Sudah 30 menit lebih tiara berada di ruang ICU. Berbeda dengan keadaan didalam rauangan ICU saat dokter dan para perawat sibuk bergulat untuk berusaha menyelamatkan nyawa tiara, diluar radit, vino, dan juga teman-temannya sangat khawatir mereka sama-sama memanjatkan doa yang terbaik untuk keselamatan tiara. Tak lama berselang akhirnya pintu ruang ICU mulai terkuak yang kemudian mulai menampakkan seseorang berbadan tinggi dengan menggunakan pakaian berwarna putih lengkap dengan stetoskop yang tak lupa selalu menggantung dileher, ia adalah seorang dokter yang tadi merawat tiara didalam ruang ICU. Sontak saja ketika sang dokter keluar dari ruangan radit dan yang lainnya langsung saja mengerumuni sang dokter untuk menanyakan keadaan tiara.
“Gimana dok, keadaan tiara?.” vino melontarkan pertanyaan kepada sang dokter.
“Dok, tiara ngak kenapa-napa kan dok, saya boleh lihat keadaan tiara kan dok?.” Pinta radit dengan nada khawatir.
“Maaf untuk saat ini kalian belum bisa menemui tiara, karena dia belum sadarkan diri.” Ucap sang dokter. “Dan... bisa jadi tiara tidak akan bisa bangun untuk beberapa waktu.” Tambah sang dokter dengan menundukkan kepala.
“Apa? Itu ngak mungkin dok.” Vino sangat khawatir mendengar ucapan sang dokter.
“Sekali lagi saya minta maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi belum ada respon yang baik dari tubuh tiara. Dan dengan berat hati bisa jadi tiara bisa koma.” Dokter memberikan penjelasan kepada mereka.
Vino memahami dan bisa menerima apa yang telah dikatakan oleh dokter mengenai keadaan tiara. ia sangat paham keadaan seperti inilah yang menjadi kemungkinan besar yang dapat terjadi ketika seseorang mengalami luka yang cukup parah dibagian kepala. Kepala merupakan salah satu organ vital yang banyak sekali mengambil bagian dalam sistem kinerja tubuh sebagaimana otak yang merupakan organ penting yang bila terjadi benturan ataupun hal-hal yang lainnya dapat menyebabkan berkurangnya tingkat kesadaran seseorang. Sudah 2 tahun lamanya vino menempuh pendidikan di dunia kedokteran, itulah sebabnya mengapa dirinya sangat memahami bagaimana seluk-beluk dunia kedokteran seperti sekarang.
Lain vino lain pula dengan radit. Ia sama sekali tidak dapat menerima semua keadaan yang telah diterangkan oleh dokter mengenai tiara. Radit menyenderkan badannya didinding rumah sakit, ia benar-benar sedih tidak percaya dengan semua yang telah ia dengar sendiri melalui telinganya. Radit sangat merasa bersalah telah meninggalkan tiara sendirian di hutan, dan ia tak pernah menyangka akan terjadi seperti ini. Berkat semua keegoisannya membuat orang yang sangat ia cintai tergolek tak berdaya.
1 hari berlalu namun belum ada tanda-tanda tiara mau membuka matanya. Sepertinya tiara sangat menikmati tidur panjangnya hingga ia tak mau segera bangun, padahal semua orang sangat menunggu ia mau membuka mata kembali. Bunda hanya mampu selalu berdoa dan mendampingi tiara disampingnya ia memutuskan untuk tidak meninggalkannya sama sekali, dengan harapan jika sewaktu-waktu putri kesayangannya itu terbangun ia langsung bisa melihat sang bunda disampingnya.
“Ya Allah buatlah putri hamba membuka matanya kembali, hamba memohon kepadamu Ya Allah.” Pinta sang bunda dengan sangat memelas.
Bangku taman yang tak berpenghuni menjadi penompang kesedihan radit kali ini. Genap satu hari ia tak pernah beranjak dari rumah sakit tempat tiara dirawat. Ia sebenarnya sangat ingin menghabiskan waktu untuk menunggu didalam ruangan agar selalu bisa menjaga tiara, tetapi ia harus mengalah dengan keadaan. Hanya boleh satu orang saja yang berada didalam ruangan tiara karena jika terlalu banyak orang malah akan mengganggu ketenangan pasien. Untuk alasan itulah radit mengalah dengan ibunda tiara yang ia rasa jauh lebih berhak menjaga putrinya yang sedang tidak sadarkan diri, terlebih lagi tiara pasti lebih membutuhkan bundanya daripada dirinya.
“Boleh duduk?.” Tanya airin yang baru saja tiba dirumah sakit. Lalu pertanyaan itu hanya di sambut dengan anggukan oleh radit tanpa sepatah kata apapun.
“Aku bawain sandwich sayur lengkap sama keju kesukaan kamu.” Airin mengeluarkan sebuah tempat makan berwarna merah muda dari tas yang ia bawa lantas memberikannya kepada radit.
“Enggak rin, makasih.” Radit menolak pemberian airin, dan kembali menyodorkan sandwich tersebut kepada airin.
Airin sudah menduga pasti radit akan menolak pemberian dari dirinya itu. Walaupun radit pernah mengatakan sendiri bahwa dirinya sangat menyukai sandwich buatan airin nyatanya ini bukan menjadi waktu yang tepat untuk bisa merayu radit untuk memakan sandwich buatannya itu. Airin sangat memahami kondisi radit saat ini tapi bukan berarti radit juga ikut menyiksa dirinya sendiri dengan berbuat seperti ini. Semenjak tiara dirawat dan belum sadarkan diri hingga saat ini radit tidak mau memakan sesuatu apapun bahkan air setetespun tidak.
“Bukan Cuma kamu yang sedih, aku pun juga sedih. Tapi kamu ngak boleh egois sama diri kamu sendiri dit, tiara ngak akan bangun hanya dengan kamu nyiksa diri kamu sendiri kayak gini.” Airin mengelus-elus punggung radit mencoba menenangkannya.
“Kamu ngak tau rin, seperti apa penyesalan aku. Kamu ngak akan tau seberapa besar keegoisan ini yang udah bikin tiara jadi celaka kayak gini. Ini semua salah aku rin, harusnya aku ngak pernah dengerin egoku yang bodoh ini.” Radit sangat menyesal dengan perbuatannya sendiri.
“Kamu salah dit, menghukum diri kamu sendiri untuk ego kamu itu ngak bener. Yang harus kamu lakuin bukan menyesali semuanya seperti ini, tapi kamu harus mampu memperbaikinya.” Airin berhenti sejenak untuk mengambil nafas. “Apa yang udah terjadi itu adalah takdir. Emang terkadang kita menjadi sebab sebuah takdir yang menyakitkan tapi sebelum itu terjadi kamu harus sadar kalau semuanya udah ditulis oleh takdir, dan diri kita hanya sebagai perantara takdir itu. Jadi kamu ngak perlu nyalahin diri kamu sendiri kayak gini.” Airin melanjutkan perkataannya.
Apa yang dikatakan airin itu benar. Ngak akan ada gunanya seperti ini. Tiara butuh dukungan, tiara butuh doa. Doa dari orang-orang yang sangat mencintainya itu adalah doa yang terbaik yang akan didengar dan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.
Radit dan airin berjalan dikoridor rumah sakit menyusuri setiap petak keramik berwarna putih yang disusun sedemikian rapinya. Hanya ada satu tempat yang menjadi tujuan perjalanan radit dan airin yaitu ruang ICU tempat dimana tiara masih terbaring tidak sadarkan diri hingga saat ini. Butuh keyakinan serta keberanian yang besar untuk radit berani melangkah menuju ruangan yang sangat mengerikan itu.
Ketika radit airin sampai didepan ruangan ICU tempat tiara dirawat, saat hendak melangkahkan kaki mendekat kebetulan sekali mereka berdua melihat tante moza yang baru saja membuka pintu dan sepertinya ia hendak meninggalkan ruangan. Lansung saja mereka menghampiri tante moza dan mengucapkan salam.
“Tante.” Sambut airin membungkukkan badan sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman. Tante moza pun menyambut uluran tangan airin. Kemudian diikuti oleh radit mengikuti airin menyalami tante moza. Tante moza tersenyum ramah kepada radit dan airin.
“Gimana keadaan tiara tante, apa dia udah sadar?.” Airin melontarkan pertanyaan.
“Belum airin.” Jawab tante moza singkat sambil menggelengkan kepala.
“Tante yang sabar ya aku yakin tiara pasti akan segera sadar.” Airin menguatkan tante moza.
Sangat jelas sekali wajah sendu yang sangat teramat menyedihkan yang tampak dari wajah wanita 40 tahun ini. Bagaimana tidak putri kesayayangannya belum membuka mata sama sekali hingga saat ini. Tetapi raut ketegaran ibu tiara ini selalu tersirat karena ia selalu yakin bahwa putri kesayangannya itu tidak akan mampu tidur lama-lama sebentar lagi tiara pasti akan bangun.
Radit tidak akan pernah bisa menyembunyikan rasa berdosanya baik dihadapan ibunya saat ini ataupun dihadapan tiara nanti. Bagaimana mungkin radit mampu menatap mata seorang ibu yang anaknya telah ia buat celaka, bahkan didalam hatinya ia siap dimaki-maki oleh tante moza karna itu haknya. Tetapi sebesar apapun kemarahan seorang ibu tetap saja tidak akan pernah bisa melebihi kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.
Radit dulu tante moza sudah menganggap radit sebagai putranya sendiri, terlebih lagi ketika tiara dan radit masih bersahabat baik dulu hanya radit yang dapat membuat tante moza lega melepaskan tiara bersama radit karena dari ia selalu percaya bahwa radit bisa menjaga tiara dengan baik, ia tidak akan pernah membiarkan tiara sampai terluka sedikitpun. Dan sampai sekarang pun nilai radit dimata tante moza tetaplah sama, ia masih yakin bahwa radit akan menjaga putrinya itu dengan baik meskipun sekarang keadaanya seperti ini.
“Airin, radit tante harus keluar sebentar kalian bisa tolong jagain tiara sebentar?.” Ucap tante moza.
“Oh, iya tante engakpapa kebetulan kita kesini emang mau jenguk tiara, iya kan dit?.” Airin menjawab pertanyaan tante moza.
“I.. iya tante.” Jawab radit dengan sedikit ragu-ragu. Bagaimana tidak, sejak tiara dirawat di rumah sakit belum pernah sekalipun radit berani bertemu dengan tante moza karena sangat merasa bersalah. Tetapi sekarang dia malah sok berani-beraninya meminta izin untuk menjenguk tiara, bisa jadi tante moza langsung mengusir dirinya.
“Yaudah kalian masuk aja ya.” Perintah tante moza, memperbolehkan mereka menjenguk tiara.
Setelah mendapatkan izin dari tante moza airin langsung melangkahkan kaki memasuki ruangan yang kemudian tenggelam dibalik pintu ruang ICU. Bukannya segera mengikuti airin radit malah merasa berat sekali untuk melangkahkan kakinya. Kenapa tiba-tiba kakinya juga ikut menjadi pengecut.
“Dit kamu ngapain disitu ayo masuk.” Perintah airin sambil melangkah kembali keluar dari ruangan tersebut.
“Kamu dulu aja rin yang masuk, aku ngak sanggup.” Radit menjawab dengan singkat.
“Dit kamu tuh kenapa lagi sih.” Airin menghela napas panjang sambil kemudian duduk dibangku sebelah radit. Ia benar-benar tidak mengerti dengan sahabatnya yang satu ini. Sekarang ia bukan lagi radit yang kharismatik dan selalu membuat para gadis terpesona dengan pembawaannya yang cooa. Sekarang dia bahkan tidak lebih cool dari kaos kaki yang sudah tidak dicuci seminggu. “Udah ngak pakek tapi-tapian lagi, kita masuk sekarang.” Airin yang sudah gemas lantas saja langsung menarik tangan radit memaksa radit agar berani masuk kedalam ruangan tersebut.
“Sekarang ini tugas kamu, kamu yang harus jagain tiara sekarang.” Ucap airin sambil memegang pundak radit. Sekarang tiara sudah menjadi tanggung jawab radit setelah airin memasrahkan tanggung jawab untuk menjaga tiara kepada radit.
Airin merasa sangat senang sekali, akhirnya ia berhasil menjalankan tugasnya sebagai seorang sahabat. Sebelum airin resmi keluar dari ruangan tersebut, airin sudah memegang ganggang pintu ketika hendak menguakkan pintu airin kembali menoleh kebelakang melemparkan senyum kepada radit.radit pun juga menoleh kearah airin dan membalas senyuman yang diberikan oleh airin.
Radit menarik kursi dari sisi kanan tempat tidur tiara dan hendak duduk disamping tiara. Raut sedih kembali terpancar dari wajah radit, mendung yang sempat hilang ketika radit melemparkan senyuman kepada airin ketika tadi hendak keluar dari ruangan tersebut mendadak kini mendung itu kembali timbul dan siap untuk menghadirkan hujan yang siap membanjiri ruangan tersebut. Pelan-pelan radit mengambil tangan tiara kemudian ia genggam erat-erat seakan radit tidak mau melepaskannya lagi. Ini untuk pertama kalinya setelah 5 tahun lebih ia tidak dapat mengenggam tangan orang yang sangat ia cintai itu, jangankan menggenggam tangannya melihat wajah radit saja tiara sudah tidak mau.
Jujur saja radit sangat merindukan genggaman tangan ini. Genggaman yang dulu sangat mudah ia dapatkan, genggaman yang dulu dengan senang hati datang kepadanya, genggaman yang dulu membawanya menikmati banyak hal. Perlahan tanpa disadari hujan itu tidak dapat dibendung lagi, radit benar-benar cengeng begini saja sudah menangis bagaimana jika sampai para gadis-gadis yang mengagumi dirinya itu melihat idolanya menangis. Pasti mereka sudah tertawa, tetapi inilah kenyataannya tiara yang selalu dapat menyita waktunya untuk tertawa dan menangis.
“Kamu yang selalu menyita banyak waktuku, hanya untuk sekedar bahagia dan menangis diwaktu yang sama.”
“Maafin aku ra, aku bener-bener nyesel atas semua yang terjadi.” Radit kembali memperlihatkan penyesalannya berharap tiara akan mendengarnya dan memaafkan dirinya.
Sementara radit berada didalam ruangan ternyata airin masih tetap menunggu didepan ruangan ICU, tidak ada maksud lain ia hanya ingin memastikan tidak akan ada yang dapat mengganggu mereka berdua yang sedang ada didalam ruangan tersebut.
“Airin.” Suara seseorang mengagetkan airin yang tengah menunggu sendirian di depan kamar tiara sedang dirawat. Sontak saja airin langsung menoleh kearah sumber suara yang telah memanggilnya. Betapa kagetnya airin siapa yang tengah dihadapanya saat ini. Seorang laki-laki berbadan tinggi kurang lebih sekitar 170 cm tengah berdiri dihadapannya. “Kamu ngapain sendirian disini rin?.” Tanya lelaki itu kepada airin yang terlihat kaget dengan kedatangan dirinya. Airin menggaruk-garuk kepalanya seakan ada kutu yang sedang bersarang dirambut lurusnya itu, itulah kebiasaan airin ketika sedang kebingungan. Bagaimana ia tidak harus kebingungan, yang sedang berdiri dihadapannya saat ini adalah kekasih tiara dan sedangkan yang ada didalam adalah orang yang mencintai tiara. bagaimana ia bisa menjelaskan keadaan seperti ini sekarang. “Vin, se..sebenernya didalam a..ada radit.” Mendengar ucapan airin langsung membuat vino terbelalak kaget. “Vin aku mohon lo jangan marah, radit ngak ngapa-ngapain kog disana dia cuma mau jenguk tiara itu doang kog.” Airin melanjutkan ucapannya.
“Gue sama sekali ngak masalah ya kalo ada yang mau jenguk tiara, tapi dia radit yang udah bikin tiara ngak bangun-bangun dari kemaren.” Vino sangat emosi mendengar penjelasan dari airin.
“Iya vin gue tau, tapi lo ngak bisa dong campurin hak asasi orang lain kayak gini.” Airin berhenti sejenak. “Radit udah nyesel vin, dia udah ngakuin kesalahannya, itu sebabnya gue bawa radit kesini.” Airin melanjutkan ucapannya.
“Mau radit nyesel atau ngak tetep aja ngak akan bisa ngubah keadaan rin, penyesalan radit ngak akan bisa buat tiara bangun.” Vino sangat emosi. Lalu kemudian tanpa berfikir panjang lagi vino langsung melangkah mendekati pintu hendak memaksa radit keluar dari kamar tiara, karena baginya bukan radit yang pantas untuk menemani tiara tetapi dirinya. tetapi dengan sigap airin berhasil mencegah vino agar tidak bisa masuk kedalam ruangan tersebut. Airin kini menghadang vino dan berdiri dihadapannya.
“Gue fikir lo beneran sayang sama tiara, tapi ternyata kayaknya lo udah ngak sayang lagi sama tiara.” ucap airin dengan nada yang tiba-tiba meninggikan emosi.
“Lo jangan ngomong sembarangan ya rin, gue sayang sama tiara itu sebabnya gue mau usir radit keluar dari kamar tiara karena gue tau tiara pasti ngak akan suka ngeliat orang yang paling ia benci ada dideketnya saat dia lagi ngak sadarkan diri.” Sahut vino dengan nada yang sama tingginya.
“Apa yang lo bilang emang bener vin, tiara emang benci sama radit karna itu yang selalu tiara ucapin kesetiap orang. Tapi bukan berarti apa yang terucap dibibir akan selalu sama dengan apa yang tertulis dihati.” Airin menyahuti lagi. vino berhenti sejenak mengambil nafas dan berusaha mencerna kalimat yang diucapkan oleh airin.
“bukan berarti apa yang terucap dibibir akan selalu sama dengan apa yang tertulis dihati.”
“Maksud lo apa rin.” Vino kembali mengajukan pertanyaan kepada airin.
“Maksud gue, orang yang ada didalem sekarang orang itu adalah orang yang jauh lebih berhak untuk ada disamping tiara saat ini.” Airin berhenti sejenak untuk mengatur napas. “Sebelumnya gue minta maaf vin, gue ngak seharusnya bicara kayak gini tapi lo mesti tau yang sebenernya vin. Gue tau lo tau semuanya tapi lo pura-pura buta yang ngak tau apa-apa. Dan kenyataannya mereka adalah dua hati yang saling membutuhkan untuk bertahan.” Mendengar penjelasan dari airin pelan-pelan vino melepaskan genggamannya dari gagangg pintu dan mengurungkan niatnya untuk masuk kedalam.
“Vin, gue yakin elo bisa lebih cerdas melihat semua ini vin. Posisi kita sama disini, kita sama-sama mencintai seseorang yang hatinya sudah habis untuk mencintai satu orang dalam hidupnya. Kenyataan itu sesakit apapun harus kita terima, kenyataan itu ada untuk diterima bukan untuk dielak. Aku tau kamu bisa memberikan cinta untuk tiara sebanyak yang kamu punya tapi apa kamu yakin tiara bisa menerima semua cinta yang kamu berikan dan menyimpannya dihatinya? Ngak akan pernah bisa vin. Karena selama hati tiara masih milik orang lain selama itu pula hati itu tidak akan bisa menerima cinta dari hati yang lain.” Airin kembali memberikan penjelasan kepada vino.
“kenyataan itu ada untuk diterima bukan untuk dielak.”
Vino hanya menunduk tidak percaya, semua yang dikatakan airin adalah benar. Selama ini ia hanya berusaha menolak semua kenyataan tanpa berusaha menerima semua kenyataan itu. Lantas apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia belum bisa melepaskan tiara sekarang. “Tapi gue belum siap rin, untuk nglepasin tiara sekarang.” Ucap vino dengan nada sedih. Airin tahu betul inilah jawaban yang pasti akan dia dengar. “Kamu ngak perlu melepaskan jika kamu ngak sanggup, karna ketika aku bawa radit kesini aku ngak bisa menjamin apa-apa. Kamu cukup kasih tiara waktu untuk bernafas merasakan udara yang orang lain berusaha kasih buat tiara.” Airin mengelus-elus punggungg vino berusaa menenangkannya. Apa yang penjang lebar airin sampaikan disambut anggukan oleh vino. Airin merasa lega ia sangat berharap vino juga bisa melakukan apa yang ia lakukan, melepaskan orang yang dicintainya untuk cinta sejatinya.
“Karena selama hati itu masih menjadi milik orang lain, selama itu pula hati itu tidak akan bisa menerima cinta dari hati yang lain.”
Keajaiban Tuhan itu selalu datang tiba-tiba diluar semua prediksi manusia. Dan keajaiban itu kini datang disaat yang tepat, 24 jam lebih tiara hanya mampu tertidur pulas diatas ranjang dengan bantuan infus dan oksigen yang menempel ditubuhnya akhirnya berani membuka matanya kembali.
Pandangannya masih pucat dan kabur, tidak ada yang bisa ia lihat semuanya masih serba abu-abu didalam pandangannya. Mungkin ini efek dari terlalu lamanya ia menutup mata, tiara terus saja mengerjap-kerjapkan matanya berusaha untuk menghilangkan kekaburan dimatanya agar ia bisa melihat dengan jelas kembali, dan akhirnya usahanya berhasil kini ia sudah bisa melihat dengan jelas semua yang ada disekitarnya. Dimana dia sekarang, apa sekarang ia sudah ada disurga. Sejuta tanya menyelimuti benak tiara, saat hendak menggerakkan tangannya ia merasa yang tengah menahan telapak tangannya hal itu membuat tiara menengok kesebelah sisi kanan ranjang tempat tidurnya. Radit tengah tertidur pulas disamping ranjang tiara sambil menggenggam tangan tiara dengan erat. Tiara sangat terkejut menyadari hal itu dan langsung menarik tangannya agar bisa terlepas dari genggaman radit yang tengah tertidur tersebut, dan sontak saja hal itu membuat radit sangat terkejut dan bangun dari tidurnya.
“Tiara, kamu udah bangun ra.” Ucap radit yang sangat terkejut sekaligus bahagia bisa melihat tiara membuka matanya. Raut bahagia sangat nampak dari wajah radit, ini benar-benar keajaiban yang sangat luar biasa baginya.
“Ngapain kamu disini.” Ucap tiara sambil berusaha bangun dari tempat tidurnya.
“Aku nungguin kamu disini ra, aku seneng banget kamu udah bangun.” Ucap radit sambil tersenyum menatap tiara. Tanpa disangka mendengar jawaban darit radit justru seketika membuat raut diwajah tiara langsung berubah berubah.
“Kamu keluar dari sini sekarang. Aku ngak mau liat muka kamu lagi.” Ucap tiara dengan nada tinggi sambil menunjuk kearah pintu keluar. Tentu saja hal itu sangat membuat radit terkejut. Bagaimana mungkin seseorang yang baru saja sadar dari koma, yang sudah ia jaga sepanjang hari dan ketika ia sudah bangun malah meminta dirinya keluar dan tidak mau melihatnya dirinya.
Disisi lain suara tiara yang sangat kencang itu sampai terdengar dari hingga keluar ruangan. Airin dan vino yang masih disana sejak tadi sangat terkejut. Apa benar suara yang baru saja timbul adalah suara tiara. Untuk memastikan semuanya mereka memutuskan untuk masuk kedalam kamar rawat tiara. Dan ternyata memang benar itu adalah suara tiara, betapa kagetnya mereka setelah melihat keadaan didalam ruangan. Tiara sudah sadar dan dia sudah bisa berdiri dihadapan radit.
“Tiara, lo sadar ra.” Airin mendekati tiara dan memeluknya lengkap dengan perasaan bahagia karena bisa melihat tiara yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri itu sudah sadar. Vino pun juga melakukan hal yang sama ia langsung menghampiri tiara dan memeluknya.
Tetapi ada yang tidak airin dan vino mengerti dengan apa yang sedang terjadi sekarang. Tiara hanya berdiri mematung dengan tatapan yang tidak lepas menatap kepada radit seakan menyimpan banyak sekali amarah, dan sama sekali ia tidak menanggapi airin dan vino.
Radit menyadari tatapan tiara tersebut sudah mewakili apa yang ada didalam hati tiara saat ini, tiara sangat membenci dirinya dan tidak mau melihat dirinya lagi. Pelan-pelan radit melangkahkan kakinya mundur dan akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut. Saat radit menutup pintu dari luar kebetulan ia berpapasan dengan ibunda tiara beserta dengan seorang dokter yang berjalan disampingnya.
“Radit.” Sapa tante moza saat melihat radit. Radit yang sedari tadi menundukkan wajah langsung menatap tante moza dan kemudian menyampaikan kabar bahwa tiara sudah sadar. “Tiara sudah sadar tante.” Kalimat yang baru saja radit lontarkan membuat tante moza sangat terkejut dan merasa tidak percaya tapi sekaligus sangat bahagia mendengarnya. Lantas saja tante moza kembali melanjutkan langkahnya dan sedikit berlari, karena sudah tidak sabar untuk bertemu dengan putrinya.
Suasana haru menyelimuti kamar tempat tiara dirawat tante moza sangat bahagia bisa kembali melihat tiara kembali membuka mata dia lantas langsung memeluk dan mencium putri kesayangannya itu. Sementara itu setelah mendengar kabar bahwa pasiennya tersebut sudah sadarkan diri langsung melakukan pemeiksaan terhadap tiara untuk memastika bahwa tiara benar-benar sudah berhasil melewati masa kritisnya.