Malam ini dengan mata yang sendu aku menatap langit yang mendung. Di balkon tempat ku berdiri sambil menikmati angin yang melintas kesana kemari. Hanya aku sendiri, tidak ada orang lain. Jika kalian semua bertanya kemana orang tuaku, aku hanya akan berkata bahwa mereka telah pergi. Aku pindah ke kota Bandung ini dan menyewa sebuah apartemen. Semua ini ku lakukan bukan semata-mata karena sedang bertengkar dengan orangtua ku, namun ini hal yang lebih menyedihkan dari itu. Aku anak broken home. Banyak yang bilang bahwa rata-rata anak seperti itu adalah anak yang nakal, but menurutku tidak semua seperti itu. Semua itu memang punya akibatnya tersendiri tetapi itu juga bergantung kepada diri kita. Ingat, hidup itu pilihan. Kita sendiri yang akan menentukan nasib kita nanti. Tapi nggak lupa juga dengan bantuan Yang Maha Kuasa.
Jam tangan yang menggulung manis di pergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Aku bergegas untuk menutup jendela dan pergi tidur. Besok akan menjadi hari yang sangat melelahkan bagiku.
***
Keesokan paginya aku bangun dengan tepat waktu. Tidak ada drama bahwa aku akan terlambat ke sekolah karena hari ini adalah hari minggu. Dan kegiatan ku hari ini adalah mencari kerja paruh waktu dan berbelanja keperluan sekolah. Iya benar, besok aku akan mendapatkan sekolah baru. Aku tidak mengharapkan mendapatkan teman dengan cepat, cukup menjadi siswa biasa dan tak terlihat serta tidak menarik banyak perhatian itu sudah lebih dari cukup bagiku.
Dengan motor scoopy yang baru saja kubeli kemarin, aku melewati jalanan kota Bandung ini dengan perasaan biasa saja. Iya biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Hanya udara yang sejuk yang menemaniku saat ini. Sebenarnya aku lebih menargetkan untuk bekerja di sebuah restoran atau pun minimarket. Namun sialnya tidak ada yang menerimaku di sana. But hei! Mereka tidak menerimaku karena aku masih belum cukup umur untuk bekerja! Dan sialnya lagi, sekarang aku bingung harus bekerja dimana. Oh My God ternyata benar yang dikatakan orang-orang, mencari pekerjaan itu benar-benar sulit!
Karena kelelahan mutar-mutar di kota Bandung, akhirnya aku memutuskan untuk pergi membeli perlengkapan sekolah ku. Ya... seperti biasanya lah aku membeli buku, beberapa pulpen dan pensil serta antek-anteknya yang lain. Tak lupa juga aku mengisi bensin karena bensinku sudah berada dititik terakhir. Ini disebabkan karena aku keliling kota Bandung.
Setelah semua perlengkapan sekolahku sudah lengkap, aku mampir sebentar di sebuah kafe untuk memesan makanan dan menikmati secangkir kopi. Sebenarnya aku ini gadis penikmat kopi dan senja. Tetapi aku hanya menikmati kopi susu saja hahaha. Kopi hitam terlalu pahit untuk gadis seumuranku. Aku mengeluarkan ponselku dan hanya menggeser-geser menu. Oh ayolah! Aku sangat bosan sekarang! Sebenarnya hari ini aku agak kecewa karena tidak mendapatkan pekerjaan. Aku terus berfikir bagaimana caranya aku bisa hidup mandiri jika tidak bekerja paruh waktu? Uang tabungan ku hampir habis karena biaya kehidupan baru di Bandung ini!
Aku meletakkan ponselku dan mulai memijit pelipis mataku yang terasa pusing. Aku harus bagaimana sekarang? Aku tidak mau jadi gembel! Yang benar saja!
Disaat lagi pusing-pusingnya, pintu kafe itu terbuka dengan sangat lebar dan muncullah banyak pemuda serta ada juga pemudi di sana. Mereka terlihat sangat menikmati hari minggu ini. Berbeda sekali dengan keadaanku sekarang ini. Setelah mereka datang, keadaan kafe yang awalnya tenang menjadi ramai. YA TUHAN! MENGAPA MEREKA RIBUT SEKALI!
Sebenarnya aku adalah tipe orang yang menyukai ketenangan, tapi bukan berarti aku benci keributan. Aku menyukainya juga, tetapi itu hanya berlaku diwaktu-waktu tertentu. Dan saat ini bukanlah waktunya.
Sebenarnya aku masih bisa sedikit mendengar pembicaraan mereka. Bukan berarti aku menguping! Suara mereka benar-benar keras sekali sampai-sampai aku saja yang jarak mejanya sedikit jauh kedengaran. Disaat makananku sudah disajikan, pemuda yang sepertinya sebagian dari kelompok itu menghampiri meja ku.
“Sendirian aja?” kata pemuda itu
Aku hanya menganggukkan kepala tanpa menatapnya dan pura-pura memainkan ponsel ku lagi.
“Boleh ambil kursinya satu? Kursi di tempat duduk kami kurang.” Lalu pemuda itu tersenyum padaku.
“Iya. Ambil aja,” kataku menjawab pertanyaannya.
Kemudian pemuda itu menunjukkan cengirannya. Harus kuakui itu manis, tapi bukan berarti aku langsung tertarik.
Disaat pemuda itu hendak mengambil kursi, teman-temannya meneriakinya.
“WOI MODUS TERUS MANEH DIR!”
“Teh jangan dikasih kursinya, dia modus doang itu!”
“DIRGA BALIK LO JANGAN BIKIN MALU LUR!”
Begitulah kiranya sorak-sorakan dari teman-teman pemuda itu. Bukannya merasa terganggu, pemuda itu hanya cengar-cengir saja sambil mengucapkan umpatan-umpatan kecil. Pemuda itu berbalik arah dan menatapku lagi.
“Gausah didengerin merekanya. Orang gila,” sahut pemuda itu.
Aku tertawa sedikit. “Gitu-gitu teman kamu,” jawabku.
Pemuda itu menghela napas sembari memejamkan matanya. “Sampai sekarang aku masih bingung kenapa bisa berteman sama mereka.”
Aku tertawa lagi mendengarkan setiap kata yang keluar darinya.
TUNGGU!
MENGAPA AKU JADI SENANG BEGINI?
“Eh kita belum kenalan nih. Nama aku Dirga. Tapi sering banget dipanggil sayang sama cewe-cewe. Padahal belum tentu aku sayang sama mereka.” Dirga memamerkan deretan giginya serta sebuah lesung pipi yang berada di pipi kanannya.
“Aku Nazha,” jawabku singkat. Jujur saja sebenarnya aku tipe orang yang sulit menerima orang baru dalam kehidupanku.
“Namamu cantik. Persis kaya yang punya nama hehe,”
OH MY GOD!
DIA MENGGOMBALIKU?
But sorry aja, itu tidak mempan untukku.
Aku hanya tersenyum kikuk ketika kata-kata gombalnya keluar.
Tak lama setelah kami berkenalan, teman Dirga menghampiri kami berdua.
“Ayo balik. Betah amat lu sama si eneng geulis,” kata teman Dirga.
Dirga menyikut perut temannya ini.
“Sopan dikit njir,” bisik Dirga tetapi masih kedengaran di telingaku.
“Nazha?” panggil Dirga
“Iya?”
“Kenalin ini temenku. Bara namanya.”
Bara hanya melambaikan tangannya sambil tersenyum.
Yaampun apakah rata-rata pemuda Bandung senyumnya manis manis? Kalau ini acara tv, aku rasa aku akan melambaikan tangan ke kamera. Sungguh aku tidak kuat.
“Nazha,” jawabku singkat.
“Nama maneh unik ya. Eh tapi Dirganya gue bawa balik ya takut keterusan hahaha.”
Gue mengangguk sambil berkata, “Iya, santai aja.”
Kemudian mereka berbalik ke tempat duduknya semula. Aku terus memperhatikan mereka yang ada disitu. Ada empat orang remaja laki-laki dan ada tiga orang remaja perempuan. Disaat sedang memperhatikan mereka, Dirga malah melambaikan tangannya kearahku. OH TIDAK! Aku ketahuan sedang memperhatikan mereka! Yaampun betapa malunya aku saat ini! Aku memalingkan wajahku yang memerah karena menahan rasa malu. Yaampun aku ingin keluar dari tempat ini! Aku segera menghabiskan makananku serta meneguk habis kopiku. Disaat aku hendak mendatangi kasir untuk membayar, rombongan Dirga keluar dari kafe itu. Entah mengapa rasanya lega. Dengan santai aku mendatangi kasir itu dan mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu.
Ketika aku ingin memberesi barang-barangku, tak sengaja aku melihat ada bacaan “SEDANG MENCARI LOWONGAN KERJA PARUH WAKTU” di samping meja kasir. Tidak perlu basa-basi lagi aku langsung bertanya dan bilang bahwa aku ingin melamar pekerjaan disitu. Sepertinya mereka memang lagi berbaik hati. Mereka mengizinkanku untuk bekerja di situ. Dan itu dimulai besok sore.