Di sebuah ruangan yang hampir seluruhnya berwana putih, baik itu dinding, lantai, lemari dan tempat tidur, sebuah piano hitam terletak di tengah-tengah ruangan itu. Jari jemari kecil dengan pandai mengetik setiap tutsnya. Alunan nada piano mengalir mengisi udara. Halus, pelan, dan indah dengan nada-nada yang saling terpadu. Setiap ketikannya terdengar lebih merdu dari kicauan burung dan lebih kuat dari bunyi desiran ombak.
Alunan musik yang indah itu dimainkan oleh seorang gadis. Dia berusia kira-kira 9 tahun. Rambutnya yang panjang dan berwarna putih tergerai sampai ke bawah pinggangnya. Kulitnya seputih salju sama seperti warna gaun pendeknya. Jika dilihat sekilas, pasti orang-orang beranggapan bahwa warna kesukaannya adalah putih. Tapi sebenarnya warna yang paling disukainya adalah merah seperti darah dan emas seperti mata seorang teman laki-laki yang pulas tertidur di sandaran bangku gadis itu.
"Lemmy, bangunlah! Jika kau tertidur terus, matahari akan membakarmu dengan panasnya", ucap gadis itu kepada temannya, Lemmy, dengan lembut. Lalu tertawa ringan.
Namun, gadis itu tiba-tiba berhenti memainkan piano. Dengan suara lemah dan terdengar sedih, ia berkata, "Lagipula, kau sudah berjanji untuk menjaganya, ‘kan?” air mata jatuh membasahi pipinya.
Seseorang membuka mata dengan terkejut. Sekarang, ia bukan lagi anak berusia 10 tahun seperti di dalam mimpinya. Waktu berjalan dengan cepat. Ia sudah menjadi seorang remaja 16 tahun yang tampan.
Matanya berwarna emas yang indah, namun terlihat suram dengan warna hitam di kantung matanya. Dia menegakkan tubuhnya. Dia baru saja mengalami mimpi yang indah,... namun juga menyakitkan ketika menyadari teman masa kecilnya telah tiada. Temannya telah meninggal sekitar 5 tahun yang lalu.
"Shiva.....", gumamnya. "Maaf aku belum bisa menepati janji"
Lemmy menghapus air matanya.
"Tapi tenang saja, aku akan segera menemukan saudarimu"