Damai melirik jam tangannya dan bergegas meninggalkan kamar menuju meja makan. Dia telah berpakaian rapi memakai seragam putih abu-abu dengan tas ransel di punggung. Damai berjalan menyusuri ruang santai dan kamar adiknya kemudian tibalah di meja makan. Ibu telah menyiapkan sarapan pagi dengan menu yang selalu sama. Damai dan adiknya sering berkomentar mengenai menu sarapan, namun ibunya selalu menanggapi dengan santai dan tersenyum.
“ibu, kapan sih menu sarapannya ganti? aku bosan-bosan.”kata Diki dengan memainkan sendoknya ke piring.
“udah, gak usah komentar. Sampai kapanpun, ibu gak akan ganti menu sarapan kita.”kata Damai sembari mengambil nasi goreng di meja.
“udah di makan aja! Ibu selalu memberikan yang terbaik buat anak-anak ibu.”kata ibu tersenyum.
“iyadeh, aku mah bisa apa. Aku harus cepat, nanti keburu ditungguin Andi.”
“jangan pergi, sebelum sarapan habis! Andi pasti nungguin kamu kok.”
“tiap hari bareng kak Andi terus. Sekali-kali berangkat bareng aku dong kak!”kata Diki dengan tatapan tajam.
“ngapain juga, lagian sekolah kita gak searah. Kamu juga udah diantar ibu. Aku berangkat, Assalamualaikum, bye Diki jelek. haha”kata Damai sambil mencium tangan ibunya dan mengusap rambut Diki.
“wa’alaikum salam, hati-hati.”
“awas kak Damai jelek.”kata Diki ketus.
Damai memiliki seorang adik laki-laki yang bernama Diki dan masih duduk di bangku kelas enam SD. Hal yang sering Damai lakukan dengan adiknya adalah bertengkar, meskipun demikian Damai sangat menyayangi Diki. Terkadang mereka sering keluar bersama, sekedar membeli es krim atau bermain di taman. Damai berlari keluar dari area rumahnya, menuju perempatan jalan. Saat berangkat sekolah, dia selalu berlari ke jalan itu dengan wajah riang. Dan disana akan selalu ada seseorang yang telah menunggunya dengan sabar. Damai melambaikan tangan dan mendekati cowok itu.
“duh, kelewat lima menit. Maaf ya, Ndi. hehe”kata Damai senyum memelas.
“iya. Buruan, busnya udah mau lewat.”kata Andi dan berjalan meninggalkan Damai.
“iya-iya. Tungguin kali! Kamu, tiap hari seringnya kalau jalan di depan. Sekali-kali barengan kek atau kamu yang dibelakang.”kata Damai mengomel kesal.
“udah, jangan banyak protes! Jalan aja, daripada aku tinggal.”kata Andi yang masih terus berjalan di depan Damai. Damai dan Andi adalah dua orang yang sering bertengkar ketika bertemu, namun pertengkaran itu hanyalah bumbu dari persahabatan mereka.
Damai dan Andi telah tiba di halte bus yang jaraknya tidak jauh dari kompleks perumahan mereka. Di halte itu ada beberapa orang yang juga menunggu bus, dan sebagian dari mereka juga berangkat sekolah. Andi berdiri didekat Damai sembari melihat jalan raya berharap bus yang ditunggunya segera datang. Andi adalah satu-satunya teman SMP Damai, yang masih berhubungan baik hingga sekarang. Damai selalu berangkat dan pulang sekolah bersama Andi, terkadang mereka juga main di luar rumah. Keduanya terkadang berkunjung ke taman, toko es krim dan toko buku. Selain itu Andi juga sering duduk di pinggir lapangan basket untuk menunggu Damai selesai latihan. Damai memilih ekstrakulikuler basket, karena dia telah menyukainya sejak SMP. Oleh karena itu, tidak heran jika dia termasuk cewek yang lumayan tinggi di kelasnya. Namun, dibalik keseharian dan kebersamaan mereka selalu terselip pertengkaran dan kejengkelan yang terus berlanjut. Hal ini dikarenakan, sifat Damai yang banyak bicara, dan selalu ingin dipedulikan oleh Andi. Meskipun dia agak tomboy, tapi Damai senang jika bermanja-manja di depan Andi. Sedangkan Andi, adalah cowok yang selalu dingin, jutek dan cuek. Meskipun demikian banyak cewek yang menyukai Andi karena dia juga tampan, tinggi, pintar serta sikapnya yang cool penuh dengan kemisteriusan.
“Damai, ayo!”kata Andi mengajak Damai naik ke bus. Damai pun mengikuti Andi dibelakangnya dan Andi mencari-cari tempat duduk.
“kayaknya udah penuh. Berdiri aja deh gak apa-apa.”kata Damai sedikit kecewa. Namun tidak lama kemudian, Andi mendapatkan tempat duduk dan cukup untuk berdua.
“sini Mai!”kata Andi menarik tangan Damai, dan akhirnya mereka duduk di kursi paling belakang itu.
“oh, iya.”
“dikit sesak sih, tapi masih muatlah buat berdua.”kata Andi yang duduk di pojokan dekat jendela.
“gak apa-apa yang penting gak berdiri. Makasih Andi.”kata Damai dan tersenyum ke arah Andi.
“biasa aja, gak usah senyum-senyum.”kata Andi ketus.
“biarin. Senyum ini adalah kekuatan setiap hari. haha, bales senyum kek. Kamu judes terus, cepet tua baru tahu rasa.”
“bodoh amat.”
Tempat duduk Damai dan Andi sangatlah berdekatan, membuat Damai lebih mudah melihat wajah tampan Andi dari dekat. Selama berteman dengan Andi, Damai menyadari ketampanan yang dimiliki sahabatanya itu memang asli tampan yang hakiki. Tidak heran dari SMP hingga SMA, Andi sering menjadi pusat perhatian cewek-cewek. Terkadang ada beberapa cewek yang melihat Damai dengan wajah judes, karena kedekatannya dengan Andi.
“andi, ganteng-ganteng tapi judes. Tapi sifat dinginmu itu membuatku semakin betah di dekatmu.” (Damai pun bergumam dalam hati dan matanya masih terus memandangi Andi)
Teng..teng..teng...
Para siswa berhamburan menuju kelas, namun ada juga yang masih di luar dan berlarian masuk ke sekolah. Perlahan gerbang sekolah ditutup oleh satpam, Damai dan Andi pun akhirnya tiba di sekolah sebelum gerbang ditutup. Mereka berlari menuju ke kelas masing-masing yang jaraknya agak jauh dari pintu gerbang. Damai dan Andi bersekolah di SMAN Harapan, dimana sekolah ini adalah sekolah favorit di daerah mereka. Keduanya duduk di bangku kelas dua SMA. Damai berada di kelas dua IPS dua, sedangkan Andi berada di kelas dua IPS satu. Letak kelas mereka bersebelahan, sehingga terkadang di sekolah juga sering bersama-sama.
“Ndi, duluan ya?”kata Damai dan masuk ke kelas.
“iya.”kata Andi berjalan masuk kelas.
Andi berjalan ke bangkunya yang berada di pojok paling belakang dekat jendela. Dia duduk sebangku dengan temannya yang bernama Leo. Anaknya ramai, suka usil dan selalu ingin tahu kehidupan Andi. Leo adalah satu-satunya cowok yang bisa dekat dengan Andi, karena meskipun resek, Leo sangat peduli dan mengerti apa yang dipikirkan Andi.
“telat mulu, Ndi? pasti nungguin Damai kan?”kata Leo yang berdiri didekat bangkunya.
“udah tahu, nanya.”kata Andi sembari meletakkan tas di meja.
“ehm, aku mau ngomong sesuatu nih.”kata Leo dan mendekati Andi.
“apaan? mau ngenalin cewek lagi?”
“hehe, tahu aja. Tenang, kali ini anaknya baik dan polos. Kamu harus coba deh!”kata Leo dengan memelas.
“sampai kapan, kamu mau gini? udah bilang berkali-kali, aku males mikirin cewek.”
“aku gini buat kebaikanmu Ndi. Eh, gak juga sih demi kebaikanku juga. hehe, aku bosan ditanyain mulu sama cewek-cewek soal kamu.”kata Leo kesal.
“bilang aja, aku gak suka cewek.”kata Andi ketus.
“gilaa, nanti kita dikira homo. Tapi, kayaknya kamu emang gak normal deh. Bisa-bisanya cewek cantik, kamu tolak semua.”
“bodoh amat. Udah gak usah bahas itu, bosen aku dengernya.”kata Andi sembari melihat langit dari balik jendela kelas.
“kegantenganmu kayak Herjunot Ali, jadi mubazir kan? harusnya wajahmu yang ganteng ini, kamu manfaatin sebaik-baiknya, Ndi.”kata Leo meringis.
“kamu diem atau aku usir?”
“haha, santai bos. Iya-iya ini diem.”kata Leo kemudian diam dan duduk di bangkunya.
Suasana sekolah terlihat ramai, karena beberapa siswa masih berkeliaran di luar kelas. Ada juga yang dihukum karena terlambat, dan harus berlari mengelilingi lapangan basket yang sangat luas. Damai duduk di bangku tengah paling ujung dekat jendela. Dia selalu memilih bangku dekat jendela, karena baginya melihat langit dari balik jendela adalah hal yang begitu menyenangkan. Saat kegiatan belajar di kelas membosankan, dia akan melihat awan-awan di langit dari balik jendela.
“Mai, si cuek ganteng apa kabar?”kata Nina dengan tersenyum.
“tiap hari tanya Andi terus. Kamu gak bosan?”kata Damai ketus.
“kalau bahas Andi, aku gak pernah bosan. Lagian si Andi ganteng dan jomblo juga. Jadi aku gak salah dong, kalau tanya dia terus. hehe”
“iya-iya gak salah kok. Nanti aku salamin ke dia.”kata Damai singkat.
“haha, asyik. Tapi Mai, cuma kamu lho cewek yang bisa dekat dengan Andi. Kamu gak penasaran atau baper gitu?”
“gak, biasa aja. Wajarlah kalau aku bisa dekat sama dia. Rumah kita dekat dan udah kenal sejak SMP. Lagian kalau baper ke Andi bikin sakit hati. Dia cuek, judes gitu pasti kalau pacaran sama dia gak ada yang betah.”
“tapi dia pinter, tinggi dan ganteng, Mai. Flawles banget deh, aku yakin pasti sebenarnya Andi juga baik.”kata Nina sembari melamunkan Andi.
“iya, dia emang baik kok. Sebenarnya sikap cuek ke cewek itu yang buatku betah dengan Andi. Dia banyak fans, tapi gak sombong. Kan anak jaman sekarang, punya wajah ganteng, pinter, tinggi hampir perfect kebanyakan sombong dan suka tebar pesona.”
“iya-iya bener banget. Cewek-cewek yang suka Andi, pasti sadar ini makanya mereka terus-terusan ngejar.”
Tidak lama kemudian, suasana kelas dua IPS dua menjadi sedikit hening karena guru mata pelajaran masuk kelas. Pagi ini diawali dengan pelajaran ekonomi, dimana gurunya sedikit galak dan suka dengan siswa yang pintar. Guru ekonomi ini bernama ibu Diana, dia seorang guru yang masih muda, idealis, pintar dan benar-benar tidak suka dengan siswa nakal dan bodoh. Kegiatan belajar mengajar akhirnya mulai berlangsung. Waktu yang terus berjalan membuat siswa-siswa semakin serius mendengarkan dan mencatat pelajaran yang dijelaskan. Namun ada juga pelajaran di luar kelas, yaitu olahraga dan praktikum kelas ipa. Andi berjalan keluar kelas dengan Leo, menuju ruang guru untuk mengambil buku PR ekonomi. Dalam perjalanan, mereka bertemu dengan segerombol kakak kelas dan tiba-tiba menyuruh Andi dan Leo berhenti.
“halo Andi, mau kemana?”kata Tara yang berdiri di depan Andi.
“ke ruang guru. Permisi.”kata Andi.
“tunggu dulu!”kata Tara. Leo masih terdiam melihat mereka, dan tiga kakak kelas itu masih menghalangi jalan Andi.
“kenapa?”kata Andi sembari berdiri membelakanginya.
“sekali saja, tolong temui aku nanti di taman sekolah. Aku mau memberimu sesuatu, dan aku gak akan ganggu kamu lagi, Ndi.”
“kenapa, gak kamu kasih sekarang?”kata Andi singkat.
“karena aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Plis Ndi, usahain bisa.”
“ehm..iya.”kata Andi dan berjalan meninggalkan mereka, diikuti Leo dibelakangnya.
“makasih Andi.”kata Tara dan tersenyum puas.
Tara adalah salah satu cewek yang suka dengan Andi, dan sering mengajak Andi bertemu diluar sekolah. Tapi begitulah Andi, dia selalu menolak saat diajak bertemu oleh Tara. Dan di sekolahpun, Andi juga melakukan hal yang sama. Tara adalah siswa kelas tiga ipa dua, dan dia adalah mantan ketua paduan suara. Anaknya cantik tapi sikapnya kurang menyenangkan, karena suka membedakan teman-temannya.
“kak Tara gak bosen ya, ngejar-ngejar kamu Ndi?”
“aku yang bosen.”
“dia kayaknya cinta mati sama kamu. haha”kata Leo berjalan di depan Andi.
“aku benci cewek yang suka tebar pesona.”
“wajarlah, dia kan juga hits di sekolah. Nanti kamu beneran mau ketemuan sama dia?”
“iya, dan aku harap ini terakhir kalinya berurusan dengan dia.”kata Andi ketus.
Andi dan Leo melanjutkan langkahnya menuju ruang guru, yang jaraknya tidak jauh lagi. Begitulah Andi, dia bukannya cowok sombong yang suka menolak banyak cewek, tapi dia hanya tidak suka dengan cewek-cewek yang menyukainya karena melihat wajahnya saja. Mereka belum mengenal, tapi sudah menyukai dan terus mengejar.