Saat aku tiba di depan rumah, aku segera masuk ke dalam. Sebelumnya aku mengucapkan terima kasih pada cowok yang telah mengantarkan ku pulang. Tadinya aku mau bertanya kenapa dia tahu alamat rumahku. Padahal sedari tadi aku belum memberitahunya. Tapi, tanpa aku tanya hal itu, dia memberitahuku bahwa rumahnya juga di komplek perumahan ini. Aku yang mendengarnya ber-oh saja sambil mengangguk.
Ruangan demi ruangan aku lewati saat menuju kamar. Sepi. Sepertinya, mami sama papi belum pulang. 2 hari yang lalu mereka meminta izin padaku untuk pergi ke Aceh. Katanya, mereka mau menemui nenek yang sedang sakit di sana. Awalnya aku diajak untuk ikut, tapi aku menolak. Tapi aku juga memberikan alasan yang logis untuk menolak permintaan mereka. Yaitu Minggu depan aku ada ujian kenaikan kelas, jadi di hari sepanjang Minggu ini aku sedang ada jam tambahan materi pada jam pertama, kedua, dan ketiga. Setelah itu bebas. Karena di Minggu ini juga ada acara classmeeting. Untungnya orang tuaku memaklumiku. Jadi, mereka tidak merasa curiga mengapa aku tidak mau ikut dengan mereka.
Selain Rian, kedua orang tuaku juga sangat aku rindukan jika jauh dengan mereka. Dulu biasanya aku selalu cerita apapun pada Rian. Tapi sekarang aku bercerita pada keluargaku, khususnya pada mami. Baik tentang pelajaran maupun teman di sekolah. Satu kelemahan ku. Aku tidak seterbuka dulu. Dulu segala hal secara rinci pasti aku ceritakan. Tapi sekarang, aku cenderung menutup diri. Hanya sebagian kecil cerita yang aku ceritakan. Tentang Zalfa dan gengnya yang selalu membully ku, tak pernah ku ceritakan pada mami ataupun papi. Aku melakukan ini karena aku takut nantinya masalah akan semakin bertambah. Apalagi kedua orang tuaku dan orang tua Zalfa adalah teman lama. Aku tidak ingin hubungan mereka jadi retak gara-gara masalahku. Dan yang perlu kalian ketahui adalah kedua orang tuaku juga sudah mengenal Zalfa sebagai anak yang baik pada siapapun. Jadi, jika aku cerita pun mereka tidak akan percaya.
Aku merebahkan tubuhku di kasur kamar. Aku memejamkan mata. Hingga, bayangan-bayangan tentang masa kecilku bersama Rian terlintas kembali. Dan tiba-tiba air mata telah membasahi pipiku. Isak tangisku bertambah saat bayangan Zalfa dan gengnya yang selalu membullyku terlintas di pikiranku.
Sempat aku juga memikirkan hal yang tidak masuk akal jika aku melakukannya. Bunuh diri. Itu sempat terlintas di pikiranku akibat terlalu frustasi dengan semua yang telah terjadi. Kembali aku mengingat ucapan Rian, "Jadilah diri sendiri dan nikmatilah hidup. Nanti takdir juga akan berbalik mendukungmu". Kalimat itu adalah kalimat yang sering Rian ucapkan. Tapi, aku juga sedikit bingung akan maksudnya yang memerintahkanku untuk menikmati hidup. Emangnya selama ini aku tidak melakukannya? Entahlah. Namun itu adalah salah satu kalimat yang membawaku bangkit lagi dari keterpurukan. Walau hanya sesaat, tapi tak apa.
Setelah mengingat ucapan Rian, tangisku sedikit kembali mereda. Dan kini aku tahu apa yang aku butuhkan. Aku hanya butuh Rian. Hanya butuh dukungan darinya dan butuh dia kembali di sampingku.
"Aku benar-benar merindukanmu Rian. Kapan kamu kembali?" Ucapku dengan suara parau.
Tak lama, aku tertidur. Berharap setelah bangun aku mendapatkan yang aku cari. Walau bukan Rian, tapi yang penting adalah sedikit ketenangan dan kedamaian.
???
Aku terbangun dari tidurku karena mendengar suara lembut seseorang sambil mengelus rambut kepalaku. Dia adalah mami. Mami tenyata pulang dari satu jam yang lalu. Dia ke kamarku untuk membangunkan ku setelah selesai menyiapkan semuanya untuk makan malam. Setelah benar-benar lepas dari alam mimpi, aku bergegas mandi sebelum akhirnya bergabung untuk makan malam bareng kedua orang tuaku. Oiya, aku ini adalah anak tunggal dari keluarga ini. Mamiku bernama Karen dan papiku bernama Indiyana--digunakan untuk nama belakangku. Karena aku anak tunggal, jadi aku selalu merasa kesepian jika kedua orang tuaku pergi bekerja. Tapi beruntungnya aku bertemu dan kenal dengan Rian, yang ternyata satu komplek perumahan denganku. Sejak saat itu kami jadi dekat dan selalu bermain bersama. Aku pun jadi dekat dengan orang tua Rian. Mereka senang jika aku mau menjadi teman Rian. Karena Rian sama denganku. Anak tunggal. Sebelum aku datang di kedidupannya, ternyata Rian banyak melamun saat kedua orang tuanya sedang bekerja.
Aku menuju meja makan. Mami dan papi sudah ada di sana.
"Gimana sekolahnya sayang?" Ya, orang tuaku jadi sangat perhatian padaku. Walau sebelumnya mereka juga perhatian. Tapi ini beda. Mereka tahu tentang perasaanku. Perasaan kehilangan teman kecilku, Rian. Apalagi setelah mereka merasakan sifatku yang berubah. Tidak ceria dan keras kepala lagi seperti dulu. Aku yang sekarang sangatlah irit bicara. Jika ditanya, jawab. Jika tidak, diam.
"Ya kayak biasa mi."
"Katanya Minggu depan mau UKK?" tanya papi setelah hening beberapa saat.
"Hm" jawabku singkat. Apa adanya.
"Kamu mau dimasukkan ke tempat les? Untuk membantu belajarmu, sayang?"
"Gak usah pi. Di sekolah juga ada jam tambahan materi."
"Yang semangat ya sayang? Ini makan yang banyak biar otaknya juga bisa diajak buat berpikir." Ucap mamiku sambil mengambilkan nasi dan lauk untukku. Aku yang mendengar mami mengatakan itu, hanya tersenyum. Sebenarnya, dulu setiap saat jika kami sekeluarga sedang kumpul, pasti ada saja hal yang membuat kita tertawa lepas. Ada saja cerita yang siap untuk diceritakan. Tapi sekarang, keadaan telah berubah seiring dengan perubahan sifatku yang cenderung menutup diri. Tapi aku masih bersyukur,masih mendapat kasih sayang dari kedua orang tuaku. Walau itu kurang lengkap tanpa hadirnya seseorang bagiku. Itu Rian.
Klung! Ada satu pesan masuk.
From : 0823xxxxxx39
Gimana keadaan Lo sekarang?"
Aku mengernyitkan kening ku.
Klung! Ada pesan masuk lagi.
From : 0823xxxxxx39
Ini gue Arda. Yang tadi nganter Lo pulang.
Aku ber-oh ria. Lalu aku mengetik sesuatu untuk membalas pesannya.
To : Arda.
Makasih ya, tadi udah nganterin aku pulang.
Tak lama sebuah balasan masuk.
From : Arda.
Sama-sama.
Tadinya aku mau mengetik pesan lagi untuk menanyakan jaketnya yang ada padaku. Tapi, dia lebih dulu menjawab pertanyaanku sebelum aku bertanya.
From : Arda.
Soal jaket, Lo besok kembaliinnya langsung ke kelas gue. Kelas XII. 3. Kalo kesulitan cari gue, sebut aja nama gue. Arda. Gak usah pake embel-embel 'kak'!.
Aku mengangguk paham setelah membaca pesan yang terakhir dia kirim. Aku kembali ke kamar. Dan memeriksa jaket yang tadi Arda pinjamkan padaku. Aku menyetrikanya sebelum aku simpan jaket itu dengan baik di lemari. Yang sebelumnya aku sempat menyemprotkan sedikit minyak wangiku. Tapi, aku juga sempat bertanya-tanya saat menyadari bahwa bau minyak wangiku sama dengan jaket ini. Padahal, minyak wangi yang aku pakai adalah minyak wangi yang Rian berikan padaku. Waktu itu mami Rian yang membelikannya untukku dan untuk Rian. Katanya supaya kita tidak merasa iri. Dan minyak wangi itu adalah produksi dari perusahaan minyak wangi milik mami Rian yang ada di Jepang. Dan itu tergolong mahal dan langka di Indonesia.
Hm, mungkin sekarang sudah tersebar di Indonesia. Aku segera menepis pemikiranku. Kembali aku sibuk dengan buku pelajaran.
We love Sitta
Comment on chapter One