Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sekretaris Kelas VS Atlet Basket
MENU
About Us  

Tentu saja, Gilang harus kembali ke rumah sakit. Ia terus mendumel dan mengomel karena sungguh, Gilang lebih baik tidur di rumah saja dari pada tidur di rumah sakit. Bau ruangan rumah sakit yang didominasi obat membuatnya pusing dan berpikir kalau sakitnya parah. Padahal ia hanya terluka di bagian kaki dan muka bonyok ringan doang.

Dan, satu manusia yang keras kepala agar Gilang tetap di rawat adalah...

“Lang! Jangan bandel dong. Kaki lo tuh masih sakit, nurut napa?”

Iya, Amira kunyuk.

“Mamaaa.. Gilang pengen pulang,” rengeknya malam ini.

“Enggak. Kamu pulangnya kalau udah sembuh.”

Gilang mendecak sebal. “Gilang itu sehat, Ma. Cuma kaki doang yang sakit. Gilang nggak ada luka dalam kan?” tanyanya.

“Huss! Kamu kalau ngomong. Memang alhamdulillah Lang, kamu nggak ada luka dalam. Tapi dokter bilang kaki kamu cederanya serius, masih belum boleh banyak digerakin. Lah kamu tuh nakal banget, dibilangin orang tua nggak mau nurut,” omel Farah sambil menyuapi Gilang.

Gilang hanya menunduk diam sambil mengunyah makanannya. “Amira mana, Ma?”

Farah mendongak. “Ya udah pulang lah, sayang. Ini kan udah malem.”

“Kenapa nggak suruh tidur sini aja, Ma? Biar Gilang ada yang nemenin.”

Pletak

Farah menjitak pelan kepala putranya. “Kamu mau modusin Amira, ya?”

“Heheh, ya nggak lah ma. Cowok sejati itu nggak pake acara modus-modusan segala, haha udah mainstrem. Mereka harusnya to the point, jujur secara langsung.”

Farah meraup wajah Gilang sambil ketawa. “Halah, sok kamu. Emang kamu berani ngomong langsung?”

“Loh, ke siapa?” tanya Gilang bingung.

“Ya ke Amira lah. Keliatan banget kalau kamu suka sama dia.”

Gilang tersedak. Setelah Farah memberinya minum, Gilang menatap mamanya sepersekian detik lalu tiba-tiba ngakak.

“Mama ngelawak ya? hahaha.”

“Idiihh, emang ya.. kalau salting itu keliatan banget,” ucap Farah.

Gilang pun mengumpat lirih sambil ketawa.

***

Pagi harinya ialah saatnya babak final pertandingan basket. Gilang yang saat ini masih di ranjang rumah sakit, mencak-mencak pengen ikutan nonton. Mamanya sampai kewalahan meladeni Gilang yang terus merengek.

Assalamualaikum, Tante, Gilang.”

Amira pagi-pagi sudah datang menjenguk Gilang sambil membawakan buah-buahan. Gilang yang melihat kehadiran Amira langsung sumringah dan tersenyum senang.

“Bu Seekk. Gue pengen nonton, ayo temenin.”

Amira melotot. “Enggak boleh. Kemaren lo tuh udah diingetin dokter juga, masih aja ngeyel.”

“Halah, Mir... gue pengen ngasih semangat mereka. Masa nggak boleh sih?”

Amira menghela napas. “Tapi lo nggak bisa, Lang. Jangan bandel deh.”

Farah yang melihat Gilang cemberut hanya bisa menghela napas. “Mir, sini deh.”

Amira menoleh dan mengangguk sopan pada Mama Gilang.

“APA TANTE?” pekik Amira langsung menutup mulutnya. “Maaf nggak sengaja teriak, Tan,” cengirnya.

“Iya nggak apa-apa. Ya? pokoknya kita awasi dia supaya nggak neko-neko,” jelas Tante Farah lagi.

“Yaudah deh, Tante.” Amira mengangguk kemudian berjalan menghampiri Gilang.

“Mirr...” rengek Gilang.

“Iya kita nonton mereka. Buruan ganti baju! Tapi inget ya! lo nggak boleh turun ke bangku pemain, lo nontonnya di tribun sama gue, Tante Farah dan temen yang lain.”

Gilang pun mengangguk pasrah. “Iya deh iyaa.”

Setelah semuanya siap, mobil pun melaju ke SMA Negeri Hijau. Mereka bersyukur karena jalanan tidak macet seperti kemarin. Karena hari ini pertandingan dimulai lebih siang yaitu pukul sembilan.

Dua puluh menit kemudian mereka sampai di sekolah. Gilang, masih dengan bantuan tongkatnya keluar dari dalam mobil dibantu oleh Amira. Om Vino tidak ikut menonton karena sibuk di kantor katanya ada meeting.

“Lang, jangan jauh-jauh.”

“Iya iya, jangan bawel.” Gilang mendecak.

Mereka pun masuk ke gedung olahraga. Di pintu utama mereka bertemu Fadia dan juga Mitha, akhirnya mereka masuk bersama-sama menuju tribun bagian utara karena paling dekat dengan bangku pemain juga.

“Fad, Mith. Gimana kabar kalian?”

“Yeh, seharusnya kita yang nanya. Kabar lo gimana Lang? Kita baik kok,” cengir Mitha.

“Gue juga baik, jangan lihat fisiknya. Yang baik-baik saja maksudnya hati gue, wkwkwk.”

Fadia dan Mitha pun tertawa heboh sambil meledek Gilang yang jadi bucin gini.

“Eh, udah mau mulai.”

Pertandingan babak final pun dimulai. Tim Green House kini mengeluarkan Noval, Andra, Yogi, Vero dan Dani. SMA Garuda terkenal dengan kepintarannya, dan SMA Negeri Hijau terkenal dengan kekompakannya. Mereka lawan yang imbang, tetapi namanya pertandingan pasti ada yang kalah dan ada yang menang nantinya.

Pertandingan telah berjalan lima belas menit. Saat ini sedang waktunya time out. Gilang geregetan sekali pengin turun ke bawah sana dan menyemangati teman-temannya. Tapi dayang-dayang disekitarnya ini seakan menjepit dirinya tidak memberi celah sama sakali untuk keluar dari tribun.

“Jangan kepikiran untuk kabur kesana,” bisik Amira yang dibalas tatapan tajam Gilang.

“Iya, gue tau,” balas Gilang jutek.

“Eh Lang. Mau nggak nih? enak,” tawar Mitha yang udah ngemil jajan.

“Mau dong, hehe.” Gilang menyomot satu keripik ketela dan mengunyahnya sambil memandang sinis Amira.

“Apa lo?” tanya Amira tak kalah judes.

“Apaan? yeh,” Gilang mencibir.

Pertandingan masih berlanjut dan skor saat ini 58-52. Green House tertinggal.

“Duh, mereka mulai panik.” Gilang menggerutu.

“Ya sabar Lang. Coach Joni pasti nasehatin mereka entar.”

Gilang menghela napas panjang. Melirik papan waktu disana. Kurang sepuluh menit pertandingan berakhir.

“Mir, lo mau nggak? Enak nih.” Mitha menyodorkan jajannya pada Amira yang dibalas gelengan gadis itu.

“Enggak nolak, hehe,” ucapnya sambil menyomot jajan Mitha.

Sorakan dari penonton tak pernah berhenti. Gilang sampai takjub melihat bahwa banyak sekali yang menyayangi dan mendukung SMA nya. Bahkan bukan cuma dari orang dalam, orang luar dan sekolah tetangga pun ikut hadir untuk mendukung Tim Green House.

“Lima menit lagi, njiirr.”

Gilang pun langsung berdiri dan berteriak karena sudah tak sabar. “AYO GREEN HOUSE! TUNJUKKAN WARNA HIJAUMU! TUNJUKAN SEMANGAT DAN KEKOMPAKANMU! I LOVE YOU!”

Amira menarik Gilang agar dia duduk lagi. “Lo kenapa teriak sih?!”

“Yaelah, Bu Sek. Nyemangatin doang. Lo cemburu?”

“Nggak nyambung sumpah. Lo tuh nggak boleh capek-capek, Lang. Nakal banget sih,” gerutu gadis itu.

Tante Farah yang ada di samping putranya itu ikut memarahi Gilang. Sedangkan cowok itu hanya bisa ngangguk pasrah.

Detik-detik pertandingan akan berakhir begitu menegangkan. Skor saat ini 72-68, Green House masih tertinggal. Gilang benar-benar geregetan di dua menit terakhir ini.

“Ayo woy!” pekiknya gemas.

Noval berhasil merebut bola, dengan cekatan ia melempar bola ke ring. Yes! Masuk. Selanjutnya bola ditangkap oleh tim lawan, namun dengan segera Andra merebut bolanya. Andra berlari dan mengoper bola itu pada Dani. Dani dihadang oleh pemain lawan.

“AHHH, GUE GEMESSS!” Gilang menggeram.

“Yog!” Dani meneriaki Yogi dan cowok itu langsung sigap menerima bola darinya.

Bola ada di tangan Yogi. Skor sama 72-72, Yogi berlari dengan fokus lalu melompat tinggi saat berada di dekat ring. Ia melemparkan bola itu ke sana dan dengan mulus masuk ke ring basket lawan.

Priiiitt!!

Dua menit yang menegangkan telah usai. Kemenangan di raih oleh Green House, tim tuan rumah.

CONGRATULATIONS TO SMA NEGERI HIJAU!”

“HUAAAA!”

“AAAA, KITA MENANG!”

“YES! WOOOAAA....”

Pekikan kemenangan dan kebahagiaan pun menggema di gedung olahraga. Tangis bahagia ikut hadir dan semua saling berpelukan bangga.

“Tuh kan apa gue bilang. Kita pasti menang!” Gilang berucap heboh.

“Halah, apaan. Dari tadi lo ngedumel mulu, pesimis lagi,” cibir Amira.

“Hehehe, yang penting sekarang kan menang. Ahhh, seneng banget gue, Mir!” Gilang langsung memeluk Amira membuat gadis itu terkejut, lagi. Jantungnya berdetak cepat karena mendapat perlakuan dua kali seperti ini dari rivalnya, Gilang.

“Eh eh eh, Gilang! Modus ya lo,” omel Mitha membuat Gilang langsung melepas pelukannya sambil nyengir.

“Haha, lo juga pengen gue peluk?” tanya Gilang.

“Emang boleh? Fadia sekalian ya?” cengir Mitha.

“Haha, udah udah. Gilang lagi kumat modusnya emang. Maafin Gilang ya, Mir.” Tante Farah berucap.

“Eh iya Tante, nggak apa-apa,” balas Amira gugup.

“Ya nggak apa-apa lah Ma. Orang dia juga seneng Gilang peluk. Iya kan, anoa?”

“Huss, Gilang!”

Cowok itupun hanya nyengir membuat Amira menahan agar tidak mengumpati ini cowok.

Perhatian mereka pun teralih pada rombongan tim Green House yang berjalan ke tengah lapangan. Saatnya penyerahan piala rupanya.

“Permisi, boleh saya ngomong sebentar,” ucap Noval sebelum panitia menyerahkan piala.

“Iya, silahkan,” balas panitia tersenyum.

“Tes, tes.”

“WOOAAAA!!”

“Ehem, GREEN HOUSE!” teriak Noval.

“BERSAMA KITA BISA!! WOO,” sahut seluruh pendukung SMA Negeri Hijau di gedung olahraga ini.

“Ya... Kemenangan kami tak pernah lepas dari dukungan kalian semua. Untuk pelatih kami juga, yang begitu sabar dan menyayangi kami, terima kasih. Dan juga satu sahabat kami, yang tidak bisa ikut bertanding kemarin dan juga hari ini. Dia, sahabat kami yang paling norak, absurd dan ngeselin.” Penonton di tribun pun tertawa menanggapi pidato Elvan.

“Tetapi, dialah energi kami, yang tidak pernah lupa mengingatkan kami untuk selalu semangat. Thanks Gilang! Lo benar-benar teman kita! Cepat sembuh!” Noval berucap dengan air mata yang ditahannya. “Piala ini untuk SMA kita Lang! Kita menang! Alhamdulillah!”

Tepuk tangan riuh pun menggema. Perhatian penonton juga teralih ke tribun karena Noval seakan berbicara langsung pada Gilang yang ada disana.

Gilang tersenyum senang. Terharu teman-temannya begitu menyayanginya.

“Ciee, yang disayang banyak orang,” ucap Amira.

Gilang menoleh ke Amira. “Lo juga sayang gue nggak?”

“HAA??”

***

Saat ini Amira sedang merebahkan diri di sofa ruang keluarga. Ia begitu senang. Senang sekali. Kemarin sekolahnya menang, dan hari ini ia ditraktir makan sama Mitha di Cafe dekat sekolah untuk merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas. Ia memang tidak suka acara ulang tahunnya dirayakan dengan mewah, ia lebih menyukai cara sederhana namun meninggalkan bekas indah untuk dikenang.

Ada Bu Rahayu juga tadi, wali kelas yang sangat mereka cintai. Dan tanpa Amira sangka, Gilang memberikan kado untuknya. IYA, AMIRA KAGET.

“Mir, dicariin Rama.” Sebuah panggilan menginterupsi gadis itu. Dira memanggil lirih menghampiri Amira.

“Ha? Iya, Ma.”

Rama masuk ke ruang keluarga lalu berdiri di samping Amira. Cowok itu terlihat berantakan membuat alis Amira berkerut.

“Ram? Lo kenapa? Wei, lo tadi nggak hadir di Ultah gue loh. Mana hadiahnya? Wkwkwk.”

Tiba-tiba Rama bersujud di hadapan Amira. Gadis itu langsung terperanjat melihatnya. “Ram?! He!!”

“Mir,” panggil sebuah suara mengagetkan Amira.

“Elvan?”

“Sori, Mir, gue sama Andra yang nyari tau,” ucap Elvan membuat Amira kebingungan.

“Maksudnya?”

“Dia udah ngaku. Cowok ini yang nyuruh anak-anak Tunas Bangsa buat ngeroyok Gilang. Gue pernah lihat dia di dekat gudang tua waktu itu, saat gue selesai bantuin Gilang buat ngantar ke RS. Gue langsung curigain dia karena gelagatnya aneh, tetapi gue kan pikun, jadi nggak inget kalau dia yang datang ke rumah sakit buat jemput lo waktu itu.”

Amira hanya bengong sambil membuka mulutnya. Ia tidak paham dengan semua ini. Rama? Yang melakukan ini? Sungguh, padahal baru aja Amira senang, sekarang dapat berita kayak gini?

“Iya, gue Mir pelakunya. Gue yang ngejebak Gilang dengan menggunakan nama lo. Gue yang nyuruh anak-anak basket Tunas Bangsa buat ngeroyok dia si sana. Maafin gue,” ucap Rama.

“Lo bohong kan Ram? Lo mau nge-prank karena gue ulang tahun kan?” tanya Amira masih belum percaya.

“Gue yang ngelakuin Mir. ITU GUE! Itu Gue. Sahabat lo ini...”

Air mata Amira lolos, ia terduduk lemas di hadapan Rama. “Kenapa lo lakuin itu Ram?”

“Gue suka sama lo Mir, gue udah sayang sama lo sejak kecil. Gue nggak mau lo ngejauhin gue! Gue tetep ingin sama-sama dengan lo!”

Amira menangis histeris. Tak pernah tau kalau Rama memiliki rasa lebih dari sahabat terhadapnya. Mengetahui kenyataan ini membuat dadanya sesak. “Tapi nggak gitu caranya, Ram. Hikss.. Lo kenapa tega banget sih... emang Gilang punya salah sama lo? hikss...” tanya Amira udah banjir air mata.

“Nggak ada Mir, gue hanya cemburu. Gue iri lihat dia tampak begitu berarti buat lo. Maafin gue....” Rama juga meneteskan air matanya. Cowok itu benar-benar menyesali perbuatannya. Yang ia inginkan sekarang hanyalah Amira memaafkannya. Ia mengerti kalau cinta tidak bisa dipaksakan, ia harus bisa membiarkan gadis itu bahagia. Walau bukan dengannya.

“Ramaa... hikss, hikss...”

“Gue waktu itu nggak mikir dua kali. Gue... gue udah minta maaf sama orang tua Gilang. Gue udah minta maaf juga sama Gilang,” ucap Rama.

Elvan berdehem. “Iya, Mir. Dia udah minta maaf tadi. Orang tua Gilang tidak menuntut dia. Mereka memaafkan sahabat lo ini dan membebaskannya dari hukuman apapun,” jelas Elvan.

Amira menghela napas panjang. Keluarga Gilang sungguhlah baik.

Ya Tuhan, terima kasih Kau telah melindungi Gilang. Terima kasih Kau telah melindungi Rama juga, Amira menahan agar ingusnya tidak beler. Ia membantu Rama berdiri.

“Lo tetep sahabat gue Ram. Gue sayang sama lo sebagai sahabat gue yang paling baik. Gue nggak mau ngelihat lo jadi monster kayak gini. Pliiss, jangan lakuin lagi...” Amira memeluk Rama dan cowok itu hanya bisa menangis di pelukan Amira.

“Maaf....”

“Gue udah maafin lo. Gue juga minta maaf karena nggak tau perasaan lo. Maaf juga nggak bisa balas rasa sayang lo lebih dari sahabat. Udah ada yang ngisi hati gue, Ram.” Amira berucap lirih.

Rama melepas pelukan Amira lalu tersenyum. “Gue tahu kok. Dan gue setuju. Dia memang baik, dan pantas buat lo Mir.”

Amira melotot. “Apaan deh. Sok tau.”

Mereka pun tertawa.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My Noona
6168      1512     2     
Romance
Ini bukan cinta segitiga atau bahkan segi empat. Ini adalah garis linear. Kina memendam perasaan pada Gio, sahabat masa kecilnya. Sayangnya, Gio tergila-gila pada Freya, tetangga apartemennya yang 5 tahun lebih tua. Freya sendiri tak bisa melepaskan dirinya dari Brandon, pengacara mapan yang sudah 7 tahun dia pacariwalaupun Brandon sebenarnya tidak pernah menganggap Freya lebih dari kucing peliha...
Rêver
7318      1989     1     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...
EXPOST
11792      2441     3     
Humor
Excecutive people of science two, mungkin itu sebutan yang sering dilayangkan dengan cuma-cuma oleh orang-orang untuk kelas gue. Kelasnya excecutive people, orang-orang unik yang kerjaannya di depan laptop sambil ngapalin rumus kimia. So hard. Tapi, mereka semua ngga tau ada cerita tersembunyi di dalam kelas ini. Di sini ada banyak species-species langka yang hampir ngga pernah gue temuin di b...
The Twins
4573      1603     2     
Romance
Syakilla adalah gadis cupu yang menjadi siswa baru di sekolah favorit ternama di Jakarta , bertemu dengan Syailla Gadis tomboy nan pemberani . Mereka menjalin hubungan persahabatan yang sangat erat . Tapi tak ada yang menyadari bahwa mereka sangat mirip atau bisa dikata kembar , apakah ada rahasia dibalik kemiripan mereka ? Dan apakah persahabatan mereka akan terus terjaga ketika mereka sama ...
Senja Belum Berlalu
4167      1463     5     
Romance
Kehidupan seorang yang bernama Nita, yang dikatakan penyandang difabel tidak juga, namun untuk dikatakan sempurna, dia memang tidak sempurna. Nita yang akhirnya mampu mengendalikan dirinya, sayangnya ia tak mampu mengendalikan nasibnya, sejatinya nasib bisa diubah. Dan takdir yang ia terima sejatinya juga bisa diubah, namun sayangnya Nita tidak berupaya keras meminta untuk diubah. Ia menyesal...
in Silence
473      337     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
Ellipsis
2384      992     4     
Romance
Katanya masa-masa indah sekolah ada ketika kita SMA. Tidak berlaku bagi Ara, gadis itu hanya ingin menjalani kehidupan SMAnya dengan biasa-biasa saja. Belajar hingga masuk PTN. Tetapi kemudian dia mulai terusik dengan perlakuan ketus yang terkesan jahat dari Daniel teman satu kelasnya. Mereka tidak pernah terlibat dalam satu masalah, namun pria itu seolah-olah ingin melenyapkan Ara dari pandangan...
Aku menunggumu
4536      955     10     
Romance
Cinta pertamaku... dia datang dengan tidak terduga entahlah.Sepertinya takdirlah yang telah mempertemukan kami berdua di dunia ini cinta pertamaku Izma..begitu banyak rintangan dan bencana yang menghalang akan tetapi..Aku Raihan akan terus berjuang mendapatkan dirinya..di hatiku hanya ada dia seorang..kisah cintaku tidak akan terkalahkan,kami menerobos pintu cinta yang terbuka leb...
Bulan dan Bintang
6084      1624     1     
Romance
Orang bilang, setiap usaha yang sudah kita lakukan itu tidak akan pernah mengecewakan hasil. Orang bilang, menaklukan laki-laki bersikap dingin itu sangat sulit. Dan, orang bilang lagi, berpura-pura bahagia itu lebih baik. Jadi... apa yang dibilang kebanyakan orang itu sudah pasti benar? Kali ini Bulan harus menolaknya. Karena belum tentu semua yang orang bilang itu benar, dan Bulan akan m...
The Black Envelope
2897      1038     2     
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan. Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.