“Nah, bagaimana? Kau mau pulang denganku nanti.”
Itulah perkataan dari seorang laki laki yang baru aku kenal hari itu karena temanku mengenalkankannya padaku. Aku yang dari meja piket tadi masih membawa buku absen yang biasa aku kumpulkan saat jam istirahat karena aku adalah seorang sekretaris kelas. Jujur, aku kurang nyaman dengan tindakan laki laki ini kepadaku. Rasanya aku mau langsung menuju kelasku, tapi ia menghentikanku di depan uks sekolah. Karena ia temannya dari temanku yang dikenalkannya kepadaku, jadi aku meladeni sapannya, tapi tak kusangka ia begitu menyebalkan begini. Kenapa tidak? Baru kenal saja sudah berani memegang tanganku di depan umum, tentu saja langsung aku tarik tanganku darinya. Aku diam saja mendengar ajakannya.
“Kalau diam saja, nanti aku cium.” Katanya sambil memoncongkan bibirnya. Aku memukul mulutnya dengan buku absen yang aku bawa tadi dan langsung berlari ke tangga menuju kelasku yang berada di lantai dua. Di dekat kelas, aku berteriak memangil nama temanku itu.
“Miya, mana Miya?” Aku berteriak dari luar kelas sampai masuk kedalam kelas.
“Apasih rin, teriak teriak gak jelas?” Tanya Miya kepadaku.
“Berhenti mengenalkan aku ke teman teman cowokmu yang aneh.” Kataku.
“Kenapa? Ini kan buat kamu. Udah 3 tahun menjomblo. Aku cuma mau kamu dapat pacar.” Aku memang sudah sendiri selama 3 tahun. Mungkin karena aku belum dapat yang pas. atau memang gak ada yang mau. Hahaha.
“Tanpa liat kualitasnya?” Aku duduk di bangkuku yang ada di belakang bangku Miya. Ia menghadap kebelakang untuk berbicara kepadaku.
“Kamu pikir bakal ada pangeran berkuda putih jatuh dari langit tepat di depanmu?”
“Ya gak adalah.” Ia bertanya dan menjawab sendiri.
“Kamu tau apa yang dilakukan siapalah tadi itu temanmu yang kamu kenalkan padaku.”
“Haris?”
“Iya itu. masa dia tiba tiba megang tanganku. Terus ia ngajak ngobrol, ya aku iyain bentar, habis itu dia ngajak pulang bareng. Kenal aja nggak kan? Terus karena gak aku jawab dia mau nyium aku. Ya aku pukul mulutmya dengan buku absen yang aku bawa.”
“Hahaha. Seriusan dia gitu?” Miya menjawab sambil tertawa.
“Eh, malah ketawa. Aku serius risih sama dia.”
“Nanti aku hajar dia buat kamu.”
“Serius?”
“Iya.” Jawab Miya.
“Nanti kubantu juga menghajarnya deh” Kata Nabila yang dari tadi mendengarkan kami.
Semua siswa masuk kembali ke kelas, bukan karena ada razia, tapi karena bel masuk sudah berbunyi. Pelajaran selanjutnya adalah matematika. Pelajaran kesukaanku dari zaman aku kecil dulu. Ntah kenapa aku cepat tangkap kalau soal hitung hitungan. Aku bahkan membuat perjanjian dengan kakakku. Ia pernah bertanya apa pelajaran yang aku kuasai, jadi aku jawab asal saja yaitu matematika wealaupun itu benar. Lalu kami membuat perjanjian. Kalau nilai matematikaku tidak boleh turun, jika turun ia akan melakukan hal apa saja padaku. Pernah sekali aku kalah taruhan dengannya, ia menyuruhku untuk menayatakan perasaan kepada bule yang tidak kami kenal di sebuah mall. Karena aku kalah, jadi aku harus mengikuti maunya. Aku menyatakan perasaanku kepadanya dengan bahasa inggris yang pas pasan. Dan, sepertinya ia mengerti, tapi apa yang parah? Ternyata disebelahnya ada istrinya. Karena raut wajah istrinya seperti kesal, aku menjelaskan maksudku kepada mereka.Mereka melihat kearah kakakku, dan kakakku melambaikan tangan kepada mereka. itu hal aneh yang pernah ia suruh aku lakukan. Kebayang dong hal gila apa yang akan ia suruh aku lakukan lagi. Jadi nilai matematikaku harus tetap atau naik, gak peduli nilai yang lainnya bakal naik, tetap atau turun. Kalau buatku, jika aku menang aku memintanya mengajakku ke Jepang. Ia mengiyakan, karena ia juga bekerja disana.
Sepulang sekolah aku mengajak Miya untuk berkunjung ke rumahku karena kakakku sedang ada di rumah, ia bilang ingin bertemu dengan kakakku untuk berterima kasih atas oleh oleh yang pernah ia berikan padanya, sekalian ingin mengerjakan tugas bersama. Kami pulang menggunakan bus dan berjalan kaki menuju rumahku. Nabila tidak ikut karena ia sudah dijemput oleh ibunya. Kami sudah sampai di depan rumahku. Sebelum masuk, aku melihat ke kotak surat yang terletak di depan rumahku. Ada beberapa surat dan aku mengambilnya.
“Eh ada Miya.” Sapa ibuku yang sedang menonton televisi.
“Halo tante.” Sapa Miya balik kepada ibuku.
“Kakak ada ma?” Tanyaku kepada ibu.
“Ada di kamar, kayaknya mau pergi.”
“Oh iya ada beberapa surat, aku gak tau dari siapa.” Aku meletakkan surat di atas meja dekat tv.
“Mau minum apa Miya?” tawar ibuku.
“Gak usah ngerepotin tante.”
“Gak bisa gitu dong, sirup gak apa apa kan?”
“Gak apa tante,” Jawab Miya. Aku meninggalkan Miya dan ibuku di ruang tengah menuju kamarku.
“Kak?” Panggilku dari luar kamar.
“Hmm.” Jawabnya. Aku masuk kedalam dan mengatakan jika Miya berkunjung ingin berterima kasih atas oleh olehnya waktu itu.
“Kakakku di kamar, ayuk masuk.” Ajakku kepada Miya. Ia kemudian permisi kepada ibuku.
“Kakak.” Sapa Miya masuk kedalam kamarku, atau sekarang lebih tepatnya kamar kami, aku dan kakakku.
“Halo Miya. Sudah lama kita tidak berjumpa ya.” Jawab kakakku sambil memasang hijabnya.
“Makasih oleh oleh kemarin kak, aku suka.” Oleh oleh yang dimaksud Miya adalah wagashi atau makanan manis khas jepang. Makanan ini akan basi selama beberapa hari, jadi harus langsung dimakan. Terus beberapa gantungan kunci berbentuk sushi, kucing dan lainnya. Hanya itu yang kuingat. Kenapa kakakku begitu baik kepada Miya. Mungkin karena sebagai manusia kita harus berbuat baik kepada setiap orang, atau mungkin karena Miya adalah temanku dari smp sampai sekarang, dan lagi kami selalu satu kelas! Sedangkan dengan Nabila aku baru mengenalnya setahun yang lalu, tepatnya saat aku masih kelas satu.
Kakakku adalah seorang pegawai kantoran di Jepang. Kenapa jauh di Jepang? Karena ia direkrut oleh teman ayahku yang bekerja disana. Kakakku mau karena ia juga mengagumi negara Jepang sama sepertiku. Dia sudah bekerja disana selama hampir 2 tahun, dan ia hanya beberepa kali pulang dalam setahun.
“Mau kemana?” Tanyaku kepadanya sambil meletekkan tasku di atas kursi belajarku.
“Kerumah Nike, ikut?” Tanyanya. Nike adalah sahabat kakakku sejak sma.
“Gak deh. Aku mau belajar bareng sama Miya.”
Ibuku masuk membawa minuman dan beberapa cemilan. Ia meletakkan di meja yang terletak di tengah tengah kamar.
“Ini ada surat buatmu.” Kata ibuku setelah meletakkan minuman dan beberapa cemilan itu.
“Buatku? Dari siapa?” Tanyaku dengan sedikit penasaran.
“Gak tau, nggak ada namanya.” Kata ibu. Kemudian menyuruh Miya menikmati minuman dan beberapa cemilan dan keluar dari kamar. Aku penasaran. Amplop merah dengan sedikit noda. Maksudku dengan noda adalah hanya tertulis namaku tanpa ada tulisan yang lain. Kakakku yang juga sama penasarannya denganku, dan Miya juga mendekat dan tegak di belakangku sama dengan kakakku. Aku menarik sedikit kertas yang ada di dalam amplop tersebut, terlihat sedikit tulisan yang membuat kakakku dan Miya teriak.
“Cie, surat cinta. Akhirnya.” Katanya terdengar seperti meledek.
“Akhirnya ya. Selama 3 tahun.” Ikut kakakku meledek. Perlu kalian ketahui, aku pertama kali pacaran saat kelas 2 smp. Dan itu adalah cinta monyet. Aku dan ‘dia’ (nama tidak disebutkan) hanya bertahan selama beberepa bulan, itupun putus karena ia menganggap aku selingkuh kepada teman sekelasku yang waktu itu ia melihatku sedang berpengangan tangan dengan salah satu teman sekelasku. Sebenarnya ia hanya menolongku yang jatuh akibat tersandung di dalam kelas. Aku berani bersumpah jika kami itu hanya teman. Ia salah paham dan bahkan sempat mengata ngataiku, bahkan ada perkataannya yang tak pantas di katakan. Tentu saja aku marah dan langsung meminta untuk putus. Melempar air minum yang aku pegang dan aku langsung pergi. Ya, namanya masih smp, pikiran dan logika gak sejalan, mungkin masih begitu karena sekarang masa masa puber remaja.