Tidak ada perjalanan yang tidak melahirkan cerita
Tidak ada perjalanan yang tidak meninggalkan kenangan
Setiap tempat yang kita injak
Setiap langkah yang kita jalani
Selalu ada kenangan di dalamnya
Panggil saja Carla, aku tidak punya nama panjang dan tidak punya nama pendek. Cukup Carla, tidak lebih maupun tidak kurang. Aku terlahir dari seorang wanita karier yang cantik jelita, murah senyum dan banyak dikagumi para duda kelas atas. Tapi wanita satu ini hebat ia tidak memilih duda dari kelas atas, tetapi ia memilih lelaki tampan kelas karyawan. Ayahku meninggal saat aku masih berusia 4 tahun, ia terkena penyakit leukimia yang sulit untuk disembuhkan. Kala itu aku mengalami kesulitan finansial, Ibuku bekerja keras untuk menghidupi aku dan Ayahku. Ia bekerja pagi dan malam untuk biaya pengobatan Ayah, sampai akhirnya Ayah tiada.
Ayah baruku dan Ibuku adalah pekerja yang tak mengenal lelah, pergi pagi pulang petang begitu setiap harinya. Aku anak tunggal, yang tertinggal sendirian di rumah yang tak begitu besar ini. Jika ditanya “Ingin punya adik?” Jawaban nya “TIDAK!!” Padahal aku sangat kesepian di rumah ini.
“Ibuuuuuu!!!!! Ayoo cepetan ganti baju nya, nanti Carla telat.” Aku memasukkan koper kedalam bagasi mobil.
“Iyaaaa, ini Ibu datang.” Ibu berlari menghampiri aku dengan nafas terengah-engah. “Ibu tuh udah gak muda lagi sayang, cape kalau kamu buru-buru Ibu, tiap hari...”
Aku tertawa keras, tidak muda lagi katanya padahal ia yang sering mengatakan “Ibu, kan masih muda!”
“Ayooo, para wanita cantik kita akan telat ke stasiun nih.” Ucap Ayah.
Selama di perjalanan aku menikmati keindahan kota ini, walau gedung pencakar langit bertebaran luas dimana-mana. Mungkin, beberapa hari ke depan aku tidak akan melihat hirup pikuk kota Jakarta. Dimana aku dilahirkan dan dibesarkan di kota ini, kota yang sangat bersejarah dalam kehidupan ku di masa lalu.
“Kalau kamu masih mandangin keindahan kota Jakarta, Ibu batalin aja yaa tiket nya?” Ibu menghentikan lamunanku.
“Ahhhhh.... Ibu, engga bisa gitu dong! Ibu, kan udah janji sama Carla kalau aku diterima PTN dibeliin tiket jalan-jalan.”
Akhirnya aku tiba di stasiun, waktu telah menunjukkan pukul 19.45 WIB. Aku memeluk Ibu dan Ayah, “Baik-baik di Jakarta yaaa, Carla seneng kalau Ibu sama Ayah seneng di Jakarta.”
Mereka memeluk erat kembali, “Jaga diri yaa nak, kalau ada apa-apa telpon Ayah, oke?” ucap Ayah.
Aku melambaikan tangan dan bergegas menaiki kereta yang sudah tiba di stasiun, sedih memang ini pertama kali aku pergi ke luar kota seorang diri. Biasanya aku pergi dengan Ibu atau Ayah, tapi sekarang tidak aku sudah beranjak dewasa dan bisa menikmati waktu sendiri.
“8A... 8A... Where are you?” Gumanku, “Aaaah.. Disini ternyata.”
Sudah lama aku tidak menaiki kereta, rasanya nyaman dan seperti kembali ke masa kecil dimana aku sering diajak keluar kota oleh Ibu dan Ayahku. Aku tersenyum seolah pertama kali menaiki kereta, menikmati AC yang sejuk, menikmati TV kereta, sungguh pengalaman yang indah.
Sampai akhirnya pengalaman yang indah dan pemandangan yang menyejukkan berubah menjadi situasi yang tidak ku inginkan. Rasanya ingin ku meluapkan semua perasaan menyesakkan ini, tapi lihatlah tidak ada siapapun di sebelah ku hanya ada dia bayangan kelam dari masa lalu ku.