul dengan suara kaki yang menghentak-hentak kesal menjauhinya. Namun belum seberapa jauh dia berbalik lagi, "Ada yang ketinggalan?" Tanya Ran santai.

Cewek itu menggeretakan gigi saking kesalnya, "Kamu nggak mau nahan aku?"

Ran menyernyit bingung. Namun kemudian mengeleng yakin, "Buat apa? Ini udah kelewat sore. Emang baiknya lo segera pulang. Nggak baik anak cewek magrib-magrib keluyuran."

Tidak maksud apa-apa, tapi perkataan Ran barusan malah membuat amarah cewek itu sedikit menguap, sedikit ya. Cuma sedikit tapi.

"Kalau aku ngambek gini aja, baru kamu perhatian." Ketusnya.

Sebelah alis Ran terangkat pertanda heran, kenapa ini cewek malah makin halu coba?

"Gue bukannya perhatian. Tapi kalau lo ntar diculik Wewe kan bisa viral jadinya." Seperti biasa, Ran dan selera humor renyah-garingnya.

Mendengar bercandaan Ran yang tidak bermutu sama sekali. Membuat kekesalan cewek itu yang tadi sudah turun ke angka 78% kini kembali lagi jadi 100%.

"Ya makanya itu!" Pekiknya, "Harusnya kamu nahan aku buat pulang sendiri, terus dengan sukarela menawarkan diri buat anterin aku pulang dong, gimana sih."

Ran bisa-bisanya terkekeh, "Lo lucu deh. Lo kan bawa mobil sendiri kemari. Gue juga bawa motor. Ngapain gue anter lo pulang kalau kita bawa kendaraan masing-masing."

Cewek itu mendengus kesal, "Dasar cowok nggak peka! Kita putus!"

Dan barusan itu adalah kalimat terakhirnya sebelum berlalu pergi dengan kekesalan yang membuncah. Meninggalkan Ran yang masih bertanya-tanya dalam hati.

Apanya yang putus?

Bahkan Ran tak ingat kapan ia pernah jadian. Seingat Ran, seminggu lalu cewek itu yang datang padanya tanpa diminta. Menyatakan cinta dengan mudahnya. Lalu saat Ran lebih memilih bungkam tak memberikan jawaban, esoknya cewek itu malah mentraktir seluruh teman kelasnya. Dengan embel-embel PJ alias pajak jadian. Lalu tak lupa memproklamirkan bahwa Ran adalah kekasihnya.

Lah, eneng sehat?

Pemaksaan bin fithonah ini mah namanya.Tapi biarkanlah tetap seperti itu, Ran tidak mau ambil pusing.

Wanita dan segala spekulasi maha dewanya yang selalu benar.

Daripada nanti menangis meraung-raung. Karena bagi Ran air mata wanita terlalu berharga jika dibiarkan terbuang sia-sia. Tapi ternyata keputusan yang dia ambil masih saja salah.

Dasar cowok.

Kadang Ran merasa hidup ini tidak adil baginya, tapi mau bagaimana lagi?

Hidup memang tidak adil untuk semua orang. Maka dari itu hidup menjadi adil, kan.

Apa dia terdengar bijak sekarang?

Jika iya, lupakanlah! Karena itu Ran yang dulu, bukanlah yang sekarang. Kali ini ia akan lebih bersikap tegas. Bukan karena dia lelah dikatai cowok player ataupun bahasa lainnya yang sebangsa dan seirama. Tapi jika terus seperti ini, Ran tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk bisa mendekati cewek incarannya, pujaan hatinya, gebetannya, cemcemannya atau cemewewnya.

Oke ini udah makin ngaco aja, otak Ran nampaknya baru saja digetok pakai palunya Thor yang kasat mata diam-diam dibawa cewek tadi.

Mengerikan.

Tapi ngomong-ngomong soal putus. Kenapa rasanya ada yang aneh ya?

Kata orang diputusin itu rasanya sakit. Apalagi kalau pas lagi sayang-sayangnya. Rasanya cekit-cekit, perih nyelekit kayak jari yang habis kejepit. Semacam luka parah, tapi sama sekali nggak berdarah.

Sejenis nggak bisa dilihat, tapi cuma bisa dirasa.

Kayak separuh jiwa yang pergi, bikin hampa di hati.

Mungkin miris tapi cuma bisa nangis.

Pokoknya, sulit diterima tapi nggak bisa apa-apa.

Dan satupun nggak ada yang cocok sama penggambaran suasana hati Ran saat ini.

Rasanya biasa aja, sampai Ran sempat curiga kalau dirinya sendiri ini mulai nggak normal.

Tapi buat apa ambil pusing, intinya Ran punya kebebasan penuh sekarang.

Hello, you.

***

Jika ada yang tanya hal apa yang lebih Dai benci dari matematika. Jawabannya cuma satu.

Menunggu.

Saat jam istirahat tadi, Dai sedang makan siang di kantin seperti biasa. Cowok itu menghampirinya dan minta bertemu sepulang Dai ekskul nanti di depan koridor sekolah. Tapi sudah hampir setengah jam, tidak ada juga tanda-tanda kehadirannya. Dai tahu cowok itu pasti sedang mengerjakan sesuatu-entah-apa. Tapi yang dia bingung, kenapa minta ketemu kalau memang cowok itu sedang sibuk.

Bikin kesal saja, Dai akan ketinggalan beberapa segmen acara gossip favoritnya kalau begini.

"Ck." Dai berdecak sebagai bentuk kekesalannya.

Bagi Dai menunggu adalah hal paling tidak efektif yang seringkali kebanyakan orang lakukan secara sukarela. Tanpa sadar dengan menunggu, banyak waktu yang akan terbuang. Dan Dai bukan tipe orang yang suka buang-buang waktu. Buang-buang tenaga. Apalagi buang-buang duit. Dai cuma suka buang-buang angin aja, kadang. Itu juga kalau kepaksa.

Oke, entah kenapa tiba-tiba Dai mencium bau tak sedap setelah pikirannya tentang buang angin. Setelah menemukan sumbernya, Dai segera bergerak agak bergeser menjauh.

Stupid!

Ternyata sejak tadi dia berdiri di depan tong sampah. Pantas saja.

Sejak tadi Dai terus saja ngedumel, tidak bisa berhenti melirik kearah jam tangannya. Sedetik saja jam itu berdetak, Dai merasa sudah seperti seharian berada disini. Kalau saja yang dia tunggu ini tukang ojek online, sudah Dai cancel dari tadi. Atau kalau perlu dia kasih bintang satu saja sebagai balasan.

Apa Dai terdengar kejam sekarang?

Jika iya, terserah kalian mau bilang apa. Makhluk seperti Dai tidak akan mau repot-repot ambil pusing untuk menanggapinya. Buat apa ambil pusing, mending juga ambil duit bisa buat beli makan, mengisi perut yang mulai keroncongan.

Duh, bakso kayaknya enak sih buat cuaca mendung begini.

Tunggu saja! dia akan minta di traktir saat yang ditungguinya itu datang.

"Ekhem."

Kepala Dai menoleh sebadan-badan kearah sumber suara yang muncul disamping kanannya.

"Udah lama nunggu, Dai?" Tanyanya basa-basi.

"Hem." Respon Dai cuek seperti biasa.

"Tadi ada sedikit masalah di chemistry lab, Maaf ya udah bikin kamu nunggu lama."

"Nggak masalah, santai aja." Kata Dai berusaha biasa saja, "Mau ngomong apa?"

"Ha?" Cowok itu sedikit tersentak saat Dai tiba-tiba bertanya to the point.

Dai menyernyit heran, "Iya, kamu mau ngomong apa? Tadi di kantin bilangnya ada hal penting yang mau diomongin?"

"Oh itu." Cowok itu terlihat salah tingkah seraya menggaruk tengkuknya tak nyaman.

"Kenapa?" Tanya Dai lagi, bingung.

"Nggak apa-apa. Aku takut aja kalau nanti kamu marah."

Come on!

Kuota marahnya Dai rasanya sudah terpakai habis beberapa menit lalu karena menunggu. Jadi apapun yang cowok itu akan katakan, Dai yakini bisa Dai terima dengan lapang dada dan tangan terbuka. Kecuali kalau cowok didepannya bilang 'Dai kamu gendutan ya.' Wah sudah jelas! Dai akan dengan senang hati, tanpa ragu menendang tulang kering cowok itu tiada ampun.

Dasar cewek!

"Kenapa juga harus marah? Emangnya kamu mau ngomong apa?" Jedanya melirik jam tangan, "Langsung aja bilang nggak masalah kok, keburu magrib nih."

Melihat cowok itu menghela napas beberapa kali. Dai memberinya waktu, dengan bergerak turun. Saat dilihat tali sepatunya terlepas, menjuntai kelantai. Hingga dirasa sudah beres, Dai kembali berdiri tegak menatap cowok itu.

"Dai."

"Ya."

"Aku mau kita-."

JELEGER!

Dan bersamaan dengan kalimat yang keluar dari bibir cowok itu setelahnya. Tiba-tiba ada petir menyambar begitu menggelegar, bahkan membuat kaca jendela sedikit bergetar. Dada Dai berdegub kencang, terasa nyeri. Hampir saja dia lompat indah ke kolam ikan didepan sana saking kagetnya.

"Kenapa?" Maksud Dai meminta cowok itu mengulang ucapannya, tapi…

"Just because."

"Ha?"

Don’t you realize?” Kening Dai menyernyit belum mengerti kemana arah pembicaraan ini sebenarnya.

"Ini nggak akan berhasil…”

“Bas-.”

“Hubungan kita. Semuanya sia-sia…”

Speechless.

Ada jeda beberapa saat disana. Sekedar menarik napas sambil mencoba untuk mendalami pikian masing-masing. Bas dengan keputusannya mengakhiri ini semua dan Dai dengan keputusannya memilih kata yang tepat sebagai respon.

Bukannya dulu cowok ini yang meyakinkannya di saat Dai bahkan ragu untuk sekedar memulai. Saat Dai tak bisa menerima karena ragu mencoba. Siapa yang bilang akan berusaha sabar menunggu?

"Jadi intinya?"

Entah kenapa pertanyaan retoris semacam itu yang hanya bisa terlintas dan diucapkannya.

"Jadi… aku rasa aku nggak bisa lagi terusin sama kamu." Cowok itu menghela napas panjangnya sebelum melanjutkan.

"Kita putus aja ya."

Sedetik, dua detik, tiga detik. Dai tidak bergeming barang seinci pun dari tempatnya berpijak.

“Lagi pula selama ini hanya aku yang punya rasa kan?”

Cowok berambut lurus itu tersenyum sedih. Tangannya tergerak untuk mengusap bahu Dai, mencoba menyalurkan kekuatan yang bahkan harus ia kumpulkan untuk dirinya sendiri juga. Mungkin.

Be honest, Dai.”

Sedangkan Dai lidahnya mendadak jadi kelu. Pikirannya Blank dan begitupun dengan tubuhnya yang mendadak jadi serasa kaku. Hingga Bas akhirnya menutup pertemuan sore itu dengan senyuman pahitnya.

"I'm sorry... And good bye."

Tanpa menunggu balasan dari mantan kekasihnya, cowok itu kini menarik diri dari Dai. Berjalan mundur menjauh dari sana. Kemudian berbalik tanpa ada keinginan untuk melihat ke belakang barang sedetik. Meninggalkan Dai bersama rintik hujan yang mulai turun mengeroyok. Mengalir bebas menghapus perlahan sisa jejak kenangan hampa yang tak lagi bermakna.

Good bye, you.

***

Tags: TWM18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dunia Gemerlap
20813      3097     3     
Action
Hanif, baru saja keluar dari kehidupan lamanya sebagai mahasiswa biasa dan terpaksa menjalani kehidupannya yang baru sebagai seorang pengedar narkoba. Hal-hal seperti perjudian, narkoba, minuman keras, dan pergaulan bebas merupakan makanan sehari-harinya. Ia melakukan semua ini demi mengendus jejak keberadaan kakaknya. Akankah Hanif berhasil bertahan dengan kehidupan barunya?
She Is Falling in Love
535      334     1     
Romance
Irene membenci lelaki yang mengelus kepalanya, memanggil nama depannya, ataupun menatapnya tapat di mata. Namun Irene lebih membenci lelaki yang mencium kelopak matanya ketika ia menangis. Namun, ketika Senan yang melakukannya, Irene tak tahu harus melarang Senan atau menyuruhnya melakukan hal itu lagi. Karena sialnya, Irene justru senang Senan melakukan hal itu padanya.
Telat Peka
1329      611     3     
Humor
"Mungkin butuh gue pergi dulu, baru lo bisa PEKA!" . . . * * * . Bukan salahnya mencintai seseorang yang terlambat menerima kode dan berakhir dengan pukulan bertubi pada tulang kering orang tersebut. . Ada cara menyayangi yang sederhana . Namun, ada juga cara menyakiti yang amat lebih sederhana . Bagi Kara, Azkar adalah Buminya. Seseorang yang ingin dia jaga dan berikan keha...
Bersyukurlah
427      299     1     
Short Story
"Bersyukurlah, karena Tuhan pasti akan mengirimkan orang-orang yang tulus mengasihimu."
Chasing You Back
407      286     1     
Romance
Sudah 3 tahun, Maureen tidak pernah menyerah mengejar pangeran impiannya. Selama 3 tahun, pangeran impiannya tidak mengetahui tentangnya. Hingga suatu saat, Pangeran Impiannya, Josea Josh mulai mendekati Maureen? Hmmm ..
ATHALEA
1384      620     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Aku dan Dunia
365      278     2     
Short Story
Apakah kamu tau benda semacam roller coaster? jika kamu bisa mendefinisikan perasaan macam apa yang aku alami. Mungkin roller coaster perumpamaan yang tepat. Aku bisa menebak bahwa didepan sana ketinggian menungguku untuk ku lintasi, aku bahkan sangat mudah menebak bahwa didepan sana juga aku akan melawan arus angin. Tetapi daripada semua itu, aku tidak bisa menebak bagaimana seharusnya sikapku m...
Simbiosis Mutualisme seri 1
11417      2476     2     
Humor
Setelah lulus kuliah Deni masih menganggur. Deni lebih sering membantu sang Ibu di rumah, walaupun Deni itu cowok tulen. Sang Ibu sangat sayang sama Deni, bahkan lebih sayang dari Vita, adik perempuan Deni. Karena bagi Bu Sri, Deni memang berbeda, sejak lahir Deni sudah menderita kelainan Jantung. Saat masih bayi, Deni mengalami jantung bocor. Setelah dua wawancara gagal dan mendengar keingin...
Memoria
344      287     0     
Romance
Memoria Memoria. Memori yang cepat berlalu. Memeluk dan menjadi kuat. Aku cinta kamu aku cinta padamu
My Noona
6049      1474     2     
Romance
Ini bukan cinta segitiga atau bahkan segi empat. Ini adalah garis linear. Kina memendam perasaan pada Gio, sahabat masa kecilnya. Sayangnya, Gio tergila-gila pada Freya, tetangga apartemennya yang 5 tahun lebih tua. Freya sendiri tak bisa melepaskan dirinya dari Brandon, pengacara mapan yang sudah 7 tahun dia pacariwalaupun Brandon sebenarnya tidak pernah menganggap Freya lebih dari kucing peliha...