Loading...
Logo TinLit
Read Story - Catatan 19 September
MENU
About Us  

Kenapa saat ulang tahunku kamu melupakan doa yang begitu penting? Semoga aku dan kamu menjadi kita, misalnya. 

 

***

 

Aku memang tidak jadi ikut dengan Retna dan Tata pergi ke mall. Tetapi seperti yang Retna bilang tadi, dia mengantarkan aku pulang ke rumah terlebih dahulu sebelum dia dan Tata pergi ke mall. Kebetulan juga Kak Rigel tidak bisa menjemputku karena harus mengantar Mama pergi ke rumah Om yang bertempat di dekat perusahaan Papa.

 

Sekarang sudah pukul 15.45 aku masih di dalam kamar dan baru selesai mandi setelah tertidur selama lima belas menit tadi. Aku hanya memakai kaus abu-abu bertulisan Fuck dan celana jeans biru donker di tambah dengan sepatu kets. Rambutku lurusku aku gerai, setelah selesai dengan semuanya aku mengambil ponselku yang sedang di charge lalu keluar dari kamar dan menuruni tangga berjalan menuju teras rumah.

 

Aku di buat kaget dengan keberadaan Gilang yang duduk di teras, dia memakai kaus abu-abu juga sama sepertiku.

 

“Wait Lang. Itu kaus lo tulisan nya You, sedangkan punya gue Fuck. Kok bisa sekebetulan ini ya?” aku terbahak merasa lucu dengan kebetulan yang sempurna ini. Gilang yang semula duduk di kursi bangkit setelah aku berucap demikian, dia melihat kausnya kemudian beralih pada kaus ku.

 

“Eh, iya ya?” Aku mengangguk.

 

Gilang mendekat padaku, dia merangkul bahuku dan mendekatkan masing-masing samping badan kami. Dia berucap, “Ya udah kalo gitu ternyata kita couple goals.”

 

Saat Gilang mengucapkan kalimat itu, ada bagian dalam diriku yang rasanya menghangat dan saraf di setiap anggota tubuhku seakan bereaksi kuat membentuk sebuah lengkungan di bibirku. Aku tersenyum dan mengangguk.

 

Satu hal lagi ulah Gilang yang membuatku terkejut, dia mengusap dan mencium puncak kepalaku dengan sayang. Memang dasar apa saja yang di lakukan oleh Gilang adalah hal gila.

 

“Di izinin kan pergi?” tanyanya dengan tangan yang masih merangkul bahuku. Wajahku dan wajah Gilang dekat sekali.

 

“Iya, tadi malam udah izin sama Mama,” jawabku.

 

Tadi malam setelah selesai makan malam bersama keluarga aku mendatangi Mama di dalam kamarnya, hanya sekedar untuk meminta izin kepada Mama untuk pergi bersama Gilang. Aku masih takut meminta izin langsung dengan Papa jadilah aku meminta tolong dengan Mama.

 

“Sama Papa?” Aku membalas tatapan Gilang.

 

“Kan sama Mama udah, kenapa mesti sama Papa juga?”

 

Gilang tersenyum membuat matanya tenggelam dan hanya tersisa segaris saja, dia mengacak gemas rambutku. “Ke mana-mana itu wajib izin sama orangtua. Kalo orang tua gak ada wajib izin sama Kakak. Biar mereka gak terlalu mengkhawatirkan kita.”

 

Aku takjub dengan Gilang, dia yang seperti ini ternyata masih memikirkan hal kecil seperti yang dia katakan tadi. Bahkan aku saja tidak berpikiran jauh sampai ke sana. Yang aku tahu jika Mama sudah memberi izin maka secara gak langsung Papa juga sudah membolehkan. Tapi ternyata menurut Gilang berbeda.

 

Tidak salahkan aku kembali menyayanginya lebih dari seharusnya?

 

“Iya Lang. Lain kali izin sama dua-duanya kok,” kataku setelah mengangguk patuh.

 

“Pinter,” ucapnya. “Ya udah kita pergi aja kalo gitu.” Gilang melepas rangkulannya dan berjalan menuju motor besar miliknya.

 

Aku tersenyum memandang punggung tegap milik Gilang. Dari dulu sampai sekarang aku tidak pernah bisa menolak pesona seorang Arkan Gilang Samudra.

 

Dia terlalu tampan untuk di katakan jelek. Dan dia juga terlalu mempesona untuk di katakan cupu. Gilang jauh dari dua kata itu. Jelek dan cupu bukan dirinya.

 

“Lika!” aku tersentak saat Gilang meneriaki namaku dari tempat motornya terparkir. Mungkin aku terlalu lama melamun karena menyebutkan kelebihan Gilang yang terlalu banyak.

 

“Iya, Lang!” balasku dan menyusul nya setelah mengambil helm dan mengunci rumah.

 

“Kita mau ke mana dulu nih, Lang?” tanyaku sudah selesai memakai helm.

 

“Ck, lo cuma pakai kaos sih,” decaknya. Aku hanya mengangkat kedua alis bingung.

 

“Apa yang salah sama kaos gue?”

 

“Enggak. Kurang aman aja kalo berkendara cuma pake kaos,” jawabnya.

 

“Tapi lo sendiri cuma pake kaos. Gimana sih,” rutukku.

 

“Gue kan cowok. Ayo naik,” perintahnya. Aku menurut dan naik ke atas motor besar Gilang yang tinggi.

 

“Udah!” ucapku.

 

“Ambil jaket dulu gih, ke dalam,” suruh Gilang. Aku menggeleng kuat tidak setuju dengan usulnya kali ini. “Enggak mau Lang. Kalo pake jaket nanti gak keliatan kalo kaos kita couple. Haha.”

 

Gilang tertawa, “Cuma couple yang kebetulan ya, Li,” ujarnya.

 

Aku mencebikkan bibir dan memukul bahunya. “Jahat banget sih, Lang,” cibirku.

 

“Haha enggak deh. Bukan itu maksudnya.”

 

“Ya udah berangkat, keburu sore banget nanti.”

 

“Oke.”

 

***


Gilang menghentikan motornya setelah Gilang selesai memarkirkan motornya di parkiran mall, aku melepas helm dan memberikannya pada Gilang. Kemudian aku mencepol rambutku karena merasa panas.

 

“Aduh itu rambut bikin gue risih banget tahu, Li,” ucap Gilang.

 

Aku mengernyit bingung, “Kenapa? Yang cepolan kan gue, bukan lo kenapa jadi lo yang risih?” sarkasku.

 

Gilang memutar bola matanya, tangannya yang jahil itu dengan seenaknya menarik cepolan rambutku sehingga membuatnya tergerai, aku mencebik kesal lalu memukul geram bahu Gilang.

 

“Sialan!” makinya.

 

“Kenapa sih Lang, seenaknya banget!” rutukku. Alih-alih mengembalikan ikat rambutku, Gilang malah menarik kepalaku mendekat ke bahunya dan dia menggiring aku masuk ke area mall.

 

“Kita nyapa-nyapa mall dulu gak papa kan?” ucap Gilang tepat di samping telingaku. Aku menoleh dengan gerakan refleks sehingga wajahku dan wajah Gilang hampir saja bersentuhan.

 

“Nyapa mall apa nyapa cewek-cewek cantik?” ketusku, entah kenapa rasanya kesal saat aku melihat Gilang tersenyum kepada kelompok cewek yang memakai seragam SMA sementara tangannya masih merangkul bahuku.

 

Memang ya cowok, gak cukup stuck kalo cuma dengan satu cewek.

 

Aku melepas rangkulan tangan Gilang lalu berjalan mendahuluinya, terserah dia sajalah mau menggoda cewek mana aja aku tidak perduli. Tepatnya berusaha untuk tidak perduli.

 

“Lika! Woy!” teriakan Gilang begitu nyaring terdengar di pusat perbelanjaan ini.

 

Aku berdecak sebal, dan berbalik. Seketika itu juga wajahku menabrak dada bidang Gilang, kini jantungku berpacu hebat saat aroma mint menyegarkan menguar dari tubuh Gilang.

 

Tangan Gilang mengusap pucuk kepalaku saat ini rasanya pipiku menghangat atas perlakuan dari Gilang. Dengan suara seraknya, Gilang berbisik.

 

“Selamat ulang tahun ya, Lika. Doa gua gak muluk-muluk buat ulang tahun lo kali ini, intinya... gue berdoa semoga lo tetap rela jadi orang yang berarti di hidup gue.” Setelah itu Gilang memelukku dan membenamkan kepalanya di ceruk leherku membuat aku mengerang geli. Namun, tanpa Gilang ketahui aku senang dengan ungkapan dan perlakuannya kali ini.

 

“Se-sejak ka ... kapan gue berarti di hidup lo?” tanyaku pelan sambil membalas pelukan hangat Gilang. Aku tahu sekarang dia terkekeh, pelukannya semakin mengerat di tubuhku.

 

“Sejak Jerry ninggalin lo, gue berjanji akan selalu gantiin tangis lo jadi tawa. Dan gue akan selalu jadi alasan lo untuk tersenyum, gimana?”

 

Tuhan... aku kira sejak dulu setelah dengan Jerry hanya aku yang punya perasaan lebih kepada Gilang. Aku kira, Gilang tidak pernah mau berada di dekatku lebih lama. Tetapi hari ini, setelah pengakuan mengejutkan dari Gilang aku justru merasa bahwa akulah gadis yang paling bahagia dan akulah satu-satunya gadis yang berhak mendapatkan cinta Gilang.

 

Iya, cinta Gilang.

 

Perasaan ku yang selama ini aku pendam, ternyata sedikit demi sedikit mendapat balasan dan lampu hijau dari Gilang. Aku senang karena mungkin kali ini perasaanku tidak akan bertepuk sebelah tangan lagi.

 

Aku mencintai Gilang.

 

Gilang melepas pelukannya dan aku pun begitu, dia bilang tidak enak karena di sini terlalu banyak orang yang melihat kami. Bahkan, ada beberapa gerombolan cewek-cewek seusia aku dan Gilang melihat ke arah kami dengan sorot bermacam-macam. Ada yang menatap dengan kagum, iri, sinis bahkan tajam kepada aku dan Gilang.

 

Aku tidak heran jika banyak yang iri kepadaku karena kedekatan ku dengan Gilang, itu karena Gilang adalah sosok dambaan bagi kaum hawa.

 

Gilang menarik tanganku dan kami berjalan menuju bioskop, kata Gilang ada film horror terbaru yang akan tayang di bioskop. Aku dan Gilang sudah menentukan ingin menonton film apa dan Gilang juga sudah membeli tiket dan popcorn untuk di ruangan teater nanti.

 

Waktu tunggu untuk film yang tayang kurang lebih setengah jam dan Gilang mengajakku untuk berjalan-jalan ke toko buku guna menunggu film tayang.

 

“Tumben lo mau ke sini, Lang?” ucapku saat kami sudah sampai pada bagian rak komik.

 

Gilang tak menjawab, dia hanya menarik tanganku dan menggenggamnya berjalan menuju ke rak novel. Aku mengulum senyum, pipiku rasanya menghangat saat tangan besar Gilang menggenggam posesif tanganku.

 

“Gak apa-apa sih, tapi kan lo katanya suka baca novel, jadi gue ajak aja lo ke sini,” jawab Gilang akhirnya.

 

“Jadi lo mau bayarin nih?”

 

“Enggak!”

 

“Ish... kalo gak ngapain pake ngajak ke sini segala,” rutukku mulai kesal.

 

Gilang terkekeh dan dia menggoyangkan tangan kami yang saling menggenggam. “Ngajak aja buat cuci mata, haha.”

 

“Lang,” panggilku.

 

“Hm?” jawabnya dengan gumaman tanpa repot menoleh ke arahku.

 

“Gue hari ini ultah, lo gak niat ngasih apa gitu ke gue?”

 

“Buat apa? Buat apa gue ngasih sesuatu kalo dengan ada di samping gue aja lo udah seneng. Betul begitu?” Gilang menyeringai.

 

Pipiku memanas dan aku memukul bahunya, “Ngaco!” elakku.

 

Tangan Gilang yang bebas mengacak rambutku, “Terus kalo gitu lo mau gue kasih apa?” tanya Gilang akhirnya.

 

Aku menggeleng, “Gak jadi.” dan mengerucutkan bibir.

 

Aku meringis dan berusaha menyingkirkan tangan Gilang yang mencubit gemas pipiku. “Sakit, Nyet!”

 

“Bacot, Sat!”

 

“Ish...”

 

“Kayaknya film udah mau mulai,” kata Gilang.

 

Aku mengangguk, “Yuk, ke sana,” ajakku.

 

Gilang mendekat padaku dan berbisik tepat di telingaku, “Film nya serem, kalo takut peluk aja gue. Oke?” lalu dia terkekeh sementara pipiku sudah memanas karena ulahnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • Cemplonkisya

    @penakertas_ paham kok wehehe

    Comment on chapter Prolog
  • yourex

    @Lightcemplon
    Sulit dimengerti prolog nya ????

    Comment on chapter Prolog
  • Cemplonkisya

    awal yang dalem:(

    Comment on chapter Prolog
  • Alfreed98

    Wow

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Bulan Dan Bintang
5473      1413     3     
Romance
Cinta itu butuh sebuah ungkapan, dan cinta terkadang tidak bisa menjadi arti. Cinta tidak bisa di deskripsikan namun cinta adalah sebuah rasa yang terletak di dalam dua hati seseorang. Terkadang di balik cinta ada kebencian, benci yang tidak bisa di pahami. yang mungkin perlahan-lahan akan menjadi sebuah kata dan rasa, dan itulah yang dirasakan oleh dua hati seseorang. Bulan Dan Bintang. M...
Werewolf Game
594      443     2     
Mystery
Saling menuduh, mencurigai, dan membunuh. Semua itu bisa terjadi di Werewolf Game. Setiap orang punya peran yang harus disembunyikan. Memang seru, tapi, apa jadinya jika permainan ini menjadi nyata? Cassie, Callahan, dan 197 orang lainnya terjebak di dalam permainan itu dan tidak ada jalan keluar selain menemukan Werewolf dan Serial Killer yang asli. Bukan hanya itu, permainan ini juga menguak k...
Dark Fantasia
5288      1555     2     
Fantasy
Suatu hari Robert, seorang pria paruh baya yang berprofesi sebagai pengusaha besar di bidang jasa dan dagang tiba-tiba jatuh sakit, dan dalam waktu yang singkat segala apa yang telah ia kumpulkan lenyap seketika untuk biaya pengobatannya. Robert yang jatuh miskin ditinggalkan istrinya, anaknya, kolega, dan semua orang terdekatnya karena dianggap sudah tidak berguna lagi. Harta dan koneksi yang...
Perfect Love INTROVERT
10926      2028     2     
Fan Fiction
Monday
316      247     0     
Romance
Apa salah Refaya sehingga dia harus berada dalam satu kelas yang sama dengan mantan pacar satu-satunya, bahkan duduk bersebelahan? Apakah memang Tuhan memberikan jalan untuk memperbaiki hubungan? Ah, sepertinya malah memperparah keadaan. Hari Senin selalu menjadi awal dari cerita Refaya.
An Invisible Star
2224      1118     0     
Romance
Cinta suatu hal yang lucu, Kamu merasa bahwa itu begitu nyata dan kamu berpikir kamu akan mati untuk hidup tanpa orang itu, tetapi kemudian suatu hari, Kamu terbangun tidak merasakan apa-apa tentang dia. Seperti, perasaan itu menghilang begitu saja. Dan kamu melihat orang itu tanpa apa pun. Dan sering bertanya-tanya, 'bagaimana saya akhirnya mencintai pria ini?' Yah, cinta itu lucu. Hidup itu luc...
Flower
323      274     0     
Fantasy
Hana, remaja tujuh belas tahun yang terjebak dalam terowongan waktu. Gelap dan dalam keadaan ketakutan dia bertemu dengan Azra, lelaki misterius yang tampan. Pertemuannya dengan Azra ternyata membawanya pada sebuah petualangan yang mempertaruhkan kehidupan manusia bumi di masa depan.
REASON
9570      2312     10     
Romance
Gantari Hassya Kasyara, seorang perempuan yang berprofesi sebagai seorang dokter di New York dan tidak pernah memiliki hubungan serius dengan seorang lelaki selama dua puluh lima tahun dia hidup di dunia karena masa lalu yang pernah dialaminya. Hingga pada akhirnya ada seorang lelaki yang mampu membuka sedikit demi sedikit pintu hati Hassya. Lelaki yang ditemuinya sangat khawatir dengan kondi...
ALVINO
4659      2058     3     
Fan Fiction
"Karena gue itu hangat, lo itu dingin. Makanya gue nemenin lo, karena pasti lo butuh kehangatan'kan?" ucap Aretta sambil menaik turunkan alisnya. Cowo dingin yang menatap matanya masih memasang muka datar, hingga satu detik kemudian. Dia tersenyum.
Pangeran Benawa
38563      6424     7     
Fan Fiction
Kisah fiksi Pangeran Benawa bermula dari usaha Raden Trenggana dalam menaklukkan bekas bawahan Majapahit ,dari Tuban hingga Blambangan, dan berhadapan dengan Pangeran Parikesit dan Raden Gagak Panji beserta keluarganya. Sementara itu, para bangsawan Demak dan Jipang saling mendahului dalam klaim sebagai ahli waris tahta yang ditinggalkan Raden Yunus. Pangeran Benawa memasuki hingar bingar d...